• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low Back Pain Akibat Spondylosis Lumbal Dan Scoliosis Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Low Back Pain Akibat Spondylosis Lumbal Dan Scoliosis Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

A. Deskripsi Kasus

1. Low Back Pain

a. Definisi

Nyeri punggung bawah atau LBP adalah nyeri yang

terbatas pada regio lumbal, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak

hanya terbatas pada satu radiks saraf, namun secara luas berasal

dari diskus intervertebralis lumbal (Dachlan, 2009).

Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di

daerah punggung bawah, yang mungkin disebabkan oleh masalah

saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Nyeri punggung bawah dapat

mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga dapat

disebabkan oleh kondisi degeneratif seperti penyakit artritis,

osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada

sendi dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang

belakang. Obesitas, merokok, berat badan saat hamil, stres, kondisi

fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang

dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga dapat menyebabkan

nyeri punggung bawah (Anonim, 2014).

b. Tanda dan gejala

Keluhan LBP sangat beragam, tergantung dari

(2)

intervertebralis. Bahkan pola patofisiologi yang serupa pun dapat

menyebabkan sindroma yang berbeda dari pasien. Pada umumnya

sindroma lumbal adalah nyeri. Sindroma nyeri muskulo skeletal

yang menyebabkan LBP termasuk sindrom nyeri miofasial dan

fibromialgia. Nyeri miofasial khas ditandai nyeri dan nyeri tekan

seluruh daerah yang bersangkutan (trigger points), kehilangan

ruang gerak kelompo otot yang tersangkut (loss of range of motion)

dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri

sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan.

Fibromialgia mengakibatkan nyeri dan nyeri tekan daerah

punggung bawah, kekakuan, rasa lelah, dan nyeri otot (Dachlan,

2009).

Gejala penyakit punggung yang sering dirasakan adalah

nyeri, kaku, deformitas, dan nyeri serta paraestesia atau rasa lemah

pada tungkai. Gejala serangan pertama sangat penting. Dari awal

kejadian serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah serangannya

dimulai dengan tiba – tiba, mungkin setelah menggeliat, atau

secara berangsur – angsur tanpa kejadian apapun. Dan yang

diperhatikan pula gejala yang ditimbulkan menetap atau kadang –

kadang berkurang. Selain itu juga perlu memperhatikan sikap

tubuh, dan gejala yang penting pula yaitu apakah adanya sekret

uretra, retensi urine, dan inkontinensia (Apley, 2013).

(3)

Etiologi nyeri punggung bermacam – macam, yang paling

banyak adalah penyebab sistem neuromuskuloskeletal. Disamping

itu LBP dapat merupakan nyeri rujukan dari gangguan sistem

gastrointestinal, sistem genitorinaria atau sistem kardiovaskuler.

Proses infeksi, neoplasma dan inflasi daerah panggul dapat juga

menimbulkan LBP. Penyebab sistem neuromuskuloskeletal dapat

diakibatkan beberapa faktor, ialah (a) otot, (b) discus

intervertebralis, (c) sendi apofiseal, anterior, sakroiliaka, (d)

kompresi saraf / radiks, (e) metabolik, (f) psikogenik, (g) umur

(Dachlan, 2009).

Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelaianan

yang terjadi pada tulang belakang, otot, discus intervertebralis,

sendi, maupun struktur lain yang menyokong tulang belakang.

Kelainan tersebut antara lain: (1) kelainan kongenital / kelainan

perkembangan, seperti spondylosis dan spondilolistesis,

kiposcoliosis, spina bifida, ganggguan korda spinalis, (2) trauma

minor, seperti regangan, cedera whiplash, (3) fraktur, seperti

traumatik misalnya jatuh, atraumatik misalnya osteoporosis,

infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, (4) hernia discus

intervertebralis, (5) degeneratif kompleks diskus misalnya osteofit,

gangguan discus internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio

neurogenik, gangguan sendi vertebra, gangguan sendi atlantoaksial

(4)

artropati facet atau sacroiliaka, autoimun misalnya ankylosing

spondilitis, sindrom reiter, (7) neoplasma, seperti metastasisi,

hematologic, tumor tulang primer, (8) infeksi / inflamasi, seperti

osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis discus, meningitis,

arachnoiditis lumbal. (9) metabolik osteoporosis – hiperparatiroid,

(10) vaskuler aneurisma aorta abdominalis, diseksi arteri vertebral,

(11) lainnya, seperti nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh,

psikiatrik, sindrom nyeri kronik.

1) Spondylosis

a) Definisi

Spondylosis adalah penyakit degeneratif tulang

belakang. Spondylosis ini disebabkan oleh proses

degenerasi yang progresif pada diskus intervertebralis, yang

mengakibatkan makin menyempitnya jarak antar vertebra

sehingga mengakibatkan terjadinya osteofit, penyempitan

kanalis spinalis dan foramen intervertebralis dan iritasi

persendian posterior. Rasa nyeri pada spondylosis ini

disebabkan oleh terjadinya osteoartritis dan tertekan radiks

oleh kantong durameter yang mengakibatkan iskemik dan

radang (Harsono dan Soeharso, 2005).

Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif

pada corpus vertebra atau diskus intervertebralis. Kondisi

(5)

yang bertanggung jawab terhadap perkembangan

spondylosis lumbal adalah usia, obesitas, duduk dalam

waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada

faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami

oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas

juga berperan dalam menyebabkan perkembangan

spondylosis lumbar.

Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari

osteoarthritis atau spur tulang yang terbentuk karena

adanya proses penuaan atau degenerasi. Proses degenerasi

umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan L5 – S1.

Komponen-komponen vertebra yang seringkali mengalami

spondylosis adalah diskus intervertebralis, facet joint,

corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum)

(Regan, 2010).

b) Tanda dan gejala

Spondylosis lumbal merupakan suatu kelainan

dengan ketidakstabilan lumbal, sering mempunyai riwayat

robekan dari diskusnya dan serangan nyeri yang berulang –

ulang dalam beberapa tahun. Nyeri pada kasus spondylosis

berhubungan erat dengan aktivitas yang dijalani oleh

penderita, dimana aktivitas yang dijalani terlalu lama

(6)

Pasien biasanya berusia di atas 40 tahun dan

memiliki tubuh yang sehat. Nyeri sering timbul di daerah

punggung dan pantat. Hal ini akan menimbulkan

keterbatasan gerak pada regio lumbal dan dapat

menimbulkan nyeri pada area ini. Pemeriksaan neurologis

dapat memperlihatkan tanda – tanda sisa dari prolaps diskus

yang lama (misalnya tiadanya reflek fisiologis). Pada tahap

sangat lanjut, gejala dan tanda – tanda stenosis spinal atau

stenosis saluran akar unilateral dapat timbul (Appley,

2013).

c) Patologi

Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan

degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri dari

dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke

semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami

klasifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir

tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau

taji. Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi

intervertebra dapat mengalami subluksasi dan

menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga

ditimbulkan oleh osteofit (Mansjoer dkk, 2005).

Perubahan patologi yang terjadi pada diskus

(7)

kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul

retak pada berbagai sisi, (b) nucleus pulposus kehilangan

cairan, (c) tinggi diskus berkurang, (d) perubahan ini terjadi

sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan

dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan

gejala (Yulianza, 2013).

Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan

patologis berupa adanya lipping yang disebabkan oleh

adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan

penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat

terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor

predisposisi terjadinya brush fracture. Pada ligamentum

intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal

terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan.

Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord

membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan

ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi

canalis intervertebralis. Terjadi perubahan patologis pada

sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada

osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan

articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular,

dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan

(8)

d) Problematik

Spondylosis lumbal menggambarkan adanya osteofit

yang timbul dari vertebra lumbalis. Osteofit biasanya

terlihat pada sisi anterior, superior, dan sisi lateral vertebra.

Pembentukan osteofit timbul karena terdapat tekanan pada

ligamen. Apabila hal ini mengenai saraf, maka akan terjadi

kompresi pada saraf tersebut, dan dari hal itu dapat

menimbulkan rasa nyeri, baik lokal maupun menjalar,

parastesia atau mati rasa, dan kelemahan otot (Woolfson,

2008).

e) Prognosis

Spondylosis merupakan penyakit degeneratif tulang

belakang, dimana hal ini sulit untuk diketahui

perkembangannya. Dalam kasus ini, tidak menimbulkan

kecacatan yang nyata, namun perlu diperhatikan juga

penyebab dan faktor yang mempengaruhinya, seperti

adanya kompresi dan penyempitan saraf yang nantinya

dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan gangguan

perkemihan. Pada pasien yang sudah mengalami

degeneratif pada lumbalnya, namun sudah tidak merasakan

adanya nyeri pada daerah punggung bawah dalam waktu

satu minggu, maka kondisi pasien akan membaik dalam

(9)

2) Scoliosis

a) Definisi

Scoliosis adalah adanya pembengkokan atau kurve

ke lateral dari vertebra, karena kecatatan satu atau lebih

dari corpus vertebra, kelunakan atau kontraktur otot atau

ligamen.

Scoliosis adalah kelainan tulang belakang, yang

dimana terjadi penyimpangan susunan tulang belakang, jika

dilihat dari sisi belakang terdapat adanya kurva tulang

belakang ke arah lateral (samping) diikuti dengan rotasi.

Scoliosis merupakan kelainan postur dimana sekilas mata

penderita tidak mengeluh sakit atau yang lain, tetapi suatu

saat dalam posisi yang dibutuhkan suatu kesiapan tubuh

membawa beban tubuh misalnya berdiri, duduk dalam

waktu yang lama, maka kerja otot tidak akan pernah

seimbang. Hal ini yang akan mengakibatkan suatu

mekanisme proteksi dari otot otot tulang belakang untuk

menjaga keseimbangan, manifestasi yang terjadi justru

overuse pada salah satu sisi otot yang dalam waktu terus

menerus dan hal yang sama terjadi adalah

ketidakseimbangan postur tubuh ke salah satu sisi tubuh.

Jika hal ini berlangsung terus menerus pada sistem

(10)

macam keluhan antara lain, nyeri otot, keterbatasan gerak

(range of motion) dari tulang belakang atau back pain,

kontaktur otot, dan menumpuknya problematik akan

berakibat pada terganggunya aktivitas kehidupan

sehari-hari bagi penderita, seperti halnya gangguan pada sistem

pernapasan, sistem pencernaan dan sistem kardiovaskuler.

