• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Predasi Beberapa Predator Terhadap Larva Dan Imago Hama Perusak Pucuk Kelapa Brontispa longissima Gestro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Daya Predasi Beberapa Predator Terhadap Larva Dan Imago Hama Perusak Pucuk Kelapa Brontispa longissima Gestro"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut Wagiman (2006), klasifikasi dari tanaman kelapa adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Palmales

Famili : Palmae

Genus

Spesies : Cocos nucifera L.

Kelapa merupakan tumbuhan monokotil berakar serabut. Susunannya terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder, kemudian akar sekunder akan bercabang menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalamannya bisa mencapai 8–16 m secara horizontal dari permukaan tanah (Wagiman, 2006).

Batang kelapa tidak bercabang dengan titik tumbuh batang kelapa terletak di ujung pucuk, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk kubis. Di batang, terdapat pangkal pelepah - pelepah daun yang melekat kokoh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati (Child 1964 dalam Sijabat, 2001).

(2)

daun tersusun berbaris dua sampai keujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun (Prastowo, 2007).

Tanaman kelapa yang berumur 3 tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Buah Kelapa tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut dan mengandung minyak, kulit biji (endoscrap) berupa tempurung yang keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo). Setiap jenis kelapa memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji kelapa ditutupi oleh buah, oleh sebab itu Pohon Kelapa termasuk tumbuhan Angiospermae (Child 1964 dalam Sijabat, 2001).

Syarat Tumbuh

Iklim

Pertumbuhan kelapa membutuhkan suhu, kelembaban, keadaan tanah dan jumlah sinar matahari yang cukup. Menurut Thampan (1982) tanaman dapat tumbuh hingga ketingggian 4000 kaki dari permukaan laut. Curah hujan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar antara 50-90 in/tahun (1300-2300 mm/tahun), serta tidak kurang dari 40 in/tahun. Curah hujan hingga 150 in/ tahun

masih dapat di tolerir jika terdapat sistem pengairan yang baik (Wagiman, 2006).

(3)

baik dan buahnya kecil-kecil. Kelembaban yang dibutuhkan kelapa agar tumbuh baik dan produktif adalah 70-80% (Child 1964 dalam Sijabat, 2001).

Tanah

Tanaman kelapa dapat tumbuh pada bagian jenis tanah, aluvial, lateril, vulkanis, berpasir, liat dan tanah berbatu, tetapi paling baik pada endapan aluvial. Derajat kemasaman (pH) tanah yang terbaik untuk pertumbuhan kelapa adalah 6,5–7,5. Namun demikian kelapa masih dapat tumbuh pada tanah yang mempunyai pH 5–8 (Wagiman, 2006).

Dalam pertumbuhannya, tanaman kelapa membutuhkan lahan yang datar (0-3%). Pada lahan yang tingkat kemiringannya tinggi (3-50%) maka harus dibuat teras untuk mencegah kerusakan tanah akibat erosi. Kelapa membutuhkan air tanah pada kondisi tersedia, yaitu bila kandungan air tanah sama dengan laju evapotranspirasirasi atau bila persediaan air ditambah curah hujan selama 1 bulan lebih besar atau sama dengan potensi evapotranspirasi. Keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah terutama kandungan bahan organik dan keadaan penutup tanah (Prastowo, 2007).

Bagian Tanaman yang Terserang

(4)

Kerusakan yang ditimbulkan oleh kumbang ini berwarna merah coklat, keriting dan kering. Serangan berat buah–buah muda berguguran, beberapa tahun

berikutnya pohon–pohon itu tidak berbuah sama sekali (Kalshoven 1981 dalam Mandarina 2008).

Biologi Hama

Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi dari hama perusak pucuk kelapa adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Coleoptera Famili : Chrysomelidae Genus : Brontispa

Spesies : Brontispa longissima Gestro.

Gambar 1. Telur B. longissima Gestro. Sumber: Foto Langsung

(5)

0,5 mm. Biasanya berbaris 2-4 butir dan dibungkus dengan kotoran bekas kunyahannya (Setyamidjaja 1991 dalam Setiawan, 2010).

