• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Terhadap Anak-Anak Korban Bencana Ditinjau Dari Konvensi Hak-Hak Anak Dan Hukum Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Terhadap Anak-Anak Korban Bencana Ditinjau Dari Konvensi Hak-Hak Anak Dan Hukum Nasional"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

A.Konvensi Hak-Hak Anak Sebagai Acuan Internasional Dalam

Perlindungan Hak Anak

Konvensi Hak-hak Anak (The United Nations Convention on The Rights of

Child) 1989 dalam berbagai hal berbeda diantara perjanjian-perjanjian

internasional dan unik dipandang dari segi hukum internasional secara umum.

Konvensi ini dihasilkan setelah sebuah proses penyusunan panjang yang dimulai

pada tahun 1978. Partisipasi organisasi non-pemerintah (non-governmental

organisations) baik dalam proses penyusunan dan dalam mekanisme pelaporan

juga signifikan. Gambaran lainnya yang luar biasa adalah dimana negara-negara

sangat berhasrat untuk menandatangani dan meratifikasi Konvensi ini.Di hari

pertama Konvensi Hak-hak Anak dibuka untuk penandatanganan (26 Januari

1990) tidak kurang dari 61 negara peserta menandatangani, yang merupakan rekor

bagi sebuah perjanjian internasional.Konvensi Hak-hak Anak mulai berlaku

(didalam hukum internasional) pada 2 September 1990.15

Konvensi Hak Anak merupakan perjanjian internasional yang bersifat

terbuka, artinya Konvensi Hak Anak terbuka untuk diratifikasi oleh negara-negara

lain yang belum menjadi peserta (state parties).Berdasarkan jumlah negara yang

meratifikasinya, maka Konvensi Hak Anak merupakan perjanjian internasional

15

(2)

yang multilateral.Pada umumnya perjanjian internasional yang bersifat terbuka

adalah juga perjanjian internasional yang multilateral.Selain itu sebagaimana

lazimnya perjanjian terbuka untuk seluruh negara anggota PBB merupakan

perjanjian internasional yang membentuk hukum (law making treaties) kepada

seluruh anggota yang meratifikasinya.16

Adanya hak-hak anak yang diakui secara internasional merupakan

perjuangan yang cukup panjang. Dimulai dengan usaha perumusan draft hak-hak

anak yang dilakukan oleh Eglantyne Jebb, seorang aktivis perempuan yang

prihatin pada nasib perempuan dan anak-anak yang mengalami situasi buruk

akibat perang dan bencana, sekaligus pendiri Save the Children Fund. Eglantyne

Jebb mengembangkan draft pertama mengenai 7 (tujuh) gagasan mengenai hak

anak yang kemudian diadopsi oleh Save the Children pada tanggal 23 Februari

1923, yaitu:17

1. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan mengenai ras,

kebangsaan dan kepercayaan;

2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga;

3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan

secara normal, baik materil, moral, dan spiritual;

4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat

mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar

harus diurus/diberi perumahan;

16

Syahmin A.K., Hukum Perjanjian Internasional Menurut Konvensi Wina 1969, (Bandung: Armico, 1985), hal 28.

17

(3)

5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan/pertolongan pada saat

terjadi kesengsaraan;

6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program

kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapatkan pelatihan agar pada saat

diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus

dilindungi dari segala bentuk eksploitasi;

7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya

dibutuhkan untuk pengabdian kepada sesama umat.

Kemudian pada tanggal 26 November 1924, pernyataan tersebut diadopsi

dalam Sidang Umum Liga Bangsa-Bangsa sebagai the World Child Welfare

Charter. Pada tanggal 20 November 1959, Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-Bangsa mengadopsi kembali dengan mengembangkan isinya menjadi 10

(sepuluh) butir dengan nama Deklarasi Hak-Hak Anak, dimana tanggal tersebut

kemudian diadopsi juga sebagai hari anak internasional.

Pada persiapan hari anak internasional pada tahun 1979, Pemerintah

Polandia mengusulkan untuk merumuskan Konvensi Hak-hak Anak.Usulan

tersebut diterima yang kemudian ditindaklanjuti dengan mengadakan diskusi

tentang rancangan Konvensi.Perancangan Konvensi berlangsung dalam suatu

kelompok kerja yang didirikan oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB.Wakil-wakil

pemerintah membentuk inti kelompok perancang ini. Kemudian perwakilan

badan-badan PBB dan badan-badan khususnya, termasuk Kantor Komisi Tinggi

PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana

(4)

mengambil bagian dalam perbincangan mengenai rancangan Konvensi.

Rancangan pertama yang disampaikan oleh Pemerintah Polandia kemudian

diubah dan diperluas secara ekstensif melalui berbagai diskusi.

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Konvensi

Hak-hak Anak melalui Resolusi No. 44/25 tanggal 20 November 1989 dan

terbuka untuk penandatanganan Konvensi Hak-hak Anak pada tanggal 20

November 1989 (pada peringatan 30 tahun Deklarasi Hak-Hak Anak). Konvensi

ini berlaku pada tanggal 2 September 1990 setelah jumlah negara yang

meratifikasinya telah mencapai syarat. Sampai dengan Desember 2008, telah ada

193 negara yang meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, meliputi keseluruhan

negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, kecuali Amerika Serikat dan

Somalia. Indonesia sebagai negara anggota PBB telah meratifikasi Konvensi Hak

Anak pada tahun 1990.Indonesia termasuk negara yang pertama meratifikasi

Konvensi Hak Anak yang dilakukan dengan atau berdasarkan Keputusan Presiden

(Keppres) No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Peratifikasian Konvensi Hak

Anak.Oleh karena itu sejak tahun 1990, Indonesia terikat secara hukum untuk

melaksanakan ketentuan yang termaktub di dalam Konvensi Hak Anak.18

Konvensi Hak-hak Anak merupakan perjanjian internasional yang

memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan, dan

pemenuhan hak-hak anak.Dalam Konvensi ini diatur hak-hak sipil, politik,

ekonomi, sosial, dan kultural anak-anak.Konvensi Hak-hak Anak merupakan

perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis di antara berbagai negara yang

18

Muhammad Joni & Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam

(5)

mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak-hak anak. Konvensi Hak-hak

Anak menegaskan berlakunya hak asasi manusia bagi semua tingkatan usia,

meningkatkan standar hak asasi manusia agar lebih sesuai dengan anak-anak, dan

mengatur masalah-masalah yang khusus berhubungan dengan anak-anak.

