• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Konsep Diri Pada Pengamen Remaja di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Konsep Diri Pada Pengamen Remaja di Kota Bandung."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

i

Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Studi Deskriptif Mengenai Konsep Diri Pada Pengamen Remaja di Kota Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui konsep diri pengamen remaja. Variabel dari penelitian ini adalah konsep diri yang dikembangkan oleh Fitts (1971), teori lain yang digunakan untuk mendukung variabel adalah teori perkembangan.

Penelitian ini diukur dengan menggunakan alat ukur quesioner yang dilandasi dari teori konsep diri. Terdiri dari 90 item dengan validitas konten dan reliabilitas sebesar 0.727 dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Penelitian ini dilakukan pada pengamen remaja di Kota Bandung dengan menggunakan teknik sampling accidental. Data diolah dengan menggunakan teknik tabulasi silang antara konsep diri dengan ke-15 aspek konsep diri yang didapat dari interaksi antara dimensi internal dan dimensi eksternal.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat sebanyak 62% pengamen remaja memiliki konsep diri positif dan sebanyak 38% pengamen remaja memiliki konsep diri negatif. Pengamen remaja yang mempunyai konsep diri positif adalah pengamen remaja yang menghayati, menampilkan perilaku, dan menerima dirinya dilihat dari dimensi internal dan eksternal. Sedangkan pengamen remaja yang mempunyai konsep diri negatif adalah pengamen remaja yang kurang menghayati dirinya, kurang menampilkan perilaku, dan kurang menerima dirinya dilihat dimensi internal dan eksternal.

(2)

ii

Universitas Kristen Maranatha Abstract

Descriptive Study of Self-concept on Street Singer Adolescence in Bandung City. Study was conducted to determine the self-concept of Street Singer Adolescence in Bandung City. Variable of study is self-concept developed by Fitts (1971), another theory used to support the variable is theory of development.

This study was measured using a measuring instrument which is based on the theory of self-concept. Consists of 90 items with content validity and reliability is 0.727 with a Cronbach alpha formula. Study was conducted on Street Singer Adolescence using accindental technique.

Data processed using cross-tabulation technique between self-concept with the 15 th aspects of self-concept, derived from the interaction between the internal dimension and external dimension.

Conclusions obtained from this study is as much as 62% of Street Singers Adolescence have positive self-concept and as many as 38% of Adolescent Street Singers have negative self-concept. The Street Singer Adolescence who has positive self concept will notices, shows and accepts them selves as positive appearance from internal and external dimension of self concept. While The Street Singer Adolescene who has negative self concept will notices, shows and accepts them selves as negative appearance from internal and external of self concept.

(3)

iii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

ABSTRAK………i

ABSTRACT………..ii DAFTAR ISI………..iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH………..…1

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH………..…..8

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN………...8

1.3.1 Maksud Penelitian………..…...8

1.3.2 Tujuan Penelitian………..…...8

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN………..…..9

1.4.1 Kegunaan Ilmiah..………..9

1.4.2 Kegunaan Praktis………...9

1.5 KERANGKA PIKIR………..……….10

(4)

iv

Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DIRI……….20

2.1.1 Pengertian Konsep Diri…….………..20

2.1.2 Terbentuknya Konsep Diri...………..21

2.1.3 Dimensi-Dimensi Konsep Diri………...21

2.1.3.1 Dimensi Internal………..21

2.1.3.2 Dimensi Eksternal………22

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri………...25

2.1.5 Jenis-Jenis Konsep Diri………..26

2.2 REMAJA……….27

2.2.1 Definisi Remaja………..27

2.2.2 Perkembangan Remaja………27

2.2.3 Ciri-Ciri Masa Remaja………28

2.2.4 Tugas Perkembangan Remaja……….29

2.3 ANAK JALANAN DAN PENGAMEN..………..….29

(5)

v

Universitas Kristen Maranatha

2.3.2 Ciri-Ciri Anak Jalanan dan Pengamen………..….……30

2.3.3 Aktifitas Anak Jalanan dan Pengamen...………..………..………31

2.3.4 Masalah-Masalah yang dihadapi Anak Jalanan dan Pengamen..……...31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……….………..32

