i
Universitas Kristen Maranatha Abstrak
Studi Deskriptif Mengenai Konsep Diri Pada Pengamen Remaja di Kota Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui konsep diri pengamen remaja. Variabel dari penelitian ini adalah konsep diri yang dikembangkan oleh Fitts (1971), teori lain yang digunakan untuk mendukung variabel adalah teori perkembangan.
Penelitian ini diukur dengan menggunakan alat ukur quesioner yang dilandasi dari teori konsep diri. Terdiri dari 90 item dengan validitas konten dan reliabilitas sebesar 0.727 dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Penelitian ini dilakukan pada pengamen remaja di Kota Bandung dengan menggunakan teknik sampling accidental. Data diolah dengan menggunakan teknik tabulasi silang antara konsep diri dengan ke-15 aspek konsep diri yang didapat dari interaksi antara dimensi internal dan dimensi eksternal.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat sebanyak 62% pengamen remaja memiliki konsep diri positif dan sebanyak 38% pengamen remaja memiliki konsep diri negatif. Pengamen remaja yang mempunyai konsep diri positif adalah pengamen remaja yang menghayati, menampilkan perilaku, dan menerima dirinya dilihat dari dimensi internal dan eksternal. Sedangkan pengamen remaja yang mempunyai konsep diri negatif adalah pengamen remaja yang kurang menghayati dirinya, kurang menampilkan perilaku, dan kurang menerima dirinya dilihat dimensi internal dan eksternal.
ii
Universitas Kristen Maranatha Abstract
Descriptive Study of Self-concept on Street Singer Adolescence in Bandung City. Study was conducted to determine the self-concept of Street Singer Adolescence in Bandung City. Variable of study is self-concept developed by Fitts (1971), another theory used to support the variable is theory of development.
This study was measured using a measuring instrument which is based on the theory of self-concept. Consists of 90 items with content validity and reliability is 0.727 with a Cronbach alpha formula. Study was conducted on Street Singer Adolescence using accindental technique.
Data processed using cross-tabulation technique between self-concept with the 15 th aspects of self-concept, derived from the interaction between the internal dimension and external dimension.
Conclusions obtained from this study is as much as 62% of Street Singers Adolescence have positive self-concept and as many as 38% of Adolescent Street Singers have negative self-concept. The Street Singer Adolescence who has positive self concept will notices, shows and accepts them selves as positive appearance from internal and external dimension of self concept. While The Street Singer Adolescene who has negative self concept will notices, shows and accepts them selves as negative appearance from internal and external of self concept.
iii
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
ABSTRAK………i
ABSTRACT………..ii DAFTAR ISI………..iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH………..…1
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH………..…..8
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN………...8
1.3.1 Maksud Penelitian………..…...8
1.3.2 Tujuan Penelitian………..…...8
1.4 KEGUNAAN PENELITIAN………..…..9
1.4.1 Kegunaan Ilmiah..………..9
1.4.2 Kegunaan Praktis………...9
1.5 KERANGKA PIKIR………..……….10
iv
Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DIRI……….20
2.1.1 Pengertian Konsep Diri…….………..20
2.1.2 Terbentuknya Konsep Diri...………..21
2.1.3 Dimensi-Dimensi Konsep Diri………...21
2.1.3.1 Dimensi Internal………..21
2.1.3.2 Dimensi Eksternal………22
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri………...25
2.1.5 Jenis-Jenis Konsep Diri………..26
2.2 REMAJA……….27
2.2.1 Definisi Remaja………..27
2.2.2 Perkembangan Remaja………27
2.2.3 Ciri-Ciri Masa Remaja………28
2.2.4 Tugas Perkembangan Remaja……….29
2.3 ANAK JALANAN DAN PENGAMEN..………..….29
v
Universitas Kristen Maranatha
2.3.2 Ciri-Ciri Anak Jalanan dan Pengamen………..….……30
2.3.3 Aktifitas Anak Jalanan dan Pengamen...………..………..………31
2.3.4 Masalah-Masalah yang dihadapi Anak Jalanan dan Pengamen..……...31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……….………..32
3.2 VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL………….…33
3.2.1 Variabel Penelitian………..33
3.2.2 Definisi Operasional………...33
3.3 ALAT UKUR………..36
3.3.1 Prosedur Pengisian………..………36
