KONSEP DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERBASIS ALAM DI SANGGAR ANAK ALAM (SALAM)
NITIPRAYAN KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Dian Eka Nidyawati NIM 12110241041
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
“Kebanyakan orang tidak benar-benar ingin kebebasan, karena kebebasan melibatkan tanggung jawab, dan kebanyakan orang takut
tanggung jawab.” (Sigmund Frend)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan kehadirat-Nya yang telah memberikan nikmat serta anugerah-Nya, karya ini saya persembahkan untuk: 1. Orang tua saya tercinta, Ayahanda Gunadi dan Ibunda Suminah yang selalu
memberikan kasih sayang, semangat, cinta, do’a, dukungan sehingga penulis berhasil menyusun karya tulis ini.
KONSEP DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERBASIS ALAM DI SANGGAR ANAK ALAM (SALAM)
NITIPRAYAN KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA
Oleh
Dian Eka Nidyawati NIM 12110241041
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep dan implementasi pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah Pendiri, Kepala PKBM, Kepala Pendidikan Tingkat Dasar (SD), fasilitator Pendidikan Dasar, dan peserta didik Pendidikan Tingkat Dasar Sanggar Anak Alam (SALAM). Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik analisis data Miles dan Hubberman yang meliputi, pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data mengunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
Hasil penelitian menyimpulkan, (1) Pendidikan berbasis alam yaitu proses belajar manusia secara kodrat dan alamiah melalui kehidupan dan lingkungan alam sekitarnya; (2) Tujuan dari pendidikan berbasis alam yaitu agar anak menjadi dirinya sendiri dan berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing disesuaikan dengan capaian setiap kelas; (3) Karakteristik peserta didik yaitu anak bebas mengembangkan minat dan potensinya masing-masing, anak-anak tidak dipaksa oleh para orang tuanya sehingga anak-anak dengan senang hati belajar di Sanggar Anak Alam (SALAM); (4) Karakteristik pendidik yaitu bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan berbasis alam dengan memfasilitasi seluruh kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran dan ada keinginan untuk belajar bersama-sama dengan anak maupun fasilitator yang lain; (5) Kurikulum yang digunakan dalam pengimplementasian pendidikan berbasis alam adalah kurikulum berbasis minat masing-masing peserta didik melalui daur belajar; (6) Metode pembelajaran yang digunakan yaitu menggunakan metode riset yang temanya ditentukan oleh peserta didik mulai dari perencanaan sampai dengan persentasi; (7) Media yang digunakan peserta didik berbeda-beda dan disiapkan bersama orang tuanya sesuai dengan kebutuhan serta tema masing-masing peserta didik; (8) evaluasi dalam pelaksanaan pendidikan berbasis alam dilakukan dengan review oleh fasilitator serta dalam proses pembelajaran melalui tahap-tahap daur belajar.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berisi tentang “KONSEP DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERBASIS ALAM DI SANGGAR ANAK ALAM (SALAM) NITIPRAYAN KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA” dengan baik dan lancar. Penulis menyadari, keberhasilan yang dapat diraih dalam penyusunan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak, maka penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar. 3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta dan dan dosen pembimbing akademik.
4. Ibu Dr. Rukiyati, M.Hum. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta menyetujui skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kebijakan Pendidikan, Fakuktas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan selama mengenyam pendidikan strata 1.
6. Pendiri, ketua PKBM dan fasilitator Sanggar Anak Alam (SALAM) yang telah memberikan izin dan kemudahan selama proses penelitian.
7. Peserta didik yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian. 8. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mencurahkan segala perhatian, kasih
sayang serta do’a yang dipanjatkan selama ini demi kesuksesanku.
9. Adikku tercinta, Agung Dwi Widayanto yang selalu memberikan semangat dan do’a yang tulus.
11. Muhammad Faishal Rizaldy yang selalu memberikan semangat dan dukungan demi kelancaran skripsi ini.
12. Rekan-rekan Mahasiswa di Prodi Kebijakan pendidikan, Fakultas Ilmu pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan dukungan dukungan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan baik moril, materil selama penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umunya.
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTO... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR BAGAN... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Batasan Masalah ... 8
D. Rumusan Masalah ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian... 9
BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep dan Implementasi Pendidikan Berbasis Alam ... 10
1. Konsep Pendidikan ... 10
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan... 13
a. Fungsi Pendidikan ... 13
b. Tujuan Pendidikan... 15
4. Pengertian Implementasi ... 22
5. Konsep Pendidikan Berbasis Alam ... 27
a. Latar Belakang Pendidikan Berbasis Alam ... 27
b. Pengertian Pendidikan Berbasis Alam ... 28
c. Pembelajaran Pendidikan Berbasis Alam ... 29
d. Tujuan Pendidikan Berbasis Alam ... 31
B. Penelitian yang Relevan ... 33
C. Pertanyaan Penelitian ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 39
1. Jenis Penelitian... 39
2. Pendekatan Penelitian ... 40
B. Setting Penelitian ... 40
1. Lokasi Penelitian ... 40
2. Waktu Penelitian ... 40
C. Objek Penelitian ... 40
D. Subjek Penelitian ... 41
E. Teknik Pengumpulan Data ... 41
1. Observasi... 41
2. Wawancara ... 42
3. Dokumentasi ... 42
F. Instrumen Penelitian ... 43
1. Pedoman Observasi ... 43
2. Pedoman Wawancara ... 44
3. Studi Dokumen ... 45
G. Teknik Analisis Data ... 46
H. Keabsahan Data ... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50
1. Gambaran Umum Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 50
3. Tujuan Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 52
4. Prinsip dan Perspektif Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 53
5. Sarana dan Prasarana ... 54
6. Struktur Kepengurusan ... 56
B. Hasil Penelitian ... 57
1. Konsep Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 58
2. Tujuan Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 59
3. Karakteristik peserta didik dalam pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 61
4. Karakteristik fasilitator dalam pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 63
5. Kurikulum yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 66
6. Metode pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 71
7. Media pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 74
8. Evaluasi dari pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM)... 77
9. Hasil dalam pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 80
C. Pembahasan ... 82
1. Konsep Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 82
2. Tujuan Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 84
3. Karakteristik peserta didik dalam pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 85
4. Karakteristik fasilitator dalam pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 87
6. Metode pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan
berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 91
7. Media pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 94
8. Evaluasi dari pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM)... 95
9. Hasil dalam pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 103
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi-kisi pedoman observasi ... 44
Tabel 2. Kisi-kisi pedoman wawancara ... 44
Tabel 3. Kisi-kisi studi dokumen ... 46
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Gedung depan ... 157
Gambar 2. Gedung Kelas ... 157
Gambar 3. Gedung Kesekertariatan dan Halaman Bermain Anak ... 158
Gambar 4. Fasilitas Bermain Anak ... 158
Gambar 5. Gedung Keterampilan ... 158
Gambar 6. Perpustakaan... 159
Gambar 7. Ruang Kesekertariatan ... 159
Gambar 8. Gedung Taman Anak, SMP, dan Dapur ... 159
Gambar 9. Lingkungan Sekitar Sanggar Anak Alam (SALAM) ... 160
Gambar 10. Gedung Belakang ... 160
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 108
Lampiran 2. Transkrip Hasil Wawancara ... 117
Lampiran 3. Reduksi Hasil Penelitan ... 135
Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 147
Lampiran 5. Dokumentasi Foto... 157
Lampiran 6. Kurikulum ... 161
Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian dari FIP ... 164
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan diluar
jalur (atau sistem) pendidikan formal, baik dilembagakan maupun tidak
dilembagakan, yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan atau
terstuktur. (Undang-Undang Republik Indonesia No.20 th. 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional). Proses belajar terjadi secara terorganisasikan di
luar sistem persekolahan, baik dilaksanakan terpisah maupun merupakan
bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih besar, dimaksudkan untuk
melayani sasaran didik tertentu dan belajarnya tertentu pula. (Saleh Marzuki,
2010: 137).
