BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN RESPON
Respon berasal dari kata respon, yang berarti balasan atau tanggapan
(reaction).Respon adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menamakan
reaksi terhadap rangsang yang di terima oleh panca indra. Hal yang menunjang
dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah sikap, persepsi, dan
partisipasi. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang karena sikap
merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika
menghadapi suatu rangsangan tertentu.
Berbicara mengenai respon atau tidak respon terlepas dari
pembahasan sikap. Respon juga diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap
yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh
atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena
tertentu (Sobur, 2003).Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor
yang mempengaruhi respon seseorang, yaitu :
a. Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan
interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif,
kepentingan, dan harapannya.
b. Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran
itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya. Dengan kata lain,
gerakan, suara, ukuran, tindakan-tindakan, dan ciri-ciri lain dari sasaran respon
c. Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam
situasi mana respon itu timbul mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor
yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang (Mulyani,
2007)
Teori Behaviorisme menggunakan istilah respons yang dipasangkan
dengan
adalah perilaku yang muncul dikarenakan adanya rangsang dari lingkungan. Jika
rangsang dan respons dipasangkan ata
tingkah laku baru terhadap rangsang yang dikondisikan.
Respon atau tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami jika
perangsang sudah tidak ada. jika proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya
tinggal kesan-kesan saja, peristiwa sedemikian ini disebut tanggapan. Defenisi
tanggapan ialah gambaran ingatan dari pengamatan (Kartono, 1990). Dalam hal
ini untuk mengetahui respon masyarakat dapat dilihat melalui persepsi, sikap,dan
partisipasi. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap
merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau
ia menghadapi suatu ransangan tertentu. Respon juga diartikan suatu tingkah laku
atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian,
pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena
tertentu.
Melihat seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu. Maka,
Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan,
kecurigaan dan prasangka, prapemahaman yang mendeteil, ide-ide, rasa takut,
ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Pengertian tersebut dapat
diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui, yaitu :
1.Pengaruh atau penolakan
2.Penilaian
3.Suka atau tidak suka
4.Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi
Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang
atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan
lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung
menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objektif, seseorang disebut
mempunyai respon positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik.
Sebaliknya seseorang mempunyai respon negatif apabila informasi yang
didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah
menghindar dan membenci objek tertentu.
Ada dua jenis variabel yang dapat mempengaruhi respon, yaitu :
1. Variabel struktural, yaitu faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan
fisik.
2. Variabel fungsional, yaitu faktor-faktor yang terdapat pada diri sipengamat,
misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu (Cruthefield, dalam
sarwono, 1991).
Dollard dan Miller mengemukakan bahasa memegang peranan
dengan kata-kata, dan oleh karena itu, ucapan dapat berfungsi sebagai mediator
atau menentukan hirarki mana yang bekerja. Artinya sosialisasi yang
mempergunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan merupakan media srtategis
dalam pembentukan respon masyarakat. Apakah respon tersebut berbentuk respon
positif atau negatif, sangat tergantung pada sosialisasi dari objek yang akan
direspon.
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa respon itu diawali dari adanya suatu rangsangan yang diterima
oleh panca indera. Kemudian diikuti oleh reaksi yang diwujudkan dalam tindakan
atau bentuk perilaku terhadap rangsangan yang diterima tersebut.
2.2.
Jaminan sosialJaminan sosial adalah suatu program yang didanai atau diberikan oleh
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar orang tanpa sumber daya. Pada
umumnya hal itu diarahkan pada mereka yang hidup dalam kemiskinan,
penyandang cacat, keluarga kurang mampu dan sebagainya.
ILO Convension no 102 mendefinisikan jaminan sosial sebagai:
Perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui
seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi dan sosial yang
diakibatkan oleh hilangnya sebagian atau seluruh pendapatan akibat berbagai
resiko yang diakibatkan oleh sakit, kehamilan, persalinan, kecelakaan kerja,
kecacatan, pengangguran, pensiun, usia tua, kematian dini penghasil utama
pendapatan, perawatan medis termasuk pemberian santunan kepada anggota
Kertonegoro mengatakan bahwa Jaminan sosial merupakan konsepsi
kesejahteraan yang melindungi resiko baik sosial maupun ekonomi masyarakat
dan membantu perekonomian nasional dalam rangka mengoreksi keetidakadilan
distribusi penghasilan dengan memberikan bantuan kepada golongan ekonomi
rendah (Sentanoe, 1993: 10). Jelas bahwa jaminan sosial menjamin santunan
sehingga tenaga kerja terlindungi terhadap ketidakmampuan bekerja dalam
penghasilan dan menjamin kebutuhan dasar bagi keluarganya sehingga memiliki
sifat menjaga nilai-nilai manusia terhadap ketidakpastian dan keputusasaan.