3.3.2 Sistematika Penilaian……….………….37
3.4 VALIDITAS DAN RELIABILITAS………..37
3.4.1 Validitas Alat Ukur……….37
3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur……….38
3.4 POPULASI DAN TEKNIK SAMPEL………39
vi
Universitas Kristen Maranatha
3.4.2 Karakteristik populasi……….39
3.4.3 Teknik penarikan sampel………39
3.5 TEKNIK ANALISIS DATA………...39
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 GAMBARAN RESPONDEN……….…41
4.2 HASIL PENELITIAN……….46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN……….…...…..52
5.2 SARAN………...52
5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan……….…….52
5.2.2 Saran Guna Laksana………...52
DAFTAR TABEL
3.3 Tabel Gambaran Alat Ukur (Lampiran F)
3.4 Tabel Sistematika Penilaian (Lampiran F)
Tabulasi Silang Antara Konsep Diri dan Aspek-Aspek Psikologi (Lampiran
vii
Universitas Kristen Maranatha
Tabel Tabulasi Silang Antara Konsep Diri dan Data Penunjang (Lampiran E)
DAFTAR DIAGRAM
4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia………...41
4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………42
4.3 Gambaran Resonden Berdasarkan Pendidikan………42
4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Alasan Mengamen………...43
4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Mengamen………44
4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Keluarga………..……45
LAMPIRAN
Lampiran A
Alat Ukur
Lampiran B
Validitas Alat Ukur
Lampiran C
Reliabilitas Alat Ukur
viii
Universitas Kristen Maranatha Lampiran D
Tabulasi Silang Antara Konsep Diri dengan Aspek-Aspek Konsep Diri
Lampiran E
Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Data Penunjang
Lampiran F
1
Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial,
terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas
menggejala secara stimultan di berbagai kota- kota di Indonesia, termasuk Kota
Bandung. Salah satu permasalahan sosial tersebut ditandai dengan adanya
fenomena semakin maraknya anak- anak jalanan, pengamen jalanan dan pedagang
asongan di setiap perempatan jalan lampu lalu lintas.
Kehadiran dan keberadaan anak jalanan diakui banyak kalangan sudah
semakin tidak terkontrol, dan menimbulkan berbagai dampak negatif yang mau
tidak mau juga dirasakan oleh masyarakat luas. Dampak negatif yang muncul,
diantaranya seperti ketidaknyamanan para pengendara di lampu merah yang
disebabkan banyaknya para pengamen atau pengemis yang memaksa agar diberi
uang. Perusakan kendaraan juga kerap dilakukan oleh para pengamen dan
pengemis yang tidak diberi uang, seperti menggores pada mobil dengan
menggunakan koin atau memukul kendaraan.
(Sethyawan, 2010)
Pada tahun 2011, dari hasil pendataan, sekitar 95 persen anak jalanan dan
pengamen bukan orang Bandung, seperti dari daerah Garut, Tasikmalaya, bahkan
dari Lampung dan Jawa Timur, dan tempat strategis yang selama ini menjadi
2
Universitas Kristen Maranatha
Afrika, Braga, dan Otto Iskandardinata (Masnun, 2011). Gelandangan, pengemis,
pengamen dan anak jalanan juga sudah banyak ditemukan di Alun-alun, Jalan
Dalem Kaum, Jalan Kapatihan, Lapangan Tegallega, Jalan Purnawarman, Jalan
Merdeka, Jalan Pasteur, dan Jalan Ahmad Yani (Masun, 2011).
Kehidupan anak jalanan biasanya dipengaruhi oleh lingkungan atau
bahkan ada yang mengikuti jejak orangtuanya secara turun-temurun bahkan
dipaksa turun ke jalan, maka tak heran seorang anak jalanan sudah mencari uang
bahkan sejak bayi (Arist Merdeka Sirait, 2010). Anak jalanan yang berprofesi
sebagai pengamen, akan belajar menggunakan alat musik diajari oleh teman-
teman senior seprofesinya yang juga mengamen tetapi ada pula yang belajar alat
musik secara otodidak. Pengamen ini mengamen dengan keinginan sendiri dan
bukan atas paksaan, kebanyakan mengatakan ingin meringankan beban orangtua
untuk menghasilkan uang, beberapa dari mereka tidak melanjutkan sekolah
dengan alasan diejek oleh teman- temannya. (Rika Fitriana, 2010)
Fakta-fakta di atas memperlihatkan beberapa masalah yang terjadi pada
anak jalanan, anak jalanan mengalami kurangnya perhatian, kasih sayang dan
pendidikan yang seharusnya diberikan oleh orang tua pada masa anak-anak. Masa
anak-anak merupakan masa yang memegang peranan penting dalam pembentukan
kepribadian individu. Dalam beberapa tahun awal kehidupan inilah individu mulai
memasukkan berbagai pengalaman yang mereka dapatkan ke dalam memori
mereka (Rika Fitriana, 2007).
Perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan selanjutnya,
3
Universitas Kristen Maranatha
masa kanak-kanak inilah yang nantinya akan terus melekat pada individu selama
hidupnya. (Rika Fitriana, 2007)
Lingkungan tempat anak menghabiskan masa kecilnya akan sangat
berpengaruh kuat terhadap kemampuan bawaan dan cenderung bertahan dan
memengaruhi sikap dari perilaku anak sepanjang hidupnya (Rika Fitriana, 2007).
Anak-anak ini kemudian kian tumbuh menjadi remaja, masa remaja diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional, dalam rentang
umur 12-21 tahun (Santrock, 2003).
Ketika memasuki tahap remaja, mereka memiliki tuntutan tugas
perkembangan yang penting untuk dilalui, salah satunya adalah menemukan
identitas dirinya agar tidak mengalami krisis pada fase perkembangan selanjutnya,
inilah masa dalam kehidupan ketika orang ingin menentukan siapakah ia saat
sekarang dan ingin menjadi apakah ia dimasa yang akan mendatang. (Erikson,
1993)
Erikson (dalam Hall dan Lindzey, 1993) menambahkan, masa remaja
merupakan masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas
dirinya, remaja merasa sebagai seseorang yang unik dari perubahan-perubahan
baru yang dialaminya. Pertanyaan mengenai identitas diri ini, berkaitan dengan
sebuah teori Fitts dalam konsep diri. Konsep diri adalah suatu konstruk sentral
untuk mengenal dan mengerti individu yaitu sebagaimana diamati, dipersepsikan,
dan dialami oleh individu tersebut. Fitts dalam pandangannya mengenai konsep
4
Universitas Kristen Maranatha menjawab siapakah saya dan bagaimana seseorang memberikan label atau simbol
untuk membentuk dan menggambarkan identitas dirinya.
Remaja yang mengalami kehidupan yang keras, keharusan untuk hidup
mandiri, perhatian yang kurang dari orangtua, lingkungan tempat tinggal yang
tidak kondusif, minimnya kesempatan mengecap pendidikan formal adalah
sebagian kecil faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri pada anak
jalanan (Fitri, 2007).
Anak jalanan menganggap bahwa dirinya tidak sama dengan anak lain dan
merasa dipandang sebelah mata sebagai orang yang tidak mampu, yang pada
akhirnya menyebabkan anak jalanan memiliki konsep diri yang negatif, hal ini
berpengaruh pada rendahnya tingkat kepercayaan diri yang mereka miliki.
(Fitri, 2007).
Anggapan bahwa pengamen jalanan merupakan anak- anak yang tidak
mempunyai latar belakang keluarga, pendidikan dan perilaku yang buruk karena
identik dengan kriminalitas seperti mencuri atau mencopet, membuat para
pengamen jalanan memiliki suatu penghayatan terhadap dirinya, dan penghayatan
tersebut dapat mengarah pada penghayatan yang negatif atau justru positif (Fitri,
2007).
Konsep diri yang dimiliki seseorang akan memengaruhi persepsinya
tentang dunia dan tingkah lakunya. Dalam pergaulan, remaja yang memiliki
konsep diri yang positif akan lebih percaya diri. Remaja percaya bahwa dirinya
memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan, seperti yang diungkapkan oleh Burns
5
Universitas Kristen Maranatha
penerimaan diri yang tinggi dan hal ini akan memudahkan seseorang dalam
bergaul dengan orang lain. Sebaliknya, remaja yang memiliki konsep diri negatif
merasa bahwa dirinya tidak mempunyai sesuatu yang membanggakan yang bisa
ditunjukkan pada orang lain. Fitts (1971) juga menunjukkan bahwa semakin
positif konsep diri individu, semakin positif juga pandangannya terhadap orang
lain.
Fitts (1971) juga mengemukakan dua dimensi dalam konsep diri, yakni
dimensi internal dan dimensi eksternal. Kedua dimensi tersebut saling berkaitan
dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pada dimensi internal akan dilihat
melalui Identity self yaitu bagaimana pengamen remaja menghayati siapa dirinya
atau dengan kata lain, bagaimana dirinya memberikan label atau simbol terhadap
dirinya kepada orang lain. Behavioral self akan melihat bagaimana pengamen
remaja menggambarkan dirinya melalui tingkah laku yang ditampilkannya pada
masyarakat, dengan konsekuensi yang sudah disadarinya, dan judging self akan
melihat bagaimana pengamen remaja mengamati atau menilai dirinya dengan
membandingkan dengan orang lain dan memberikan patokan pada dirinya dan
orang lain.