Pendidikan nonformal merupakan suatu kebutuhan karena di negara
mana pun pasti ada sekelompok orang yang memerlukan layanan pendidikan
sebelum masuk sekolah, sesudah menyelesaikan sekolah, ketika tidak
mendapat kesempatan sekolah, bahkan ketika sedang bersekolah. Pendidikan
nonformal sebagai bagian dari sistem pendidikan memiliki tugas sama
dengan pendidikan lainnya (pendidikan formal) yakni memberikan pelayanan
terbaik terhadap masyarakat. Layanan alternatif yang diprogramkan di luar
sistem persekolahan tersebut bisa berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan atau pelengkap pendidikan formal sistem persekolahan.
Sasaran pendidikan nonformal yang semakin beragam, tidak hanya
dasar, masyarakat yang mengalami drop out dan putus pendidikan formal,
masyarakat yang tidak terakses pendidikan formal seperti; suku terasing,
masyarakat daerah pedalaman, daerah perbatasan, dan masyarakat pulau luar.
Namun demikian masyarakat sasaran pendidikan nonformal terus meluas
maju sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perkembangan lapangan kerja dan budaya masyarakat itu sendiri. Pada
prinsipnya perluasan kegiatan/program pendidikan nonformal harus sejalan
dengan pemikiran baru tentang konsep belajar (learning), di mana belajar
yang terkesan hanya berlangsung di sekolah (formal) kurang tepat lagi dan
mulai bergeser ke luar setting persekolahan.
Ada beberapa fungsi pendidikan nonformal dalam kehidupan
sehari-hari yaitu sebagai substitusi pendidikan sekolah, komplemen pendidikan
sekolah, suplemen pendidikan sekolah, jembatan memasuki dunia kerja, dan
sebagai wahana untuk bertahan hidup dan mengembangkan kehidupan. (Ishak
dan Ugi, 2012: 25). Hunter (dalam Saleh Marzuki, 2010: 147) menyatakan
bahwa pendidikan nonformal berfungsi mengatasi kesenjangan yang ada di
masyarakat antara lain kesenjangan pekerjaan, efisiensi, permintaan serta
penyediaan, populasi, bayaran sebagai pendapatan, persamaan hak,
beradaptasi, dan harapan.
Dalam kasus di Indonesia, kebutuhan belajar, bidang pelajaran dan
pendidikan yang tidak diajarkan di sekolah adalah garapan dan tanggung
jawab pendidikan nonformal. Banyak masalah dan kebutuhan belajar individu
dan prasarana. Adanya kebutuhan belajar atau masalah sosial yang
membutuhkan sentuhan pendidikan di luar sistem persekolahan, maka disitu
pendidikan nonformal perlu hadir. (Ishak dan Ugi, 2012: 35-36)
Di Indonesia masih banyak orang yang membutuhkan pendidikan
nonformal karena tidak dapat menempuh pendidikan formal dengan berbagai
sebab, di antaranya karena tidak mampu mengikuti pendidikan formal di
sekolah, tidak mampu secara ekonomi untuk mengikuti pendidikan formal di
sekolah, dan peserta didik yang memang tertarik dengan pendidikan
nonformal. Salah satu problema pendidikan yang terjadi di Indonesia adalah
terdapatnya kesenjangan yang cukup lebar antara pengetahuan yang dimiliki
para siswa dengan sikap dan perilakunya. Kebanyakan mereka hafal dengan
materi pelajarannya, tetapi tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya
bagi peningkatan kualitas hidup, seolah tidak mengetahui makna belajar yang
sesungguhnya. Penerapan sistem pendidikan yang sudah tidak lagi
berorientasi pada pembentukan manusia seutuhnya merupakan masalah yang
dihadapi dalam dunia pendidikan. Banyak yang tidak menyadari bahwa
sistem pendidikan yang diterapkan selama ini dapat menghambat
berkembangnya potensi besar peserta didik dan cenderung hanya
mengedepankan pada aspek kognitif. Sekolah menjadi tempat kompetisi,
bersaing, dan saling menggungguli sejak dini, padahal setiap orang memiliki
potensi dan persoalan masing-masing. Tidak layak ketika setiap orang
diperlakukan sama dan diminta mengikuti adu pertandingan untuk mencapai
tidak semua sama. Pada dasarnya sekolah merupakan tempat siswa
memahami potensi, mengerti perkembangan pengetahuan dan
kemampuannya. (Sylvia Tiwon, 2015: 12).
Hasil dari proses panjang pendidikan hanya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan sekelompok orang yang berkepentingan dan para penguasa.
Sekolah (paradigma industri menempatkan anak sebagai bahan mentah,
diolah disekolah menjadi komoditas yang dibutuhkan penguasa dalam
menjaga kelestarian kekuasaannya) merupakan lahan subur bagi kekuasaan
untuk menanamkan ideologi kekuasaan secara berlebihan. (Antonio dalam
Isjoni, 2009: 79-80). Sistem pendidikan di era kekinian lebih banyak
dibangun atas keputusan kebijakan yang mereproduksi ideologi penguasa,
bukan lahir dari “rahim” kesadaran pembangunan masyarakat baru secara
“revolusioner” dan “visioner”. (Imam dan Ahmad, 2004: 130).
Belum optimalnya penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia
memicu munculnya sekolah-sekolah alternatif sebagai inovasi baru dalam
memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Salah satu pendidikan alternatif
dengan harapan bisa mencapai tujuan pendidikan secara kognitif, afektif dan
psikomotor adalah pendidikan nonformal yang berbasis alam. Alam
merupakan salah satu media pembelajaran potensial yang saat ini hampir
dilupakan oleh praktisi pendidikan. Kurang ada kesadaran bahwa alam
bermanfaat sebagai tempat untuk melakukan proses belajar. Belajar dari alam
bukan berarti kita hanya sibuk memperhatikan gejala-gejala yang ditimbulkan
alam adalah alam digunakan sebagai tempat untuk melakukan proses belajar
mengajar, dan apa yang bisa kita gunakan dari alam sebagai alat peraga atau
pendukung dalam proses belajar. Siswa tidak hanya memahami materi yang
diberikan oleh guru sebatas pada alam ide, tetapi juga bisa mempelajari
secara empiris.
Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta
merupakan sekolah nonformal dan salah satu sekolah alternatif. Di sekolah
tersebut anak belajar di gubuk dan halaman, para pendidik dan
anak-anak tidak memakai seragam tetapi memakai pakaian bebas atau santai setiap
harinya. Di setiap kelas terdapat 2 pendidik yang mereka sebut sebagai
fasilitator bukan guru. Selain itu terdapat pula kebun ditanami berbagai
macam tanaman organik dan sayuran yang dirawat anak-anak SALAM,
tanaman organik dan sayuran tersebut dijadikan makanan olahan sehat yang
diolah sendiri oleh anak-anak untuk bahan praktik serta dikonsumsi sebagai
kudapan saat istirahat dan makan siang. Setelah makan siang anak-anak
mencuci piring dan gelas mereka masing-masing.