Skoliosis menurut National Institute of Arthritis and

Musculoskeletal and Skin Disease (NIAMS) USA

merupakan kelainan muskuloskeletal yang digambarkan

dengan bengkoknya tulang belakang. NIAMS membagi

scoliosis menjadi dua type yaitu scoliosis type stuctural dan

scoliosis non stuctural (scoliosis fungsional), pada scoliosis

fungsional masih tampak adanya kondisi struktur yang

normal pada tulang belakang, type ini sifatnya hanya

sementara yang disebabkan oleh kondidi berikut ini seperti

panjang tungkai yang tidak sama, spasme otot, atau kondisi

inflamasi seperti pada appendixitis. Type struktural bisa

disebabkan dari penyakit neuromuscular, cerebral palsy,

poliomyelitis, atau muscular dystrophy, pertumbuhan tidak

normal, traumatics, infeksi, tumor, penyakit metabolik,

penyakit pada jaringan ikat (connective tissue), rheumatic

dan beberapa faktor yang belum diketahui (Mujianto,

(11)

Berdasarkan dari type nya, scoliosis juga

mempunyai sifat masing – masing, yaitu reversibel dan

irreversibel. Scoliosis nonstruktural merupakan skoliosis

dengan sifat reversibel, atau dapat dikembalikan kebentuk

semula dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung.

Sedangkan scoliosis struktural merupakan scoliosis yang

bersifat irreversibel dan dengan rotasi dari tulang punggung

(Adulgopar, 2009).

Berdasarkan bentuk kurva, scoliosis dapat

dibedakan menjadi 3, yaitu : (1) kurva pada tulang belakang

bengkok ke samping kiri membentuk huruf C dikenal

dengan Levoscoliosis, (2) kurva pada tulang belakang

bengkok ke samping kanan membentuk huruf C terbalik

dikenal dengan sebutan Dextroscoliosis, (3) kurva tulang

belakang membentuk huruf S (Mujianto, 2013).

b) Tanda dan gejala

Apley (2013) menjelaskan bahwa gejala yang

terlihat dari scoliosis adalah deformitas dari punggung.

Punggung terlihat miring atau terdapat benjolan rusuk pada

kurva thoraks dan penonjolan asimetris salah satu pinggul

pada kurva torakolumbal. Keadaan kurva yang seimbang

terkadang membuat penderita scoliosis tidak diketahui

(12)

punggung. Dalam pemeriksaan scoliosis badan harus

terlihat seluruhnya dan pasien diperiksa dari depan,

belakang dan samping. Pada kasus ini, rotasi pada thorak

dapat menyebabkan sudut rusuk menonjol keluar, karena

itu menimbulkan bongkol rrusuk yang asimetrispada sisi

cembung kurva. Tanda diagnostik scoliosis tepat adalah

bahwa membungkuk ke depan membuat kurva lebih nyata.

Dari banyak kasus scoliosis tidak menimbulkan

tanda fisisk pada awalnya, namun apabila derajat skoliosis

sudah mulai masuk ke sedang bahkan berat, maka akan

menimbulkan beberapa kelainan kosmetika seperti, (1)

bahu yang asimetris, (2) badan tampak miring ke salah satu

sisi, (3) skapula tampak lebih menonjol.

Menurut Mujianto (2013) bahwa selain tanda secara

fisik, penderita scoliosis merasakan beberapa gejala, seperti

(1) nyeri pada pinggang, (2) perasaan lelah jika duduk atau

berdiri terlalu lama, (3) tidak seimbangnya antara shoulder

atau salah satu shoulder terasa lebih tinggi.

c) Patologi

Pada dasarnya penyebab dari timbulnya

pembengkokan kurve vertebra ke lateral dapat dibedakan

(13)

(1) Adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kerja otot

atau ligamen, anatar samping satu dengan yang lain,

sedangkan hal – hal yang dapat menyebabakan adanya

bermacam – macam, misalnya: (a) adanya spasme otot

karena suatu trauma atau penyakit pada satu samping,

(b) adanya kelemahan otot pada satu samping karena

satu gangguan neurologis pada satu samping, (c) adanya

kebiasaan sikap atau kerja yang salah yang

menyebabkan otot pada satu samping menjadi lebih

kuat dari samping yang lain.

(2) Adanya bentuk yang tidak simetris dari corpus

vertebra antara sampinf kiri dan kanan yang dapat

disebabkan oleh: (a) pertumbuhan epiphisis yang tidak

seimbang antara samping satu dengan samping yang

lainnya karena tekanan otot yang berbeda, (b) adanya

suatu penyakit tulang yang menyerang satu samping

yang menyebabkan corpus vertebra pada samping

tersebut menjadi lebih keropos dan lebih tipis.

(3) Adanya kelainan yang bersifat idiopathic dan

congenital.

(4) Adanya sciatica yang disebut juga sciatic scoliosis

(14)

nyeri maka penderita akan berusaha membuat posisi

flexi knee dan extensi hip (Luklukaningsih, 2013).

d) Problematik

Keadaan pada penderita scoliosis dapat

menimbulkan gangguan – gangguan pada organ – organ di

dalam dada atau perut karena adanya tekanan dan

menumbuhkan gejala sakit. Tapi dapat pula penderita tidak

merasakan adanya kelainan pada tulang punggungnya. Baru

pada pembengkokan yang lebih berat akan menimbulkan

gangguan yang lebih nyata.

