• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

2.1.1 Pemaknaan Pesan Hijrah Tentang Hijab Pada Film Hijab Dari Masa Depan (Studi Resepsi pada Anggota Organisasi Mahasiswa Islam Bidang Dakwah Perguruan Tinggi di Malang), Oleh Ardiansyah, Furkoni Wahyu (2021)

Penelitian ini diawali oleh pesan yang disajikan film kepada khalayak, tentang bagaimana seorang perempuan yang dalam prosesnya berhijrah memutuskan untuk berhijab dengan sedikit cara yang berbeda dari perempuan kebanyakan. Pemeran utama dalam film tersebut memutuskan untuk berhijab sesuai syariat Islam secara bertahap. Dan dari penelitian ini, penulisnya tertarik untuk mengkaji lebih dalam bagaimana tanggapan dan cara pandang mahasiswa/i di kota Malang yang mengikuti organisasi keislaman terhadap film tersebut.

Dipilihnya mahasiswa/i anggota organisasi keislaman sebagai khalayak dalam film ini berdasarkan pengetahuan serta dianggap paling kompatibel dan setara dengan isu dari film tersebut.

Menggunakan paradigma Interpretatif Konstruktivis, penelitian tersebut berfokus untuk melakukan interpretasi serta memahami alasan-alasan dari khalayak untuk mengkonstruksikan kehidupan mereka dan makna yang mereka berikan kepada kehidupan tersebut (Hadi, 2013:4).

2.1.2 Pemaknaan Poligami Pada Film Kehormatan Di Balik Kerudung Karya Tya Subiakto Satrio (Studi Resepsi pada Guru SMA Muhammadiyah 2 Mojosari) Oleh Rusmanto, Tegar Muharom Setya (2020)

Latar Belakang penelitian ini adalah bagaimana cara khalayak memandang dan menilai poligami dalam suatu hubungan pernikahan. Penelitinya ingin membandingkan dan mengelompokkan berbagai resepsi yang diperoleh dari masing-masing khalayak untuk dapat disimpulkan.

(2)

6 Dalam pemilihan kriteria subyek atau khalayak yang merupakan guru dengan status aktif mengajar di SMA Muhammadiyah 2 Mojosari tersebut, juga diperuntukkan untuk mereka yang telah atau sedang dalam ikatan pernikahan.

Sehingga penelitian bisa berkesinambungan dengan subyek atau khalayak, dan tentu saja agar bisa mendapatkan persepsi dari seseorang yang memang paham di bidang tersebut.

2.1.3 Pemaknaan Audiens Tentang Pergaulan Remaja Dalam Film Dua Garis Biru (Studi Resepsi pada Anggota UKM Jamaah A.R Fachruddin Universitas Muhammadiyah Malang), Oleh Ilmansyah, Rachmat At Thariq (2020)

Di latar belakangi oleh keresahan penelitinya akan anggapan sebagian masyarakat yang terlanjur memiliki penilaian negatif terhadap film Dua Garis Biru, bahkan sebelum menonton filmnya secara keseluruhan. Padahal dari sudut pandang peneltinya justru film ini ingin menyampaikan mengenai dampak negatif terkait pergaulan bebas remaja.

Menggunakan pendekatan kualitatif, sumber data penelitiannya dihasilkan dari wawancara dan dokumentasi. Penelitiannya hanya menggunakan narasumber atau subyek atau khalayak yang terbatas dan dipilih oleh penelitinya serta dianggap paham mengenai fenomena penelitiannya.

2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Komunikasi Massa

Para pakar komunikasi telah mengemukakan berbagai definisi mengenai komunikasi massa, terdapat berbagai macam jenisnya. Namun, dalam banyak definisi, terdapat banyak kesamaan antara satu dengan lainnya. Mass Communication (Komunikasi massa) merupakan komunikasi yang dilakukan melalui media massa, contohnya melalui media cetak dan media elektronik. Karena, Para pakar komunikasi telah mengemukakan berbagai definisi mengenai komunikasi massa, terdapat berbagai macam jenisnya. Namun, dalam banyak definisi, terdapat banyak kesamaan antara satu dengan lainnya. Mass Communication (Komunikasi massa) merupakan komunikasi yang dilakukan

(3)

7 melalui media massa, contohnya melalui media cetak dan media elektronik.