SALAM mencoba mewujudkan ide-ide pendidikan yang sesungguhnya
dengan memberikan ruang seluas-luasnya bagi anak untuk tumbuh
berkembang, bebas berekspresi dan berekplorasi dalam menemukan suatu
pengetahuan dengan memanfaatkan potensi lingkungan sekitar sebagai media
belajar. Berdasarkan wawancara dengan Pendiri Sanggar Anak Alam
(SALAM) Bantul Yogyakarta menyatakan bahwa banyaknya anak putus
yang subur tetapi miskin menjadi latar belakang berdirinya SALAM.
Walaupun dalam skala kecil SALAM berusaha membentuk pendidikan kritis,
menggerakan perekonomian dan dapat hidup di lingkungan sekitar. Di
SALAM peserta didik belajar tentang pergaulan, hak-hak dasar, pangan,
kesehatan, lingkungan hidup dan sosial budaya. Anak tidak dipaksa-paksa,
anak dihargai, diberi kesempatan dan tidak membandingkan anak satu dengan
yang lain. Anak merupakan makhluk hidup yang secara kodrati akan tumbuh
dan berkembang, mempunyai pribadi yang unik, selalu menuju pada proses
perkembangan, ingin berjalan ke depan, ingin tahu dan selalu ingin berhasil.
Banyak peserta didik cenderung menunjukkan sikap pasif karena langsung
menerima informasi dari pendidik, sehingga sulit untuk diajak berdiskusi atau
tanya jawab dalam pembelajaran. Peserta didik juga kurang berani dalam
mengajukan atau menjawab pertanyaan dan mengungkapkan ide serta
pendapat dalam proses pembelajaran. Yang diperlukan adalah situasi dan
ruang agar anak mampu mengolah kesulitan-kesulitan, mampu mengalahkan
kebimbangan, ketakutan, rasa minder, rasa tidak berdaya, depresi, dan kondisi
psikologis lainnya hingga menemukan jati dirinya. Intinya sekolah
merupakan tempat untuk memproses kecerdasan dan potensi yang ada dalam
diri anak masing-masing. SALAM menyusun Kurikulum sendiri sesuai
dengan kebutuhan anak dan menyesuaikan usia anak, hanya mengambil
indikator dari kurikulum Nasional tetapi selebihnya dikembangkan sendiri
Selain itu berdasarkan wawancara dengan Kepala PKBM (Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat) menyatakan bahwa anak mempunyai keunikan
dan potensi yang berbeda-beda, maka harus diberikan wadah untuk
berkembang sesuai dengan keunikan dan potensi mereka masing-masing. Di
SALAM mempunyai program aktivitas dalam dan luar kelas, makanan sehat,
kesehatan, lingkungan, seni dan budaya dengan kurikulum yang
menitikberatkan pada proses eksplorasi anak terhadap lingkungan sekitarnya,
yang menyenangkan, menghargai perbedaan dan lokalitas. SALAM juga
mempunyai slogan “mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan
saya paham, menemukan sendiri saya kuasai”.
Berdasarkan studi pendahuluan, hasil wawancara dan latar belakang di
atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam dengan
judul “Konsep dan Implementasi Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak
Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada sebagaimana dikemukakan pada
latar belakang, maka permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Banyaknya anak putus sekolah, pernikahan dini, pengangguran serta
banyak orang hidup di tanah yang subur tetapi miskin.
2. Anak mempunyai keunikan dan potensi yang berbeda-beda, maka harus
diberikan wadah untuk berkembang sesuai dengan keunikan dan potensi
3. Peserta didik kurang berani dalam mengajukan atau menjawab
pertanyaan dan mengungkapkan ide serta pendapat dalam proses
pembelajaran.
4. Peserta didik cenderung menunjukkan sikap pasif karena langsung
menerima informasi dari pendidik, sehingga sulit untuk diajak berdiskusi
atau tanya jawab dalam pembelajaran.
5. Peserta didik kurang mampu dalam mengolah kesulitan-kesulitan,
mengalahkan kebimbangan, ketakutan, rasa minder, rasa tidak berdaya,
dan depresi sehingga belum menemukan jati dirinya.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah melalui beberapa
uraian di atas, agar pembahasan lebih fokus aspek yang diteliti oleh peneliti,
maka perlu adanya pembatasan masalah. Cakupan masalah pada penelitian ini
terkait dengan potensi peserta didik yang berbeda-beda, maka peserta didik
berkembang sesuai dengan potensi masing-masing melalui pendidikan
berbasis alam di SD Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan
Bantul Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah dipaparkan
di atas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak Alam
2. Bagaimana implementasi Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak
Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta?
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan konsep Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak
Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta
2. Mendeskripsikan implementasi Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar
Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori pendidikan serta
dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan
Kebijakan Pendidikan Non Formal.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sanggar Anak Alam (SALAM)
Memberikan masukan bagi peningkatan kualitas pendidikan di
Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan Bantul
Yogyakarta.
b. Bagi Dinas Pendidikan
Memberikan sumbangsih informasi dan pemikiran terhadap
BAB II KAJIAN TEORI
A. Konsep dan Implementasi Pendidikan Berbasis Alam 1. Konsep Pendidikan
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia untuk
mengembangkan kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat
sesuai dengan kemampuan masyarakat, maka pendidikan adalah
tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggung jawab
tersebut didasari kesadaran bahwa tinggi rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat berpengaruh pada kebudayaan suatu daerah, karena
bagaimanapun juga, kebudayaan tidak hanya berpangkal dari naluri
semata-mata tapi terutama dilahirkan dari proses belajar dalam arti yang
sangat luas.
Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani
“paedagogik”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “pais” yang
berarti “anak” dan kata “ago” yang berarti “aku membimbing”. Jadi
paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaan
membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar,
dalam bahasa Yunani disebut ”paedagogos”. (Soedomo, 2008: 17).
Pengertian pendidikan tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu usaha sadar dan terencana
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pengertian pendidikan yang tertuang dalam
Undang-Undang Sisdiknas tersebut menjelaskan bahwa pendidikan sebagai proses
seseorang belajar untuk mengetahui, mengembangkan kemampuan, sikap
dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya untuk menyesuaikan dengan
lingkungan sekitar.
Pendidikan merupakan proses sepanjang hayat dan upaya
perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan
segenap potensi dalam pemenuhan semua komitmen manusia sebagai
individu, sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk Tuhan. (Dwi
Siswoyo, dkk, 2011: 55-56).
Ahmadi dan Uhbiyati (2003 :70) mengemukakan bahwa
pendidikan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan yang secara sadar,
disengaja, dan penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa
kepada anak sehingga terjadi interaksi dari keduanya agar anak mencapai
kedewasaan yang diharapkan dan berlangsung terus menerus. Hal ini
juga sebagaimana yang dinyatakan oleh Ngalim Purwanto (2011: 11)
bahwa pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan
dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan
rohaninya ke arah kedewasaan. Kedewasaan yang dimaksud adalah orang
atau burukkah itu, mau mempertanggungjawabkan keadaannya dan
segala perbuatannya. Secara moral telah menyesuaikan diri
(mengidentifikasi diri) dengan norma-norma kesusilaan.