Pembengkokan tersebut bila tidak mendaptakan

penangana yang baik maka kurve pembengkokan tersebut

akan terus bertambah sesuai dengan pertumbuhan vertebra,

dimana rata – rata pada anak peremnpuan akan berhenti

pada umur 15 tahun dan laki – laki pada umur 17 tahun.

Luklukaningsish (2013) menjelaskan bahwa,

permasalahan atau problematik yang ada pada penderita

scoliosis dapat berupa: (a) ketidakseimbangan kekuatan

otot antara samping kiri dan samping kanan, (b)

pemendekan otot, ligamen, pada satu samping dan

penguluran otot atau ligamen pada samping lainnya, (c)

bentuk dari corpus vertebra yang tidak simetris antara

(15)

kedua samping, baik samping kana maupun samping kiri,

(e) menimbulkan kebiasaan sikap yang salah.

e) Prognosis

Mujianto (2013), menjelaskan bahwa, secara umum

berat ringannya scoliosis tergantung dari besarnya derajat

kurva skoliotik yang bisa mengganggu organ vital terutama

jantung dan paru.

(1) Scoliosis ringan (kurang dari 20o). Scoliosis ringan

tidak serius dan tidak memerlukan penanganan, hanya

perlu monitoring secara periodik.

(2) Skoliosis sedang (antara 20o – 70o). Masih belum,

apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan

gangguan pada jantung.

(3) Scoliosis berat (lebih dari 70o). Jika kurva lebih dari

70o, terjadi perputaran atau rotasi dari vertebra yang

terjadi pada struktural scoliosis yang dapat

menyebabkan tulang iga menekan paru, meghambat

proses pernafasan, dan menukar kadar oksigen yang

diperlukan, hal ini juga dapat mambahayakan oragan

jantung.

(4) Scoliosis sangat berat (lebih dari 100o). Jika kurva

scoliosis melebihi 100o, hal ini dapat melukai paru dan

(16)

menimbulkan inveksi pada paru atau pneumonia. Kurva

skoliosis yang melebihi 100o meningkatkan risiko

angka kematian, tetapi sangat jarang terjadi.

2. Anatomi Fungsional

a. Struktur Columa Vertebralis

Columna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah

struktur lentur sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas

tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang pada tulang

belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang

belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 cm.

Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah

tulang – tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk

2 tulang (Pearch, 2009).

Komposisi columna vetebralis dibentuk oleh 33 buah os

vertebra yang terdiri atas 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra

thorakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacralis (yang bersatu

membentuk os sacrum), dan empat vertebra coccygeus. Struktur

columna vertebralis ini sangat fleksibel, karena columna ini

bersegmen-segmen dan tersusun atas vertebra, sendi-sendi, dan

bahan bantalan fibrocartilago yang disebut discus intervertebralis.

Discus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang

(17)

Secara anatomi, vertebra terdiri atas dua komponen utama,

yaitu masa tulang spongia di ventral yang merupakan korpus dari

vertebra dengan bentuk menyerupai silinder dan struktur posterior

yang tersusun oleh tulang pipih arkus vertebra posterior.

Korpus vertebra dihubungkan dengan arkus posterior oleh

sepasang struktur pilar kokoh yang disebut pedikel. Masing –

masing pedikel di sisi kanan dan kiri vertebra berhubungan dengan

sepasang struktur pipih yang melengkung dan menyatu di garis

tengah yang disebut lamina. Pertemuan antara lamina di sisi kirir

dan kanan terdapat suatu penonjolan tulang ke arah dorsum yang

disebut prosesus spinosus. Pada pertemuan antara pedikel dengan

lamina di mssing – masing sisi terdapt penonjolan tulang ke arah

lateral membentuk sepasang procesus transversus. Selanjutnya

antar prosesus transversus dengan lamina terdapat prosesus

artikularis yang membentuk sendi facet antara satu vertebra dengan

vertebra di proksimalnya. Kesinambungan antara pedikel dan

lamina di satu sisi dengan sisi lawannya membentuk suatu struktur

tulang berbentuk cincin. Cincin dari masing – masing vertebra

tersebut membentuk suatu kanal yang berjalan dari servical hingga

ke sakral, dan menjadi tempat berjalannya medula spinalis dalam

(18)

b

b. Vertebra

V

vertebra

badan. K

transvers

korpus v

vertebra l 1) Eleme Merup memp (t lumbalis Vertebra lum lainya sesua Korpusnya

a lebih bes

vertebra 25%

lumbal dapa

en anterior t

pakan komp

[image:18.612.189.504.105.398.2]

pertahankan

Gambar 2.1 tampak vent (Pa

mbal lebih b

ai dengan p

yang berbe

sar daripada

% dari total

at dibagi atas

erdiri dari ko

ponen utama

diri dari b

Columna ve tral, dorsal, d aulsen, 2013)

berat dan l

peran utama

entuk seper

a anteropos

panjang tu

s 3 set eleme

orpus verteb

a dari kolumn

beban komp ertebralis dan lateral) ) lebih besar nya menya

rti ginjal b

sterior. Panj ulang belaka en fungsiona bra na vertebra. mpresi yang dibanding angga berat berdiameter

jang ke 5

ang. Setiap

al, yaitu:

Bagian ini

(19)

kolumna vertebra, bukan saja dari berat badan tetapi juga dari

kontrraksi otot – otot punggung.

2) Elemen posterior terdiri dari lamina, prosesus artikularis,

prosesus spinosus, prosesus mamilaris dan prosesus aksesorius.

