2. 1 Plastik
Plastik merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi
pilihan bagi konsumen. Sejak ditemukan oleh seorang peneliti dari Amerika
Serikat pada tahun 1968 yang bernama John Wesley Hyatt, plastik menjadi
pilihan bagi dunia industry dan berkembang secara luar biasa penggunaannya dari
hanya beberapa ratus ton pada tahun 1930-an, menjadi 220 juta ton/tahun pada
tahun 2005 (Kadir, 2012). Plastik mempunyai karakteristik mudah dibentuk, tahan
lama (durable), dan dapat mengikuti trend permintaan pasar. Plastik telah mampu
menggeser kedudukan bahan-bahan tradisional dimana permintaan dari tahun ke
tahunnya selalu menunjukkan peningkatan.
Kelebihan dari kemasan plastik yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat,
tidak berkarat, dapat diberi warna dan harganya yang murah seakan membutakan
masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan, seperti terjadinya perpindahan
zat-zat penyusun dari plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tidak
cocok dengan plastik yang mengemasnya. Zat-zat penyusun tersebut cukup tinggi
potensinya untuk menimbulkan penyakit kanker pada manusia (Koswara, 2006).
Data statistik persampahan domestik Indonesia menyebutkan jenis sampah
plastik menduduki peringkat kedua sebesar 5.4 juta ton per tahun atau 14 persen
dari total produksi sampah. Dengan demikian, plastik telah mampu menggeser
sampah jenis kertas yang tadinya di peringkat kedua menjadi peringkat ketiga
dengan jumlah 3.6 juta ton per tahun atau 9 persen dari jumlah total produksi
2. 1. 1 Jenis dan Sifat Fisio - Kimia Plastik
Jenis–jenis plastik menurut Koswara (2006) adalah sebagai berikut :
1. PET—Polyethylene Terephthalate
Biasanya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur
ulang dengan angka 1 di tengahnya dan tulisan PETE atau PET (polyethylene
terephthalate) di bawah segitiga.Dalam pertekstilan PET biasa disebut dengan
polyester. Biasa dipakai untuk botol plastik yang jernih/transparan/tembus
pandang seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir semua botol minuman
lainnya. Tidak untuk air hangat apalagi panas. Untuk jenis ini, disarankan
hanya untuk satu kali penggunaan dan tidak untuk mewadahi pangan dengan
suhu lebih besar dari 600̊̊ C, hal ini akan mengakibatkan lapisan polimer pada
botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik (dapat
menyebabkan kanker).
Di dalam membuat PET, menggunakan bahan yang disebut dengan
SbO3 (antimoni trioksida), yang berbahaya bagi para pekerja yang
berhubungan dengan pengolahan ataupun daur ulangnya, karena antimoni
trioksida masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan, yaitu akibat
menghirup debu yang mengandung senyawa tersebut. Terkontaminasinya
senyawa ini dalam periode yang lama akan mengalami : iritasi kulit dan saluran
pernafasan. Bagi pekerja wanita, senyawa ini meningkatkan masalah
menstruasi dan keguguran, pun bila melahirkan, anak mereka kemungkinan
2. HDPE—High Density Polyethylene
a. Umumnya, pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang
dengan angka 2 di tengahnya, serta tulisan HDPE (high density
polyethylene) di bawah segitiga.
b. Biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu, galon air minum,
dan lain-lain.
c. HDPE merupakan salah satu bahan plastik yang aman untuk digunakan
karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik
berbahan HDPE dengan makanan/minuman yang dikemasnya.
d. HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras hingga semifleksibel,
buram dan lebih tahan terhadap bahan kimia dan kelembapan, melunak pada
suhu750̊Celcius.
3. V—Polyvinyl Chloride
Tertera logo daur ulang (terkadang berwarna merah) dengan angka 3 di
tengahnya, serta tulisan V—V itu berarti PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis
plastik yang paling sulit didaur ulang.
a. Plastik ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), dan
botol-botol, sulit di daur ulang .
b. PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi dengan makanan yang
dikemas dengan plastik berbahan PVC ini saat bersentuhan langsung dengan
makanan tersebut karena DEHA lumer pada suhu150̊Celcius.
c. Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan
plastik ini berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan.
d. Plastik jenis ini sebaiknya tidak untuk mewadahi pangan yang mengandung
e. Sebaiknya mencari alternatif pembungkus makanan lain yang tidak
mengandung bahan pelembut, seperti plastik yang terbuat dari polietilena
atau bahan alami (daun pisang misalnya).