Sebelumnya sudah dipaparkan bahwa komunikasi massa diterapkan via media cetak serta elektronik, namun seiring bertambahnya waktu, dalam menggerakkan komunikasi massa, media digital beradaptasi menjadi salah satu bentuk media.

Salah satu contoh dari komunikasi massa via media elektronik adalah film.

Film bisa dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu non cerita dan cerita, ada beberapa pakar film yang membagi menjadi film nonfiksi dan fiksi. Film ialah produk dari budaya dan wadah ekspresi seni. Film sebagai komunikasi massa merupakan perpaduan dari fotografi serta rekaman, visual, teater sastra, arsitektur, dan juga musik (Effendy, 1986: 239).

Dikarenakan sifat audiovisualnya, yaitu gambar dan audio yang jernih.

Film dipandang wadah media komunikasi yang ampuh guna menarik massa.

Berbekal dukungan audio dan gambar, film mampu memberikan banyak informasi dengan waktu yang singkat. Ketika menonton tayangan video berupa film, pemirsa dapat merasakan cerita menjadi hidup dalam film itu, memberikan penonton perasaan mampu menembus ruang dan waktu.

2.2.2 Ciri Komunikasi Massa

Menurut Nurudin (2013), sesuatu dapat disebut sebagai komunikasi massa apabila terdapat hal-hal seperti di bawah ini, yaitu:

1. Di dalam komunikasi massa, komunikator dalam menyebarkan pesannya bertujuan untuk mencoba berbagai pengertian bersama dengan berbagai individu yang tidak saling mengenal satu sama lain. Anonimitas audience (audien yang identitasnya tidak diketahui) didalam komunikasi massa inilah yang jadi pembeda dengan tipe komunikasi yang lain.

2. Komunikator berperan sebagai pengendalian guna membagikan sebuah pesan. Pesan dikirim secara cepat ke para audien. Setelah itu pesan dibagikan lewat berbagai media, seperti tabloid, koran, film, televisi, atau kombinasi dari berbagai media-media tersebut.

3. Pesan sebagai milik massa. Yang artinya adalah setiap pesan tersebut bisa didapat dan diterima oleh khalayak secara luas.

(4)

8 4. Ikatan, jaringan dan perkumpulan merupakan bagian dari organisasi formal yang kebanyakan menjadi sumber komunikator media massa. Secara singkat artinya, komunikator dapat berasal dari lembaga, tidak hanya dari seseorang saja. Lembaga ini umumnya berfokus pada keuntungan, tidak hanya organisasi nirlaba ataupun sukarela.

5. Penyaring informasi atau Gatekeeper berperan sebagai pengontrol atau pengendali komunikasi massa. Dengan tujuan, pesan yang disampaikan lalu dikontrol oleh beberapa individu lewat instansi tersebut sebelum akhirnya dipublikasikan via media massa.

6. Feedback atau Umpan balik, dalam komunikasi massa memiliki sifat tertunda atau delay. Sebagai contoh, komunikasi antarpersonal. Di dalam komunikasi antarpersonal, Feedback dapat langsung dikerjakan, lain halnya dengan komunikasi yang dilakukan lewat media cetak, karena tertunda jadi tidak bisa langsung dilakukan.

2.2.3 Fungsi Komunikasi Massa 1. Entertainment (hiburan)

Membaca dan menonton hiburan mampu menyegarkan kembali suasana hati seseorang. Sehingga, hiburan menjadi fungsi komunikasi massa yang tidak bisa diabaikan (Ardianto & Erdinaya, 2007).

2. Interpretation (penafsiran)

Fungsi penafsiran memiliki persamaan dengan pengawasan atau pemantauan. Tak hanya semata-mata menyajikan data dan fakta, tetapi juga proses memaknai atas kejadian yang dinilai penting.

3. Surveillance (pemantauan atau pengawasan)

Fungsi pemantauan atau pengawasan di dalam komunikasi massa memiliki dua bentuk utama, yaitu warning or beware surveillance (pengawasan atau monitoring peringatan) dan instrumental surveillance (pengawasan instrumental).

4. Lingkage (pertalian)

Mass Media (media massa) dapat menghubungkan berbagai lapisan masyarakat yang nantinya terbentuk lingkungan sekitar dengan ketertarikan dan hobi yang sama.