Konvensi Hak Anak (KHA) mendefinisikan “anak” secara umum sebagai

manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga

pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam

perundangan nasional.19

1. Langkah-langkah implementasi umum.

Ada 2 (dua) protokol tambahan yang juga diadopsi pada tanggal 25 Mei

2000, yaitu protokol mengenai keterlibatan anak-anak dalam konflik senjata yang

membatasi keterlibatan anak-anak dalam konflik-konflik militer, serta protokol

mengenai perdagangan anak-anak, prostitusi anak-anak, dan pornografi anak-anak

yang melarang perdagangan, prostitusi, dan pornografi anak-anak. Kedua protokol

tambahan ini diratikasi oleh lebih dari 120 negara.

Konvensi Hak Anak berisi 54 Pasal yang kemudian dikelompokkan ke

dalam 8 (delapan) cluster yaitu:

2. Definisi anak.

3. Prinsip-prinsip umum.

4. Hak-hak sipil dan kemerdekaan.

5. Lingkungan keluarga dan pengasuhan pengganti.

6. Kesehatan dan kesejahteraan dasar.

19

(6)

7. Pendidikan, waktu luang, dan kegiatan budaya.

8. Langkah-langkah perlindungan khusus.

Cluster 1-3 tidak secara eksplisit menyebutkan hak-hak substantif anak

namun berkaitan erat dengan substansi hak-hak anak. Sedangkan cluster 4-8

mengandung ketentuan mengenai substansi hak-hak anak.

Ada beberapa klausul yang terdapat dalam Konvensi Hak-hak Anak yaitu

sebagai berikut:

1. Klausul mulai berlakunya Konvensi.

Dalam Pasal 49 Konvensi Hak-hak Anak dimuat klausul mulai berlakunya

Konvensi, yaitu berdasarkan penyimpanan piagam pengesahan. Disebutkan

dalam Pasal 49 ayat (1) bahwa Konvensi Hak-hak Anak akan mulai

mempunyai kekuatan pada hari ke-30 sejak tanggal penyimpanan piagam

pengesahan atau penyetujuan ke-20. Selanjutnya dalam Pasal 49 ayat (2)

disebutkan bahwa karena tiap negara mengesahkan atau menyetujui Konvensi

setelah penyimpanan alat pengesahan atau penyetujuan ke-20, Konvensi akan

mulai mempunyai kekuatan pada hari ke-30 setelah penyimpanan piagam

pengesahan atau penyetujuan oleh negara tersebut.

2. Klausul aksesi

Bagi perjanjian-perjanjian yang bersifat terbuka maka negara yang tidak ikut

membuat atau menandatangani suatu perjanjian dapat menjadi pihak pada

(7)

ke negara penyimpan.20

3. Klausul revisi.

Klausul aksesi ini nampak dalam Pasal 48 Konvensi

Hak-hak Anak.

Klausul revisi ini nampak dalam Pasal 50 Konvensi Hak-hak Anak.Disebutkan

bahwa negara pihak boleh mengajukan revisi dan merangkainya bersama

dengan sekjen PBB.

4. Klausul ratifikasi.

Klausul ratifikasi nampak dalam Pasal 47 Konvensi Hak-hak Anak yang

menyebutkan bahwa Konvensi ini perlu diratifikasi dan instrumen-instrumen

ratifikasi akan disimpan oleh Sekjen PBB.

Ada 4 (empat) prinsip-prinsip umum hukum internasional (General

Principle of International Law) yang terdapat dalam Konvensi Hak-hak Anak,

sebagai berikut:

1. Prinsip non-diskriminasi (prinsip universalitas HAM)

Alinea pertama dari Pasal 2 KHA menciptakan kewajiban fundamental negara

peserta (fundamental obligations of state parties) yang mengikatkan diri

dengan Konvensi Hak Anak, untuk menghormati dan menjamin (to respect and

ensure) seluruh hak-hak anak dalam konvensi ini kepada semua anak dalam

semua jurisdiksi nasional dengan tanpa diskriminasi dalam bentuk

apapun.21

20

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era

Dinamika Global, (Bandung: Alumni, 2005), hal 132.

Perlu digarisbawahi kemungkinan terjadinya diskriminasi anak yang

21

Muhammad Joni, Hak-Hak Anak dalam UU Perlindungan Anak dan Konvensi PBB

tentang Hak Anak : Beberapa Isu Hukum Keluarga, (Jakarta: Komisi Nasional Perlindungan

(8)

membutuhkan perlindungan khusus, anak tidak beruntung atau kelompok

anak-anak yang beresiko, misalnya anak-anak cacat (disabled children), anak-anak pengungsi

(refugee children).Pasal-pasal tertentu KHA menyediakan bentuk-bentuk

perlindungan khusus bagi anak yang cenderung mengalami diskriminasi.Sebab,

diskriminasi adalah akar berbagai bentuk eksploitasi terhadap anak.22

2. Prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan (indivisibilitas

HAM)

Prinsip ini menjelaskan tentang jaminan terhadap kelangsungan hidup anak.

Segala potensi yang akan membahayakan anak harus diminimalisir dari semua

lingkungan kehidupan anak, misalnya seperti di lingkungan sekolah dan

rumah. Negara peserta harus menjamin sampai pada batas maksimal

kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6 ayat (2) Konvensi

Hak-hak Anak).

3. Prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak (the best interest of the child)

Prinsip ini pertama kali muncul pada tingkatan internasional di dalam prinsip 2

dan 7 Deklarasi Hak-Hak Anak tahun 1959.23

Prinsip kepentingan terbaik bagi

anak (the best interest of the child) diadopsi dari Pasal 3 ayat 1 KHA, dimana

prinsip ini diletakkan sebagai pertimbangan utama (a primary consideration)

dalam semua tindakan untuk anak, baik oleh institusi kesejahteraan sosial pada

sektor publik ataupun privat, pengadilan, otoritas administratif, ataupun badan

legislatif. Pasal 3 ayat 1 KHA meminta negara dan pemerintah, serta

22

Ibid., hal 3.

23

(9)

badan publik dan privat memastikan dampak terhadap anak-anak atas semua

tindakan mereka, yang tentunya menjamin bahwa prinsip the best interest of

the child menjadi pertimbangan utama, memberikan prioritas yang lebih baik

bagi anak-anak dan membangun masyarakat yang ramah anak (child

friendly-society).24

Kepentingan terbaik untuk anak menjadi prinsip tatkala sejumlah kepentingan

lainnya melingkupi kepentingan anak.Sehingga, dalam hal ini kepentingan

terbaik bagi anak harus diutamakan dari kepentingan lainnya.Kepentingan

terbaik bagi anak bukan dipahami sebagai memberikan kebebasan anak

menentukan pandangan dan pendapatnya sendiri secara liberal.Peran orang

dewasa justru untuk menghindarkan anak memilih suatu keadaan yang justru

tidak adil dan tidak eksploitatif, walaupun hal itu tidak dirasakan lagi oleh

anak.25

Guna menjalankan prinsip the best interest of the child ini, dalam rumusan

Pasal 3 ayat 2 KHA ditegaskan bahwa negara peserta menjamin perlindungan

anak dan memberikan kepedulian pada anak dalam wilayah yurisdiksinya.

Negara mengambil peran untuk memungkinkan orangtua bertanggungjawab

terhadap anaknya, demikian pula lembaga-lembaga hukum lainnya.26

4. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child)

Prinsip ini merupakan wujud dari hak partisipasi anak yang diserap dari pasal

12 KHA.Mengacu kepada pasal 12 ayat 1 KHA, diakui bahwa anak dapat dan

mampu membentuk atau mengemukakan pendapatnya dalam pandangannya

24

Muhammad Joni, Op. Cit., hal 4.

25

Muhammad Joni & Zulchaina Z. Tanamas, Op. Cit., hal 105.

26

(10)

sendiri yang merupakan hak berekspresi secara bebas (capable of forming his

or her own views the rights to express those views freely). Jaminan

perlindungan atas hak mengemukakan pendapat terhadap semua hal tersebut,

mesti dipertimbangkan sesuai usia dan kematangan anak.27

Sejalan dengan itu, negara peserta wajib menjamin bahwa anak diberikan

kesempatan untuk menyatakan pendapatnya pada setiap proses peradilan

ataupun administrasi yang mempengaruhi hak anak, baik secara langsung

ataupun tidak langsung.28

Konvensi Hak Anak terdiri atas 54 (lima puluh empat) pasal yang

beradasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme

implementasi hak anak oleh negara peserta yang meratifikasi Konvensi Hak

Anak.29 Materi hukum mengenai hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak

tersebut, dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak, yaitu:30

1. Hak terhadap Kelangsungan Hidup (survival rights)

Yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak-hak untuk

melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak untuk

memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.

(the rights to the highest standard of health and medical care attainable).

Mengenai Hak terhadap Kelangsungan Hidup di dalam Konvensi Hak Anak

terdapat pada pasal 6 dan pasal 24 Konvensi Hak Anak.Dalam pasal 6

Konvensi Hak Anak tercantum ketentuan yang mewajibkan kepada setiap

Muhammad Joni & Zulchaina Z. Tanamas, Op. Cit., hal 34.

30

(11)

negara peserta untuk menjamin kelangsungan hak hidup (rights to life),

kelangsungan hidup dan perkembangan anak (the survival and development of

the child).

Psal 24 KHA mengatur mengenai kewajiban negara-negara peserta untuk

menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau dan untuk

memperoleh pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan

kesehatan primer. Dalam pasal 24 KHA dikemukakan beberapa langkah

konkret yang harus dilakukan negara-negara peserta untuk mengupayakan

implementasi hak terhadap hidup anak, yaitu:

1. Untuk melaksanakan menurunkan angka kematian bayi dan anak (vide pasal

24 ayat 2 huruf a);

2. Menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan khususnya pelayanan

kesehatan primer (vide pasal 24 ayat 2 huruf b);

3. Memberantas penyakit dan kekekurangan gizi termasuk dalam rangka

pelayanan kesehatan primer (vide pasal 24 ayat 2 huruf c);

4. Penyediaan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi

ibu-ibu (vide pasal 24 ayat 2 huruf d);

5. Memperoleh informasi serta akses pada pendidikan dan mendapat dukungan

pada pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi (vide pasal 24 ayat 2

huruf e);

6. Mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang

(12)

7. Mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang

berprasangka buruk terhadap pelayanan kesehatan (vide pasal 24 ayat 3) dan

pengembangan kerja sama internasional (vide pasal 24 ayat 4).

Mengenai Hak terhadap Kelangsungan Hidup (survivalrights) dalam Konvensi

Hak Anak berkaitan dengan beberapa pasal yang relevan dengan Hak terhadap

Kelangsungan Hidup (survival rights) itu, yaitu Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal

19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 30, Pasal 32, Pasal

33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 38.

2. Hak terhadap Perlindungan (protection rights)

Yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak

perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak

yang tidak mempunyai keluarga bagi anak-anak pengungsi.