Jaminan sosial adalah sistem atau skema pemberian tunjangan yang
menyangkut pemeliharaan penghasilan(Suharto, 2009:15). Sebagai pelayanan
sosial publik, jaminan sosial merupakan perangkat negara yang didesain untuk
menjamin bahwa setiap orang sekurang-kurangnya memiliki pendapatan
minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Jaminan sosial merupakan sektor kunci dari sistem negara
kesejahteraan berdasarkan bahwa prinsip negara harus berusaha menjamin adanya
jaring pengaman pendapatan atau pemeliharaan pendapatan bagi mereka yang
tidak memiliki sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya(suharto,
2009:16).
Undang-undang No.40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial
nasional pasca putusan mahkamah konstitusi Republik Indonesia ditegaskan,
jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup layak.
Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial, ada beberapa hal yang sangat
a. Apakah benefit package atau manfaat program itu cukup menarik atau tidak?
Benarkah akan memberi rasa aman kepada para pesertanya? Hal ini perlu
dikemukakan karena sering ada manfaat yang tidak cukup memberi rasa aman,
terlalu kecil sehingga tidak populer dan sulit berkembang.
b. Bagaimana manfaat/santunan itu diberikan? Sulit atau mudahkah memperoleh
manfaat yang dijanjikan? Kecukupan sarana untuk memberikan pelayanan
harus menjadi pertimbangan. Misalnya, dalam penyelenggaraan program
jaminan kesehatan, tersedianya sarana kesehatan yang memadai sangat penting
sebagai pertimbangan kelayakan program jaminan sosial.
c. Kemampuan badan penyelenggara jaminan sosial terkait kredibilitas dan
kepercayaan publik sehingga mampu menjamin rasa aman pesertanya. Hal ini
terkait dengan profesionalisme dan integritas sumber daya manusia badan
penyelenggara serta kebijakan penyelenggara program jaminan sosial, baik dari
aspek akuntabilitas, transparansi, kejujuran terkait pemanfaatan dana, serta
investasi dalam upaya memperoleh nilai tambah dana yang ada.
d. Peran pemerintah, pemeberi dan penerima kerja serta para decision makers
lainnya, didalam memahami prinsip-prinsip penyelenggara jaminan sosial.
UU NO.40 Tahun 2004, jenis program jaminan sosial yang hendak
diselenggarakan meliputi:
1. Jaminan kesehatan
2. Jaminan kecelakaan kerja
3. Jaminan hari tua
4. Jaminan pensiun
2.3.
BPJS KetenagakerjaanBadan Penyelenggara Jaminan Sosial yang disingkat BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial
(UU No 24 Tahun 2011). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan perlindungan
bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan
penyelenggaraan nya menggunakan mekanism
Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS Ketenagakerjaan yang
dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang
BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial
tenaga kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No.
24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan sejak tanggal
Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik
yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian dan jaminan
kecelakaan kerja bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. (Sumber: UU No. 24 Tahun
2011 Tentang BPJS, Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (2) dan UU No. 40
2.4. Tenaga Kerja Sektor Informal (Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja)
Sektor informal merupakan bagian dari angkatan kerja yang berada di
luar pasar tenaga kerja. Istilah sektor informal pada umumnya dinyatakan dengan
usaha sendiri atau wirausaha. Ini merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang
terorganisir, padat karya, dan tidak memerlukan keterampilan khusus sehingga
mudah keluar masuk dalam usahanya. Sektor informal mudah dilakukan oleh
siapapun tanpa memandang tingkat pendidikan seseorang, baik yang memiliki
pendidikan tinggi maupun yang memiliki pendidikan rendah.
Wirosardjono (dalam Budi, 2006 : 33), mendefenisikan sektor informal
sebagai sektor kegiatan ekonomi kecil - kecilan yang mempunyai ciri sebagai
berikut : Pola kegiatan tidak teratur baik dalam arti waktu, permodalan, maupun
penerimaannya; Tidak tersentuh oleh ketentuan atau peraturan yang ditetapkan
oleh pemerintah; Modal, peralatan, dan perlengkapan maupun omset - omsetnya
biasanya kecil dan atas dasar hitungan harian; Umumnya tidak mempunyai tempat
usaha yang permanen; Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang
besar; Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang
berpendapatan rendah; Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus
sehingga dapat menyerap bermacam - macam tingkat tenaga; Tidak mengenal
sistem perbankan, pembukuan, dan lain sebagainya; Umumnya tiap satuan usaha
memperkerjakan tenaga kerja yang sedikit dan berasal dari lingkungan keluarga,
kenalan, atau dari daerah yang sama.