Pada dimensi eksternal, terdapat physical self yang akan menunjukkan
bagaimana penghayatan diri pengamen remaja terhadap diri fisiknya yang dilihat
dari kelengkapan fisik, kesehatan dan penampilan apakah dirinya merasa percaya
diri dengan keadaan fisiknya. Moral ethical self yaitu akan melihat bagaimana
pengamen remaja menghayati pertimbangan- pertimbangan moral dan etikanya
6
Universitas Kristen Maranatha
melihat bagaimana penghayatan pengamen remaja terhadap nilai- nilai pribadi,
apakah pengamen remaja merasa adekuat sebagai pribadi dan merasa percaya diri
dengan apa yang dimilikinya untuk ditampilkan pada orang lain. Family self akan
melihat sejauh mana pengamen remaja merasa bermanfaat dan menjadi bagian
dari keluarga dan teman- teman terdekatnya. Social self yaitu akan melihat
bagaimana pengamen remaja memberikan penilaian terhadap dirinya dalam
berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas dan
bermasyarakat (Fitts, 1971)
Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri menjadi dua bagian,
yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Individu dengan konsep diri
positif akan merancang tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu
tujuan-tujuan yang memiliki kemungkinan bisa untuk dapat dicapai, mampu menghadapi
kehidupan selanjutnya serta menganggap bahwa hidupnya adalah suatu proses
penemuan.
Sebaliknya, individu yang memiliki konsep diri yang negatif memiliki
pandangan tidak teratur mengenai dirinya atau bahkan terlalu stabil dan teratur
karena individu di-didik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan
citra diri yang tidak keras menyimpang dari hukum dan menganggap semua yang
dilakukannya tepat meskipun melawan hukum, tidak memiliki kestabilan dan
keutuhan diri, tidak mengenal siapa dirinya, serta kekuatan dan kelemahan dalam
dirinya dan tidak memiliki penghargaan dalam dirinya, merasa diri tidak berharga
dan tidak dihargai dalam kehidupannya.
7
Universitas Kristen Maranatha
diantaranya menunjukkan gambaran konsep diri yang positif. Pengamen remaja
menganggap bahwa mengamen adalah pekerjaan yang menyenangkan dan atas
keinginan sendiri, bekerja sebagai pengamen untuk memenuhi perekonomian
keluarga dan dapat membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Para pengamen remaja ini menghayati bahwa orang lain memandang
dirinya sebagai penghibur karena mereka menyanyi dengan tujuan untuk
menghibur orang lain dan merasa telah berhasil dapat menghibur orang lain
dengan nyanyiannya.
Pengamen remaja merasa berguna untuk keluarga karena dapat
menghasilkan uang untuk memenuhi beberapa kebutuhan keluarga, berguna bagi
masyarakat sebagai penghibur meskipun berasal dari keluarga yang tidak mampu
dan tidak melanjutkan pendidikan sekolah yang lebih tinggi seperti remaja pada
umumnya, merasa diri memiliki suara yang cukup bagus dan memiliki
penampilan yang cukup menarik, dan merasa masyarakat menerima kehadiran
mereka sebagai penghibur, dan menghayati diri mereka masih mempunyai sesuatu
yang dapat dibanggakan meskipun berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Sedangkan dua pengamen remaja lainnya menunjukkan gambaran konsep
diri yang negatif yang terlihat pada penghayatan pengamen remaja yang
menghayati dirinya tidak mampu untuk melanjutkan sekolahnya karena hal
tersebut dan merasa putus asa, menghayati diri sebagai orang yang tidak menarik
dan bodoh karena tidak melanjutkan pendidikan seperti teman-teman seusianya,
8
Universitas Kristen Maranatha
Para pengamen remaja ini menghayati diri tidak memiliki penampilan
yang menarik dan apa yang dilakukannya adalah suatu pekerjaan yang terpaksa
untuk mencukupi kebutuhan perekonomian keluarga dan dirinya, menghayati
hubungan dengan keluargan kurang baik dan melawan orang tua karena orang tua
yang kerap memberikan hukuman yang keras dengan memukul atau membentak,
menghayati bahwa masyarakat tidak menerima dengan baik kehadiran mereka
karena merasa kehadiran mereka dapat menganggu orang lain.