Hak terhadap Perlindungan (protection rights) dalam Konvensi Hak Anak,

dikemukakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu:

a. Pasal-Pasal mengenai Larangan Diskriminasi Anak

Untuk menjelaskan hak terhadap perlindungan atas diskriminasi anak

terdapat dalam pasal-pasal berikut:

(1) Pasal 2 tentang prinsip non diskriminasi terhadap hak-hak anak;

(2) Pasal 7 tentang hak anak untuk mendapatkan nama dan

kewarganegaraan;

(3) Pasal 23 tentang hak-hak anak penyandang cacat memperoleh

(13)

(4) Pasal 30 tentang hak anak-anak dari kelompok masyarakat minoritas

dan penduduk asli.

b. Pasal-pasal mengenai Larangan Eksploitasi Anak

Untuk menjelaskan hak-hak anak mengenai perlindungan atas eksploitasi

anak dapat dirujuk dalam pasal-pasal berikut ini:

(1) Pasal 10 tentang hak anak untuk berkumpul kembali bersama orang

tuanya dalam kesatuan keluarga, apakah dengan meninggalkan atau

memasuki negara tertentu untuk maksud tersebut.

(2) Pasal 11 tentang kewajiban negara untuk mencegah dan mengatasi

penculikan atau penguasaan anak di luar negeri.

(3) Pasal 16 tentang hak anak untuk memperoleh perlindungan dari

gangguan terhadap kehidupan pribadi.

(4) Pasal 19 tentang kewajiban negara untuk melindungi anak dari segala

bentuk salah perlakuan yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain

yang bertanggung jawab atas pengasuhan mereka.

(5) Pasal 20 tentang kewajiban negara untuk memberikan perlindungan

khusus bagi anak-anak yang kehilangan lingkungan keluarga mereka.

(6) Pasal 21 tentang adopsi di mana pada negara yang mengakui adopsi

hanya dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak.

(7) Pasal 25 tentang peninjauan secara periodik terhadap anak-anak yang

ditempatkan dalam pengasuhan oleh negara karena alasan perawatan,

(14)

(8) Pasal 32 tentang kewajiban negara untuk melindungi anak-anak dari

keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan

atau perkembangan mereka.

(9) Pasal 33 tentang hak anak atas perlindungan dari penyalahgunaan obat

bius dan narkotika serta keterlibatan dalam produksi dan distribusi.

(10)Pasal 34 tentang hak anak atas perlindungan dari eksploitasi dan

penganiayaan seksual termasuk prostitusi dan keterlibatan dalam

pornografi.

(11)Pasal 35 tentang kewajiban negara untuk menjajaki segala upaya guna

mencegah penjualan, penyeludupan dan penculikan anak.

(12)Pasal 36 tentang hak anak atas perlindungan dari semua bentuk

eksploitasi yang belum tercakup dalam pasal 32, pasal 33, pasal 34 dan

pasal 35.

(13)Pasal 37 tentang larangan terhadap penyiksaan, perlakuan atau

hukuman yang kejam, hukuman mati, penjara seumur hidup, dan

penahanan semena-mena atau perampasan kebebasan terhadap anak.

(14)Pasal 39 tentang kewajiban negara untuk menjamin agar anak yang

menjadi korban konflik bersenjata, penganiayaan, penelantaran, salah

perlakuan atau eksploitasi, memperoleh perawatan yang layak demi

penyembuhan dan re-integrasi sosial mereka.

(15)Pasal 40 tentang hak bagi anak-anak yang didakwa ataupun yang

diputuskan telah melakukan pelanggaran untuk tetap dihargai hak

(15)

hukum atau bantuan hukum lainnya dalam penyiapan dan pengajuan

pembelaan mereka. Prinsip demi hukum dan penempatan institusional

sedapat mungkin dihindari.

c. Pasal-pasal mengenai Krisis dan Keadaan Darurat Anak

Untuk menjelaskan hak-hak anak atas perlindungan dari keadaan krisis

(crisis) dan keadaan darurat (emergency) dapat dirujuk dalam pasal-pasal

berikut:

(1) Pasal 10 tentang mengembalikan anak dalam kesatuan keluarga.

(2) Pasal 22 tentang perlindungan terhadap anak-anak dalam pengungsian.

(3) Pasal 25 tentang peninjauan secara periodik mengenai penempatan

anak.

(4) Pasal 38 tentang konflik bersenjata atau peperangan yang menimpa

anak.

(5) Pasal 39 tentang perawatan rehabilitasi.

3. Hak untuk Tumbuh Kembang (development rights)

Yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi segala bentuk

pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup

yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial

anak.Hak anak atas pendidikan (the education rights), diatur dalam pasal 28

dan pasal 29 Konvensi Hak Anak.

Untuk menjelaskan Hak untuk Tumbuh Kembang (development rights) dalam

Konvensi Hak Anak mengacu kepada beberapa pasal, yaitu pasal 17 (hak

(16)

pendidikan), pasal 31 (hak untuk bermain dan rekreasi), pasal 14 (hak

kebebasan berpikir, berhatinurani dan beragama), pasal 5, 6, 13, 14 dan 15 (hak

untuk pengembangan kepribadian—sosial dan psikologis), pasal 6 dan 7 (hak

atas identitas, nama dan kebangsaan), pasal 24 (hak atas kesehatan dan

pengembangan fisik), pasal 12 dan pasal 13 (hak untuk didengar) dan pasal 9,

10, dan 11 (hak untuk keluarga).