Mengatur kekuatan pasif dan aktif yang mengenai kolumna

vertebra dan juga mengontrol gerakannya.

a) Proses artikularis memberikan mekanisme locking yang

menahan tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus

vertebra.

b) Prosesus spinosus, mamilaris dan aksesorius menjadi

tempat melekatnya otot sekaligus menyusun pengungkit

untuk memperbesar kerja otot – otot tersebut.

c) Lamina merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan

artikularis superior ke pedikal, sehingga bagian ini rentan

(20)
[image:20.612.152.481.112.410.2]

( 3) Disku korpu perge Kont belak kuran sentr Gambar 2 (Tampak kra (C us interverteb Fungsi ut us vertebra erakan dan

tribusinya s

kang lumbal

ng lebih sepe

Setiap dis

ralis pulposu

2.2 vertebra l anial, lateral Canta, 2007) bralis tama diskus a sedemikia cukup kuat sekitar sepe

l, sedang di

erlimanya.

skus terdiri d

us gelatinous

lumbalis dan dorsal) )

s ini adalah

an rupa se

untuk men

ertiga dari

i bagian tul

dari 3 kompo

s, yang berpe

memisahka

ehingga dap

nahan beban

panjang to

lang belakan

onen yaitu, (

eran dalam m

an antara 2

(21)

anulu dalam terdir setiap fibro verte berle ligam fibro longi sepas perm meru 4) Foram us fibrosus

m, (2) anulus

ri dari lamin

p lamina s

sus mengel

ebral endpl

ekatan deng mentum dari sus bergab itudinal ante sang verte mukaan perm upakan verteb Ga

mina dan Res

dari dalam

s fibrosus ya

na – lamina

serabutnya p

lilingi nukle

late, sedan

an tepi kor

i anulus fib

bung semp

erio dan ligam

ebra endpla

mukaan datar

bral endplat

ambar 2.3 Di

(Ann

sesus lateral

m dan menc

ang mengelil konsentrik paralel, ser eus pulposu ngkan sera rpus vertebr brosus, sera purna mem mentum lon ates yang

r teratas dan

tes. iscus Interve nor, 2011) is cegahnya te lingi nukleu serabut kol abut terdala

us dan terl

abut bagian

ra dan men

abut – serab

mbentuk li

ngitudinal po

mengapit

n terbawah d

(22)

Berubahnya konfigurasi foramina vertebra lumbal

sangat penting dalam klinik maupun pembedahan. Pada

dasarnya foramina lumbal ukurannya kecil dan berbentuk

segitiga, dan di vertebra L4, L5 menyempit di sudut lateralnya.

Di resesus lateralis ini terletak saraf yang belum keluar dari

foramen intervertebra. Akar saraf L5 – S1 cenderung

mengalami kompresi oleh diskusi intervertebra yang berprotusi

dibanding akar saraf lumbal yang lebih tinggi yang terletak

dalam foramen yang bulat. Resus lateralis kadang – kadang

dapt ditemukan di l2 – L3.

5) Artikulasio

Permukaan atas dan bawah korpus dilapisi oleh

kartilago hialin dan dipisahkan oleh discus intervertebralis dan

fibroblastilaginosa. Tiap discus memiliki anulus fibrosus di

perifer dan nukleus pulposus yang lebih lunak di tengah yang

terletak lebih dekat ke bagian belakang daripada bagian depan

discus. Nukleus pulpsus kaya akan glikosaminoglikan

sehinnga memeiliki kandungan air yang tinggi, namun

kandungan air ini berkurang dengan bertambahnya usia.

Kemudian nukleus bisa mengalami hernia melalui anulus

fibrosus, berjalan ke belakang (menekan medula spinalis) atau

(23)

vertebra lumbalis dan servikalis paling tebal, karena ini paling

banyak bergerak (Faiz dan Moffat, 2004).

Persendian pada corpus vertebra adalah symphysis

(articulatio cartilaginosa sekunder) yang dirancang untuk

menahan berat tubuh dan memberikan kekuatan. Permukaan

yang berartikulasio pada vertebra yang berdekatan

dihubungkan oleh diskus IV dan ligamen. Discus IV menjadi

perlengketan kuat di antara corpus vertebra, yang

menyatukannya menjadi colummna semirigid kontinu dan

membentuk separuh inferoir batas anterior foramen IV. Pada

agregat, discus merupakan kekuatan (panjang) kolumna

vertebralis. Selain memungkinka gerakan di antara vertebra

yang berdekatan, deformabilitas lenturnya memungkinkan

discus berperan sebagai penyerap benturan (Moore, dkk,

2013).

6) Ligamentum

a) Ligamentum interspinosus

Menghubungkan prosesus spinosus yang

berdekatan. Hanya duapertiga yang benar – benar

ligamentum, sepertiganya bersatu dengan ligamentum

supraspinosus. Ligamentum ini berperan dalam mencegah

terpisahnya 2 vertebra.

(24)

Berada di garis tengah di bagian dorsal prosesus

spinosus, di mana ia melekat. Selain membentuk

ligamentum, ia merupakan serabut terdineus dari otot

punggung, dan tidak tambak di bawah level L3.

c) Ligamentum intertransversus

Merupakan suatu membran yang membentang

antara prosesus transversus dan merupakan sistem fascial

yang memisahkan otot – otot di bagian ventral dan

posterior.

d) Ligamentum iliolumbal

Mengikat prosesus transversus L5 ke ilium. Pada

usia – usia awal ia bersifat muskular dan merupakan

komponen L5 dari iliokostalis lumborum, seiring

bertambahnya usia akan mengalami metaplasia fibrosa.