Sektor Informal juga berada dalam lingkungan usaha tidak resmi,
(seperti wiraswasta): Usaha yang paling menguntungkan dari sektor informal
adalah membuka rumah makan di tempat-tempat yang ramai. unit usaha kecil
yang melakukan kegiatan produksi dan/atau distribusi barang dan jasa untuk
menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi mereka yang terlibat unit
tersebut bekerja dengan keterbatasan, baik modal, fisik, tenaga, maupun keahlian.
Contohnya:
2.5. PROGRAM BUKAN PENERIMA UPAH (TENAGA KERJA LUAR HUBUNGAN KERJA)
2.5.1. Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja
Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di Luar Hubungan Kerja
(LHK) adalah orang yang berusaha sendiri yang pada umumnya bekerja pada
usaha-usaha ekonomi informal. Memberikan perlindungan jaminan sosial bagi
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja pada saat tenaga
kerja tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat
terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, hari tua dan meninggal dunia.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Harian
Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, mengatur kepesertaan
maupun upah sebagai dasar penetapan iuran, sbb:
1. Bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu
jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, lebih dari 3 (tiga) bulan wajib
diikutsertakan untuk seluruh program jaminan sosial tenaga kerja
2. Untuk tenaga kerja harian lepas dalam menetapkan upah sebulan adalah upah
sehari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 (satu) bulan kalender. Apabila upah
dibayar secara bulanan untuk menghitung upah sehari bagi yang bekerja 6
(enam) hari dalam 1 (satu) minggu adalah upah sebulan dibagi 25 (dua puluh
lima) , sedangkan yang bekerja 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu adalah
upah sebulan dibagi 21 (dua puluh satu)
3. Untuk tenaga kerja borongan yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan penetapan
upah sebulan adalah 1 (satu) hari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 (satu)
bulan kalender. Bagi yang bekerja lebih dari 3 (tiga) bulan, upah sebulan
dihitung dari upah rata - rata 3 (tiga) bulan terakhir. Jika pekerjaan tergantung
cuaca upah sebulan dihitung dari upah rata - rata 12 (dua) belas bulan terakhir
4. Untuk tenaga kerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu,
penetapan upah sebulan adalah sebesar upah sebulan yang tercantum dalam
perjanjian kerja.
2.5.2 . PROGRAM DAN MANFAAT
1. Sesuai PP 14/1993:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja, biaya perawatan medis, biaya rehabilitasi,
penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), santunan cacat
biaya pemakaman, santunan berkala bagi yang meninggal dunia dan cacat total
tetap
b. Jaminan Kematian (JK), terdiri dari biaya pemakaman dan santunan berkala
c. Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor, beserta hasil pengembangannya
2. Kepesertaan
a. Sukarela
b. Usia maksimal 55 tahun
c. Dapat mengikuti program secara bertahap dengan memilih program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta
d. Dapat mendaftar sendiri langsung ke BPJS Ketenagakerjaan atau mendaftar melalui wadah/kelompok yang telah melakukan Ikatan Kerjasama (IKS)
dengan BPJS Ketenagakerjaa.
3. Iuran
Iuran ditetapkan berdasarkan nilai nominal tertentu berdasarkan upah
sekurang-kurangnya setara dengan Upah Minimum Provinsi/Kabupaten/Kota
Besaran Iuran
Jaminan Kecelakaan kerja : 1%
Jaminan Hari tua : 2% (Minimal)
Jaminan Kematian : 0.3%
4. Cara Pembayaran
a. Setiap bulan atau setiap tiga bulan dibayar di depan
b. Dibayarkan langsung oleh peserta sendiri atau melalui Penanggung Jawab
Wadah/Kelompok secara lunas
c. Pembayaran iuran melalui Wadah/Kelompok dibayarkan pada tanggal 10 bulan
berjalan disetorkan ke Wadah/Kelompok, dan tanggal 13 bulan berjalan
Wadah/Kelompok setor ke BPJS Ketenagakerjaan
d. Pembayaran iuran secara langsung oleh Peserta baik secara bulanan maupun
secara tiga bulanan dan disetor paling lambat tanggal 15 bulan berjalan
e. Dalam hal peserta menunggak iuran, masih diberikan grace periode selama 1
(satu) bulan untuk mendapatkan hak jaminan program yang diikuti
f. Peserta yang telah kehilangan hak jaminan dapat memperoleh haknya kembali jika peserta kembali membayar iuran termasuk satu bulan iuran yang
tertunggak dalam masa grace periode
2.6. KESEJAHTERAAN SOSIAL
2.6.1. Pengertian Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan berasal dari bahasa sansekerta”catera” yang berarti
payung. Dalam konteks ini sejahtera berarti hidup bebas dari kemiskinan,
kebodohan, ketakutan da kekhawatiran sehingga hidupnya aman dan tentram, baik
lahir maupun batin. Dan sosial berarti kawan, teman, dan kerja sama. jadi
kesejahteraan sosial diartikan suatu kondisi dimana orang dapat memenuhi
Friedlander dalam fahrudin(2012) mendefenisikan kesejahteraan sosial
sebagai sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan
institusi-institusi yang dirancang untuk membantu individu-individu dan
kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan
relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan
kemampuan dari kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan
keluarga dan masyarakat.