Dari hasil survey awal yang telah dilakukan, peneliti melihat bahwa
masing-masing pengamen remaja memiliki penghayatan diri yang berbeda
terhadap profesi sebagai pengamen. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih dalam bagaimana konsep diri pada pengamen remaja di Kota
Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Seperti apakah gambaran konsep diri pada pengamen remaja di Kota
Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud diadakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran
mengenai konsep diri pada pengamen remaja yang berusia 12-21 tahun di Kota
Bandung, dengan tujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri terhadap
pengamen remaja di Kota Bandung dilihat dari dimensi internal dan dimensi
9
Universitas Kristen Maranatha 1.4Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Ilmiah
1) Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan
informasi pada ilmu psikologi, khususnya pada bidang terapan
psikologi sosial terhadap konsep diri pada pengamen remaja di Kota
Bandung.
2) Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong peneliti lain
untuk mengembangkan dan mengadakan penelitian lebih lanjut
mengenai konsep diri.
3) Memberikan pengertian yang lebih dalam tentang konsep diri sehingga
dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti
konsep diri dan dapat dikaitkan dengan aspek lain.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1) Sebagai bahan pertimbangan bagi Lembaga Swadaya Masyarakat
untuk mengurangi peningkatan para pengamen remaja dan anak
jalanan khususnya di Kota Bandung, dengan mengadakan
kegiatan-kegiatan tertentu seperti sekolah musik, audisi, dan perlombaan
sehingga pengamen remaja dapat menyalurkan bakatnya dan tidak
melakukan aktifitas di jalanan.
2) Sebagai bahan masukan bagi pengamen agar mengetahui bagaimana
keadaan konsep diri dan lebih mengembangkan konsep diri positif
10
Universitas Kristen Maranatha 1.5Kerangka Pemikiran
Dewasa ini, terdapat sekelompok remaja yang lebih banyak menghabiskan
waktunya di jalanan dan tempat- tempat umum lainnya untuk mencari nafkah atau
hanya berkeliaran saja. Kelompok remaja inilah yang kita kenal dengan “anak
jalanan” (Depsos, 1996). Anak- anak jalanan yang tumbuh menjadi remaja
sebagian besar berprofesi sebagai pengamen jalanan.
Kebanyakan pengamen remaja masih tinggal dengan orangtua dan berasal
dari keluarga yang tidak mampu secara ekonomi, kondisi ekonomi membuat diri
pengamen remaja merasa tidak nyaman untuk meminta uang pada orangtua, yang
pada akhirnya pengamen remaja ini memiliki dorongan untuk menjadi pengamen
dengan tujuan untuk untuk mencari uang tanpa meminta pada orang tua mereka.
Selain masalah ekonomi, penyebab menjadi pengamen remaja juga
dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan pertemanan. Kesamaan
kondisi, kebutuhan serta pola pikir membuat pengamen remaja memiliki ikatan
yang kuat dengan sesamanya, sehingga saling mempengaruhi dan menjalin relasi
interpersonal yang lebih mendalam. Lingkungan pertemanan merupakan pengaruh
yang signifikan bagi remaja untuk menjadi pengamen, sehingga para pengamen
remaja mempunyai kemungkinan yang besar bahwa teman-temannya juga adalah
pengamen dan mengikuti standar tingkah laku di lingkungan jalanan. (Conger,
1991) mengemukakaan bahwa pengaruh lingkungan pertemanan dalam
11
Universitas Kristen Maranatha
perkembangan yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun
penentuan diri remaja dalam berprilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari
kelompok teman sebaya.
Selain pengaruh ekonomi dan lingkungan pertemanan, remaja mengamati
dan mencontoh tingkah laku para pengamen lain dan tertarik untuk mengikutinya
karena mengamen dianggap suatu hal yang menghibur dan menyenangkan.
Setelah melihat perbedaan faktor penyebab remaja menjadi pengamen,
akan dilihat bagaimana penghayatan diri pengamen remaja tersebut setelah
dirinya menjadi pengamen. Proses penghayatan terhadap diri ini disebut dengan
konsep diri. Konsep diri mengacu pada seperti apa pengamen jalanan menghayati
dan mengamati dirinya sebagai pengamen. Fitts (1971) melihat bahwa pengertian
konsep diri dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal,
kedua dimensi ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dimensi internal dalam penelitian ini yaitu meliputi bagaimana pengamen
remaja memberikan penilaian terhadap dirinya. Terdapat tiga bagian dasar dari
dimensi internal, yaitu identity self, behavioral self, judgement self. Identity self
menjawab pertanyaan mengenai siapakah saya, dimana pengamen remaja
memberikan label atau simbol untuk membentuk identitas dirinya untuk
menggambarkan identitasnya.
Behavioral self yaitu gambaran pengamen remaja mengenai tingkah
12
Universitas Kristen Maranatha
tertentu baik dari diri sendiri, dari luar atau keduanya. Konsekuensi tersebut
menentukan apakah tingkah laku tertentu akan dipertahankan atau tidak.