4. LDPE—Low Density Polyethylene
Tertera logo daur ulang dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan
LDPE (low density polyethylene) yaitu plastik tipe cokelat
(thermoplastic/dibuat dari minyak bumi), biasa dipakai untuk tempat makanan,
plastik kemasan, dan botol-botol yang lembek.
a. Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, fleksibel, kedap air tetapi
tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Melunak pada suhu
700̊C.
b. Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat
makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang
dikemas dengan bahan ini.
5. PP—Polypropylene
a. Tertera logo daur ulang dengan angka 5 di tengahnya, serta tulisan PP PP
(polypropylene) adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik, terutama untuk
yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat
menyimpan makanan, botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi.
b. Karakteristik adalah biasa botol transparan yang tidak jernih atau berawan,
keras tetapi fleksibel. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya
tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, minyak,
stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Melunak pada suhu 1500
c. Carilah dengan kode angka 5 bila membeli barang berbahan plastik untuk
menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman.
6. PS—Polystyrene
a. Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di tengahnya, serta tulisan PS PS
(polystyrene) ditemukan tahun 1839, oleh Eduard Simon, seorang apoteker
dari Jerman, secara tidak sengaja.
b. Terdapat dua macam PS, yaitu yang kaku dan lunak/berbentuk foam.
c. PS yang kaku biasanya jernih seperti kaca, kaku, getas, mudah terpengaruh
lemak dan pelarut (seperti alkohol), mudah dibentuk, melunak pada suhu
950C. Contoh : wadah plastik bening berbentuk kotak untuk wadah
makanan.
d. PS yang lunak berbentuk seperti busa, biasanya berwarna putih, lunak,
mudah terpengaruh lemak dan pelarut lain (seperti alkohol). Bahan ini dapat
melepaskan styrene jika kontak dengan pangan. Contohnya yang sudah
sangat terkenal styrofoam. Biasanya digunakan sebagai wadah makanan atau
minuman sekali pakai.
e. Kemasan styrofoam sebaiknya tidak digunakan dalam microwave.
f. Kemasan styrofoam yang rusak/berubah bentuk sebaiknya tidak digunakan
untuk mewadahi makanan berlemak/berminyak terutama dalam keadaan
panas.
g. Polystyrene merupakan polimer aromatik yang dapat mengeluarkan bahan
styrene ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan.
h. Selain tempat makanan, styrene juga bisa didapatkan dari asap rokok, asap
i. Bahan ini harus dihindari, karena selain berbahaya untuk kesehatan otak,
mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah
reproduksi, dan pertumbuhan dan sistem syaraf, juga karena bahan ini sulit
didaur ulang. Pun bila didaur ulang, bahan ini memerlukan proses yang
sangat panjang dan lama.
j. Bahan ini dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode
angka tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara
dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika dibakar, bahan ini
akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga.
7. OTHER
a. Tertera logo daur ulang dengan angka 7 di tengahnya, serta tulisan OTHER
Other (SAN/styrene acrylonitrile, ABS - acrylonitrile butadiene styrene, PC
- polycarbonate, Nylon).
b. Dapat ditemukan pada tempat makanan dan minuman seperti botol minum
olahraga, alat-alat rumah tangga, peralatan makan bayi dan plastik kemasan.
c. PC - Polycarbonate dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak batita
(sippy cup).
d. Dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan
dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada
ovarium, penurunan produksi sperma, dan mengubah fungsi imunitas.
e. Dianjurkan untuk tidak dipergunakan untuk tempat makanan ataupun
minuman karena Bisphenol-A dapat berpindah ke dalam minuman atau
makanan jika suhunya dinaikkan karena pemanasan. Untuk mensterilkan
atau dipanaskan dengan microwave. Botol yang sudah retak sebaiknya tidak
digunakan lagi.
f. SAN dan ABS memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan
suhu, kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan.
g. Biasanya terdapat pada mangkuk mixer, pembungkus termos, piring, alat
makan, penyaring kopi.
h. SAN dan ABS merupakan salah satu bahan plastik yang sangat baik untuk
digunakan.