Ki Hadjar Dewantara (Imam Barnadib, 1989: 28) berpendapat
bahwa pendidikan dimulai dari lahir sampai mati, dengan istilah
pendidikan seumur hidup (Life long Education). Hal ini senada dengan
yang dinyatakan oleh Philip H. Coombs (Dwi Siswoyo, dkk, 2011: 52)
bahwa pendidikan dalam arti luas disamakan dengan belajar tanpa
memperhatikan dimana, atau pada usia berapa belajar terjadi. Pendidikan
sebagai proses sepanjang hayat (life long process), dan seseorang
dilahirkan hingga akhir hidupnya.
Beberapa konsep pendidikan yang telah dipaparkan tersebut
meskipun terlihat berbeda, namun sebenarnya memiliki kesamaan
dimana di dalamnya terdapat kesatuan unsur-unsur yaitu: pendidikan
merupakan suatu proses, ada hubungan antara pendidik dan peserta didik,
terkandung pembinaan, pengembangan, peningkatan, memiliki tujuan,
serta aktivitas pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa
pendidikan merupakan sarana untuk membantu seseorang untuk dapat
mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya, baik secara
langsung maupun tidak langsung agar mampu bermanfaat bagi
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan a. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi
yang diemban dan harus dilakukan oleh pendidikan. (Dirto
Hadisusanto, dkk, dalam Dwi Siswoyo, dkk, 2011: 24). Tugas atau
misi pendidikan itu dapat tertuju pada diri manusia yang dididik
maupun kepada masyarakat bangsa di tempat ia hidup. Bagi dirinya
sendiri, pendidikan berfungsi menyiapkan dirinya sendiri agar
menjadi manusia secara utuh, sehingga dapat menunaikan tugas
hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia. Fungsi
pendidikan terhadap masyarakat setidak-tidaknya ada dua bagian
besar yaitu fungsi preserveratif dan fungsi direktif. Fungsi
preserveratif dilakukan dengan melestrikan tata sosial dan tata nilai
yang ada dalam masyarakat, sedangkan fungsi direktif dilakukan
oleh pendidikan sebagai agen pembaharuan sosial, sehingga daat
mengantisipasi masa depan. Selain itu pendidikan mempunyai fungsi
(1) menyiapkan sebagai manusia, (2) menyiapkan tenaga kerja dan
(3) menyiapkan warga negara yang baik. (Dwi Siswoyo, dkk, 2011:
24).
Di Indonesia, menurut pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 (dalam
Dwi Siswoyo, dkk, 2011: 25), fungsi pendidikan ditetapkan sebagai
berikut: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ...” Di
sini tersirat ada fungsi sebagai nation and character building, yang
selama ini banyak dikritik agak terabaikan.
Jeane H. Balantine (dalam Sumitro, dkk, 1998: 60)
menyatakan bahwa fungsi pendidikan bagi masyarakat meliputi (1)
fungsi sosialisasi, (2) fungsi seleksi, latihan dan alokasi, (3) fungsi
inovasi dan perubahan sosial, (4) fungsi pengembangan pribadi dan
sosial. Hal ini juga sebagaimana yang dinyatakan oleh Alex Inkeles
(dalam Sumitro, dkk, 1998: 60) bahwa fungsi pendidikan itu adalah
sebagai berikut: (1) menindahkan nilai-nilai budaya, (2) fungsi nilai
pengajaran, (3) fungsi meningkatkan mobilitas sosial, (4) fungsi
stratifikasi, (5) fungsi latihan jabatan, (6) fungsi mengembangkan
dan memantapkan hubungan-hubungan sosial, (7) fungsi membentuk
semangat kebangsaan dan (8) fungsi mengasuh bayi.
Dari bermacam-macam fungsi tersebut dapat disimpulkan
bahwa pendidikan mengemban fungsi yang sangat luas karena
menyentuh segala segi kehidupan manusia. Pendidikan juga
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian
serta peradaban yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan atau
dengan kata lain pendidikan berfungsi memanusiakan manusia agar
menjadi manusia yang benar sesuai dengan norma yang dijadikan
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
kegiatan pendidikan. Tanpa sadar tujuan, maka dalam praktek
pendidikan tidak ada artinya. Moore, T.W. (dalam Dwi Siswoyo,
dkk, 2011: 26) menyatakan bahwa dalam tujuan pembangunan,
pendidikan merupakan sesuatu yang mendasar terutama pada
pembentukan kualitas sumber daya manusia. Todaro & Smith (2003:
404) menjelaskan bahwa pendidikan memiliki peran kunci dalam
membentuk kemampuan manusia untuk menyerap teknologi modern,
dan mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta
pembangunan yang berkelanjutan.
Langeveld (dalam Ahmadi dan Uhbiyati, 2003: 105-108)
mengemukakan ada beberapa tujuan pendidikan, antara lain:
1) Tujuan Umum, tujuan ini juga disebut tujuan total, tujuan yang
sempurna atau tujuan akhir untuk membentuk manusia
sempurna.
2) Tujuan Khusus, tujuan-tujuan pendidikan yang telah disesuaikan
dengan keadaan-keadaan tertentu, dalam rangka untuk mencapai
tujuan umum pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan
khusus.
3) Tujuan tak lengkap, setiap aspek pendidikan mempunyai
tujuan-tujuan pendidikan sendiri-sendiri. Tujuan dari aspek-aspek
Sebab masing-masing aspek pendidikan itu menganggap
seolah-olah dirinya terlepas dari aspek pendidikan yang lain. Pada hal
masing-masing pendidikan itu hanyalah merupakan
bagian-bagian dari pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu
tujuan dari masing-masing aspek itu harus dilengkapi dengan
tujuan dari aspek-aspek yang lain.
4) Tujuan insidental : (tujuan seketika atau sesaat), tujuan ini
timbul secara kebetulan , secara mendadak dan hanya bersifat
sesaat.
5) Tujuan sementara, tujuan yang ingin dicapai dalam fase tertentu
dalam pendidikan. Tujuan sebenarnya ialah agar anak dapat
memiliki ilmu pengetahuan tertentu. Memiliki ilmu pengetahuan
merupakan tujuan sementara dan begitulah seterusnya.
Demikian tujuan-tujuan sementara ini semakin meningkat untuk
menuju kepada pengetahuan umum, tujuan total atau tujuan
akhir.
6) Tujuan perantara, tujuan perantara disebut juga tujuan
intermediet. Tujuan inilah adalah merupakan alat atau sarana
untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain.
Berbagai macam uraian dari tujuan pendidikan di atas maka dapat di
simpulkan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
manusia agar memiliki ketrampilan dan mampu bersaing dan
3. Komponen-Komponen Pendidikan
Sebagaimana dikemukakan dalam bagian pendidikan sebagai
sistem, bahwa suatu sistem memiliki komponen-komponen (subsistem).
Pendidikan sebagai sistem berarti memiliki komponen-komponen
tertentu yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Komponen-komponen penting dalam pendidikan, antara lain pendidik (guru), peserta
didik (siswa/murid/santri/warga belajar/peserta didik), kurikulum,
metode pembalajaran, media pembelajaran, dan lingkungan.