Ligamentum ini menahan terluncurnya ke depan, menekuk

ke lateral dan rotasi aksial vertebra L5 terhadap sakrum.

e) Ligamentum flavum

Ligamentum yang pendek dan tebal, mengikat

lamina terhadap vertebra yang berurutan, bersifat elastis.

Berperan sedikit dalam menahan fleksi lumbal, tetapi tidak

membatasi pergerakan. Peran utamanya memelihara

keutuhan dan permukaan yang mulus sepanjang atap kanalis

(25)

7) Otot p a) G ab se b) G er O c) G ili th Gamb penggerak Gerakan fleks

bdominalis d

ecara bilatera

Gerakan ekst

rector spine

tot – otot ini

Gerakan later

iocostalis th

horacis, m.

bar 2.4 Ligam

(Re

si, otot – oto

dan m. psoa

al.

tensi, otot –

, m. multif

i juga bekerj

rofleksi, otot

horacis dan

multifidus,

men Interver

eza, 2011)

ot yang beke

as major. O

– otot yang

fidus, m. se

ja secara bila

t – otot yan

n m. ilioco

m. obliquu rtebralis

erja meliput

Otot – otot i

g bekerja m

emispinalis

ateral.

ng bekerja m

ostalis, m.

us abdomin

ti m. rectus

ini bekerja

meliputi m.

thoracalis.

meliputi m.

longisimus

(26)

obliquus internus abdominis, m. quadratus lumborum. Otot

– otot ini bekerja secara unilaeral.

d) Untuk gerakan rotasi, otot – otot yang bekerja meliputi m.

rotatores, m. multifidus, m. obliquus externus abdominis

yang bekerja sama dengan m obliquus internus secara

kontralateral, m. semispinalis thoracis. Otot – otot ini juga

bekerja secara unilateral.

8) Persarafan vertebra

Sistem saraf pusat (SSP) meliputi otak dan medula

spinalis. Keduanya merupakan oragn vital yang perlu

dilindungi dari trauma. Selain kranium dan ruas – ruas tulang

vertebra, otak dan medula spinalis juga juga dilindungi oleh 3

lapis selaput meningen. Bila selaput ini terinfeksi, maka akan

terjadi peradangan yang disebut meningitis. Ketiga lapisan

meningen dari luar ke dalam adalah sebagai berikut: a)

durameter, b) araknoid, c) piameter.

Syaraf sinusvertebralis dianggap merupakan struktur

utama syaraf sensoris yang mempersyarafi struktur tulang

belakang lumbal. Berasal dari syaraf spinal yang terbagi

menjadi devisi utama posterior dan anterior. Syaraf ini akan

bergabung dengan cabang simpatetis ramus comunicans dan

(27)

melekuk ke atas sekitar dasar pedikel menuju garis tengah

pada ligamen longitudinal posterior.

Syaraf sinusvertebral mempersyarafi ligamen

longitudinal posterior, lapisan superfisial annulus fibrosus,

pembuluh darah rongga epidural, durameter bagian anterior,

tetapi tidak pada durameter bagian posterior (durameter

posterior tidak mengandung akhiran syaraf), selubung dural

yang melingkupi akar syaraf spinal dan periosteum vertebral

bagian posterior.

Serabut primer anterior pada saraf spinalis, kecuali

yang timbul pada daerah thoracal dan membentuk saraf-saraf

interkostal tersusun dalam pleksus utama. Pada karya tulis ini

yang dibahas hanyalah pleksus lumbalis. Pleksus Lumbalis

berasal dari keempat akar saraf lumbal terletak dalam otot

psoas tepat di atas ligamentum pouparti dan berjalan turun di

bawah ligamentum ini, untuk memasuki trigonum femoralis.

Pada trigonum tersebut, nervus femoralis membagi diri

menjadi cabang-cabang terminalis. Cabang-cabang motorik di

atas ligamentum inguinalis mensarafi m.iliopsoas.

Cabang-cabang motorik di dalam paha memsarafi m.sartorius,

m.pestineus dan m.quadrisep femoris. Cabang-cabang sensorik

mencakup cabang-cabang cutaneus femoralis anterior yang

(28)

9) Biomekanik

Diskus intervertebralis berperan untuk menstabilkan

dan mempertahankan satu pola garis lurus vertebra dengan

cara menjangkarkan antara satu diskus dengan diskus yang

lainnya. Selain itu, diskus intervertebra juga berperan dalam

penyerapan energi, pendistribusian beban tubuh, dan menjaga

fleksibilitas vertebra. Struktur diskus terdiri atas cincin luar

(anulus fibrosus) yang mengelilingi substansi gelatin lunak,

yang disebut nukleus pulposus. Prosesus transversus

merupakan titik penting bagi ligamen dan otot untuk memulai

gerakan vertebra. Titik ini berperan untuk menjaga stabilisasi.