Dilihat dari sifatnya, plastik dapat dibagi menjadi dua (Saptono, 2008):
1. Plastik Termoset
Jenis plastik ini mengalami perubahan yang bersifat irreversible. Pada
suhu tinggi jenis plastik termoset berubah menjadi arang. Hal ini disebabkan
struktur kimianya bersifat 3 dimensi dan cukup kompleks. Pemakaian termoset
dalam industri pangan terutama untuk membuat tutup botol. Plastik tidak akan
kontak langsung dengan produk karena tutup selalu diberi lapisan perapat yang
sekaligus berfungsi sebagai pelindung.
Contohnya poliviniliden klorida (PVdC), akrilik yang sering digunakan
untuk botol-botol minuman, politetra fluoroetilen (PTFE) yang terdapat pada
peralatan dapur seperti Teflon dan Ediblefilm dari amilosa pati jagung untuk
kemasan permen dan sosis yang dapat dimakan.
2. Plastik Termoplastik
Sebagian besar polimer yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan
bahan makanan adalah jenis termoplastik. Plastik ini dapat menjadi lunak jika
dipanaskan dan mengeras lagi setelah dingin. Hal ini dapat terjadi berulang
(CH2 = CH2). Dinamakan plastik vynil karena mengandung gugus vynil
(CHz=CHz) atau polyolefin. Salah satu contohnya adalah plastik kresek.
2. 1. 2. Plastik Sebagai Kemasan
Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam
perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh
sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kapolimerisasi, laminasi, dan
ekstruksi (Syarief dkk, 1989).
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer,
yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa
monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut
dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan
jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan
sifat yang lebih keras dan tegar (Syarief dkk, 1989).
Menurut Eden dalam Davidson (1970), klasifikasi plastik menurut struktur
kimianya terbagi atas dua macam yaitu :
1. Linear, bila monomer membentuk rantai polimer yang lurus (linear) maka akan
terbentuk plastik thermoplastik yang mempunyai sifat meleleh pada suhu
tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan sifatnya dapat balik
(reversible) kepada sifatnya yakni kembali mengeras bila didinginkan.
2. Jaringan tiga dimensi, bila monomer berbentuk tiga dimensi akibat polimerisasi
berantai, akan terbentuk plastik thermosetting dengan sifat tidak dapat
mengikuti perubahan suhu (irreversible). Bila sekali pengerasan telah terjadi
Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai
tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom
karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang
dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras. Bahan
kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan oleh
polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer yang tersusun
sambung-menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Kemasan plastik
memiliki beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tapi ringan, inert, tidak karatan
dan bersifat termoplastis (heat seal) serta dapat diberi warna. Kelemahan bahan
ini adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam
plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas.
(Winarno, 1997).
Menurut Crompton (1979), Plastik berisi beberapa aditif yang diperlukan
untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang
sengaja ditambahkan itu disebut komponen non plastik, diantaranya berfungsi
sebagai pewarna, antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas,
penurun viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, dan peliat.
Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut
polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun
sambung-menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik juga
terkandung beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko
kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan tersebut disebut
berat molekul rendah. Bahan aditif dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan,
penyerap sinar UV, anti lekat dan masih banyak lagi (Winarno dan Jennie, 1982).
2. 1. 3. Dampak Penggunaan Plastik a. Dampak Terhadap Kesehatan
Adapun zat-zat penyusun plastik yang berbahaya bagi kesehatan adalah (Koswara,
2006) :
1. Monomer vinil klorida, dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA
dan mengalami metabolisme dalam tubuh, sehingga memiliki potensi yang
cukup tinggi untuk menimbulkan tumor dan kanker pada manusia terutama
kanker hati.
2. Monomer vinil sianida (akrilonitril), bereaksi dengan adenin pada DNA dan
memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan penyakit kanker.
Dampak akrilonitril sudah terbukti pada hewan percobaan yaitu menimbulkan
cacat lahir pada tikus yang memakannya.
