BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit umum pusat M.Djamil merupakan salah rumah sakit yang
menjadi rujukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dan juga sebagai
Rumah Sakit pendidikan bagi para dokter muda (coas). Saat ini sudah sangat
banyak pasien BPJS yang di rujuk ke RS. M.Djamil. karena banyaknya pasien
tidak sebanding dengan jumlah tenaga medis sehingga menyebabkan banyak
pasien terlambat mendapatkan penanganan medis. Khusus bagi pasien atau
peserta BPJS terdapat beberapa tingkatan sesuai dengan besar iuran yang
dibayar.
Tidak sedikit masyarakat mengeluhkan pelayanan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di RSUP M Djamil Padang yang
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Ada juga masyarakat yang merasa puas dengan pelayanan BPJS. Direktur
RSUP M. Djamil menerima semua keluhan tersebut karena keluhan seperti itu
bermanfaat untuk mendorong pelayanan BPJS ke arah yang lebih baik. Selain
itu, BPJS di RSUP M Djamil saat ini dalam masa transisi. Untuk itu
diperlukan penyesuaian.
Musnidarti (53), salah seorang pasien Askes mengeluhkan jumlah obat
yang diberikan oleh BPJS berkurang. Misalnya, obat yang tertulis di resep
dokter berjumlah 15, namun yang diberikan petugas apotek hanya 3. Sebelum
Keluhan yang sama juga dilontarkan Ali (45), yang juga pasien Askes.
Sejak ada JKN, ia harus membayar untuk mendapatkan sejumlah obat. “Di
resep dokter tertulis 10 obat, namun yang diberikan oleh petugas apotek hanya
8. Selebihnya, saya disuruh untuk menebus obat itu dengan uang sendiri,”
katanya.1
Yasmir juga mengeluhkan prosedur pelayanan BPJS yang berbelit-belit. “Dulu, dari resepsionis, langsung menuju bagian administrasi, setelah itu
menuju tempat yang dirujuk. Sejak ada BPJS, prosedurnya bertambah. Dari
resepsionis ke administrasi, lalu ke masuk lagi ke ruangan Askes, baru menuju ke tempat yang dirujuk,” keluhnya.2
Sementara itu, Joni Hidayat (54), pasien JKN dari Bukittinggi, justru mengaku merasa puas dengan layanan BPJS di RSUP M Djamil. “Sangat
memuaskan. Saya pasien penyakit jantung, menginap 9 hari di sini dan dikenai
biaya Rp 18 juta beserta obat dan perawatan, namun tidak membayar satu ru-piah pun,” ungkapnya.3
Direktur RSUP M Djamil, dr Irayanti menjelaskan, program JKN di RSUP
M Djamil dalam masa transisi, dari Askes, Jamkesda, dan Jamkesmas ke JKN,
yang prosedurnya berbeda. Oleh karena itu, dibutuhkan penyesuaian untuk
1
Nela, warga keluhkan layanan bpjs http://harianhaluan.com/index.php/berita/haluan-padang/29189-warga-keluhkan-layanan-bpjs, diakses pada tgl 1 januari 2016
2
Nela, warga keluhkan layanan bpjs http://harianhaluan.com/index.php/berita/haluan-padang/29189-warga-keluhkan-layanan-bpjs, diakses pada tgl 1 januari 2016
3
memberikan pelayanan yang lebih baik. Masa transisi berlangsung selama 3
bulan, terhitung sejak 1 Januari sampai bulan Maret.
“Kami menerima semua informasi dan keluhan dari masyarakat terkait
pelayanan BPJS. Informasi tersebut akan kami jadikan bahan evaluasi untuk
melakukan perbaikan layanan. Namun, ada beberapa hal yang perlu
diluruskan. Misalnya, mengenai kurangnya jumlah obat yang diberikan oleh
petugas apotek dari jumlah obat yang dituliskan di resep dokter. Hal tersebut
tergantung kasus. Kalau kasus kronis, mungkin ketika pasien tersebut mengambil obat, stok obat tersebut sedang sedikit,” paparnya.4
Terkait saran dari pasien yang mengatakan bahwa BPJS mestinya
dibebaskan di seluruh rumah sakit swasta dan negeri, ia menjawab, bukan
hanya RSUP M Djamil saja yang memiliki layanan BPJS. Ada juga rumah
sakit lain yang memilikinya, seperti Yos Sudarso dan Ibnu Sina. Namun, tak
semua peralatan dan obat atau perlengkapan lainnya yang dimiliki oleh rumah
sakit seperti itu. Ujung-ujungnya, kalau peralatan dan perlengkapan tidak
lengkap, pasien akan tetap dirujuk ke RSUP M Djamil.