Ligamen di sekitar vertebra memandu gerakan

segmental, berkontribusi untuk menjaga stabilitas instrinsik

vertebra dengan cara membatasi gerakan yang berlebihan. Ada

dua sistem utama ligamen di vertebra, yaitu sistem

intrasegmental dan intersegmental. Sistem intrasegmental,

yang terdiri dari ligamentum flavum, kapsul faset, ligamen

interspinosus dan ligamen intertransversus, berfungsi

memegang satu vertebra secara bersama – masa. Sistem

intersegmental tidak hanya memegang satu vertebra, tapi juga

ligamentum longitudinal anterior dan posterior serta

(29)

Gerakan intervetebralis memiliki enam derajat

kebebasan yaitu rotasi dan translasi sepanjang sumbu inferior –

superior, medial – lateral. Dan posterior – anterior. Kondisi

vertebra akan berubah secara dinamis ketika fleksi dan ekstensi

(Rahim, 2012).

B. Deskripsi Problematika Fisioterapi

Problematika fisioterapi pada kasus nyeri punggung bawah karena

spondilosis dan scoliosis terbagi dalam 3 hal, yaitu impairment, functional

limitation dan disability.

1. Impairment

Problematika fisioterapi yang yang ditimbulkan pada kasus ini

yaitu adanya nyeri tekan pada m. erector sinae, nyeri gerak pada saat

ekstensi lumbal, dan keterbatasan lingkup gerak sendi.

2. Functional Limitation

Pada kasus Low Back Pain akibat spondylosis lumbal dan

scoliosis terdapat berbagai masalah yang timbul yaitu adanya

kesulitan saat dari posisi duduk ke berdiri, dan berjalan.

3. Disability

Problematika fisioterapi yang berkaitan dengan disability

adalah belum dapat berjalan dalam rentang waktu yang lama dan

bangkit dari duduk ke berdiri, sehingga kegiatan sosial pasien

(30)

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

Pada kondisi nyeri punggung bawah karena spondilosis dan

scoliosis, modalitas fisioterapi yang dipergunakan adalah Micro Wave

Diathermy (MWD), Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

dan Core Stability Exercise.

1. Micro Wave Diathermy (MWD)

Micro Wave Diathermy adalah salah satu terapi heating yang

mengunakan stressor fisis berupa energi elektronik yang dihasilkan

oleh arus bolak balik frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang

12,25 cm (Periatna dan Gerhaniawati, 2006).

Efek hangat yang dihasilkan oleh energi listrik oleh arus bolak

balik tersebut meningkatkan suhu lokal dan menghasilkan vasodilatasi

pembuluh darah. Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka

akan terjadi beberapa mekanisme dalam tubuh seperti peningkatan

konsentrasi peningkatan aliran darah ke otot. Dengan adanya

peningkatan konsentrasi aliran darah ke otot maka suplai oksigen dan

nutrisi akan semakin banyak dan akan memperbaiki metabolisme

jaringan sekitar yang diberikan terapi menggunakan MWD (Goats,

tanpa tahun).

Menurut Sujanto (2007), dalam penggunaan MWD terdapat

efek fisiologis dan efek terapeutik. Dimana efek fisiologis tersebut

mencakup perubahan pada temperatur, jaringan ikat, jarinagan otot,

(31)

kontraktur jaringan dan gangguan konduktivitas. Efek panas yang

dihasilkan oleh MWD selain dapat mengurangi nyeri, MWD juga

dapat memberikan rileksasi pada otot sehingga dapat mengurangi

spasme otot, karena sirkulasi darah serta pasokan O2 pada daerah

nyeri tersebut menjadi lancar. Setelah berkurangnya spasme otot ini

maka akan lebih mudah untuk melakukan gerakan – gerakan pada

terapi latihan yang akan dilakukan.

2. TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah

perangsangan saraf secara elektris melalui kulit. Dua pasang elektroda

yang berperekat dipasang pada punggung, dikedua sisi dari tulang

punggung. Elektroda ini dihubungkan dengan sebuah kotak kecil yang

mempunyai tombol-tombol putar dan tekan. Tombol putar

mengendalikan kekuatan dan frekuensi denyut listrik yang dihasilkan

oleh mesin. Denyut ini menghambat pesan nyeri yang dikirim ke otak

dari rahim dan leher rahim serta merangsang tubuh mengeluarkan

bahan pereda nyeri alaminya, yaitu endorfin. Penelitian menunjukkan

bahwa TENS paling efektif meredakan nyeri (Nolan, 2004).

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah

penerapan arus listrik melalui kulit untuk kontrol rasa sakit,

dihubungkan dengan kulit menggunakan dua atau lebih elektroda,

(32)

(<10Hz) dengan intensitas yang menghasilkan sensasi getar

(Robinson, 2008).

Tipe TENS terbagi menjadi 3, yaitu TENS konvensional,

Intens TENS, dan Acupuntur Like TENS (Slamet, 2008). Dari tipe

TENS yang beragam, maka terdapat indikasi dan kontra indikasi dari

penggunaan alat tersebut. Indikasi dari penggunaan TENS antara lain:

(a) pada kondisi akut: nyeri pasca operasi, nyeri sewaktu melahirkan,

nyeri haid (dysmenorrhea), nyeri musculosceletal, dan nyeri akibat

patah tulang, (b) nyeri yang berhubungan dengan penanganan kasus

gigi, (c) pada kondisi kronik: nyeri punggung bawah, arthritis, nyeri

punting dan nyeri phantom, neuralgia pasca herpetic, neuralgia

trigeminal, (d) injuri saraf tepi, (e) angina pectoris, (f) nyeri fascial,

(g) nyeri tulang akibat metastase. Sedangkan untuk kontraindikasi

dari penggunaan TENS antara lain: (a) penyakit vaskuler, (b) adanya

kecenderungan perdarahan, (c) keganasan pada area yang diterapi, (d)

pasien beralat pacu jantung, (e) kehamilan, apabila terapi diberikan

pada area pungggung dan abdomen, (f) luka terbuka yang sangat

lebar, (g) kondisi infeksi, (h) pasien yang mengalami gangguan

hambatan komunikasi, (i) kondisi dermatologi (Amelia, 2014).