3. Monomer vinil asetat, telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati
(liver) pada hewan.
4. Monomer lainnya, seperti akrilat, stirena, metakriat dan senyawa turunannya
seperti vinil asetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol,
isosianat organik, heksa metilandiamin, melamin, epodilokkloridin, bispenol
dan akrilonitril yang dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan
terutama mulut, tenggorokan dan lambung.
Selain monomer, zat aditif yang berbahaya bagi kesehatan diantaranya:
1. Dibutil ptalat (DBP) dan Dioktil ptalat (DOP), merupakan zat aditif yang
populer digunakan dalam proses plastisasi, namun dibalik itu DBP dan DOP
kimia yang sulit dicerna oleh sistem pencernaan. Benzen juga tidak dapat
dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya, zat ini semakin lama semakin
menumpuk dan berbalut lemak. Hal tersebut bisa memicu kanker pada darah
atau leukemia (Koswara, 2006).
2. Timbal (Pb) merupakan racun bagi ginjal dan kadmium (Cd) yang merupakan
pemicu kanker dan racun bagi ginjal dimana keduanya merupakan bahan aditif
untuk mencegah kerusakan pada plastik.
3. Ester ptalat, yang digunakan untuk melenturkan ternyata dapat menggangu
sistem endokrin (Anonim, 2008).
4. Bisphenol A (BPA) yang terdapat pada plastik polikarbonat (PC) merupakan
zat aditif yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker dan memperbesar
resiko pada kehamilan (Anonim, 2008).
5. Bahan aditif senyawa Polychlorinated Biphenyl (PCB) yang ditambahkan
sebagai bahan untuk membuat plastik tahan panas. PCB berfungsi sebagai satic
agent dan ikut menentukan kualitas plastik. Plastik tahan panas sangat
dimungkinkan mengandung PCB lebih banyak. Tanda dan gejala keracunan
PCB ini berupa pigmentasi pada kulit dab benjolan-benjolan, gangguan
pencernaan, serta tangan dan kaki lemas. Pada wanita hamil PCB dapat
mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat. Pada
keracunan menahun, PCB dapat menyebabkan kematian jaringan hati dan
kanker hati (Anonim, 2008).
6. Pigmen warna pada kantong plastik kresek yang bisa bermigrasi ke dalam
makanan. Pada kantong plastik yang berwarna-warni sering tidak diketahui
berwarna, perlu diwaspadai penggunaanya. Semakin jernih, bening dan bersih
plastik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya
dan tidak aman bagi kesehatan manusia (Koswara, 2006).
7. Bahan pelembut lain yang dapat menimbulkan masalah adalah DEHA.
Berdasarkan hasil uji pada hewan, DEHA dapat merusakkan sistem peranakan
dan menghasilkan janin yang cacat, selain mengakibatkan kanker hati. Untuk
menghindari bahaya yang mungkin terjadi jika setiap hari kita terkontaminasi
oleh DEHA, maka sebaiknya kita mencari alternatif pembungkus makanan lain
yang tidak mengandung bahan pelembut (Koswara, 2006).
b. Dampak terhadap Lingkungan
Dibalik manfaatnya yang besar, plastik juga mempunyai dampak yang
besar bagi lingkungan karena plastik memiliki sifat sulit terdegradasi
(non-biodegradable) dan bahan pembuat plastik yang umumnya terbuat dari
Polychlorinated Biphenyl (PCB). Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 1000
tahun agar dapat terdekomposisi dengan sempurna. Sampah kantong plastik yang
ditimbun di tempat pembuangan akhir dapat mencemari tanah dan air tanah
sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia (Anonim, 2008).
Adapun beberapa akibatnya menurut Chandra (2009) adalah antara lain:
1. Sampah kantong plastik yang menumpuk dapat mengganggu estetika.
2. Kantong plastik akan mengganggu jalur air yang teresap ke dalam tanah.
3. Menjadi sarang vektor seperti kecoak di tempat pembuangan
4. Tercemarnya tanah, air tanah dan makhluk yang hidup di bawah tanah.
5. Kantong plastik yang sukar diurai, mempunyai umur panjang, dan ringan akan
6. Racun-racun dari partikel plastik yang masuk ke dalam tanah akan membunuh
hewan-hewan pengurai di dalam tanah seperti cacing.