3.2 VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL………….…33

3.2.1 Variabel Penelitian………..33

3.2.2 Definisi Operasional………...33

3.3 ALAT UKUR………..36

3.3.1 Prosedur Pengisian………..………36

3.3.2 Sistematika Penilaian……….………….37

3.4 VALIDITAS DAN RELIABILITAS………..37

3.4.1 Validitas Alat Ukur……….37

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur……….38

3.4 POPULASI DAN TEKNIK SAMPEL………39

(6)

vi

Universitas Kristen Maranatha

3.4.2 Karakteristik populasi……….39

3.4.3 Teknik penarikan sampel………39

3.5 TEKNIK ANALISIS DATA………...39

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 GAMBARAN RESPONDEN……….…41

4.2 HASIL PENELITIAN……….46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN……….…...…..52

5.2 SARAN………...52

5.2.1 Saran Bagi Penelitian Lanjutan……….…….52

5.2.2 Saran Guna Laksana………...52

DAFTAR TABEL

3.3 Tabel Gambaran Alat Ukur (Lampiran F)

3.4 Tabel Sistematika Penilaian (Lampiran F)

Tabulasi Silang Antara Konsep Diri dan Aspek-Aspek Psikologi (Lampiran

(7)

vii

Universitas Kristen Maranatha

Tabel Tabulasi Silang Antara Konsep Diri dan Data Penunjang (Lampiran E)

DAFTAR DIAGRAM

4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia………...41

4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………42

4.3 Gambaran Resonden Berdasarkan Pendidikan………42

4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Alasan Mengamen………...43

4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Mengamen………44

4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Keluarga………..……45

LAMPIRAN

Lampiran A

Alat Ukur

Lampiran B

Validitas Alat Ukur

Lampiran C

Reliabilitas Alat Ukur

(8)

viii

Universitas Kristen Maranatha Lampiran D

Tabulasi Silang Antara Konsep Diri dengan Aspek-Aspek Konsep Diri

Lampiran E

Tabulasi Silang Konsep Diri dengan Data Penunjang

Lampiran F

(9)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial,

terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

menggejala secara stimultan di berbagai kota- kota di Indonesia, termasuk Kota

Bandung. Salah satu permasalahan sosial tersebut ditandai dengan adanya

fenomena semakin maraknya anak- anak jalanan, pengamen jalanan dan pedagang

asongan di setiap perempatan jalan lampu lalu lintas.

Kehadiran dan keberadaan anak jalanan diakui banyak kalangan sudah

semakin tidak terkontrol, dan menimbulkan berbagai dampak negatif yang mau

tidak mau juga dirasakan oleh masyarakat luas. Dampak negatif yang muncul,

diantaranya seperti ketidaknyamanan para pengendara di lampu merah yang

disebabkan banyaknya para pengamen atau pengemis yang memaksa agar diberi

uang. Perusakan kendaraan juga kerap dilakukan oleh para pengamen dan

pengemis yang tidak diberi uang, seperti menggores pada mobil dengan

menggunakan koin atau memukul kendaraan.

(Sethyawan, 2010)

Pada tahun 2011, dari hasil pendataan, sekitar 95 persen anak jalanan dan

pengamen bukan orang Bandung, seperti dari daerah Garut, Tasikmalaya, bahkan

dari Lampung dan Jawa Timur, dan tempat strategis yang selama ini menjadi

(10)

2

Universitas Kristen Maranatha

Afrika, Braga, dan Otto Iskandardinata (Masnun, 2011). Gelandangan, pengemis,

pengamen dan anak jalanan juga sudah banyak ditemukan di Alun-alun, Jalan

Dalem Kaum, Jalan Kapatihan, Lapangan Tegallega, Jalan Purnawarman, Jalan

Merdeka, Jalan Pasteur, dan Jalan Ahmad Yani (Masun, 2011).

Kehidupan anak jalanan biasanya dipengaruhi oleh lingkungan atau

bahkan ada yang mengikuti jejak orangtuanya secara turun-temurun bahkan

dipaksa turun ke jalan, maka tak heran seorang anak jalanan sudah mencari uang

bahkan sejak bayi (Arist Merdeka Sirait, 2010). Anak jalanan yang berprofesi

sebagai pengamen, akan belajar menggunakan alat musik diajari oleh teman-

teman senior seprofesinya yang juga mengamen tetapi ada pula yang belajar alat

musik secara otodidak. Pengamen ini mengamen dengan keinginan sendiri dan

bukan atas paksaan, kebanyakan mengatakan ingin meringankan beban orangtua

untuk menghasilkan uang, beberapa dari mereka tidak melanjutkan sekolah

dengan alasan diejek oleh teman- temannya. (Rika Fitriana, 2010)

Fakta-fakta di atas memperlihatkan beberapa masalah yang terjadi pada

anak jalanan, anak jalanan mengalami kurangnya perhatian, kasih sayang dan

pendidikan yang seharusnya diberikan oleh orang tua pada masa anak-anak. Masa

anak-anak merupakan masa yang memegang peranan penting dalam pembentukan

kepribadian individu. Dalam beberapa tahun awal kehidupan inilah individu mulai

memasukkan berbagai pengalaman yang mereka dapatkan ke dalam memori

mereka (Rika Fitriana, 2007).

Perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan selanjutnya,

(11)

3

Universitas Kristen Maranatha

masa kanak-kanak inilah yang nantinya akan terus melekat pada individu selama

hidupnya. (Rika Fitriana, 2007)

Lingkungan tempat anak menghabiskan masa kecilnya akan sangat

berpengaruh kuat terhadap kemampuan bawaan dan cenderung bertahan dan

memengaruhi sikap dari perilaku anak sepanjang hidupnya (Rika Fitriana, 2007).

Anak-anak ini kemudian kian tumbuh menjadi remaja, masa remaja diartikan

sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang

mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional, dalam rentang

umur 12-21 tahun (Santrock, 2003).

Ketika memasuki tahap remaja, mereka memiliki tuntutan tugas

perkembangan yang penting untuk dilalui, salah satunya adalah menemukan

identitas dirinya agar tidak mengalami krisis pada fase perkembangan selanjutnya,

inilah masa dalam kehidupan ketika orang ingin menentukan siapakah ia saat

sekarang dan ingin menjadi apakah ia dimasa yang akan mendatang. (Erikson,

1993)

Erikson (dalam Hall dan Lindzey, 1993) menambahkan, masa remaja

merupakan masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas

dirinya, remaja merasa sebagai seseorang yang unik dari perubahan-perubahan

baru yang dialaminya. Pertanyaan mengenai identitas diri ini, berkaitan dengan

sebuah teori Fitts dalam konsep diri. Konsep diri adalah suatu konstruk sentral

untuk mengenal dan mengerti individu yaitu sebagaimana diamati, dipersepsikan,

dan dialami oleh individu tersebut. Fitts dalam pandangannya mengenai konsep

(12)

4

Universitas Kristen Maranatha menjawab siapakah saya dan bagaimana seseorang memberikan label atau simbol

untuk membentuk dan menggambarkan identitas dirinya.

Remaja yang mengalami kehidupan yang keras, keharusan untuk hidup

mandiri, perhatian yang kurang dari orangtua, lingkungan tempat tinggal yang

tidak kondusif, minimnya kesempatan mengecap pendidikan formal adalah

sebagian kecil faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri pada anak

jalanan (Fitri, 2007).

Anak jalanan menganggap bahwa dirinya tidak sama dengan anak lain dan

merasa dipandang sebelah mata sebagai orang yang tidak mampu, yang pada

akhirnya menyebabkan anak jalanan memiliki konsep diri yang negatif, hal ini

berpengaruh pada rendahnya tingkat kepercayaan diri yang mereka miliki.

(Fitri, 2007).

Anggapan bahwa pengamen jalanan merupakan anak- anak yang tidak

mempunyai latar belakang keluarga, pendidikan dan perilaku yang buruk karena

identik dengan kriminalitas seperti mencuri atau mencopet, membuat para

pengamen jalanan memiliki suatu penghayatan terhadap dirinya, dan penghayatan

tersebut dapat mengarah pada penghayatan yang negatif atau justru positif (Fitri,

2007).

Konsep diri yang dimiliki seseorang akan memengaruhi persepsinya

tentang dunia dan tingkah lakunya. Dalam pergaulan, remaja yang memiliki

konsep diri yang positif akan lebih percaya diri. Remaja percaya bahwa dirinya

memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan, seperti yang diungkapkan oleh Burns

(13)

5

Universitas Kristen Maranatha

penerimaan diri yang tinggi dan hal ini akan memudahkan seseorang dalam

bergaul dengan orang lain. Sebaliknya, remaja yang memiliki konsep diri negatif

merasa bahwa dirinya tidak mempunyai sesuatu yang membanggakan yang bisa

ditunjukkan pada orang lain. Fitts (1971) juga menunjukkan bahwa semakin

positif konsep diri individu, semakin positif juga pandangannya terhadap orang

lain.

Fitts (1971) juga mengemukakan dua dimensi dalam konsep diri, yakni

dimensi internal dan dimensi eksternal. Kedua dimensi tersebut saling berkaitan

dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pada dimensi internal akan dilihat

melalui Identity self yaitu bagaimana pengamen remaja menghayati siapa dirinya

atau dengan kata lain, bagaimana dirinya memberikan label atau simbol terhadap

dirinya kepada orang lain. Behavioral self akan melihat bagaimana pengamen

remaja menggambarkan dirinya melalui tingkah laku yang ditampilkannya pada

masyarakat, dengan konsekuensi yang sudah disadarinya, dan judging self akan

melihat bagaimana pengamen remaja mengamati atau menilai dirinya dengan

membandingkan dengan orang lain dan memberikan patokan pada dirinya dan

orang lain.