Secara demikian, berdasarkan bentuk-bentuknya, dapatlah dikualifikasi

beberapa hak atas untuk tumbuh kembang (the right to development), yang

terdapat dalam Konvensi Hak Anak, yaitu:

1. Hak untuk memperoleh informasi (the rights to information);

2. Hak untuk memperoleh pendidikan (the rights to education);

3. Hak untuk bermain dan rekreasi (the rights to play and recreation);

4. Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya (the rights to

participation in cultural activities);

5. Hak untuk kebebasan berpikir dan beragama (the rights to thought and

religion);

6. Hak untuk pengembangan kepribadian (the rights to personality

development);

7. Hak untuk memperoleh identitas (the rights to identity);

8. Hak untuk memperoleh pengembangan kesehatan dan fisik (the rights to

health and physical development);

9. Hak untuk didengar (pendapatnya) (the rights to be heard);

(17)

4. Hak untuk Berpartisipasi (participation rights)

Yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak anak untuk

menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak (the rights of

the child to express her/his views in all matters affecting that child).Mengenai

hak untuk berpartisipasi (participation rights) dalam Konvensi Hak Anak

diantaranya diatur dalam pasal 12, pasal 13 dan pasal 15.

Dalam pasal 12 Konvensi Hak Anak diatur bahwa negara peserta menjamin

hak anak untuk menyatakan pendapat dan untuk memperoleh pertimbangan

atas pendapatnya itu, dalam segala hal atau prosedur yang menyangkut diri

sang anak.

Sementara itu dalam hal kebebasan berekspresi, Konvensi Hak Anak menjamin

hak anak untuk mendapatkan dan mengetahui informasi, serta untuk

mengekspresikan pandangan-pandangannya, kecuali jika hal ini akan

melanggar hak-hak orang lain. Hak yang menjamin kebebasan menyatakan

pendapat ini diatur dalam pasal 13 Konvensi Hak Anak.

Dalam Konvensi Hak Anak juga diatur mengenai hak anak untuk berserikat.

Hak anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain serta untuk bergabung

dalam atau membentuk perhimpunan, kecuali jika hal tersebut melanggar hak

orang lain. Hak atas kebebasan berserikat ini diatur dalam pasal 15 Konvensi

Hak Anak.

Dalam hal akses terhadap informasi, Konvensi Hak Anak menjamin agar anak

memperoleh akses terhadap informasi, dan menjamin untuk melindungi

(18)

informasi diatur dalam pasal 17 Konvensi Hak Anak, yang menjamin akses

terhadap informasi dan bahan-bahan dari berbagai sumber nasional dan

internasional, terutama yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan

sosial, spiritual dan moral dan kesehatan fisik serta mentalnya. Oleh karena itu,

peran dari media massa sangat penting dalam penyebaran informasi yang

konsisten bagi implementasi hak-hak anak.

Selain hak-hak atas partisipasi sebagaimana disebut di atas, Konvensi Hak

Anak menetapkan kewajiban negara untuk menyebarkan informasi mengenai

Konvensi Hak Anak ini kepada anak-anak dan orang dewasa serta masyarakat

luas.Dengan demikian, hak-hak anak sebagaimana dimaksud dalam Konvensi

Hak Anak haruslah disosialisasikan kepada anak-anak.Hal ini diatur dalam

pasal 42 Konvensi Hak Anak.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disebutkan beberapa hak anak atas

partisipasi di dalam Konvensi Hak Anak, yang terdiri atas:

1. Hak anak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas

pendapatnya;

2. Hak anak untuk mendapatkan dan mengetahui informasi serta untuk

berekspresi;

3. Hak anak untuk berserikat dan menjalin hubungan untuk bergabung;

4. Hak anak untuk memperoleh akses informasi yang layak dan terlindung dari

informasi yang tidak sehat;

(19)

B.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Sebagai Acuan Perlindungan Hak

Anak di Indonesia

Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Anak melalui

Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Dengan diratifikasinya Konvensi

tersebut maka secara hukum pemerintah Indonesia berkedudukan sebagai

pemangku kewajiban yang berkewajiban untuk memenuhi, melindungi dan

menghormati hak-hak anak. Sedangkan pemangku hak adalah setiap anak di

Indonesia.Untuk menguatkan ratifikasi tersebut dalam upaya perlindungan anak di

Indonesia, maka disahkanlah Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak yang selanjutnya menjadi panduan dan payung hukum dalam

melakukan setiap kegiatan perlindungan anak.

Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak karena negara Indonesia menjamin kesejahteraan

tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak-hak anak yang

merupakan hak asasi manusia seperti yang termuat dalam Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

tentang Hak-hak Anak.

Penjelasan UU No 23 Tahun 2002 menyebutkan meski Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang

hak-hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak

masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai

(20)

Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua,

keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang

dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak.Rangkaian

kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan

dan perkembangan anak, baik fisik, mental, maupun spiritual, maupun

sosial.Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak

yang diharapkan nantinya sebagai penerus bangsa.31

UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 merupakan upaya memberikan

hak anak secara penuh dalam kehidupan sehari-hari. Upaya pengimplementasian

UU Perlindungan Anak tersebut diwujudkan dalam penetapan Program Nasional

Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015 yang isinya merupakan target-target

pencapaian hak-hak anak berdasarkan pada upaya pencapaian MDGs (Millenium

Development Goals) 2015 dan harus diwujudkan pula oleh Indonesia hingga

tahun 2015, bahkan hingga dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI) sebagai lembaga negara yang bertugas khusus memantau keefektifan

upaya-upaya penyelenggaraan hak-hak anak di Indonesia.32

Dari segi isinya, UU No. 23/2002 terdiri atas norma hukum (legal norm)

tentang:33

a. Hak-hak anak;

b. Kewajiban dan tanggungjawab negara;

c. Bentuk-bentuk perlindungan yang dilakukan terhadap anak;

31

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009), hal 24-25.

32

Abdur Rozaki dkk, Mengembangkan Gampong Peduli Hak Anak, (Yogyakarta: IRE Yogyakarta, 2009), hal 94.

33

(21)

d. Peran serta masyarakat;

e. Lembaga independen perlindungan anak, serta

f. Ketentuan sanksi hukum pidana dalam hal terjadi pelanggaran UU No. 23

Tahun 2002.