7. Polychlorinated Biphenyl (PCB) yang tidak dapat terurai termakan oleh
binatang maupun tanaman akan menjadi racun berantai sesuai urutan rantai
makanan.
8. Menurunkan kesuburan tanah karena plastik juga menghalangi sirkulasi udara
di dalam tanah dan ruang gerak makhluk bawah tanah yang mampu
meyuburkan tanah.
9. Kantong plastik juga menyebabkan banjir karena menyumbat saluran air dan
bahkan bisa merusak turbin waduk sebagai pengendali badan air.
10. Hewan-hewan dapat terjerat dalam tumpukan plastik.
Sampah plastik yang dibuang ke lingkungan membutuhkan waktu yang
sangat lama untuk terurai oleh mikroorganisme sehingga akan menumpuk dan
menjadi sarang penyakit dan mengganggu ekosistem sekitar. Karena sifatnya yang
sulit diurai, sering kali sampah plastik dibakar. Sedangkan pembakaran sampah
yang tidak menggunakan teknologi tinggi dapat berakibat pada pencemaran
lingkungan. Sebab hal ini dapat menghasilkan senyawa kimia berbahaya dan
beracun yang dikenal dengan nama dioksin (Chandra, 2009).
Jika dioksin berada diudara maka akan dapat terhirup oleh manusia dan
masuk ke dalam sistem pernafasan. Risiko bagi manusia yang paling besar adalah
jika dioksin diterima tetap sehingga dioksin akan mengendap dalam tubuh
manusia walaupun dalam satuan takaran kecil. Dioksin menimbulkan kanker,
bertindak sebagai pengacau hormon, dan jika dalam keadaan menyusui maka akan
reproduksi. Selain mengakibatkan penyakit tersebut, dioksin dengan demikian
juga mempengaruhi kemampuan belajar anak yang sangat peka terhadap
pencemaran udara (Chandra, 2009).
2. 2. Konsep Minimasi Penggunaan Plastik dengan Prinsip 3R (Reduse, Reuse dan Recycle)
Paradigma yang dipakai oleh Pemerintah dalam hal pengelolaan sampah,
umumnya masih konvensional yaitu : kumpul, angkut dan buang. Seiring dengan
pertambahan penduduk, tambah lama akan tambah banyak jumlah sampah yang
harus ditangani. Defisitnya anggaran dalam penanganan sampah kota menyulitkan
pengelola sampah untuk berfikir ke depan dalam upaya pengembangan. Prasarana
yang tersedia tambah lama akan semakin tua dan tambah terbatas kemampuannya.
(Enri Damanhuri, 2006).
Metode landfill atau TPA membawa konsekuensi akan kebutuhan lahan
penampungan yang makin meluas, yang tidak mungkin diakomodasikan oleh
lahan perkotaan yang makin sempit dan mahal. Teknologi utama sebuah kota
dalam menyelesaikan masalah sampahnya adalah pemusnahan dengan landfilling
pada sebuah TPA dan bukan landfilling yang baik, karena hampir seluruh TPA di
kota-kota di Indonesia hanya menerapkan apa yang dikenal sebagai
open-dumping, yang sebetulnya tidak layak disebut sebagai sebuah bentuk teknologi
penanganan sampah. (Enri Damanhuri, 2006).
Konsep 3R merupakan pendekatan yang telah lama diperkenalkan di
Indonesia dalam upaya mengurangi sampah mulai dari sumbernya sampai di akhir
pemusnahannya. Menurut Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua
sampah atau residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa
selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupun pengurungan (landfilling).
Pengurangan sampah melalui 3R menurut UU-18/2008 meliputi:
a. Mengurangi atau membatasi (reduce): mengupayakan agar limbah yang
dihasilkan sesedikit mungkin.
b. Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan
memanfaatkan kembali limbah tersebut secara langsung.
c. Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat
dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat
dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi.