Pada dimensi eksternal, terdapat physical self yang akan menunjukkan

bagaimana penghayatan diri pengamen remaja terhadap diri fisiknya yang dilihat

dari kelengkapan fisik, kesehatan dan penampilan apakah dirinya merasa percaya

diri dengan keadaan fisiknya. Moral ethical self yaitu akan melihat bagaimana

pengamen remaja menghayati pertimbangan- pertimbangan moral dan etikanya

(14)

6

Universitas Kristen Maranatha

melihat bagaimana penghayatan pengamen remaja terhadap nilai- nilai pribadi,

apakah pengamen remaja merasa adekuat sebagai pribadi dan merasa percaya diri

dengan apa yang dimilikinya untuk ditampilkan pada orang lain. Family self akan

melihat sejauh mana pengamen remaja merasa bermanfaat dan menjadi bagian

dari keluarga dan teman- teman terdekatnya. Social self yaitu akan melihat

bagaimana pengamen remaja memberikan penilaian terhadap dirinya dalam

berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas dan

bermasyarakat (Fitts, 1971)

Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri menjadi dua bagian,

yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Individu dengan konsep diri

positif akan merancang tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu

tujuan-tujuan yang memiliki kemungkinan bisa untuk dapat dicapai, mampu menghadapi

kehidupan selanjutnya serta menganggap bahwa hidupnya adalah suatu proses

penemuan.

Sebaliknya, individu yang memiliki konsep diri yang negatif memiliki

pandangan tidak teratur mengenai dirinya atau bahkan terlalu stabil dan teratur

karena individu di-didik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan

citra diri yang tidak keras menyimpang dari hukum dan menganggap semua yang

dilakukannya tepat meskipun melawan hukum, tidak memiliki kestabilan dan

keutuhan diri, tidak mengenal siapa dirinya, serta kekuatan dan kelemahan dalam

dirinya dan tidak memiliki penghargaan dalam dirinya, merasa diri tidak berharga

dan tidak dihargai dalam kehidupannya.

(15)

7

Universitas Kristen Maranatha

diantaranya menunjukkan gambaran konsep diri yang positif. Pengamen remaja

menganggap bahwa mengamen adalah pekerjaan yang menyenangkan dan atas

keinginan sendiri, bekerja sebagai pengamen untuk memenuhi perekonomian

keluarga dan dapat membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Para pengamen remaja ini menghayati bahwa orang lain memandang

dirinya sebagai penghibur karena mereka menyanyi dengan tujuan untuk

menghibur orang lain dan merasa telah berhasil dapat menghibur orang lain

dengan nyanyiannya.

Pengamen remaja merasa berguna untuk keluarga karena dapat

menghasilkan uang untuk memenuhi beberapa kebutuhan keluarga, berguna bagi

masyarakat sebagai penghibur meskipun berasal dari keluarga yang tidak mampu

dan tidak melanjutkan pendidikan sekolah yang lebih tinggi seperti remaja pada

umumnya, merasa diri memiliki suara yang cukup bagus dan memiliki

penampilan yang cukup menarik, dan merasa masyarakat menerima kehadiran

mereka sebagai penghibur, dan menghayati diri mereka masih mempunyai sesuatu

yang dapat dibanggakan meskipun berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Sedangkan dua pengamen remaja lainnya menunjukkan gambaran konsep

diri yang negatif yang terlihat pada penghayatan pengamen remaja yang

menghayati dirinya tidak mampu untuk melanjutkan sekolahnya karena hal

tersebut dan merasa putus asa, menghayati diri sebagai orang yang tidak menarik

dan bodoh karena tidak melanjutkan pendidikan seperti teman-teman seusianya,

(16)

8

Universitas Kristen Maranatha

Para pengamen remaja ini menghayati diri tidak memiliki penampilan

yang menarik dan apa yang dilakukannya adalah suatu pekerjaan yang terpaksa

untuk mencukupi kebutuhan perekonomian keluarga dan dirinya, menghayati

hubungan dengan keluargan kurang baik dan melawan orang tua karena orang tua

yang kerap memberikan hukuman yang keras dengan memukul atau membentak,

menghayati bahwa masyarakat tidak menerima dengan baik kehadiran mereka

karena merasa kehadiran mereka dapat menganggu orang lain.

Dari hasil survey awal yang telah dilakukan, peneliti melihat bahwa

masing-masing pengamen remaja memiliki penghayatan diri yang berbeda

terhadap profesi sebagai pengamen. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

mengetahui lebih dalam bagaimana konsep diri pada pengamen remaja di Kota

Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Seperti apakah gambaran konsep diri pada pengamen remaja di Kota

Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud diadakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran

mengenai konsep diri pada pengamen remaja yang berusia 12-21 tahun di Kota

Bandung, dengan tujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri terhadap

pengamen remaja di Kota Bandung dilihat dari dimensi internal dan dimensi

(17)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

1) Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan

informasi pada ilmu psikologi, khususnya pada bidang terapan

psikologi sosial terhadap konsep diri pada pengamen remaja di Kota

Bandung.

2) Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong peneliti lain

untuk mengembangkan dan mengadakan penelitian lebih lanjut

mengenai konsep diri.

3) Memberikan pengertian yang lebih dalam tentang konsep diri sehingga

dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti

konsep diri dan dapat dikaitkan dengan aspek lain.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Sebagai bahan pertimbangan bagi Lembaga Swadaya Masyarakat

untuk mengurangi peningkatan para pengamen remaja dan anak

jalanan khususnya di Kota Bandung, dengan mengadakan

kegiatan-kegiatan tertentu seperti sekolah musik, audisi, dan perlombaan

sehingga pengamen remaja dapat menyalurkan bakatnya dan tidak

melakukan aktifitas di jalanan.

2) Sebagai bahan masukan bagi pengamen agar mengetahui bagaimana

keadaan konsep diri dan lebih mengembangkan konsep diri positif

(18)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.5Kerangka Pemikiran

Dewasa ini, terdapat sekelompok remaja yang lebih banyak menghabiskan

waktunya di jalanan dan tempat- tempat umum lainnya untuk mencari nafkah atau

hanya berkeliaran saja. Kelompok remaja inilah yang kita kenal dengan “anak

jalanan” (Depsos, 1996). Anak- anak jalanan yang tumbuh menjadi remaja

sebagian besar berprofesi sebagai pengamen jalanan.

Kebanyakan pengamen remaja masih tinggal dengan orangtua dan berasal

dari keluarga yang tidak mampu secara ekonomi, kondisi ekonomi membuat diri

pengamen remaja merasa tidak nyaman untuk meminta uang pada orangtua, yang

pada akhirnya pengamen remaja ini memiliki dorongan untuk menjadi pengamen

dengan tujuan untuk untuk mencari uang tanpa meminta pada orang tua mereka.

Selain masalah ekonomi, penyebab menjadi pengamen remaja juga

dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan pertemanan. Kesamaan

kondisi, kebutuhan serta pola pikir membuat pengamen remaja memiliki ikatan

yang kuat dengan sesamanya, sehingga saling mempengaruhi dan menjalin relasi

interpersonal yang lebih mendalam. Lingkungan pertemanan merupakan pengaruh

yang signifikan bagi remaja untuk menjadi pengamen, sehingga para pengamen

remaja mempunyai kemungkinan yang besar bahwa teman-temannya juga adalah

pengamen dan mengikuti standar tingkah laku di lingkungan jalanan. (Conger,

1991) mengemukakaan bahwa pengaruh lingkungan pertemanan dalam

(19)

11

Universitas Kristen Maranatha

perkembangan yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun

penentuan diri remaja dalam berprilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari

kelompok teman sebaya.

Selain pengaruh ekonomi dan lingkungan pertemanan, remaja mengamati

dan mencontoh tingkah laku para pengamen lain dan tertarik untuk mengikutinya

karena mengamen dianggap suatu hal yang menghibur dan menyenangkan.

Setelah melihat perbedaan faktor penyebab remaja menjadi pengamen,

akan dilihat bagaimana penghayatan diri pengamen remaja tersebut setelah

dirinya menjadi pengamen. Proses penghayatan terhadap diri ini disebut dengan

konsep diri. Konsep diri mengacu pada seperti apa pengamen jalanan menghayati

dan mengamati dirinya sebagai pengamen. Fitts (1971) melihat bahwa pengertian

konsep diri dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal,

kedua dimensi ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Dimensi internal dalam penelitian ini yaitu meliputi bagaimana pengamen

remaja memberikan penilaian terhadap dirinya. Terdapat tiga bagian dasar dari

dimensi internal, yaitu identity self, behavioral self, judgement self. Identity self

menjawab pertanyaan mengenai siapakah saya, dimana pengamen remaja

memberikan label atau simbol untuk membentuk identitas dirinya untuk

menggambarkan identitasnya.

Behavioral self yaitu gambaran pengamen remaja mengenai tingkah

(20)

12

Universitas Kristen Maranatha

tertentu baik dari diri sendiri, dari luar atau keduanya. Konsekuensi tersebut

menentukan apakah tingkah laku tertentu akan dipertahankan atau tidak.

Judgement self yaitu penilaian pengamen jalanan akan interaksi identity

self dengan behavioral self, berfungsi sebagai pengamat atau penilai dan

memberikan standar dan perbandingan terhadap diri yang didasarkan pada suatu

patokan dari diri sendiri maupun orang lain.

Dimensi eksternal adalah cara melihat diri sebagai kesatuan yang utuh dan

dinamis dalam melakukan pengamatan dan penilaian terhadap diri, yang timbul

sebagai hasil pertemuan pengamen remaja dengan dunia luar, yaitu dalam

hubungan interpersonal. Disini, diri diamati dari physical self, moral ethical self,

personal self, family self dan social self.