Judgement self yaitu penilaian pengamen jalanan akan interaksi identity
self dengan behavioral self, berfungsi sebagai pengamat atau penilai dan
memberikan standar dan perbandingan terhadap diri yang didasarkan pada suatu
patokan dari diri sendiri maupun orang lain.
Dimensi eksternal adalah cara melihat diri sebagai kesatuan yang utuh dan
dinamis dalam melakukan pengamatan dan penilaian terhadap diri, yang timbul
sebagai hasil pertemuan pengamen remaja dengan dunia luar, yaitu dalam
hubungan interpersonal. Disini, diri diamati dari physical self, moral ethical self,
personal self, family self dan social self.
Physical self menyangkut bagaimana pengamen remaja menghayati
bentuk tubuh, kesehatan diri dan penampilan yang dimilikinya. Moral ethical self
menyangkut nilai moral, etika dan aspek religius pada pengamen remaja. Personal
self menyangkut kesesuaian diri atau bagaimana pengamen remaja menghayati
dirinya layak atau tidak untuk menempatkan dirinya di lingkungan. Family self
menyangkut sesuai atau tidaknya pengamen remaja dalam berelasi dengan
anggota keluarganya. Social self menyangkut pada penghayatan pengamen remaja
terhadap dirinya dalam berinteraksi pada lingkungan yang lebih luas, sesuai atau
13
Universitas Kristen Maranatha
dimensi eksternal tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena, kedua dimensi ini
pada akhirnya akan membentuk suatu jaringan gambaran diri.
Fitts mengemukakan, konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor pertama adalah pengalaman interpersonal yang berharga dan bernilai
menyebabkan perasaan- perasaan positif. Penerimaan dan dukungan lingkungan
apa adanya tentang diri pengamen remaja menjadi pengalaman yang baik
sehingga akan menimbulkan kecenderungan yang positif dalam pembentukan
konsep dirinya. Berbeda dengan pengamen remaja yang tinggal di lingkungan
yang menolak keberadaan dirinya membuat kecenderungan sikap untuk menarik
diri dari lingkungan pergaulan, akibatnya akan timbul perasaan rendah diri yang
memunculkan pembentukan konsep diri yang negatif.
Faktor kedua adalah kompetensi, yaitu kemampuan yang dinilai pengamen
remaja atau orang lain dalam bidang- bidang tertentu yang ditampilkan sehingga
pendapat penghargaan atau pengakuan dari orang lain. Faktor terakhir adalah
aktualisasi diri dari potensi- potensi yang dimiliki pengamen remaja sebagai
perwujudan dari kemampuan personal individu untuk mencapai tujuannya.
Pada dimensi internal, pengamen remaja yang memiliki Identity self yang
positif menghayati diri yang sebenarnya yaitu sebagai pengamen remaja
sebagaimana apa yang dilakukannya. Pada behavioral self, pengamen remaja akan
mempertahankan keinginannya untuk menjadi pengamen karena tindakan
14
Universitas Kristen Maranatha
pengamen remaja yang memiliki konsep diri positif akan menghayati dirinya
sebagai pengamen yang disukai dan diterima oleh orang lain.
Pada dimensi eksternal, physical self pengamen remaja yang memiliki
konsep diri yang positif menghayati dirinya menarik dan sehat dari segi fisiknya,
dari moral ethical self pengamen remaja yang memiliki konsep diri positif
menghayati dirinya telah mengikuti aturan, tidak melanggar norma-norma agama
maupun hukum, dan menghayati diri sebagai penganut suatu agama yang baik,
dari personal self menghayati diri sebagai seorang yang pantas dan layak dalam
menempatkan dirinya di suatu tempat atau lingkungan (dalam hal ini lingkungan
sebagai bagian dari komunitas para pengamen) dan memiliki rasa percaya diri,
dari family self menghayati diri sebagai bagian dari anggota keluarga dan
memiliki interaksi yang baik dengan anggota keluarganya, dari social self,
menghayati diri sebagai bagian dari masyarakat dan memiliki interaksi dengan
baik dengan masyarakat.
Pengamen remaja yang memiliki konsep diri yang negatif memiliki
konsep diri pada dimensi internal dan dimensi eksternal yang negatif. Pada
dimensi internal, identity self pada pengamen remaja memiliki keraguan mengenai
label yang diberikan orang lain padanya sebagai pengamen karena banyaknya
label yang diberikan padanya. Pada behavior self, pengamen remaja menjadi
pengamen namun tindakan mengamen adalah sesuatu yang terpaksa baginya
15
Universitas Kristen Maranatha
konsep diri negatif akan menghayati dirinya sebagai pengamen yang merasa
kurang disukai dan kurang merasa diterima oleh orang lain.