Ada 5 fungsi pokok kesejahteraan sosial:
a. Perbaikan secara progresif dari kondisi-kondisi kehidupan orang
b. Pengembangan sumber daya manusia
c. Berorientasi terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri
d. Penggerakan dan penciptaan sumber-sumber komunitas untuk tujuan-tujuan
pembangunan
e. Penyediaan struktur-struktur institusional untuk berfungsinya
pelayanan-pelayanan yang terorganisir lainnya (kartono, 2007)
2.6.2. Tujuan Kesejahteraan Sosial
Fahrudin(2012) menyebutkan dua tujuan kesejahteraan sosial yaitu:
1. Untuk mencapai kehidupan sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan
pokok seperti sandang, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi yang harmonis
dengan lingkungan.
2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial,
penyelenggara kesejahteraan sosial bertujuan untuk:
a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan keberlangsungan hidup
b. Memulihkan fungsi sosial masyarakat dalam rangka mencapai kemandirian
c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani
maslah kesejahteraan sosial.
d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan
keberlanjutan
e. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan
f. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggara kesejahteraan sosial.
2.6.3 Sasaran Kesejahteraan Sosial
Negara bertanggungjawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini ditujukan kepada perorangan, keluarga,
kelompok, atau masyarakat. Sedangkan yang menjadi prioritas adalah mereka
yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki
kriteria masalah sosial, seperti kemiskinan, kecacatan, keterpencilan, ketentuan
sosial, dan penyimpangan perilaku, korban bancana, dan korban kekerasan,
eksploitasi dan diskriminasi.
2.6.4 Usaha Kesejahteraan Sosial
Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan da
masalah yang dihadapi oleh anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial
seharusnya merupakan upaya konkret baik ia bersifat langsung ataupun tidak
langsung, sehingga apa yang dilakukan dapat dirasakan sebagai uapaya yang
benar-benar ditujukan untuk menangani masalah ataupun kebutuhan yang
dihadapi masyarakat, dan bukan sekedar program pelayanan atau kegiatan yang
lebih dititikberatkan pada upaya menghidupi organisasinya sendiri atau hanya
sekedar mengekspresikan diri dalam suatu lembaga.
Usaha kesejahteraan sosial yang baik dan bermanfaat mengandung
ciri-ciri khusus:
a. Relevan: pelayanan atau bantuan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan
warga masyarakat yang menjadi sasaran.
b. Konsisten: dilaksanakan secara terus menerus sampai terpecahkan masalah
yang dialami oleh sasaran
c. Aksesibel : pelayanan atau bantuan yang disediakan dapat dijangkau da
digunakan oleh sasaran
d. Partisipatif : keterlibatan semua pihak termasuk sasaran dalam pelaksanaan
pelayanan dan bantuan.
2.7 Kerangka Pemikiran
Dalam rangka mencapai cita-cita bangsa, pembangunan nasional
disemua bidang kehidupan yang berkesinambungan merupakan suatu rangkaian
pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan terarah. Program jaminan sosial
menempati tempat yang tinggi dalam mewujudkan cita-cita berbangsa dan
bernegara, yaitu mewujudkan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial. Untuk
merata, maka lahirlah Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional(SJSN).
Salah satu badan yang menyelenggarakan program jaminan sosial
adalah BPJS Ketenagakerjaan yang sudah menjadi perintah Undang-Undang, dan
harus dilaksanakan. Keberadaan BPJS mutlak ada sebagai implementasi
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Untuk menerapkan sistem tersebut, maka di tahun 2011, dibuat pula UU
No.24/2011 mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ).