Gambar 2. Larva B. longissima Gestro. Sumber: Foto Langsung

Larva yang baru menetas berwarna keputihan, kemudian giliran kekuningan dan memiliki panjang rata-rata 2 mm. Larva tua memiliki rata-rata panjang 8-10 mm. Larva menghindari cahaya dan memiliki distal U-seperti kait. Larva memiliki empat instar larva atau lima sampai enam instar larva. Periode perkembangan total larva bervariasi sekitar 30-40 hari (Pundee, 2009).

Lama perkembangan masa pupa 4-7 hari. Pupa berbentuk pipih,

panjangnya 9-10 mm, lebar 2 mm, warna kuning, pada ujung

abdomennya juga berkait model huruf U seperti larvanya (Setyamidjaja 1991 dalam Setiawan, 2010).

(6)

Gambar 4. Imago B. longissima Gestro. Sumber: BPPP (2012).

Fase dewasa berbentuk kumbang yang memanjang, dengan panjang 8 - 12 mm. Warna kumbang dari lokasi yang berbeda sangat bervariasi, dari coklat kemerahan sampai hitam, dan beberapa bentuk warna ekstrem sebelumnya diakui sebagai yang berbeda spesies. Ukuran jantan umumnya lebih kecil daripada perempuan dan ukuran panjang 7,5 - 10 mm dan 1,5 - 2 mm (Pundee, 2009).

Mereka menghindari cahaya dan tetap aktif di dalam daun jantung masih terlipat selama siang hari dan aktif terbang dan menyerang tanaman kelapa di malam hari. Pra-oviposisi periode adalah 74 hari atau satu sampai dua bulan. Kumbang dewasa telah dicatat sebagai hidup hingga delapan bulan di bawah suhu ambien, dan satu betina dapat meletakkan lebih dari 430 telur selamanya seumur hidup (Pundee, 2009).

Gejala Serangan Brontispa longissima Gestro.

(7)

jalan masuk pelepah muda yang belum terbuka penuh (BPPP, 2012)

Kumbang tersebut bisa ditemukan pada bagian dalam lipatan pinak daun atau di antara pinak-pinak daun dan menggerek lapisan epidermis sehingga menimbulkan bercak-bercak cokelat memanjang dalam suatu garis lurus. Garis-garis tersebut sejajar satu dengan lainnya dan serangan terus menerus menyebabkan bercak-bercak ini kemudian menyatu sehingga daun kelihatan mengeriput dan setelah pelepah terbuka penuh daun kelihatan seperti terbakar. Kumbang betina akan bertelur dan menghasilkan larva, kemudian larva berkembang menjadi pupa dan imago. Seluruh tahap perkembangan hama tersebut dapat ditemukan di satu tanaman. Kumbang dan larva merupakan tahap perkembangan hama yang merusak. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh

kumbang sama dengan gejala yang dihasilkan akibat gerekan larva (BPPP, 2012)

(8)

Gambar 5. Gejala Serangan B. longissima Gestro. Sumber: Foto Langsung

Pengendalian

Pengendalian kimia telah dilakukan di sebagian besar negara-negara bahwa OPT menyerang. Namun, penggunaan pestisida tidak praktis, pestisida umumnya mahal kepada petani lokal yang hanya memperoleh keuntungan kecil dari kelapa. Pestisida aplikasi untuk pohon kelapa yang tinggi juga menimbulkan risiko besar untuk aplikator karena mereka harus naik ke mahkota pohon tanpa pakaian pelindung. Selain itu, penggunaan sering pestisida juga menimbulkan keprihatinan serius mengenai risiko bagi kesehatan manusia, domestik dan hewan liar, dan lingkungan (Nakamura dkk, 2009).

Keanekaragaman jenis musuh alami yang ditemukan menyerang hama

B. longissima tersebut bisa dimanfaatkan dengan optimal sesuai dengan sifat dan

cara kerjanya, umur tanaman, ketersediaan sarana pendukung serta situasi dan kondisi lingkungan agar populasi B. longissima di lapangan dapat dikendalikan dengan baik (Munarso, 2001).