Physical self menyangkut bagaimana pengamen remaja menghayati

bentuk tubuh, kesehatan diri dan penampilan yang dimilikinya. Moral ethical self

menyangkut nilai moral, etika dan aspek religius pada pengamen remaja. Personal

self menyangkut kesesuaian diri atau bagaimana pengamen remaja menghayati

dirinya layak atau tidak untuk menempatkan dirinya di lingkungan. Family self

menyangkut sesuai atau tidaknya pengamen remaja dalam berelasi dengan

anggota keluarganya. Social self menyangkut pada penghayatan pengamen remaja

terhadap dirinya dalam berinteraksi pada lingkungan yang lebih luas, sesuai atau

(21)

13

Universitas Kristen Maranatha

dimensi eksternal tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena, kedua dimensi ini

pada akhirnya akan membentuk suatu jaringan gambaran diri.

Fitts mengemukakan, konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor pertama adalah pengalaman interpersonal yang berharga dan bernilai

menyebabkan perasaan- perasaan positif. Penerimaan dan dukungan lingkungan

apa adanya tentang diri pengamen remaja menjadi pengalaman yang baik

sehingga akan menimbulkan kecenderungan yang positif dalam pembentukan

konsep dirinya. Berbeda dengan pengamen remaja yang tinggal di lingkungan

yang menolak keberadaan dirinya membuat kecenderungan sikap untuk menarik

diri dari lingkungan pergaulan, akibatnya akan timbul perasaan rendah diri yang

memunculkan pembentukan konsep diri yang negatif.

Faktor kedua adalah kompetensi, yaitu kemampuan yang dinilai pengamen

remaja atau orang lain dalam bidang- bidang tertentu yang ditampilkan sehingga

pendapat penghargaan atau pengakuan dari orang lain. Faktor terakhir adalah

aktualisasi diri dari potensi- potensi yang dimiliki pengamen remaja sebagai

perwujudan dari kemampuan personal individu untuk mencapai tujuannya.

Pada dimensi internal, pengamen remaja yang memiliki Identity self yang

positif menghayati diri yang sebenarnya yaitu sebagai pengamen remaja

sebagaimana apa yang dilakukannya. Pada behavioral self, pengamen remaja akan

mempertahankan keinginannya untuk menjadi pengamen karena tindakan

(22)

14

Universitas Kristen Maranatha

pengamen remaja yang memiliki konsep diri positif akan menghayati dirinya

sebagai pengamen yang disukai dan diterima oleh orang lain.

Pada dimensi eksternal, physical self pengamen remaja yang memiliki

konsep diri yang positif menghayati dirinya menarik dan sehat dari segi fisiknya,

dari moral ethical self pengamen remaja yang memiliki konsep diri positif

menghayati dirinya telah mengikuti aturan, tidak melanggar norma-norma agama

maupun hukum, dan menghayati diri sebagai penganut suatu agama yang baik,

dari personal self menghayati diri sebagai seorang yang pantas dan layak dalam

menempatkan dirinya di suatu tempat atau lingkungan (dalam hal ini lingkungan

sebagai bagian dari komunitas para pengamen) dan memiliki rasa percaya diri,

dari family self menghayati diri sebagai bagian dari anggota keluarga dan

memiliki interaksi yang baik dengan anggota keluarganya, dari social self,

menghayati diri sebagai bagian dari masyarakat dan memiliki interaksi dengan

baik dengan masyarakat.

Pengamen remaja yang memiliki konsep diri yang negatif memiliki

konsep diri pada dimensi internal dan dimensi eksternal yang negatif. Pada

dimensi internal, identity self pada pengamen remaja memiliki keraguan mengenai

label yang diberikan orang lain padanya sebagai pengamen karena banyaknya

label yang diberikan padanya. Pada behavior self, pengamen remaja menjadi

pengamen namun tindakan mengamen adalah sesuatu yang terpaksa baginya

(23)

15

Universitas Kristen Maranatha

konsep diri negatif akan menghayati dirinya sebagai pengamen yang merasa

kurang disukai dan kurang merasa diterima oleh orang lain.

Pada dimensi eksternal, dari physic self pengamen yang memiliki konsep

diri yang negatif menghayati dirinya kurang menarik dan kurang sempurna dari

segi fisiknya, dari moral ethical self pengamen remaja yang memiliki konsep diri

negatif melihat dirinya selalu benar dan tidak mematuhi norma-norma agama

maupun hukum, dari personal self pengamen remaja menghayati diri sebagai

orang yang kurang memiliki rasa percaya diri dan merasa lebih rendah dari orang

lain, dari segi keluarga menghayati diri sebagai anggota keluarga yang kurang

memiliki hubungan baik dengan anggota keluarganya dan merasa tidak diterima

oleh anggota keluarga, dari social self, menghayati diri sebagai pengamen remaja

yang tidak dibutuhkan dan tidak berguna bagi masyarakat dan memiliki interaksi

yang kurang baik dengan masyarakat.