Sedangkan mengenai ruang tunggu BPJS di RSUP M Djamil yang sempit, ia membantah hal tersebut. “Saya belum pernah melihat ada pasien yang
duduk di lantai karena bangku tunggu penuh. Selama ini bangku tunggu cukup
untuk pasien. Jumlah banku tunggu di sana 400, sementara jumlah pasien JKN
dalam satu hari sebanyak 450 orang. Pasien tersebut, tidak datang sekaligus.
4
Jadi, tidak mungkin bangku penuh sehingga menyebabkan ruang tunggu menjadi sempit,” sebutnya.5
Pihaknya akan menelusuri keluhan-keluhan yang diinformasikan oleh
masyarakat terkait pelayanan BPJS. Kalau ada bukti pelanggaran, maka
pihaknya akan menindaklanjutinya. Misalnya, seperti pasien Askes yang membayar obat. “Tidak mungkin pasien membayar obat. Kalau pun obat yang
dibutuhkan pasien tidak terdaftar di Formularium Nasional dan pasien
membutuhkan obat yang lain, maka dapat digunakan obat lain secara terbatas
berdasarkan persetujuan komite medik dan direktur rumah sakit setempat.
Contohnya, ada pasien yang membutuhkan obat antibiotik. Setelah diperiksa,
ternyata obat yang terdaftar di Formularium Nasional, yang merupakan
obat untuk pasien JKN, tidak cocok lagi untuk pasien bersangkutan, maka
BPJS langsung memberikan pelayanan yang bagus, karena masih baru.
Petugasnya pun masih banyak yang belum mengerti prosedur. Oleh karena itu,
dalam masa transisi, kami akan mencoba memperbaiki pelayanan,”
imbuhnya.7Di dalam Rumah Sakit Pendidikan tentunya banyak dokter muda
5
Nela, warga keluhkan layanan bpjs http://harianhaluan.com/index.php/berita/haluan-padang/29189-warga-keluhkan-layanan-bpjs, diakses pada tgl 1 januari 2016
6
Nela, warga keluhkan layanan bpjs http://harianhaluan.com/index.php/berita/haluan-padang/29189-warga-keluhkan-layanan-bpjs, diakses pada tgl 1 januari 2016
sebagai tempat prakteknya, dan kebanyakan pasien yang dapat ditangani oleh
dokter muda adalah salah satunya pasien BPJS kelas I, II, III. Hal ini sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan terhadap dokter muda. Tindakan medis
yang dilakukan oleh dokter muda harus mendapatkan izin dari dokter
penanggungjawabnya. Para dokter muda tidak dapat sembarang melakukan
tindakan.
Seorang perawat, bidan, atau dokter muda tidak dibenarkan untuk
mengambil tindakan medis tanpa pelimpahan wewenangatau pemberian
instruksi dari doktersebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) dan (2)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419 / Menkes / Per
/ X / 2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi. Hal ini
karena dokter bertanggungjawab atas permasalahan yang di hadapi oleh
pasiennya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan penanganan
kesehatannya selama menjalani pelayanan kesehatan di rumah
sakit.Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, Pasal 1 Angka 6 mengatur
bahwa: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Mengenai pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat, bidan, ahli
farmasi, termasuk dokter muda dan mahasiswa yang melakukan praktik harus
melalui instruksi dan petunjuk dari seorang dokter. Hal ini karena mereka
diperkenankan melakukan tindakan medis dan mengambil keputusan sendiri
jika tidak sesuai dengan petunjuk dan instruksi dokter.
Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) dan (2) Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419 5/ Menkes / Per / X /
2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Dokter tidak
hanya bertanggungjawab terkait kesalahan yang dilakukannya sendiri tapi juga
menyangkut kesalahan para medik yang membantu kegiatan pelayanan
kesehatan yang dilaksanakannya seperti perawat, bidan, dokter muda, dan
sebagainya. Hal ini sebagai akibat dari pertanggungjawaban profesi seorang
dokter yang bertanggungjawab terhadap apa yang dilaksanakan oleh
orang-orang yang dibawah kuasanya dimana mereka harus melaksanakan kegiatan
pelayanannya sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh dokter. Hal ini
berdasarkan pada Pasal 1367KUH Perdata.
Seorang dokter muda juga tidak dibenarkan melakukan tindakan medis
bilamana tidak mendapat persetujuan dan perintah dari seorang dokter karena
belum mendapatkan surat izin praktik kedokteran sesuai yang diatur dalam
Pasal 36 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter.
Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus
dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran. Untuk menjadi seorang
dokter seseorang harus menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran
selama beberapa tahun tergantung sistem yang dipakai oleh Universitas
tempat Fakultas Kedokteran itu berada.
membutuhkan 10 semester untuk menjadi dokter, 7 semester untuk mendapatkan gelar sarjana (Sarjana Kedokteran/S.Ked) ditambah 3 sampai 4 semester kepaniteraan kliniksenior atau ko-asisten (clerkship) di Rumah Sakit.8
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diridalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dokter menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan adalah tenaga
kesehatan golongan tenaga medis.9
Dokter muda sebagai seorang mahasiswa yang melaksanakan program
pendidikan profesinya berada dibawah wewenang seorang dokter pembimbing
yang bertanggungjawab terkait kegiatan yang dilaksananaknnya di rumah
sakit. Sekalipun secara teori telah melalui pendidikan formal di Universitas,
akan tetapi belum diperkenankan mengambil keputusan sendiri dan
melakukan penanganan kesehatan.
Dirumah sakit pendidikan seperti di RSUP M.Djamil banyak dokter muda
yang praktek, dan para dokter muda ini menangani pasien-pasien tertentu
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan biasanya pasien BPJS adalah
pasien yang sering di tangani oleh dokter muda dengan seizing dokter
penanggung jawabnya. Dan berdasarkan kasus-kasus yang pernah terjadi
bahwa seorang dokter muda melakukan salah tindakan yang dilakukan kepada
pasien dan pertanggungjawaban nya.
8
Ryan Maulana,Pengertian Dokter http://yanbaud.blogspot.com/2012/09/pengertian dokter.html diakses pada tgl 18 desember 2015
9
Nadya meprista, Fenomena berobat gratis
Dari sebuah artikel menyebutkan sebagai berikut :
“Saya ingin membawa pada situasi lain ketika seorang dokter yang berada di Puskesmas tersebut adalah seorang dokter koas. Setiap harinya di Timeline twitter saya selalu muncul keluhan mereka. Mungkin hal ini juga yang membuat saya terdorong untuk menulis di sini. Stase terakhir bagi seorang koas adalah Puskesmas. Kondisinya, mereka berhadapan dengan pasien layaknya seorang dokter profesional. Di mata pasien tentu saja mereka adalah seorang dokter yang akan mengobati, tetapi bagi pihak Puskesmas koas tetaplah koas. Mereka masih dalam tahap belajar, menerapkan ilmu-ilmu yang mereka miliki selama menempuh pendidikan 3,5 tahun ditambah 1,5 tahun koas. Dokter koas tidak digaji, tetapi lagi-lagi pekerjaan mereka saat di Puskesmas sama seperti seorang dokter profesional. Bayangkan bagaimana lelahnya mereka ketika peningkatan drastis pada jumlah pasien terjadi. Di satu sisi mereka mempelajari berbagai macam penyakit, pemerikasaan dan menerapkan ilmu komunikasi yang baik terhadap pasien membutuhkan waktu yang cukup untuk face to face, sedangkan antrian pasien begitu panjang membuat pihak puskesmas terpaksa mendesak dokter koas agar mempersingkat waktu pemeriksaan pasien.”10
Hal yang harus disoroti pada penggalan artikel di atas adalah fakta bahwa
ada dokter co-ast yang bertindak sebagai dokter profesioanal artinya melakukan
tindakan medis profesional dengan posisi sebenarnya mereka masih dalam tahap
belajar tanpa pengawasan. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana
perlindungan bagi pasien terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter
koas sementara dokter koas masih dalam tahap belajar dan pasien pada umumnya
hanya berharap supaya segera sembuh. Siapa yang dapat menjamin bahwa
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter koas minimal tidak membahayakan
pasien untuk jangka panjang maupun jangka pendek dan yang seharusnya dapat
menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Dan satu hal lain yang juga sangat
10
penting adalah bagaimana pasien dapat melindungi dirinya sendiri untuk tidak
menjadi korban tindakan medis yang salah.