Kompleks musuh alami hama B. longissima Gestro. (Coleoptera:Chrysomelidae), keanekaragaman hayati dan komposisi arthropoda

(9)

Lemusa, Olo Baru dan Olaya, Kecamatan Parigi Provinsi Sulawesi Tengah dari bulan November 2007 sampai dengan Februari 2008. Daun pucuk yang terserang diambil dari 10 pohon pada setiap desa secara acak dengan metode transek pada setiap jarak 30 m. Musuh alami yang ditemukan dikelompokkan sebagai predator, parasitoid dan entomopatogen (Lumentut, 2007).

Serangga Predator Cecopet (Forficula auricularia L.)

Biologi Predator

Menurut Brown (2006), klasifikasi dari cecopet adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Dermaptera Famili : Forficulidae Genus : Forficula

Spesies : Forficula auricularia L.

Gambar 6. Telur F. auricularia L. Sumber: Brown (2006).

(10)

dari permukaan. Jumlah telur perkelompok dilaporkan berkisar 30 sampai 60 telur. Kelompok telur kedua jika diproduksi hanya berisi setengah dari banyaknya telur kelompok pertama yang dihasilkan. Lama menetasnya berkisar 56-85 hari (Buxton and Madge 1974 dalam Capinera 2010).

Gambar 7. Nimfa F. auricularia L. Sumber: Brown (2006).

Tahapan nimfa terdiri atas 4 tahap atau instar. Warna tubuh gelap secara bertahap berubah dari coklat hinnga cokelat keabu-abuan hingga cokelat gelap. Bantalan sayap terlihat pada instar ke empat. Lebar kepala adalah 0,91, 1,14, 1,5 dan 1,9 mm dan panjang tubuh 4,2, 6,0, 9,0 dan 9,11 pada masing–masing instar 1-4 (Capinera 2010).

Gambar 8. Imago F. auricularia L. Sumber: Brown (2006).

F. auricularia dewasa memiliki panjang 12–15 mm. Memiliki dua pasang

(11)

metamorfosis tidak sempurna. Tipe mulut menggigit dan lamanya siklus hidup 1 tahun (Choate 2001 dalam Arobi, 2012).

Interaksi Serangga Predator dalam Mengendalikan Hama

Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memasang binatang lainnya. Pada prinsipnya predator yang baik harus menunjukkan kemampuan memangsanya, menahan dan mempertahankan kepadatan mangsanya pada tingkat yang tidak menyebabkan kerusakan ekonomis (Arifin, 2004). Penggunaan predator terhadap beberapa spesies hama menjadi penting untuk dikembangkan (Adnan dan Handayani, 2010).

Keunggulan predator antara lain terletak pada kemampuan mencari dan menemukan serta merespons populasi hama. Predator mampu menemukan hama pada tempat-tempat tersembunyi yang sulit terpapar oleh racun kontak atau pestisida hayati dan/atau yang letaknya tidak dapat dijangkau manusia. Ketika jamur dan bakteri patogen tidak efektif mengendalikan hama pada musim kemarau yang kering, predator tetap aktif mencari mangsa yang eksplosi pada musim kering seperti bangsa kutu, wereng, dan tungau. Jumlah predator yang dilepas tidak harus banyak (inokulatif) (Wagiman, 2008).

Berdasarkan suatu studi tentang penggunaan predator, 75 % dari hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa predator umum (general predator) dapat menurunkan populasi hama secara nyata. Penelitian tentang potensi cecopet dalam memangsa hama perusak pucuk kelapa B. longissima telah dilakukan

(12)

penyebarannya yang begitu cepat ke beberapa negara di Asia, Australian dan Kepulauan Pasifik (Munarso, 2000).

Cecopet menggunakan forcepnya (cerci) untuk menangkap mangsa. Dengan tubuh yang lentur, cecopet membengkokkan badannya dan memakan tubuh B. longissima sudah tidak bergerak lagi maka akan dilepaskannya jepitan forcep dan melanjutkan memakan tubuh B. longissima. Sementara memakan tubuh B. longissima, cecopet bisa juga menggunakan forcep untuk menangkap hama lain yang menyentuh tubuhnya (Munarso, 2000).

Serangga Predator Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus SMITH.)

Biologi Predator

Menurut PPKKI (2008), klasifikasi dari semut hitam adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Formicidae Genus : Dolichoderus

(13)

Gambar 9. Telur D. thoracicus SMITH. Sumber: PPKI (2008).