Mekanisme kerja TENS adalah dengan pengaturan

neuromodulasi seperti penghambatan pre sinaps pada medula spinalis,

pelepasan endorfin yang merupakan analgesik alami dalam tubuh dan

(33)

Mekanisme analgesia TENS adalah stimulasi elektrik akan

mengurangi nyeri dengan menghambat nosiseptif pada pre sinaps.

Stimulasi elektrik akan mengaktifkan serabut saraf bermyelin yang

akan menahan perambatan nosisepsi pada serabut C tak bermyelin ke

sel T yang berada di substansia gelatinosa pada cornu posterior yang

akan diteruskan ke cortex cerebri dan talamus. Pada pemberian TENS

juga akan terjadi peningkatan beta – endorphin dan met – enkephalin

yang memperlihatkan efek antinosiseptif (Susilo, 2010).

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Pada kasus LBP

karena spondilosis dan scoliosis ini menggunakan TENS dengan

mekanisme segmental, karena dengan mekanisme ini akan memblokir

nyeri, yang nanti nya akan menghasilkan efek anagesia dengan jalan

mengaktifkan serabut A beta yang selanjutnya akan menginhibisi

neuron nosiseptif di kornu dorsalis medula spinalis.

Menurut Parjoto (2006) Spesifikasi mekanisme konvensional

yang merangsang serabut syaraf segmental yaitu mengaktivasi syaraf

diameter besar, yang mengaktivassi serabut A beta, dan menimbulkan

paraestesia yang kuat dan menimbulkan sedikit kontraksi. Dengan

menggunakan frekuensi tinggi (10 – 200 pps/hz), intensitass yang

rendah dan berpola kontinyu.

(34)

William Flexion Exercise banyak ditujukan pada pasien-pasien

kronik LBP dengan kondisi degenerasi corpus vertebra sampai pada

degenerasi diskus. Program latihan ini telah berkembang dan banyak

ditujukan pd laki-laki dibawah usia 50-an & wanita dibawah usia

40-an y40-ang mengalami lordosis lumbal y40-ang berlebih40-an, penurun40-an space

diskus antara segmen lumbal & gejala-gejala kronik LBP. William

flexion exercise telah menjadi dasar dalam manajemen nyeri pinggang

bawah selama beberapa tahun untuk mengobati beragam problem

nyeri pinggang bawah berdasarkan temuan diagnosis. Dalam beberapa

kasus, program latihan ini digunakan ketika penyebab gangguan

berasal dari facet joint (kapsul-ligamen), otot, serta degenerasi corpus

dan diskus (Suma, 2013).

Tujuan dari William Flexion Exercise adalah untuk

mengurangi nyeri, memberikan stabilitas lower trunk melalui

perkembangan secara aktif pada otot abdominal, gluteus maximus,

dan hamstring, untuk menigkatkan fleksibilitas atau elastisitas pada

group otot fleksor hip dan lower back (sacrospinalis), serta untuk

mengembalikan /atau menyempurnakan keseimbangan kerja antara

group otot postural fleksor & ekstensor. Selain itu juga meningkatkan

kekuatan otot abdominal dan lumbosacral serta mengulur back

ekstensor (Ristoari, 2011).

Indikasi dari William Flexion Exercise adalah spondylosis,

(35)

pinggang bawah. Kontraindikasi dari William Flexion Exercise adalah

gangguan pada diskus seperti disc. bulging, herniasi diskus, atau

Gambar

Gambar 2.1(ttampak venttral, dorsal, d
Gambar 22.2 vertebra llumbalis (Tampak kraanial, lateral dan dorsal)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil observasi awal terdapat beberapa hal sebagai refleksi yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan tindakan pada siklus I, yaitu

(Collaboration of Maize Barrier and Chitosan to Control Bean common mosaic virus and Its Vector Aphis craccivora Koch on Yard long bean in the Field).. Tri Asmira Damayanti,

Strategi yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro adalah memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu daya tarik objek

Tahap selanjutnya adalah perencanaan yang meliputi mendesain gambar dan perhitungan untuk menentukan komponen-komponen yang akan digunakan dalam proyek akhir ini.

ßò Ø¿-·´ Þ»´¿¶¿® л²¼·¼·µ¿² Ô·²¹µ«²¹¿² Ø·¼«° òòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòòò ïï. ïò

Begitu juga terwujudnya penulisan skripsi ini, sehingga ucapan terima kasih dan rasa syukur atas kehadirat Allah SWT penulis panjatkan dan dengan Maha kehendak-Nya, limpahan karunia

Orders outside of Canada ONLY , add $10.00 for the first item ordered for shipping and handling, plus $2.00 for each subsequent item. Prices for these publications will remain

Bagi perusahaan perbankan dan perusahaan pembiayaan kredit selain bank, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi yang relevan dalam memahami