(5)

9 5. Penyebaran nilai atau fungsi sosialisasi

Sederhananya, sosialisasi berfokus tentang bagaimana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai kelompok yang ada.

2.3 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Cerita dengan gambar bergerak dapat diartikan sebagai film. Saat ini, film menjadi bagian dari kehidupan sosial yang memberikan dampak besar bagi penontonnya. Sebagai salah satu media massa, film bisa mempengaruhi pandangan dan perilaku masyarakat. Selain dapat mempengaruhi pandangan dan perilaku masyarakat, karakteristik film audiovisual dapat memberikan pengalaman serta emosi khusus kepada penontonnya. Film dijadikan salah satu media khusus, karena telah memberikan pengalaman dan emosi kepada para penontonnya ketika menonton. Lewat hal-hal ini, film menjadi media yang kuat dalam menarik penonton dari berbagai kelas budaya dan sosial. Bagi sineas film, film ialah media yang cocok dalam menyalurkan ide kreatif yang mereka miliki.

Selain memiliki kelebihan, film juga memiliki kelemahan yaitu banyaknya pendapat atau pandangan. Dalam memahami elemen-elemen film, diperlukan analisis lain. Di sisi lain, kelemahan lain dari film ialah film yang dibuat secara umum juga telah menciptakan budaya bersama yang bisa mengikis area tertentu.

Salah satu dampak dari film sendiri yaitu dapat mempengaruhi penontonnya, khususnya anak-anak. Film-film dengan genre seperti kejahatan, horor, pornografi dan kekerasan dapat memberikan efek negatif kepada yang menonton. Pada perspektif industri, komersialisai dan industrialisasi film menjadikannya lebih baik. Saat ini, banyak film yang hanya mengejar keuntungan dan mengikuti keinginan target audien, tanpa memperdulikan kualitas film itu sendiri. Menurut Lasswell dalam Effendy (1999: 27), film memiliki beberapa fitur komunikasi diantaranya yaitu:

1. Komunikasi kecerdasan sosial. Maksudnya, media massa menyampaikan pengetahuan, norma dan nilai yang diturunkan dari generasi ke generasi dalam suatu lapisan masyarakat tertentu.

2. Pemantauan lingkungan, memiliki arti media massa memiliki peran sebagai pengamat atau pemerhati lingkungan. Dengan mempublikasikan informasi serta mengkombinasikan terkait beragam peristiwa dari sumber yang ada.

(6)

10 3. Interelasi faktor sosial dalam menyikapi lingkungan. Memiliki arti bahwa media massa tidak selalu harus mengutarakan segala macam informasi yang diterima secara lengkap.

2.4 Pengertian Film

Sebagai media communication (media komunikasi) audiovisual, film dapat menyampaikan informasi kepada sekelompok orang yang berkumpul di tempat tertentu. Film adalah mesin waktu yang dapat menyampaikan pengetahuan tentang harapan, impian, suasana dan nilai. Selain mesin waktu, film juga adalah barometer yang menunjukkan perubahan nilai suatu negara. Saat ini, film menjadi media untuk menceritakan dunia satu sama lain. Menurut (Askurifai Baksin, 2003:3) Film ini memainkan peran dua arah yaitu penonton dapat menonton film dan juga film dapat mencerminkan penonton.

Pesan yang disampaikan oleh film dapat berupa berbagai macam, sesuai dengan misi film itu sendiri. Namun, seringkali film bisa berisi bermacam-macam pesan, seperti moral, hiburan pendidikan, dan informasi. Karena sifat audiovisual dari video dan suara yang jernih, film dianggap sebagai media komunikasi yang kuat untuk khalayak luas. Dengan audio dan video, film mampu menampilkan berbagai konten dalam jangka waktu yang singkat. Ketika melihat film, penonton seperti diajak berbicara dan berdiskusi mengenai kehidupan dan juga diajak menembus ruang dan waktu sehingga memberikan pengaruh kepada setiap penonton yang menontonnya.

Menurut buku “Understanding the Film” (2008:1) oleh Himawan Pratista, bahwa film dibagi menjadi film dan cerita. Tema film serta cerita berhubungan dengan unsur-unsur na. Tak semua cerita di film mampu dipisahkan oleh unsur- unsur narasi, seperti konflik, latar, plot, tokoh, dan setting waktu, merupakan faktor yang dibutuhkan untuk membuat sebuah cerita. Semua unsur tersebut kemudian membentuk unsur cerita. Tujuan utama dari film ini adalah guna memberikan khalayak tontonan sebagai sarana hiburan. Fungsinya juga sama seperti televisi, tabloid, radio atau media lain.