Setiap satu ekor betina mempunyai 100-200 ekor semut pekerja (jantan). Dalam satu tahun semut betina dapat menghasilkan 1.300-1.700 telur yang menetas dalam waktu 14 hari. Ratu semut meletakkan telur di dalam sarangnya. Telur itu sangat kecil dan berbentuk elips, berukuran kira-kira 0.5 mm x 1 mm. Telur menetas menjadi larva yang berukuran 5-10 kali lebih besar (Ratmawati, 2002).

Gambar 10. Larva D. thoracicus SMITH. Sumber: PPKI (2008).

(14)

Setelah beberapa kali ganti kulit, maka larva berkembang menjadi pupa. Pupa menyerupai semut dewasa karena sudah mempunyai kaki, mata, mulut dan sayap. Sayap hanya terbentuk pada semut jantan dan ratu semut tetapi warnanya masih putih dan tidak aktif. Selanjutnya, pupa akan menjadi semut dewasa yang berubah warna sesuai dengan kastanya (Umrah, 2009).

Gambar 11. Imago D. thoracicus SMITH. Sumber: PPKI (2008).

Semut hitam dewasa berukuran 4-5 mm. Semut hitam hidup berkoloni, tiap koloni dapat mencapai 20.000-50.000 ekor Siklus hidup semut pekerja berkisar antara 37-52 hari. Koloni-koloni semut hitam tidak bersifat saling membatasi satu sama lain, sehingga dapat mencapai populasi yang sangat padat dalam suatu kebun (Mele dan Cuc, 2000).

Interaksi Serangga Predator dalam Mengendalikan Hama

(15)

membantu predator menemukan tanaman yang merupakan habitat mangsa (Wagiman, 2006).

Faktor fisik yang lain yang mempengaruhi predatisme adalah warna mangsa, warna telur orange, pupa coklat kehitaman dan larva putih kultur, kemungkinan besar warna putih lebih menarik bagi D. thoracicus yang sesuai dengan warna larva D. thoracicus relatif kurang memangsa pupa maupun imago

karena bentuk dari morfologinya yang lebih keras dibanding larva (Edy dkk, 2008).

Pohon kelapa merupakan rumah permanen bagi semut hitam. Secara alami sarangnya dapat ditemukan pada celah–celah batang, lipatan–lipatan daun kelapa, tajuk kelapa dan pada blarak daun kelapa ataupun serasah daun kakao. Pada lingkungan yang sesuai, semut hitam ini biasanya membuat sarang baru yang dekat dengan sarang yang lama. Tetapi apabila kondisi tidak menguntungkan atau koloninya terganggu semut hitam ini akan beremigrasi (Ratmawati, 2002).

Gambar

Gambar 1. Telur  B. longissima Gestro. Sumber: Foto Langsung
Gambar 3. Pupa B. longissima Gestro. Sumber: BPPP (2012).
Gambar 4. Imago  B.  longissima Gestro. Sumber: BPPP (2012).
Gambar 5. Gejala Serangan B. longissima Gestro. Sumber: Foto Langsung
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (4) Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pola Pengembangan

Pengukuran sifat mekanik material pada laju regangan pada umumnya melakukan pengujian dengan menggunakan Split Hopkinson Pressure Bar (SHPB), alat ini pertama kali

Sebagaimana diilustrasikan pada gambar 3, penilaian kinerja 360 derajat mengakomodasi proses evaluasi kognitif terhadap penilaian kinerja yang dialami individu karena

Pengaruh Kepuasan terhadap " ' (Ika Riskiyati) degree of freedom yang akan menghasilkan CfrrffNnp dan umumnya digunakan sebagai salah satu indicator untuk

To check binding site between PAF AH (wild type and mutant) and PAF, we performed rigid docking. The affinity energy from this process was -4.0 kcal/mol to

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa skor tekstur selai nanas yang dihasilkan berkisar antara 3.2 - 2.6.skor warna tekstur selai nanas tertinggi diperoleh pada perlakuan

namun problem yang terjadi adalah proses implementasi peraturan tersebut di masyarakat. Dalam teori implementasi kebijakan menurut Edward III, ia menggambarkaan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang sudah di olah dalam program aplikasi komputer diketahui bahwa lansia yang tidak melakukan senam