Rulam Ahmadi (2015: 63-79) mengemukakan beberapa
komponen-komponen pendidikan, antara lain:
a. Peserta didik
Peserta didik adalah seseorang yang ingin belajar atau memperoleh
pendidikan. Peserta didik merupakan seseorang yang memiliki hak
untuk memperoleh layanan pendidikan (pembelajaran) dari
pemerintah atau masyarakat luas sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Mereka memiliki kerakteristik yang berbeda-beda
dan memengaruhi proses belajarnya. Peserta didik memiliki ciri-ciri
sebagai berikut. Pertama, individu yang memiliki potensi fisik dan
psikis yang khas sehingga menjadi insan yang unik. Kedua, individu
yang sedang berkembang, perubahan yang terjadi dalam diri peserta
didik secara wajar, baik ditujukan kepada diri sendiri maupun ke
arah penyesuaian dengan lingkungan. Ketiga, individu yang
Keempat, individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Manusia dilahirkan dengan potensinya masing-masing dan
kemampuan masing-masing dalam mengembangkan potensi-potensi
yang dimiliki.
b. Pendidik
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan peserta didik. Pihak yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan peserta didik adalah guru di sekolah, orang tua, dan
masyarakat. Pendidik utama dalam konteks rumah tangga adalah
orang tua, sedangkan dalam konteks pendidikan di sekolah menjadi
tanggung jawab utama guru. Masyarakat baik secara individual,
kolektif, maupun, lembaga juga memiliki peranan penting dalam
proses pendidikan. Akan tetapi, dalam konteks uraian ini pendidik
lebih ditekankan pada guru di sekolah. Guru yang baik memiliki
beberapa sifat. Ada sebelas sifat utama guru yang baik sebagaimana
dikemukakan oleh Alan Haskvitz, yaitu: tidak puas, harapan yang
tinggi, menciptakan kemandirian, berpengetahuan luas, humor,
berwawasan, fleksibel, berbeda, tidak menerima, tidak
menyesuaikan (unconforming), dan seorang komunikator.
c. Kurikulum
Rusly Ahmad (dalam Rulam Ahmadi, 2015: 68) mengatakan bahwa
kurikulum adalah seperangkat pengalaman yang mempunyai arti dan
sekolah. Pendapat lain menyatakan bahwa kurikulum adalah suatu
alat yang sangat penting dalam meralisasi dan mencapai tujuan
pendidikan sekolah (Oemar Hamalik dalam Rulam Ahmadi, 2015:
68). Dalam arti luas, kurikulum dapat diartikan sebagai sesuatu yang
dapat memengaruhi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun
luar sekolah. Kurikulum harus direncanakan agar pengaruhnya
terhadap siswa benar-benar dapat diamati dan diukur hasilnya.
d. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam
pendidikan (pembelajaran). Dengan metode yang tepat,
pembelajaran akan berlangsung secara efektif dan sebaliknya jika
penggunaan metode tidak tepat bisa berpengaruh negatif pada
pembelajaran. metode mengajar merupakan cara yang digunakan
guru untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dalam
mencapai tujuan (Darwyn Syah dalam Rulam Ahmadi, 2015: 73).
Fungsi metode pembelajaran adalah: 1) metode sebagai alat motivasi
ekstrinsik, 2) metode sebagai strategi pengajaran, 3) metode
pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan (Djamarah dan
Zain dalam Rulam Ahmadi, 2015: 73). Ada beberapa jenis metode
yang digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain:
1) Metode ceramah
Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan
sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif
(Syah dalam Rulam Ahmadi, 2015: 74). Pada dasarnya, hampir
dan bahkan semua pembelajaran menggunakan metode ceramah
walaupun tidak sebagai metode inti. Penerapan metode diskusi,
misalnya tetap juga menyertakan metode ceramah terutama pada
saat memberi pengantar atau penjelasan.
2) Metode tanya jawab
Metode tanya jawab merupakan cara penyajian pelajaran dalam
bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru
kepada siswa tetapi dapat pula dari siswa kepada guru.
Penggunaan metode ini mengembangkan keterampilan
mengamati, menginterpretasi, mengklasifikasi, membuat
kesimpulan, menerapkan, dan mengomunikasikan. Penggunaan
metode ini bertujuan untuk memotivasi anak mengajukan
pertanyaan selama proses pembelajaran. (Djamarah dalam
Rulam Ahmadi, 2015: 75).
3) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat
hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving).
Metode ini juga disebut sebagai diskusi kelompok (group
discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation).
e. Media Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam
pendidikan. Media pembelajaran sangat bermanfaat untuk
memperlancar proses pembelajaran dan belajar siswa di dalam kelas.
Penggunaan media pembelajaran selain dapat memberikan
rangsangan bagi siswa untuk belajar, media pembelajaran juga
memiliki peranan penting dalam menunjang kualitas proses belajar
mengajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Yusufhadi
Miarso (dalam Rulam Ahmadi, 2015: 77) bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali.
Dengan kata lain, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat menyampaikan materi pelajaran pada siswa sehingga
memungkinkan pembelajaran berlangsung secara efisien dan efektif.
Dari beberapa komponen-komponen pendidikan di atas dapat
disimpulkan bahwa komponen tersebut (peserta didik, pendidik,
kurikulum, metode pembelajaran, dan media pembelajaran) sangat
menentukan kelancaran pelaksanaan dan keberhasilan untuk mencapai
4. Pengertian Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap sempurna.
Berikut ini adalah pengertian tentang implementasi menurut para ahli.
Hanifah (Harsono, 2002: 67) menyatakan bahwa implementasi
adalah suatu proses untuk melaksanakan kegiatan menjadi tindakan
kebijakan dari politik kedalam administrasi. Pengembangan suatu
kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.
Usman (2002: 70) mengemukakan bahwa implementasi adalah
bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu
sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang
terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.
Setiawan (2004: 39) berpendapat bahwa implementasi adalah
perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara
tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan
pelaksana, birokrasi yang efektif.
Definisi lain tentang implementasi diberikan oleh Lineberry
(Putra, 2003: 81) yaitu tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan
swasta secara individu atau kelompok yang diarahkan pada pencapaian
tujuan serta sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan suatu
kebijakan. 3 (tiga) kegiatan utama yang paling penting dalam
1. Penafsiran, yaitu kegiatan yang menerjemahkan makna program ke
dalam pengaturan yang dapat diterima serta dijalankan.
2. Organisasi, yaitu unit atau wadah untuk menempatkan program ke
dalam tujuan suatu kebijakan.
3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi
pelayanan, upah, dan lainya.
Dari pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata
implementasi bermuara pada mekanisme suatu sistem. Ungkapan
mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai
tujuan kegiatan.
Winarno (2002: 125) mengemukakan beberapa teori dari
beberapa ahli mengenai implementasi kebijakan, salah satunya yaitu teori
George C. Edward. Dalam pandangan Edward III, ada 4 (empat) faktor
yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan, antara lain:
a. Komunikasi
Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam
komunikasi yaitu transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity).
Transmisi adalah keputusan kebijakan dan perintah yang telah
diteruskan kepada personil yang tepat. Kejelasan merupakan
perintah yang akan dilaksanakan dan harus jelas misalkan melalui
dan tidak bertentangan dengan para pelaksana kebijakan agar proses
implementasi dapat berjalan dengan efektif.
b. Sumber-sumber
Suatu perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat,
jelas, dan konsisten tetapi jika para pelaksana kekurangan
sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, maka
implementasi ini cenderung tidak efektif. Adapun sumber-sumber
yang penting meliputi :
1) Staf
Jumlah staf yang terlalu banyak otomatis mendorong
implementasi tidak berhasil. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
kecakapan yang dimiliki oleh para pegawai pemerintah ataupun
staf, namun di sisi lain kekurangan staf juga akan menimbulkan
persoalan yang pelik menyangkut implementasi kebijakan yang
efektif. Dengan demikian, tidaklah cukup hanya dengan jumlah
pelaksanaan yang memadai untuk melaksanakan suatu
kebijakan. Para pelaksana juga harus memiliki keterampilan
yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan.