Prinsip perlindungan hak-hak anak tertuang pada pasal 2 UU No 23 Tahun

2002. Ada empat prinsip-prinsip dasar hak-hak anak, yaitu:

1. Tidak membeda-bedakan (Non-diskriminasi)

Artinya semua hak-hak anak harus dipenuhi kepada setiap anak tanpa

pembedaan apapun.Tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, ras, warna

kulit, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan-pandangan lain, asal

usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak,

kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri atau dari orang tua atau

walinya yang sah.

2. Prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak

Pengertian asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah, bahwa dalam suatu

tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat,

badan legislatif dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak

harus menjadi pertimbangan utama.34

3. Prinsip hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan

Pengertian asas untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan adalah

bahwa hak-hak asasi yang mendasar bagi anak wajib dilindungi oleh negara,

pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.Artinya, pihak-pihak tersebut,

34

(22)

wajib mewujudkan dan tidak meniadakan hak-hak yang dimaksud (hak hidup,

hak kelangsungan hidup dan hak berkembang).35

4. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak

Pengertian asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah adanya

penghormatan atas hak untuk mengambil keputusan, terutama terhadap hal

yang berkaitan dengan kehidupannya.36

Dalam UU No. 23 Tahun 2002 diatur hak dan kewajiban anak (Pasal 4 s/d

19). Penegasan hak anak dalam UU No. 23 Tahun 2002 ini merupakan legalisasi

hak-hak anak yang diserap dari Konvensi Hak Anak dan norma hukum nasional.

Dengan demikian, pasal 4 s/d 19 UU No. 23/2002 menciptakan norma hukum

(legal norm) tentang apa yang menjadi hak-hak anak.37

Menurut UU No. 23 Tahun 2002, hak-hak anak meliputi:38

1. Hak hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mendapatkan perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi;

2. Hak atas nama dan identitas diri dan status kewarganegaraan;

3. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi;

4. Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh atau diasuh oleh

pihak lain apabila karena sesuatu hal orang tua tidak mewujudkannya;

5. Hak memperoleh pelayanan kesehatan jasmani dan rohani, jaminan sosial

sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial;

Muhammad Joni, Loc. Cit.

38

(23)

6. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dan bagi yang cacat

memperoleh pendidikan luar biasa;

7. Hak untuk didengar pendapatnya, menerima dan mencari informasi dan juga

memberi informasi;

8. Hak berkreasi, istirahat, memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan yang

sebaya dan yang cacat berhak mendapatkan rehabilitasi, bantuan sosial dan

memelihara taraf kesejahteraan sosial;

9. Selama dalam pengasuhan, anak berhak mendapat perlindungan dari

perlakuan: (a) diskriminasi; (b) eksploitasi, baik ekonomi atau seksual; (c)

penelantaran; (d) kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; (e) ketidakadilan;

dan (f) perlakuan salah lainnya terhadap pelaku hal-hal yang tersebut dengan

hukuman;

10. Hak untuk diasuh orang tuanya sendiri, kecuali apabila terdapat aturan hukum

yang meniadakannya;

11. Hak untuk memperoleh perlindungan dari: (a) penyalahgunaan dalam

kegiatan politik; (b) pelibatan dalam sengketa bersenjata; (c) pelibatan dalam

kekerasan sosial; (d) pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur

kekerasan; dan (e) pelibatan dalam peperangan;

12. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau

penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, hak memperoleh kebebasan

sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan atau hukuman penjara hanya

(24)

13. Anak yang dirampas kebebasannya, berhak: (a) mendapat perlakuan yang

manusiawi dan penempatannya dipisah dari orang tua; (b) memperoleh

bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif dari setiap tahapan hukum;

(c) membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang

obyektif dan tidak memihak;

14. Anak yang menjadi korban, berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan

lainnya.

Adapun kewajiban anak tertuang di dalam ketentuan pasal 19 UU

Perlindungan Anak, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menghormati orang tua, wali dan guru;

2. Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman;

3. Mencintai tanah air, bangsa dan negara;

4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya

hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan partisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang

berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera (Pasal 3 UU No. 23 Tahun 2002).39

Peran dan tanggung jawab dalam pemberian perlindungan pada anak

termasuk pemenuhan hak-hak anak serta mengarahkan anak untuk bisa memenuhi

39

(25)

kewajiban-kewajibannya supaya bisa menjadi generasi penerus yang berkualitas

pada hakekatnya ada di tangan keluarga, masyarakat dan negara/pemerintah.

Didalam pelaksanaan upaya kesejahteraan dan perlindungan anak ini

keluarga dan orang tua memegang peranan yang amat penting karena tanggung

jawab utama dalam upaya kesejahteraan dan perlindungan anak berada di tangan

mereka.

Walaupun fakta menunjukkan bahwa belum semua anak diasuh oleh

keluarga dan orang tua dengan baik, masih ada anak yang belum memperoleh akta

kelahiran, belum memperoleh kesehatan yang optimal, masih banyak anak yang

berada dalam pengungsian, situasi konflik, di daerah bencana alam, masih ada

anak yang dieksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual, sehingga disini

peran keluarga dan masyarakat di dalam memberikan perlindungan pada anak

sangat penting.