BPJS Ketenagakerjaan menjadi jembatan untuk kesejahteraan pekerja
lewat program jaminan hari tua, kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Program
lain yang disediakan oleh BPJS Ketenagakerjaan yakni Program Bukan Penerima
Upah yang diperuntukan bagi tenaga kerja luar hubungan kerja sektor informal.
BPJS Ketenagakerjaan kantor cabang medan adalah salah satu kantor
cabang BPJS Ketenagakerjaan yang memberikan layanan bagi tenagakerja.
Pelayanan yag diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan adalah layanan program dan
manfaatnya terkhusus untuk peserta program Luar Hubungan Kerja. peneliti ingin
mengetahui bagaimana respon peserta BPJS TK program luar hubungan kerja
Bagan 2.7. Kerangka Pemikiran
BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Medan
Program Luar Hubungan Kerja (Sektor Informal)
Respon Peserta Program Luar Hubungan Kerja : 1. Persepsi
2. Sikap 3. Partisipasi
2.8 Definisi Konsep dan Definisi Operasional
2.8.1 Definisi Konsep
Definisi konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan
makna konsep dalam suatu penelitian. Secara sederhana definisi di sini di artikan
sebagai ”batasan arti”. Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian
menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang
diteliti (Siagian, 2011 : 138). Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui respon
peserta BPJS Kesehatan Mandiri terhadap Pelayanan Kesehatan oleh RSUD
Lukas Hilisimaetano, oleh karena itu untuk menghindari kesalahpahaman dalam
penelitian ini maka dirumuskan dan didefinisikan istilah yang digunakan secara
mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah
pengertian yang dapat mengaburkan pengamatan.
Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, dibatasi
sebagai berikut:
1. Respon adalah tanggapan, tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum
pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau
tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena.
2. BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik yang berfungsi
menyelenggarakan program jaminan sosial bagi tenaga kerja Indonesia.
3. Peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah setiap tenaga kerja yang terdaftar di
BPJS Ketenagakerjaan dengan Program Luar Hubungan Kerja.
4. Program Bukan Penerima Upah (Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja) adalah
suatu program BPJS Ketenagakerjaan untuk mendukung upaya menjamin
5. BPJS Ketenagakerjaan kantor cabang medan adalah salah satu kantor cabang
BPJS TK yang memberikan pelayanan program dan manfaat bagi tenaga kerja.
2.8.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi
konsep. Definisi operasional merupakan suatu proses menjadikan variabel
penelitian dapat diukur sehingga terjadi transformasi dari unsur konseptual ke
dunia nyata (Siagian, 2011 : 141). Perumusan definisi operasional bertujuan
memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan.
Memberikan kemudahan dalam memahami variable dalam penelitian ini,
maka dapat diukur melalui indikator-indikator atas dasar respon peserta BPJS TK
program Luar Hubungan Kerja terhadap pelayanan BPJS TK kantor cabang
medan, meliputi :
1. Persepsi peserta BPJS Ketenagakerjaan program luar hubungan kerja yaitu
meliputi pengetahuan dan pemahaman peserta tentang BPJS Ketenagakerjaan,
program dan manfaatnya, dapat dilihat dari:
a. Pengetahuan tentang program BPJS Ketenagakerjaan
b. Pengetahuan tentang tujuan program dan manfaat program.
c. Pengetahuan tentang syarat-syarat administrasi pemanfaatan pelayanan
BPJS TK
d. Pengetahuan tentang prosedur pemanfaatan pelayanan di BPJS TK
2. Sikap peserta BPJS Ketenagakerjaan program luar hubungan kerja yang
meliputi :
b. Penerimaan/penolakan yang berhubungan dengan suka atau tidak sukanya
peserta terhadap BPJS Ketenagakerjaan dan pelaksanaan pelayanannya.
1. Kemudahan administrasi
2. Kedisiplinan pelayanan
3. Keramahtamahan petugas
4. Ketanggapan petugas
5. Kelancaran komunikasi
3. Partisipasi peserta BPJS Ketenagakerjaan program luar hubungan kerja yang
meliputi keikutsertaan peserta dalam menikmati dan menerima manfaat
programnya.
a. Keikutsertaan peserta dalam sosialisasi dari pihak BPJS Ketenagakerjaan
b. Peserta berperan dalam menikmati dan menerima manfaat dari
terlaksananya program luar hubungan kerja.
c. Minat peserta dalam memberikan kritik dan saran terhadap pelayanan BPJS
Ketenagakerjaan.