2) Wewenang
Setiap wewenang mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Jika
para pejabat/badan pelaksana kebijakan mempunyai
diperlukan kerjasama dengan pelaksana/badan lain agar program
berhasil.
3) Fasilitas
Fasilitas fisik adalah sumber yang penting pula dalam suatu
proses implementasi. Tanpa bangunan, sebagai kantor untuk
melaksanakan koordinasi, tanpa perlengkapan dan perbekalan,
maka kemungkinan implementasi yang direncanakan tidak akan
berhasil.
4) Struktur Birokrasi
Ada 2 (dua) karakteristik utama dari birokrasi, yakni
prosedur-prosedur kerja ukuran dasar atau sering disebut sebagai
Standard Operating Procedure (SOP) berkembang sebagai
tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan
sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman
dalam bekerjasamanya organisasi-organisasi yang kompleks dan
tersebar luas. Fragmentasi merupakan tekanan di luar unit-unit
birokrasi, seperti komite legislatif, kelompok kepentingan,
pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang
mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.
Subarsono (2005: 99) mengemukakan teori dari van Meter dan
Van Horn mengenai 6 (enam) variabel yang mempengaruhi kinerja
a. Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan tidak teratur, maka
akan mudah menimbulkan konflik diantara para pelaksana
implementasi.
b. Sumber daya
Sumber daya diperlukan dalam sebuah implementasi kebijakan, baik
sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.
c. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas
Dukungan dan koordinasi dengan instansi lain diperlukan dalam
implementasi program untuk keberhasilan suatu program.
d. Karekteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, Standard Operating
Procedure (SOP), norma-norma, dan pola-pola hubungan yang
terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
e. Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni:
1) Respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan
2) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan
3) Intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang
f. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang
dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana
kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni
mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di
lingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi
kebijakan.
5. Konsep Pendidikan Berbasis Alam
a. Latar belakang Pendidikan Berbasis Alam
Pendidikan merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang
akan menjadi penolong dan penuntun dalam menjalani kehidupan,
sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia
yang bisa dilakukan sejak masih dalam kandungan. (Khaeruddin,
dkk, 2007: 3). Pada bidang pendidikan konsepsi sekolah merupakan
salah satu unsur penting keberlangsungan sistem pendidikan
nasional. Kegagalan sistem pendidikan di Indonesia merangsang
tumbuhnya sekolah-sekolah alternatif yang diyakini memiliki mutu
pendidikan lebih baik dari sekolah biasa. Salah satu bentuk sistem
pendidikan yang digagas untuk merubah keadaan dunia pendidikan
Indonesia saat ini, dan mulai dikembangkan di Indonesia adalah
pendidikan berbasis alam. (Satmoko Budi, 2010: 13). Alam adalah
terkenal di dunia mampu menghasilkan karya-karya fenomenal
lantaran memanfaatkan alam.
Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya bukan mengetahuinya, pembelajaran yang berorientasi
pada target penguasaan materi yang terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali
anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang, itulah
yang terjadi di kelas-kelas sekolah saat ini. (Nurhadi, 2002: 1).
Berdirinya sekolah berbasis alam terutama dilatar belakangi sebuah
gagasan bagaimana menciptakan sistem belajar mengajar yang
menyenangkan yang bisa menempa kecerdasan natural anak dengan
kualitas menjadi nomor terdepan sehingga mampu menarik minat
anak didik untuk terus belajar.
Diharapkan inspirasi dari hadirnya pendidikan berbasis alam
menjadi alternatif dalam menciptakan susana belajar yang
menyenangkan dan membuat anak-anak senang dan merasa bahwa
belajar adalah suatu kebutuhan dan kesenangan bukan sesuatu yang
membosankan dan harus dipaksakan.
b. Pengertian Pendidikan Berbasis Alam
Pendidikan berbasis alam dapat menjadi alternatif pendidikan
yang bisa membawa anak menjadi lebih kreatif, berani
mengungkapkan keinginannya dan mengarahkan anak pada hal-hal
keinginan kreatif anak sehingga anak akan menemukan sendiri bakat
dan kemampuan berlebih yang dimilikinya. (Satmoko Budi, 2010:
13).
Sebagai pendidikan berbasis alam, pemandangan sekolah
adalah jantung sekolah. Menyatu dengan jiwa sekolah dan harmoni
dengan alam. (Septriana, 2009: 78). Hakikat dari konsepnya
merupakan sekolah dengan berbasis konsep pendidikan yang
memanfaatkan alam semesta.
Pendidikan berbasis alam merupakan salah satu bentuk
pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama
sebagai pembelajaran siswa didiknya. Pendidikan berbasis alam
menjadi sebuah impian yang jadi kenyataan bagi mereka yang
mengangankan dan menginginkan perubahan dalam dunia
pendidikan. Diharapkan dari adanya alternatif pendidikan alam tidak
sekedar perubahan sistem, metode dan target pembelajaran
melainkan paradigma pendidikan yang akan mengarah pada
perbaikan mutu dan hasil dari pendidikan itu sendiri. Target
strategisnya adalah anak didik dapat menjadi investasi sumber daya
manusia untuk masa depan yang menghargai dan bersahabat dengan
alam.
c. Pembelajaran Pendidikan Berbasis Alam
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
(Oemar Hamalik, 2001: 7). Mulyasa (2004: 100) menyatakan bahwa
pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik. Dalam pembelajaran tersebut banyak sekali faktor
yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari diri
individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan
individu.
Alam semesta yang dimanfaatkan antara lain sebagai media
pendidikan, observasi dan riset. (Septriana, 2009: 81). Kondisi
fisiologis peserta didik ketika belajar di alam terbuka juga akan
sangat berpengaruh terhadap keefektifan cara belajar mereka.
Suasana dan kondisi lingkungan yang menyenangkan (Fun
Learning), akan sangat mendukung dalam proses pembelajaran ini.
Berdasarkan hal tersebut, sangatlah penting bagi kita untuk
mengkonsep sebuah pendidikan yang menyelenggarakan sistem
belajar mengajar yang menghargai setiap potensi yang ada. Dalam
pembelajaran dapat diselaraskan dengan kondisi psikologis siswa,
sehingga otak mereka akan sangat mudah untuk bekerja sama dalam
proses pembelajaran dan proses belajar pun akan menjadi sangat
optimal dan efektif.
Dalam pembelajarannya konsep pendidikan berbasis alam
harapan orientasi fokusnya mengembangkan kelebihan yang dimiliki
anak dengan metode pencarian yang tak baku dan relatif
menyenangkan diterima anak dalam bentuk permainan tertentu.
Metodologi pembelajaran yang dipakai cenderung mengarah pada
pencapaian logika berpikir inovatif yang baik dalam bentuk action
learning (praktik nyata). (Satmoko Budi, 2010: 14).
Yang menarik dari pendidikan berbasis alam adalah tidak
hanya siswa yang belajar guru pun dituntut untuk terus belajar, bisa
dari murid atau guru-guru lain. Yang sangat penting dalam
pembelajaran adalah penanaman dasar bahwa semua makhluk
berkewajiban untuk belajar, belajar dalam konteks toleransi sosial.