Peran keluarga dan orang tua dalam penyelenggaraan perlindungan anak

adalah wajib dan orang tua/keluarga bertanggung jawab terhadap pengasuhan,

pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan anak dalam kondisi apapun,

menumbuhkembangkan anak sesuai dengan bakat dan minatnya, mencegah

terjadinya perkawinan usia dini. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan

perlindungan anak baik itu dilakukan oleh masyarakat secara perorangan,

Lembaga Perlindungan Anak, Lembaga Sosial Kemasyarakatan, Lembaga

Swadaya Masyarakat maupun lembaga keagamaan serta mass media, mereka ini

berkewajiban untuk berperan serta dalam memfasilitasi serta mengadvokasi dalam

(26)

pemerintah/negara berkewajiban untuk memberikan dukungan/fasilitasi sarana

dan prasarana dalam penyelenggaraan kesejahteraan dan perlindungan anak,

misalnya penyediaan sekolah, lapangan bermain, lapangan olah raga, rumah

ibadah, tempat rekreasi dan lain-lain. Pemerintah juga berkewajiban untuk

menjamin terlaksananya kesejahteraan dan perlindungan anak yang dilakukan

oleh orang tua, wali dan orang lain yang secara hukum berkewajiban untuk

melaksanakan pemenuhan hak-hak anak.

C.Pentingnya Perlindungan Terhadap Hak Anak

Sebuah catatan yang penting untuk diingat, anak-anak baru diakui

memiliki hak asasi setelah sekian banyak anak-anak menjadi korban dari

ketidakpedulian orang dewasa. Pengakuannya pun tidak terjadi serta merta pada

saat korban berjatuhan, tetapi melalui sebuah proses perjuangan panjang dan

tanpa henti.

Seperti yang telah dikemukakan di awal, perhatian serius secara

internasional terhadap kehidupan anak-anak baru diberikan pada tahun 1919,

setelah Perang Dunia I berakhir.Dikarenakan perang telah membuat anak-anak

menderita kelaparan dan terserang penyakit, seorang aktivis perempuan bernama

Eglantyne Jebbmengarahkan mata dunia untuk melihat situasi anak-anak tersebut.

Dia menggalang dana dari seluruh dunia untuk membantu anak-anak.

Tindakannya inilah yang mengawali gerakan kemanusiaan internasional yang

(27)

Pada tahun 1923, Mrs. Eglantyne Jebb membuat 10 pernyataan hak-hak

anak dan mengubah gerakannya menjadi perjuangan hak-hak anak:40

1. Bermain;

2. Mendapatkan nama sebagai identitas;

3. Mendapatkan makanan;

4. Mendapatkan kewarganegaraan sebagai status kebangsaan;

5. Mendapatkan persamaan;

6. Mendapatkan pendidikan;

7. Mendapatkan perlindungan;

8. Mendapatkan sarana rekreasi;

9. Mendapatkan akses kesehatan;

10. Mendapatkan kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

Tidak lagi sekedar berdasarkan kemanusiaan tetapi juga Hak Asasi.Pada

tahun 1924, pernyataan ini diadopsi dan disahkan sebagai pernyataan Hak-hak

Anak oleh Liga Bangsa-Bangsa.Sementara itu, pada tahun 1939-1945, Perang

Dunia II berlangsung dan anak-anak kembali menjadi salah satu korbannya.

Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa Bangsa mengumumkan Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia yang di dalamnya mencantumkan hak-hak

anak.Pada tahun 1959, tepatnya tanggal 1 Juni PBB mengumumkan pernyataan

Hak-hak Anak dan ditetapkan sebagai hari anak sedunia.

Kemudian, pada tahun 1979 diputuskan sebagai Tahun Anak dan

ditetapkan 20 November sebagai hari anak internasional.Setelah sepuluh tahun

40

(28)

kemudian, pada tahun 1989, Konvensi Hak-hak Anak disahkan oleh PBB.Inilah

pengakuan khusus secara internasional atas hak asasi yang dimiliki anak-anak.

Mengapa perwujudan hak-hak anak tersebut menjadi penting? Anak

adalah amanah Allah SWT yang harus dilindungi agar tercapai masa pertumbuhan

dan perkembangannya menjadi seorang manusia dewasa sebagai keberlanjutan

masa depan bangsa. Anak bukan orang dewasa ukuran kecil, tetapi seorang

manusia yang tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan sampai berumur 18

tahun, termasuk anak dalam kandungan.41

Mendapatkan perlindungan merupakan hak dari setiap anak, dan

diwujudkannya perlindungan bagi anak berarti terwujudnya keadilan dalam suatu

masyarakat. Asumsi ini diperkuat dengan pendapat Age, yang telah

mengemukakan dengan tepat bahwa “melindungi anak pada hakekatnya

melindungi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara di masa depan”. Dari

ungkapan tersebut nampak betapa pentingnya upaya perlindungan anak demi

kelangsungan masa depan sebuah komunitas, baik komunitas yang terkecil yaitu

keluarga, maupun komunitas yang terbesar yaitu negara. Artinya, dengan

mengupayakan perlindungan bagi anak komunitas-komunitas tersebut tidak hanya

telah menegakkan hak-hak anak, tapi juga sekaligus menanam investasi untuk

kehidupan mereka di masa yang akan datang. Di sini, dapat dikatakan telah terjadi

simbiosis mutualisme antara keduanya.42

41

Abdur Rozaki dkk, Op. Cit., hal 93.

42

Rusmilawati Windari, “Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang di Indonesia dan Beijing Rules”, sebagaimana dimuat dalam

(29)

Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan situasi dan

kondisi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara

manusiawi positif.Ini berarti dilindunginya anak untuk memperoleh dan

mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup,

bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya

sendiri atau bersama para pelindungnya.43

Perdebatan mengenai perlakuan khusus terhadap anak-anak biasanya

bersandar pada dua faktor utama: pertama, kerentanan khusus anak-anak, dan

kedua, kenyataan bahwa mereka adalah generasi baru, dan harus dihargai karena

mereka melambangkan masa depan.

Sekarang, telah dibentuk sangat banyak sekali tim yang ditugaskan untuk

memperhatikan masalah anak dan merealisasikan perlindungan hak-hak anak

yang tertuang di dalam Konvensi Hak-hak Anak. Hal ini menunjukkan telah

tumbuh dan tengah berkembangnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya

perlindungan terhadap hak-hak anak ini. Kesadaran akan pentingnya perlindungan

terhadap anak ini perlu dilestarikan demi kehidupan bersama penuh sukacita dan

kasih sayang di antara sesama makhluk ciptaan Tuhan.