Manfaat dari prinsip 3R dalam upaya pengelolaan sampah, yaitu :
1. Mengurangi beban kerja Tempat Pembuangan Akhir
2. Mengurangi biaya pengelolaan sampah
3. Mengurangi potensi pencemaran air dan tanah
4. Memperpanjang usia Tempat Penampungan Akhir
5. Meningkatkan pendapatan ekonomi karena hasil penjualan dan
pemanfaatan limbah
2. 2. 1 Mengurangi (Reduce)
Reduce berarti mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit
mungkin, berarti mengurangi sampah yang kita hasilkan atau mengurangi
penggunaan bahan bahan yang bisa merusak lingkungan. Pada tahap inilah peran
serta masyarakat perlu ditingkatkan karena dari sini produksi sampah dimulai.
Pihak penjual/pengusaha pasar swalayan atau mall dapat dimotivasi untuk
Hardayanto (2012) menyatakan bahwa negara-negara di Eropa dan USA
tidak menganjurkan penggunaan kantong plastik berteknologi “ramah
lingkungan” karena hanya akan meningkatkan penggunaan kantong plastik sekali
pakai. Konsumen akan berpikir sampah kantong plastik bisa hancur dalam jangka
2 tahun, sehingga pemakaian kantong plastik tetap diminati tanpa
memperhitungkan dampak jangka pendek yaitu sampah plastik yang menumpuk
dapat mengganggu estetika, menjadi sarang vektor, menghambat proses peresapan
air tanah, dan sampah kantong plastik yang dibuang sembarangan dapat
menyumbat saluran air dan merusak turbin pengendali badan air.
Menurut Hardayanto (2012) sebagai masyarakat yang perlu dilakukan untuk
meminimalisir pengunaan plastik diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan tas pakai ulang atau membawa keranjang dari rumah untuk
berbelanja, tas pakai ulang kini banyak dijual di supermarket atau bisa juga
menggunakan tas kain yang banyak dibagikan di workshop/seminar atau
ketika kita membeli barang dengan jumlah tertentu.
2. Meminta kardus bekas sebagai wadah barang belanjaan apabila tidak
membawa kantung pakai ulang padahal barang belanjaan banyak.
Penggunaan kardus bekas sebagai aksi reuse juga sangat berarti bagi
pemulung/tukang rongsok, karena harga jualnya yang lumayan. Berbeda
dengan kantung plastik (keresek/ kantung asoy) yang tidak ada harganya.
3. Jika terpaksa menggunakan kantung plastik, usahakan agar bisa digunakan
berulang-ulang (reuse). Hal tersebut dimungkinkan karena kantung plastik
konvensional umumnya lebih tebal dibanding kantung plastik yang diklaim
4. Tolaklah dengan halus pemberian kantung plastik untuk pembelian barang
berukuran kecil semisal obat/kosmetik/alat tulis. Karena barang belanjaan
tersebut bisa langsung dimasukkan ke tas terhindar dari kemungkinan
tercecer.
Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi sampah dengan cara
merubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan dari yang boros dan
menghasilkan banyak smapah menjadi hemat/efisien dan sedikit sampah. Namun
diperlukan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk merubah perilaku tersebut.
Sebagai contoh penggunaan tas belanja ketika berbelanja di super market untuk
menghindari pemberian kantong plastik oleh pihak retailer. Dengan demikian,
volume sampah dapat dikurangi sebelum dibuang ke TPA dan dampak yang
ditimbulkan pun dapat diminimalisir.
2. 2. 2 Guna Ulang (Reuse)
Reuse berarti menggunakan kembali barang – barang yang masih bisa
dimanfaatkan. Hal ini juga berarti lebih memprioritaskan penggunaan barang yang
secara berulang untuk mengurangi timbulan limbah. Seperti penggunaan tas
ketika berbelanja. Pada prinsipnya semakin banyak kita menggunakan material,
semakin banyak sampah plastik yang dihasilkan. Seringkali jika berbelanja
banyak kantong plastik yang dibawa ke rumah dari berbagai toko yang berbeda
beda. Padahal plastik tersebut tidak digunakan kembali, terutama untuk plastik
yang berukuran kecil. Dengan memakai tas belanja sebagai tempat penyimpan
belanjaan, kita dapat menghemat penggunaan kantong plastik, menghemat sumber
daya alam karena tidak perlu membuat kantong plastik baru terus menerus.