Bahkan yang lebih dalam proses pelajaran, bukanlah hanya mengejar
nilai, namun bagaimana memahami seberapa jauh proses belajar
dapat dinikmati dan diterapkan dengan baik. Dengan kata lain, antara
kurikulum, toleransi sosial, dan pemanfaatan kehidupan keseharian
dapat ditarik benang merah transformasi ilmu secara teknis, moral,
kemanusiaan dan lain-lain.
d. Tujuan Pendidikan Berbasis Alam
Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan berarti
apa-apa, ibarat seseorang yang bepergian tidak tentu arah.
Pendidikan berbasis alam merupakan pendidikan yang menawarkan
konsep pendidikan nilai dan peduli terhadap lingkungan. Pendidikan
sadar dan jelas memiliki tujuan. Sehingga diharapkan dalam
penerapannya tidak kehilangan arah dan pijakan. Keberadaan
sekolah berbasis alam pada dasarnya dalam tujuan kurikulumnya
mencakup penciptaan akhlak yang baik, penguasaan ilmu
pengetahuan dan penciptaan pemahaman kepemimpinan yang
memadai. (Satmoko Budi, 2010: 18). Apapun latar belakang dari
murid yang bersangkutan, sekolah berbasis alam sebagai tempat
belajar adalah muara penciptaan akhlak yang baik.
Peserta didik diharapkan dapat menguasai pengetahuan dengan
baik. Meskipun belajar di sekolah yang berbasis kurikulum alam,
Peserta didik juga dituntut menguasai ilmu pengetahuan yang
memadai. Satu hal yang tak bisa dilewatkan dari keberdaan sekolah
berbasis alam adalah komitmennya pada penciptaan pemahaman
kepemimpinan yang memadai. Mereka diarahkan menjadi inovator
yang mempunyai jiwa kepemimpinan. Konteks kepemimpinan disini
tidak hanya mampu memimpin secara sosial, namun juga untuk
dirinya sendiri.
Pendidikan berbasis alam menjadikan anak lebih ramah,
menghargai lingkungann dan lebih memfokuskan pada kelebihan
yang dimiliki anak dengan metodologi action learning. Peserta didik
diharapkan dapat menciptakan dan membuat sesuatu yang baru dari
bahan-bahan yang tersedia di alam, baik berupa pohon-pohonan,
peserta didik mampu menjadi anak yang mempunyai kriteria cinta
lingkungan, menjadi inovator dalam segi kepemimpinan team work
dan sekaligus mampu berbisnis dalam praktek nyata. (Septriana,
2009: 90).
Dari uraian di atas tujuan pendidikan berbasis alam bila
ditelaah dari target kolektif adalah berupaya untuk menghasilkan
orang-orang luar biasa untuk membangun peradaban. Subtansi dari
pendidikan berbasis alam yaitu mengajarkan empat hal utama, yaitu
akhlak yang bersifat universal, logika ilmu, kepemimpinan, dan
kewirausahaan.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Khafidhatul Khasanah dengan judul
Konsep dan Implementasi Sekolah Berbasis alam di SD Alam SMART
KIDS Dusun Pewarakan Bawang Banjarnegara Jawa Tengah (UIN 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep sekolah berbasis alam di SD
Alam SMART KIDS menggunakan konsep alam mengenai fungsi alam
dijadikan sebagai ruang belajar, media, objek, bahan ajar, dan untuk
mewujudkan konsep sekolah alam, SD Alam SMART KIDS
menggunakan empat pilar proses pembelajaran yaitu pengembangan
akhlak melalui teladan, pengembangan logika dan daya cipta melalui
ekpreriantal learning, pengembangan kepemimpinan dengan metode
Implementasi sekolah berbasis alam terwujud dalam kurikulum SD Alam
SMART KIDS yaitu meliputi tujuan pendidikan, isi materi,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran, media pembelajaran
yang digunakan, dan instrumen evaluasi. Faktor pendukung dari aspek
internal yaitu situasi dan kondisi lingkungan sekolah yang sangat
strategis, sedangkan dari aspek eksternal adalah respon masyarakat yang
positif dari masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. Adapun
faktor penghambat dari internal adalah belum tersusunnya administrasi
sekolah dengan baik dan belum lengkapnya sarana prasarana, sedangkan
faktor penghambat dari eksternal yaitu belum siapnya yayasan untuk
memberikan bantuan berupa dana untuk pembangunan sekolah dan
masih minimnya pemahaman masyarakat mengenai sekolah alam.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Astuti Wijayanti dengan judul
Pelaksanaan Pembelajaran Sains Kelas III di SD Alam dan SD Non Alam
Yogyakarta pada Tahun Pembelajaran 2008/2009 (2009). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kompetensi guru kelas III dalam
pelaksanaan pembelajaran sains di SD Alam lebih baik daripada
kemampuan guru kelas III di SD Non Alam, skor total kompetensi guru
yang diperoleh guru-guru kelas II di SD Alam sebesar 96,83 (kategori
baik), sedangkan skor total kompetensi guru-guru di SD Non Alam
sebesar 68,75 (kategori cukup). Aktivitas siswa kelas III di SD Alam
lebih tinggi daripada aktivitas siswa di SD Non Alam, SD Alam
di SD Non Alam memperoleh rerata skor aktivitas siswa sebesar 23,6
(kategori sedang). Prestasi belajar siswa kelas III di SD Alam lebih tinggi
daripada prestasi siswa kelas III di SD Non Alam. Prestasi siswa di SD
Alam yaitu 59,95 lebih besar daripada hasil prestasi siswa kelas III di SD
Non Alam yaitu 59,02.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Rukiyati dengan judul Pendidikan Nilai
Holistik untuk Membangun Karakter Anak di SDIT Alam Nurul Islam
Yogyakarta (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa landasan
ontologis pendidikan nilai holistik Islam adalah monisme multifaset
dengan titik tolak adalah manusia sebagai hamba Allah dan pemimpin di
muka bumi. Landasan epistemologis pendidikan nilai holistik Islam
adalah teori pengetahuan yang mengaku berbagai sumber pengetahuan:
wahyu, akal, pengalaman, intuisi dan otoritas. Landasan aksiologis
pendidikan nilai dalam Islam adalah nilai-nilai dasar: kebebasan,
persamaan, keadilan, persaudaraan, dan perdamaian. Pendidikan nilai
holistik Islam bertujuan untuk membentuk manusia berakhlak mulia.
Konsep pendidikan nilai di SDIT Alam Nurul Islam adalah pendidikan
Islam terpadu dengan alam. Subjek didik dibiasakan berinteraksi dengan
alam agar dapat merasakan dan memikitkan keberadaan dirinya sebagai
bagaian dari alam ciptaan Tuhan sehingga tumbuh kesadaran, perasaan,
dan tindakan moral untuk menjadi hamba Allah dan pemimpin di muka
bumi. Tujuan pendidikan nilai di SDIT Alam Nurul Islam adalah
terpadu bersumber dari kurikulum nasional, kurikulum sekolah alam dan
kurikulum sekolah Islam terpadu. Metode pendidikan nilai yang
digunakan adalah penaneman nilai, peragaan nilai, pembiasaan nilai,
fasilitasi nilai, dan keterampilan nilai dengan strategi yang beragam.