44

D.Instrumen Hukum Internasional Tentang Perlindungan Hak-Hak Anak

Traktat internasional utama yang mengatur hak-hak anak adalah Konvensi

mengenai Hak Anak tahun 1989 (Convention on the Rights of the Child (CRC)).

Sebelum lahirnya Konvensi Hak Anak, masyarakat internasional telah memiliki

43

Ibid.

44

(30)

dokumen hak anak yang merupakan bahan pertimbangan dilahirkannya Konvensi

Hak Anak, di antaranya:45

1. Deklarasi mengenai Prinsip-prinsip Sosial dan Hukum menyangkut

Perlindungan dan Kesejahteraan Anak;

2. Aturan Standar Minimum PBB bagi Penyelenggara Peradilan Anak

(“Ketentuan Beijing”) (Resolusi Sidang Umum, 29 November 1985);

3. Deklarasi Perlindungan bagi Wanita dan Anak dalam Keadaan Darurat dan

Konflik Bersenjata (Resolusi Sidang Umum, 14 Desember 1974);

4. Deklarasi Jenewa tentang Hak-hak Anak tahun 1924;

5. Deklarasi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Sidang Umum tanggal 20

November 1959.

Selain Konvensi Hak Anak, ada beberapa instrumen internasional lainnya

yang materi hukumnya berkenaan tentang perlindungan hak anak.

Intrumen-instrumen tersebut dijadikan dasar perlindungan hak-hak anak, yaitu:46

1. Protokol Opsional pada CRC mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan

Pornografi Anak tahun 2000 (Optional Protocol on the Sale of Children,

Child Prostitution and Child Pornography)

2. Protokol Opsional pada CRC mengenai Keterlibatan Anak-Anak-anak dalam

Konflik Bersenjata tahun 2000 (Optional Protocol to the Convention on the

Involvement of Children in Armed Conflicts).

45

Muhammad Joni & Zulchaina Z. Tanamas, Op. Cit., hal 99.

46

(31)

3. Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

Wanita tahun 1999 (Convention on the Elimination of all Forms of

Discrimination Against Women)

4. Konvensi Usia Minimum (Konvensi ILO No. 138 tahun 1973) (Minimum Age

Convention)

5. Konvensi mengenai Bentuk Terburuk Buruh Anak (Konvensi ILO No. 182

tahun 1999 (Worst Forms of Child Labor Convention)

6. Konvensi Hague mengenai Perlindungan Anak-anak dan Kerja sama dalam

rangka Adopsi Antar Negara tahun 1993 (Hague Convention on the

Protection of Children and Cooperation in Respect of Inter-Country

Adoption)

7. Konvensi Hague mengenai Yurisdiksi, Hukum yang Berlaku, Pengakuan,

Penegakan dan Kerja sama terkait Tanggung jawab dan Tindakan Orang Tua

bagi Perlindungan Anak tahun 1996 (Hague Convention on the Jurisdiction,

Applicable Law, Recognition, Enforcement and Co-Operation in Respect of

Parental Responsibility and Measures for the Protection of Children)

8. Konvensi Hague mengenai Aspek Sipil dari Penculikan Anak Internasional

tahun 1980 (Hague Convention on the Civil Aspects of International Child

Abduction)\

9. Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Orang,

khususnya Wanita dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa mengenai Kejahatan Terorganisasi Transnasional tahun 2000

(32)

Women and Children, Supplementing the United Nations Convention Against

Transnational Organized Crime)

10. Melengkapi Konvensi PBB Melawan Kejahatan Terorganisasi Transnasional

tahun 2001 (Supplementing the United Nations Convention Against

Transnational Organized Crime)

11. Draf Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Perlindungan dan

Pengasuhan Alternatif Anak-anak Tanpa Pengasuhan Orang Tua (United

Nations Draft Guide-lines for the Protection and Alternate Care of Chidren

Without Parental Care)

12. Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perlindungan Remaja yang

Kebebasannya Dirampas tahun 1990 (United Nations Rules on the Protection

of Juveniles Deprived of Liberty)

13. Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Pencegahan Kenakalan

Remaja tahun 1990 (United Nations Guidelines on the Prevention of

Delinquency)

14. Aturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Administrasi

Keadilan Remaja tahun 1985 (United Nations Standard Minimum Rules for

Referensi

Dokumen terkait

Pada tulisan ini akan diuraikan tentang definisi dan transformasi wavelet, bagaimana wavelet digunakan sebagai alat analisis (tools) dalam terapan matematika, serta ranah

This course involves the basic principles of research design and procedures include design of the data analysis techniques. The focuses of these courses are the design and

Jika hasilnya menunjukkan hanya sebagian kecil potensi permintaan yang telah digarap atau kita yakin bahwa kita dapat bersaing dengan toko yang sudah ada, maka masih terdapat

Mata kuliah ini mencakup prinsip-prinsip dasar perancangan penelitian dan prosedur serta teknik analisis datanya. Fokus mata kuliah ini adalah penelitian deskriptif, dan

interpersonal yang disukai serta memiliki standard moral dan kesehatan yang baik. Harga diri yang tinggi juga dapat membantu meningkatkan kinerja berkaitan

Katanya, beberapa pegawai dari pejabat Pelajaran Daerah Miri menemui pengurusan sekolah berkenaan apabila beberapa pelajar yang dipercayai terbabit dalam insiden itu sudah

dan difahami tanpa perlu pengulangan dalam berbagai perbahasan yang ada dari berbagai pendapat tersebut. Sayyid Abdurrahman Ba’lawi menyusun kitab ini secara

Garis Panduan ini adalah untuk memaklumkan mengenai kaedah pelaksanaan Pemberian Geran Pemadanan Klip Video Muzik (MTV) dan Geran Sokongan Lawatan Artis ke Luar