Pada dimensi eksternal, dari physic self pengamen yang memiliki konsep
diri yang negatif menghayati dirinya kurang menarik dan kurang sempurna dari
segi fisiknya, dari moral ethical self pengamen remaja yang memiliki konsep diri
negatif melihat dirinya selalu benar dan tidak mematuhi norma-norma agama
maupun hukum, dari personal self pengamen remaja menghayati diri sebagai
orang yang kurang memiliki rasa percaya diri dan merasa lebih rendah dari orang
lain, dari segi keluarga menghayati diri sebagai anggota keluarga yang kurang
memiliki hubungan baik dengan anggota keluarganya dan merasa tidak diterima
oleh anggota keluarga, dari social self, menghayati diri sebagai pengamen remaja
yang tidak dibutuhkan dan tidak berguna bagi masyarakat dan memiliki interaksi
yang kurang baik dengan masyarakat.
Untuk mengukur konsep diri, aspek-aspek tidak dapat dipisahkan. Fitts
menggabungkan dimensi internal dengan dimensi eksternal sehingga menjadi 15
aspek untuk mengukur konsep diri, antara lain :
Physical Identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen remaja
mengenai gambaran dirinya dan pembentukan dirinya terhadap keadaan fisik,
kesehatan dan penampilan (Fitts, 1971). Physical judgement adalah seberapa
besar rasa puas dan kebanggaan penilaian pengamen remaja tentang keadaan
16
Universitas Kristen Maranatha
motoriknya (Fits, 1971). Physical behavior adalah seberapa besar pengamen
remaja mengenai gambaran tingkah laku yang berkaitan dengan keadaan fisik
mencakup keadaan kesehatan, penampilan, keadaan tubuh dan gerakan
motoriknya (Fitts, 1971).
Moral ethical identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen
remaja mengenai keadaan moral, etika, dan agama yang meliputi batasan baik dan
buruk (Fitts,1971). Moral ethical judgement adalah seberapa besar rasa puas dan
kebanggaan penilaian penagmen remaja mengenai keadaan moral, etika, dan
agama yang meliputi batasan baik dan buruk (Fitts, 1971). Moral ethical behavior
adalah bagaimana pengamen remaja tentang gambaran tingkah laku mengenai
keadaan moral, etika, dan agama yang meliputi batasan baik dan buruk (Fitts,
1971).
Personal identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen remaja
tentang keadaan pribadinya hal ini dipengaruhi oleh sejauhmana mereka merasa
puas terhadap pribadinya (Fitts, 1971). Personal judgement adalah seberapa besar
rasa puas dan kebanggaan pengamen remaja tentang keadaan pribadinya yang
dipengaruhi oleh sejauhmana mereka merasa puas terhadap pribadinya (Fitts,
1971). Personal behavior adalah bagaimana pengamen remaja mengenai
gambaran tingkah laku tentang keadaan pribadinya yang dipengaruhi oleh
sejauhmana mereka merasa puas terhadap pribadinya (Fitts, 1971).
Family identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen remaja
17
Universitas Kristen Maranatha
pada peran dan fungsinya sebagai anggota keluarga (Fitts, 1971). Family
judgement adalah sebarapa besar rasa puas dan kebanggaan penilaian pengamen
remaja tentang kedudukannya sebagai anggota keluarga yang didasarkan pada
peran dan fungsinya sebagai anggota keluarga (Fitts, 1971). Family behavior
adalah bagaimana pengamen remaja mengenai gambaran tingkah laku tentang
kedudukannya sebagai anggota keluarga yang didasarkan pada peran dan
fungsinya sebagai anggota keluarga (Fitts, 1971).
Social identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen remaja dalam
kaitan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yang dipengaruhi oleh
penilaian dan interaksinya dengan orang lain (Fitts, 1971). Social judgement
adalah seberapa besar rasa puas dan kebanggaan penilaian pengamen remaja
dalam kaitan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yang dipengaruhi oleh
penilaian dan interaksinya dengan orang lain (Fitts, 1971). Social behavior adalah
bagaimana pengamen remaja mengenai gambaran tingkah laku dalam kaitan
dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yang dipengaruhi oleh penilaian dan
18
Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran
Pengamen Remaja di Kota
Bandung
Faktor- faktor yang
mempengaruhi konsep diri :
1. Pengalaman
2. Kompetensi
3. Aktualisasi diri
Penyebab remaja menjadi
pengamen :
1. Pengaruh
orangtua
2. Pengaruh teman
3. Keinginan
sendiri
Konsep Diri
1. Physical identity
2. Moral ethical identity
3. Personal identity
4. Family identity
5. Social identity
6. Physical behavior
7. Moral ethical behavior
8. Personal behavior
9. Family behavior
10. Social behavior
11. Physical judging
12. Moral ethical judgment
13. Personal Judgment
14. Family judgment
15. Social judgment
19
Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi
1. Konsep diri pada pengamen remaja di Kota Bandung dapat dilihat dari
dimensi internal yaitu bagaimana pandangan terhadap dirinya dan juga
dimensi eksternal yaitu dari lingkungan tempat remaja ini bertumbuh dan
bergaul.