(7)

11 2.4.1 Jenis Film

Di dalam buku Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Effendy menjelaskan (2003:43), film dibagi beberapa jenis, diantaranya:

1. Warta Berita

Film warta berita berbicara mengenai yang sedang benar-benar terjadi.

Karena sifat berita, film ini perlu mempunyai nilai berita untuk khalayak.

Malah, tak ada "fakta berita" dalam sifat film ini, jika dibandingkan dengan media lain seperti radio dan media cetak. Beberapa berita pastinya autentik.

Pembuatan warta berita memakan waktu yang panjang.

2. Cerita

Maksudnya film ini megisahkan suatu cerita. Kisah yang disajikan tentunya perlu mengandung unsur-unsur yang menyentuh hati dan pikiran khalayak.

3. Film Animasi

Animasi atau kartun adalah film yang dibuat melalui gambar bergerak dan ketika pertamakali muncul, dibuat dengan teknologi stop motion.

4. Dokumenter

Dokumenter merupakan film yang didasari pada keadaan rill yang sedang terjadi sehingga belum dimanipulasi sama sekali.

2.4.2 Tema Film (Genre)

Askurifai Baksin (2003:93), membagi tema film menjadi lima yakni:

1. Action

Tema aksi biasanya lebih menunjukkan adegan dimana ada dua karakter yang sedang melakukan pertempuran atau berkelahi menggunakan senjata, yaitu karakter baik atau biasanya digambarkan sebagai pahlawan dengan karakter yang buruk atau digambarkan sebagai musuh.

2. Drama

Tema drama lebih menekankan kepada aspek minat manusia, dimana tema ini bertujuan untuk mengundang penonton merasakan kejadian yang sedang dialami oleh pemainnya. Drama menyebabkan para penonton merasa atmosfir nyata, seperti merasa bahagia, kecewa, marah bahkan sedih.

(8)

12 3. Horor

Tema horor pada umumnya menampilkan adegan yang dapat membuat penonton takut dan dapat menaikkan adrenalin para penontonnya. Film dengan tema horor biasanya terkait dengan dunia magis yang dikemas sedemikian rupa hingga dapat membuat penontonnya merasakan sensasi mencekam.

4. Parodi

Film dengan tema parodi ialah tiruan dari suatu film, tetapi dibangun dengan versi yang sedikit beda hingga membuat penontonnya tertawa ketika menonton film tersebut.

5. Komedi

Tema komedi adalah dimana sebuah film yang terdapat adegan atau dialog yang menarik dan membuat para penonton tertawa.

6. Drama Action

Film dengan tema drama action memiliki dua kombinasi tema yaitu aksi dan drama. Biasanya, film dibuka dengan suasana melankolis khas drama lalu dilanjutkan dengan menghadirkan suasana yang menegangkan.

7. Tragedi

Tema tragedi biasanya diperankan oleh karakter protagonis sebagai peran utama, dalam filmnya mengisahkan nasib yang dialami oleh tokoh dalam filmnya.

8. Komeditragi

Menampilkan komedi di awal, lalu dilanjutkan dengan adegan tragis.

Sehingga penonton bisa merasakan naik turunnya emosi mereka sepanjang film diputar.

9. Komedi Horror

Menayangkan adegan-adegan horor mencekam, film menyisipkan komedi di beberapa adegannya. Sehingga penonton masih bisa merasakan ketakutan dibalur dengan candaan.

(9)

13 2.5 Kritik Sosial

Suatu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang ditujukan untuk atau mengendalikan sistem atau proses sosial merupakan pengertian dari kritik sosial.