Beberapa contoh tindakan Reuse menurut Michael Adiwijaya (2010) dalam
a. Memilih menggunakan wadah, kantong atau benda yang dapat digunakan
beberapa kali atau berulang-ulang. Misalnya menggunakan tas yang dapat
dipakai berulang saat berbelanja.
b. Menggunakan kembali wadah atau kemasan yang telah kosong untuk
fungsi yang sama atau fungsi lainnya. Misalnya menggunakan botol
minuman yang dapat digunakan berulang untuk tempat air.
Reuse yaitu Re-use (Memakai kembali) sebisa mungkin pilihlah
barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang-barang-barang yang
disposable (sekali pakai lalu buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu
pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah (Hadiwijoto, 1983).
Kondisi ini memunculkan suatu wacana dimana kantong plastik yang
biasa digunakan sekali pakai oleh konsumen di pasaran diganti dengan tas belanja
yang dibawa sendiri oleh konsumen dari rumah yang lebih ramah lingkungan.
Dari alternatif ini diharapkan kerusakan lingkungan akibat plastik dapat berkurang
sehingga dapat menjamin keberlangsungan kehidupan generasi mendatang.
2. 3. Perilaku
Faktor penentu perilaku manusia sangat sulit dibatasi karena perilaku
merupakan hasil resultansi dari beberapa faktor, baik internal mau pun eksternal
(lingkungan). Secara lebih rinci perilaku manusia sebenarnya refleksi dari
berbagai gejala kejiawaan, seperti pengetahuan, keingingan, kehendak, minat
motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmojo, 1993).
2. 3. 1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan menusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari
informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau
media massa, elektronik. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu
indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(overt behaviour). (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kongnitif mempunyai 6
tingkat, yakni :
1. Tahu (know)
Tahu artikan sebagai mengigat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengigat
kembali (recail) terdapat suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang pelajari atau
rangsangan yang harus diterima. Oleh sebab itu, ”tahu” ini adalah merupakan
tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprentasi materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat melakukan
tindakan reuse reduse dalam kehidupan sehari–hari dengan benar.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat mengambarkan (membuat
bagan) , membedakan, memisahkan, mengelompok dan sebagainya.
5. Sintesis (synthensisi)
Analisis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintensis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun dapat
merencanakan, dapat merigankan, dapat menyusuaikan, dapat meringkaskan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justipikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada. Misalnya : dapat menafsirkan sebab-sebab tingginya jumlah konsumsi
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).
2. 3. 2 Pengetahuan dalam membentuk prilaku
Skinner (1938) dalam buku Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Berdasarkan rumus teori Skinner tersebut maka perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih
belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap
terhadap stimulus yang bersangkutan.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa
tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable
behavior. Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di
dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu :
a. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang.
Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik,
maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik.
Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar dapat
berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.
Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor
yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia
karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada
(Notoatmodjo, 2007).
2. 4. Partisipasi
Partisipasi adalah keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan tertentu.
Partisipasi sangat ditentukan oleh kepercayaan terhadap rekanan, media, atau
lainnya yang terlibat dalam suatu kegiatan. Partisipasi dalam suatu kegiatan akan
tumbuh dengan baik apabila penjual mampu menjaga kepercayaan yang telah
diberikan oleh konsumen. Ketika konsumen merasakan bahwa penjual telah
menjaga dengan baik kepercayaan yang diberikan maka konsumen dengan senang
hati akan terus meningkatkan partisipasinya. Bahkan dalam situasi tertentu,
konsumen akan mengajak atau memberitahukan kepada rekannya untuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Sesuai dengan theory of reasoned action (TRA) oleh Fishbein dan Ajzen
(1975) dalam Song dan Zahedi (2003), disimpulkan bahwa kepercayaan akan
membentuk sikap seseorang, sehingga akan mempengaruhi niat dan perilaku
seseorang. Berdasarkan teori tersebut, maka kepercayaan seseorang terhadap
penyedia layanan akan mempengaruhi intensitasnya dalam berpartisipasi untuk
2.5 Kerangka Konsep
Karakteristik
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Tingkat Pendapatan
Pekerjaan
Partisipasi Menggunakan Tas Belanja
Pengetahuan