2. Pengamen remaja di Kota Bandung memiliki konsep diri yang positif
dilihat dari dimensi internal dan eksternal.
Dilihat dari dimensi internal, pengamen remaja di Kota Bandung
menghayati dirinya sebagai figur yang baik dan menyenangkan di
mata orang lain (identity self), menghayati semua tindakannya
sesuai dengan keinginannya (behavior self), menghayati dirinya
sebagai orang yang berharga di mata orang lain (judging self).
Dilihat dari dimensi eksternal, pengamen remaja di Kota Bandung
memiliki penghayatan bahwa keadaan fisiknya sehat dan menarik
(physical self), memiliki penghayatan bahwa dirinya adalah orang
yang baik dalam agama yang dianutnya, dan rasa puas dalam
kehidupan beragamanya (ethic moral self), memiliki penghayatan
bahwa dirinya pantas dan percaya diri untuk bergaul dengan orang
lain (personal self), memiliki penghayatan bahwa dirinya pantas
dan merasa diri sebagai bagian dari keluarganya (family self), dan
memiliki penghayatan bahwa dirinya mampu berinteraksi dengan
52
Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan bab sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan mengenai konsep diri pada pengamen remaja di Kota Bandung
sebagai berikut :
1. Sebagian besar pengamen remaja di Kota Bandung memiliki konsep diri
yang positif.
2. Pengamen remaja di Kota Bandung memiliki family behavior yang negatif
hal ini dipengaruhi oleh pengamen remaja yang lebih banyak melakukan
aktifitas di jalanan, sehingga tugas-tugas atau kewajiban yang seharusnya
dilakukan di rumah menjadi terabaikan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengajukan
beberapa saran, yaitu :
5.2.1 Saran bagi penelitian Lanjutan
Penelitian ini memerlihatkan kecenderungan pengamen remaja memiliki
konsep diri positif. Ada baiknya untuk penelitian tentang konsep diri dijaring juga
data yang berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri yaitu
pengalaman, kompetensi, dan aktualisasi diri.
5.2.2 Saran Guna Laksana
1. Sekalipun lebih banyak pengamen remaja yang diteliti memerlihatkan
konsep diri yang positif, namun bukan berarti keberadaan di jalan tidak
53
Universitas Kristen Maranatha
khusus yang memberikan pelatihan untuk meningkatkan bakat dan
54
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Bracken, Bruce A. 1996. Handbook of Self Concept. New York : John Wiley & Sons, Inc
Fitts, 1965. The Self Concept Scala Manual. Los Angeles : Western Coorporation
___, 1971. The Self Concept and Self Actualization. California; Western Phsychological Service
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
55
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Azzahrasufi, 2011, Menguak Kehidupan Anak Jalanan,
http://azzahsarufi.blogspot.com, diakses tanggal 10 sepetember 2011
Fitri, 2007, Pembentukan Konsep Diri Pada Anak-Anak Jalanan,
http://lowpit.blogspot.com, diakses tanggal 12 September 2010
Journalistiani, 2010, Pemberdayaan Anak Jalanan,
http://journalistiani.wordpress.com, diakses tanggal 5 mei 2010
Sanusi, Makmur. 1996. Beberpa Temuan Lapangan; Survei Anak Jalanan dan
Rencama Penanganannya di DKI Jakarta dan Surabaya. Makalah
dipresentasikan pada Lokakarya Nasional Masalah Kemiskinan di Perkotaan dan Penanganan Masalah Anak Jalanan: DEPSOS-RI bekerjasama dengan UNDP Jakarta
Shetyawan, 2010, Pengamen Jalanan, http://bandung.blogspot.com, diakses tanggal 5 mei 2010
Sudjiar, Achmad. 1991. Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta (Laporan Penelitian.
Jurnal Edisi Perdana). Pusat Penelitian dan Informasi UKS Dewan
Nasional untuk Kesejahteraan Sosial