Untuk mengukur konsep diri, aspek-aspek tidak dapat dipisahkan. Fitts

menggabungkan dimensi internal dengan dimensi eksternal sehingga menjadi 15

aspek untuk mengukur konsep diri, antara lain :

Physical Identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen remaja

mengenai gambaran dirinya dan pembentukan dirinya terhadap keadaan fisik,

kesehatan dan penampilan (Fitts, 1971). Physical judgement adalah seberapa

besar rasa puas dan kebanggaan penilaian pengamen remaja tentang keadaan

(24)

16

Universitas Kristen Maranatha

motoriknya (Fits, 1971). Physical behavior adalah seberapa besar pengamen

remaja mengenai gambaran tingkah laku yang berkaitan dengan keadaan fisik

mencakup keadaan kesehatan, penampilan, keadaan tubuh dan gerakan

motoriknya (Fitts, 1971).

Moral ethical identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen

remaja mengenai keadaan moral, etika, dan agama yang meliputi batasan baik dan

buruk (Fitts,1971). Moral ethical judgement adalah seberapa besar rasa puas dan

kebanggaan penilaian penagmen remaja mengenai keadaan moral, etika, dan

agama yang meliputi batasan baik dan buruk (Fitts, 1971). Moral ethical behavior

adalah bagaimana pengamen remaja tentang gambaran tingkah laku mengenai

keadaan moral, etika, dan agama yang meliputi batasan baik dan buruk (Fitts,

1971).

Personal identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen remaja

tentang keadaan pribadinya hal ini dipengaruhi oleh sejauhmana mereka merasa

puas terhadap pribadinya (Fitts, 1971). Personal judgement adalah seberapa besar

rasa puas dan kebanggaan pengamen remaja tentang keadaan pribadinya yang

dipengaruhi oleh sejauhmana mereka merasa puas terhadap pribadinya (Fitts,

1971). Personal behavior adalah bagaimana pengamen remaja mengenai

gambaran tingkah laku tentang keadaan pribadinya yang dipengaruhi oleh

sejauhmana mereka merasa puas terhadap pribadinya (Fitts, 1971).

Family identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen remaja

(25)

17

Universitas Kristen Maranatha

pada peran dan fungsinya sebagai anggota keluarga (Fitts, 1971). Family

judgement adalah sebarapa besar rasa puas dan kebanggaan penilaian pengamen

remaja tentang kedudukannya sebagai anggota keluarga yang didasarkan pada

peran dan fungsinya sebagai anggota keluarga (Fitts, 1971). Family behavior

adalah bagaimana pengamen remaja mengenai gambaran tingkah laku tentang

kedudukannya sebagai anggota keluarga yang didasarkan pada peran dan

fungsinya sebagai anggota keluarga (Fitts, 1971).

Social identity adalah seberapa besar penghayatan pengamen remaja dalam

kaitan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yang dipengaruhi oleh

penilaian dan interaksinya dengan orang lain (Fitts, 1971). Social judgement

adalah seberapa besar rasa puas dan kebanggaan penilaian pengamen remaja

dalam kaitan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yang dipengaruhi oleh

penilaian dan interaksinya dengan orang lain (Fitts, 1971). Social behavior adalah

bagaimana pengamen remaja mengenai gambaran tingkah laku dalam kaitan

dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yang dipengaruhi oleh penilaian dan

(26)

18

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran

Pengamen Remaja di Kota

Bandung

Faktor- faktor yang

mempengaruhi konsep diri :

1. Pengalaman

2. Kompetensi

3. Aktualisasi diri

Penyebab remaja menjadi

pengamen :

1. Pengaruh

orangtua

2. Pengaruh teman

3. Keinginan

sendiri

Konsep Diri

1. Physical identity

2. Moral ethical identity

3. Personal identity

4. Family identity

5. Social identity

6. Physical behavior

7. Moral ethical behavior

8. Personal behavior

9. Family behavior

10. Social behavior

11. Physical judging

12. Moral ethical judgment

13. Personal Judgment

14. Family judgment

15. Social judgment

(27)

19

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi

1. Konsep diri pada pengamen remaja di Kota Bandung dapat dilihat dari

dimensi internal yaitu bagaimana pandangan terhadap dirinya dan juga

dimensi eksternal yaitu dari lingkungan tempat remaja ini bertumbuh dan

bergaul.

2. Pengamen remaja di Kota Bandung memiliki konsep diri yang positif

dilihat dari dimensi internal dan eksternal.