Interaksi guru dan siswa bersifat demokratis/egaliter, terbuka, dilandasi
rasa ukhuwah yang kuat dan saling menghargai. Karakter subjek didik
mencerminkan anak yang sedang tumbuh menjadi orang saleh, sadar diri,
terbuka, demokratis, percaya diri, aktif, kreatif, cepat tanggap, pintar,
senang bekerja sama dan mandiri. Karakter alumni mencerminkan
pribadi remaja saleh, sadar diri, percaya diri, santun, menggemari
kegiatan di alam, mempunyai orientasi hidup dan cita-cita yang jelas,
mandiri, senang belajar dan berorganisasi. Ada keterbukaan sikap dari
pendidik mengenai adopsi metode pembelajaran nilai terbaru yang
sejalan dengan Islam. Ada kerjasama yang baik antara orang tua dan
sekolah untuk mendukung proses pembelajaran nilai. Ada sedikit
hambatan pendidikan nilai di sekolah berupa ketidaksamaan pembiasaan
yang dilakukan sebagaian orang tua dengan pembiasaan di sekolah.
Terdapat keselarasan antara teori pendidikan nilai holistik Islam dan
praktiknya di SDIT Alam Nurul Islam mengenai tujuan pendidikan nilai,
metode pendidikan nilai, dan evaluasi pendidikan nilai. Selain itu
terdapat kesenjangan antara teori dan praktik dalam hal: siswa kurang
C. Pertanyaan Penelitian
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini,
dikembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak
Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta?
2. Apa tujuan dari pendidikan berbasis alam di Sanggar Anak Alam
(SALAM) Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta?
3. Bagaimana karakteristik peserta didik dalam pelaksanaan pendidikan
berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan
Bantul Yogyakarta?
4. Bagaimana karakteristik fasilitator dalam pelaksanaan pendidikan
berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan
Bantul Yogyakarta?
5. Bagaimana kurikulum yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan
berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan
Bantul Yogyakarta?
6. Bagaimana metode pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan
berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan
Bantul Yogyakarta?
7. Bagaimana media pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan
berbasis alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan Kasihan
8. Bagaimana evaluasi dari pelaksanaan pendidikan berbasis alam di
Sanggar Anak Alam (SALAM) ?
9. Bagaimana hasil dalam pelaksanaan pendidikan berbasis alam di Sanggar
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu
memahami fenomena-fenomena yang dirasakan oleh pelaku dalam
melakukan penelitian. Fenomena-fenomena tersebut seperti perilaku,
persepsi, tindakan subjek yang diteliti. Berdasarkan hasil dari
penelitian tersebut kemudian dideskripsikan dalam bentuk kata-kata
dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010 : 6).
Penelitian kualitatif dapat berarti bahwa penelitian yang datanya
berbentuk kata-kata, gambaran bukan angka-angka, kalaupun ada
angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang. Data yang diperoleh
meliputi interview, cacatan lapangan, foto, dokumen dan sebagainya
(Sudarwan Danim, 2002 : 51).
Definisi di atas dapat ditegaskan bahwa penelitian kualitatif
hanya menjelaskan atau menyuguhkan data yang berbentuk kata-kata
bukan angka-angka, yang didasarkan pada fakta-fakta yang ada
dilapangan yang didapatkan melalui subjek dan objek saat penelitian
2. Pendekatan Penelitian
Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif.
Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan
pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Jenis
penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini
dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai Konsep dan
Implementasi Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak Alam
(SALAM) secara mendalam dan komprehensif.
B. Setting Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sanggar Anak Alam (SALAM)
Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Agustus sampai
Desember 2016 dari tahap prasurvei hingga dilaksanakan penelitian.
C. Objek Penelitian
Objek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian
yang ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada objek penelitian ini,
peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang
(actors) yang ada pada tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2007: 215).
Objek dalam penelitian ini adalah mengenai Konsep dan Implementasi
Pendidikan Berbasis Alam di Sanggar Anak Alam (SALAM) Nitiprayan
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber data yang diminta informasinya
sesuai dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data
dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh (Suharsimi
Arikunto, 2002: 107).
Subjek dalam penelitian ini adalah pemilik dan pendiri Sanggar Anak
Alam (SALAM), kepala PKBM Sanggar Anak Salam (SALAM), Kepala
Pendidikan Tingkat Dasar Sanggar Anak Alam (SALAM), fasilitator
Pendidikan Dasar Sanggar Anak Alam (SALAM), dan peserta didik
Pendidikan Tingkat Dasar Sanggar Anak Alam (SALAM).
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah hal yang sangat penting dalam
penelitian karena tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh data.
Sugiyono (2005: 63) menyatakan bahwa terdapat beberapa teknik
pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dokumentasi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Observasi
W. Gulo (2002: 116) berpendapat bahwa observasi merupakan
metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi
sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Kegiatan
observasi yang dilakukan yaitu merupakan observasi partisipan,
sehingga peneliti terjun langsung kelapangan, dalam penelitian ini
relevan dengan yang diteliti di Sanggar Anak Alam (SALAM)
Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab secara lisan antara dua
pihak, yaitu dua pihak yang bertanya (interviewer) dan yang
memberikan jawaban (interview) (Moleong, 2005: 186). Wawancara
merupakan teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,
tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui mengenai hal- hal
responden secara lebih mendalam.
Wawancara yaitu percakapan dengan maksud mendapatkan data
yang dibutuhkan sesuai dengan topik penelitian sehingga data yang
diperoleh dapat akurat melalui sumber terpercaya. Wawancara
dilakukan oleh 2 orang yaitu pewawancara dan nara sumber (informan).
Wawancara yang dilakukan menggunakan wawancara terstruktur
dimana peneliti menggunakan pedoman wawancara untuk
mengumpulkan data. Wawancara akan dilakukan dengan pendiri
Sanggar Anak Alam (SALAM), kepala Pendidikan Dasar Sanggar
Anak Alam (SALAM) dan fasilitator Pendidikan Dasar Sanggar Alam
(SALAM).
3. Dokumentasi
Suharsimi Arikunto (2002: 206) mengemukakan bahwa metode
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan
sebagainya. Hadari Nawawi (2005: 133) menyatakan bahwa studi
dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis
terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai
pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.
Dalam penelitian ini, dokumentasi diperoleh dari arsip-arsip
terkait dengan tujuan dan fokus permasalahan penelitian ini dan
digunakan sebagai penyempurna dari data yang telah diperoleh dari
hasil wawancara dan observasi.
F. Instruman Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur fenomena alam maupun spesial yang ingin diamati. (Sugiyono,
2004: 97). Instrumen dalam penelitian ini menggunakan pedoman
wawancara, dokumentasi, dan observasi secara langsung kelapangan.
Adapun kisi-kisi instrumen adalah meggunakan :
1. Pedoman Observasi
Pedoman observasi berupa pertanyaan secara garis besar
terhadap hal-hal yang akan diobservasi, kemudian diperinci dan
dikembangkan selama pelaksanaan penelitian dengan tujuan untuk
Tabel 1. Kisi-kisi pedoman observasi
No. Aspek yang
dikaji Indikator yang dikaji Sumber Data
1. Sarana dan Prasarana
a. Letak Geografis Sekolah
b. Bangunan sekolah c. Lingkungan sekitar
sekolah
Pengamatan Peneliti 2. Pendidikan
Berbasis Alam
a. Aktivitas pendidik b. Aktivitas peserta
didik
c. Situasi interaksi di Seko