Sayangnya, sering kali terjadi salah paham antara keluarga pasien dengan
petugas. Penyebabnya, sudut pandang yang berbeda dalam memandang persoalan.
Melihat kenyataan itu, menjadi hal yang sangat penting untuk menyoroti
tentang pengawasan dokter koas yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di
sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit ataupun di puskesmas. Khusus
nya demi melindungi pasien sebagai konsumen kesehatan yang berhak untuk
mendapatkan pelayanan terbaik dari negara ini. Dalam masa pendidikan profesi
kedokteran seorang dokter koas berhak melakukan tindakan medis terhadap
pasien, karena begitulah cara untuk mereka melatih diri dalam penerapan ilmu
kedokteran yang sebelumnya hanya dipraktikkan pada phantom saja.
Sebagai contoh Seorang pasien Andri Rinaldi yang mengalami kecelakaan
di Lubukkalung, Padang Pariaman yang dibawa oleh seorang temannya ke RSUP
M.Djamil Padang. Namun pada saat ia datang ke rumah sakit tersebiut dalam
keadaan panic melihat kondisai teman nya yang masuk IGD. Sofyan kesal melihat
kondisi di IGD setelah temannya dipasang beberapa alat namun ia meliahat ada
beberapa dokter muda yang saling bercanda dan penanganan yanhg lamban. 11
Kemudian ada juga contoh meninggalnya seorang bayi yang ditangani
oleh dokter muda yang berumur 8 bulan dimedan.12
Melihat kenyataaan itu, menjadi hal yang sangat penting untuk menyoroti
pengawasan dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik disarana
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit ataupun puskesmas. Khususnya demi
11
Koran padang ekspres, tanggal 8 juli 2015
12
Radio unisi, Dokter Muda harus jalani koas secara proofesional,
melindungi pasien sebagai konsumen kesehatan yang berhak untuk mendapatkan
pelayanan terbaik dari Negara ini. Dalam masa pendidikan profesi kedokteran
seorang dokter boleh melakukan tindakan apabila telah ,mendapatkan persetujuan
atau seizin oleh dokter penanggung jawabnya. Karna begitulah cara mereka untuk
melatih diri dalam menerapkan ilmunya yang sebelumnya hanya melalui
phantopm saja.
Hanya sangat tidak adil kalau pasien dijadikan “kelinci percobaan” karena
itulah perlu pengawasan oleh dokter profesional. Pasien dan tenaga kesehatan
seharusnya memahami batas hak dan kewajiban masing-masing untuk terciptanya
hubungan hukum yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana hubungan hukum RSUP Dr. M.Djamil Padang, Dokter
Muda dan peserta BPJS?
2. Bagaimana pengaturan hukum kedudukan dokter muda di rumah sakit
sebagai calon tenaga medis?
3. Bagaimana Pertanggungjawaban hukum terhadap tindakan medis yang
dilakukan oleh dokter muda terhadap peserta BPJS?
4. Bagaimana Pertanggungjawaban rumah sakit terhadap peserta BPJS
yang ditangani oleh dokter muda?
C. TujuanPenulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang sudah
disebutkan sebelumnya. Melalui penulisan ini yang ingin dicapai adalah
1. Untuk mengetahui kedudukan hukum seorang calon tenaga kesehatan
(dokter muda) dalam melakukan tindakan medis di rumah sakit.
2. Untuk mengetahui tentang tanggung jawab rumah sakit sebagai sarana
kesehatan yang menyediakan jasa upaya kesehatan terhadap tindakan
medis yang dilakukan oleh calon tenaga kesehatan (dokter muda).
D. Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Manfaat dari Aspek Teoritis
Penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk memberikan
informasi-informasi pengetahuan tentang hukum pada umumnya dan hukum
perdata, hukum konsumen, hukum kesehatan pada khususnya serta tentang
pengaturan peserta BPJS. Secara lebih khusus lagi untuk menambah
pengetahuan hukum tentang pertanggungjawaban hukum oleh rumah sakit
bagi peserta BPJS terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter muda
(Co-Ass).
2. Manfaat dari Aspek Praktis
Penulisan ini dapat memberikan informasi, bahan masukan serta
kontribusi pemikiran bagi para pihak yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan. Bagi pasien untuk mengetahui hak dan kewajiban sebagai
konsumen pelayanan kesehatan, bagi tenaga kesehatan baik dokter dan dokter
dengan benar dan lebih sungguh, bahkan bagi pihak rumah sakit, pemerintah
dan masyarakatluas untuk bersama-sama mendukung upaya peningkatan
pelayanan kesehatan di Indonesia.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Pnelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan
pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap
permasalahan dengan pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Kemudian dengan melakukan wawancara kepada narasumber terkait
dengan permasalahan diatas.
2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam skripsi adalah data sekunder. Data
sekunder yang dimaksud oleh penulis adalah sebagai berikut :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu : bahan hukum yang mengikat berupa
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil
penelitian atau pendapat para pakar hukum.
c. Bahan Hukum Tersier atau bahan penunjang, yang mencakup literatur
literatur lain di luar cakupan bahan hukum primer dan sekunder yang
digunakan untuk memberi penjelasan tambahan untuk memberi
F. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan sebagai
syarat untuk meraih gelar sarjana hukum. Penulis mengajukan judul skripsi
setelah lebih dahulu membaca beberapa buku dan sumber informasi lain untuk
menemukan masalah hukum yang akan dibahas. Sesuai prosedur yang dibuat
oleh pihak kampus, maka penulis terlebih dahulu mengajukan judul ini kepada
Ketua Departemen Hukum Perdata untuk mendapat persetujuan dan kemudian
melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas untuk menghindari
pembahasan masalah yang sama berulang. Dari hasil pengecekan di
perpustakaan fakultas maka dinyatakan tidak ada judul yang sudah pernah ada
sebelumnya yang persis sama dengan judul yang diajukan.
I. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab yang disusun sistematis
untuk membahas tentang masalah yang yang diangkat, dengan urutan sebagi
berikut ini :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian
penulisan sertasistematika penulisan.
Bab ini membahas tentang pengertian perjanjian, subjek
dan objek perjajian, syarat sahnya perjanjian, jenis-jenis
perjanjian, wanprestasi dan akibat-akibatnya, pembelaan
terhadap debitur yang lalai, berakhirnya perjanjian.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG BPJS
Bab ini membahas tentang sejarah BPJS dan
pengaturan-pengaturan dalam BPJS serta hak dan kewajiban peserta
BPJS.
BAB IV TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP
TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH
DOKTER MUDA TERHADAP PASIEN BPJS
Bab ini membahas dan menjawab tentang permasalahan
yang diangkat pada bagian rumusan masalah di bab I, yaitu
tentang kedudukan hukum seorang calon tenaga kesehatan
(dokter koas) dan tanggung jawab rumah sakit terhadap
tindakan medis yang dilakukan oleh calon tenaga kesehatan
pada pasien.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan atas
pembahasan dari seluruh bab sebelumnya dan juga disertai
saran-saran dari hasil pemikiran penulis berkaitan dengan