 Dilihat dari dimensi internal, pengamen remaja di Kota Bandung

menghayati dirinya sebagai figur yang baik dan menyenangkan di

mata orang lain (identity self), menghayati semua tindakannya

sesuai dengan keinginannya (behavior self), menghayati dirinya

sebagai orang yang berharga di mata orang lain (judging self).

 Dilihat dari dimensi eksternal, pengamen remaja di Kota Bandung

memiliki penghayatan bahwa keadaan fisiknya sehat dan menarik

(physical self), memiliki penghayatan bahwa dirinya adalah orang

yang baik dalam agama yang dianutnya, dan rasa puas dalam

kehidupan beragamanya (ethic moral self), memiliki penghayatan

bahwa dirinya pantas dan percaya diri untuk bergaul dengan orang

lain (personal self), memiliki penghayatan bahwa dirinya pantas

dan merasa diri sebagai bagian dari keluarganya (family self), dan

memiliki penghayatan bahwa dirinya mampu berinteraksi dengan

(28)

52

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan bab sebelumnya maka dapat ditarik

kesimpulan mengenai konsep diri pada pengamen remaja di Kota Bandung

sebagai berikut :

1. Sebagian besar pengamen remaja di Kota Bandung memiliki konsep diri

yang positif.

2. Pengamen remaja di Kota Bandung memiliki family behavior yang negatif

hal ini dipengaruhi oleh pengamen remaja yang lebih banyak melakukan

aktifitas di jalanan, sehingga tugas-tugas atau kewajiban yang seharusnya

dilakukan di rumah menjadi terabaikan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengajukan

beberapa saran, yaitu :

5.2.1 Saran bagi penelitian Lanjutan

Penelitian ini memerlihatkan kecenderungan pengamen remaja memiliki

konsep diri positif. Ada baiknya untuk penelitian tentang konsep diri dijaring juga

data yang berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri yaitu

pengalaman, kompetensi, dan aktualisasi diri.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Sekalipun lebih banyak pengamen remaja yang diteliti memerlihatkan

konsep diri yang positif, namun bukan berarti keberadaan di jalan tidak

(29)

53

Universitas Kristen Maranatha

khusus yang memberikan pelatihan untuk meningkatkan bakat dan

(30)

54

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Bracken, Bruce A. 1996. Handbook of Self Concept. New York : John Wiley & Sons, Inc

Fitts, 1965. The Self Concept Scala Manual. Los Angeles : Western Coorporation

___, 1971. The Self Concept and Self Actualization. California; Western Phsychological Service

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia

(31)

55

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Azzahrasufi, 2011, Menguak Kehidupan Anak Jalanan,

http://azzahsarufi.blogspot.com, diakses tanggal 10 sepetember 2011

Fitri, 2007, Pembentukan Konsep Diri Pada Anak-Anak Jalanan,

http://lowpit.blogspot.com, diakses tanggal 12 September 2010

Journalistiani, 2010, Pemberdayaan Anak Jalanan,

http://journalistiani.wordpress.com, diakses tanggal 5 mei 2010

Sanusi, Makmur. 1996. Beberpa Temuan Lapangan; Survei Anak Jalanan dan

Rencama Penanganannya di DKI Jakarta dan Surabaya. Makalah

dipresentasikan pada Lokakarya Nasional Masalah Kemiskinan di Perkotaan dan Penanganan Masalah Anak Jalanan: DEPSOS-RI bekerjasama dengan UNDP Jakarta

Shetyawan, 2010, Pengamen Jalanan, http://bandung.blogspot.com, diakses tanggal 5 mei 2010

Sudjiar, Achmad. 1991. Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta (Laporan Penelitian.

Jurnal Edisi Perdana). Pusat Penelitian dan Informasi UKS Dewan

Nasional untuk Kesejahteraan Sosial

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Estimasi Usia pada

Ezyload Nusantara Surabaya dalam 8 bulan terakhir mulai bulan Mei – Desember 2010 menunjukkan telah terjadi kecenderungan penurunan jumlah pelanggan (counter) yang melakukan

Pengadaan Kendaraan Dinas Bermotor Perorangan (Lelang Ulang) pada Bagian Umum dan Perlengkapan Sekretariat Daerah Kabupaten Musi Banyuasin dinyatakan GAGAL, karena tidak ada

(1) Kriteria kelulusan peserta didik dari US/M untuk semua mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing

o Peraturan ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan label dan iklan produk pangan, yaitu informasi-informasi produk yang harus ditulis pada label, yang tidak boleh

TINGKATKAN PUAN TEKNIS PARA SEJARAWAN PETUGAS KESEJARAHAN DI.

 Beda persepsi mengenai proses integrasi antara Pemerintah Indonesia dengan Orang Papua.  Interpretasi atas proses dan hasil jajak pendapat

Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less..