Sedari dulu, kritik sosial dijadikan sarana dalam penyebaran ide-ide baru dengan mengevaluasi ide-ide lama dalam perubahan sosial. Dalam hal ini, kritik sosial menjadi salah satu komponen yang penting dalam sisem sosial. Menurut Mas’oed (1997:47), kritik sosial mempunyai berbagai macam bentuk dalam proses penyampaiannya, semuanya tergantung kepada siapa pesan kritik sosial itu akan disampakan dengan dengan tema apa, Contoh kritik sosial yaitu ketika seseorang menilai orang lain dengan cara menyindir atas perilaku buruk yang dilakukan seseorang, biasanya kritik sosial ini dilakukan akan unsur tidak terima atau tidak suka

2.6 Kritik Sosial dalam Film

Kritik merupakan bahasa Yunani “krinein” yang artinya adalah pengamatan, perbandingan dan penimbangan. Dalam hal ini, istilah sosial berkaitan dengan interaksi langsung masyarakat. Interaksi masyarakat yang dimaksud adalah interaksi yang merujuk kepada masalah-masalah yang ada dan sedang terjadi yang melibatkan banyak orang dan seringkali disebut kepentingan publik.

Sebagai bentuk evaluasi pada masyarakat, kritik sosial memiliki fungsi kontrol dalam sistem yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Ketika komunikasi yang telah berlangsung diantara pemerintah dan masyarakat mengalami kegagalan atau biasa disebut miss communication, dapat menyebabkan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan, contohnya ialah demo yang kerap kali terjadi. Menurut Soerjono Soekanto (2012: 179) sistem social control (kontrol sosial) biasanya didefinisikan sebagai pengawasan pada publik selama operasi pemerintah, tetapi seringkali pada kenyataannya, kontrol sosial mencakup semua proses yang telah disiapkan, baik yang disiapkan maupun yang tidak. Biasanya proses ini bersifat mengajak, membangun dan mendidik untuk kebaikan masyarakat. Contohnya yaitu mengikuti aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Dalam sebuah film, para pembuat film memiliki pesan yang sengaja

(10)

14 ditujukan kepada penontonnya, biasanya pesannya berupa kritik sosial, pesan moral, maupun motivasi. Pesan ini diselipkan di film dengan berbagai tujuan untuk memberikan pelajaran atau pengetahuan kepada yang menonton. Film merupakan media yang cocok untuk menyampaikan, mengirimkan dan mengutarakan pesan, khususnya pesan kritik sosial. Saat ini sudah banyak sekali film yang mengangkat tema kritik sosial terhadap pemerintah, masyarakat, politik, dan lain-lain. Salah satu contohnya yaitu film Penyalin Cahaya yang akan diteliti dalam penelitian ini.

2.7 Budaya Patriarki di Indonesia

Dalam bukunya yang berjudul Pengantar Gender dan Feminisme (2013), Rokhmansyah memaparkan, patriarki berasal dari kata patriarkat, yang memiliki arti bahwa struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai sentris atau penguasa tunggal. Patriarki yang terjalin dalam masyarakat kita menciptakan ketidaksetaraan gender yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia. Laki-laki diberi peran dominan baik di sektor swasta maupun publik dan memiliki hak atau kekuasaan atas perempuan. Pandangan ini memunculkan isu pembatasan peran perempuan dan pada akhirnya mengarah pada perlakuan diskriminatif. Menurut Napikoski (2020), patriarki digambarkan sebagai struktur yang secara umum mengatribusikan kekuasaan atas perempuan kepada laki-laki.

Masyarakat patriarki adalah suatu sistem yang secara struktural didominasi oleh laki-laki, baik secara organisasional maupun pribadi. Definisi lain dari patriarki dapat ditelusuri kembali ke gagasan Wolby (1990: 21). Digambarkan patriarki sebagai sistem praktik struktural sosial dimana pria mengeksploitasi, merendahkan, menindas, dan mendominasi wanita. Menurut Walby, ada 6 tingkatan abstrak tentang patriarki, yaitu:

(1) Relasi patriarki dalam pekerjaan-pekerjaan profesional (2) Patriarki dalam negara

(3) Patriarki dalam institusi kebudayaan (4) Patriarki dalam seksualitas

(5) Kekerasan oleh laki-laki

(6) Cara patriarki tersebut diproduksi

(11)

15 Sampai hari ini, praktik patriarki terus berlanjut. Dalam beberapa studi penelitian yang dilakukan, praktik patriarki dilakukan sesuai dengan kondisi dan budaya di mana praktik tersebut dipraktikkan. Studi yang dilakukan menyelidiki beberapa masalah sosial yang disebabkan oleh praktik patriarki yang permanen.

Misalnya pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), stigma perceraian, dan pernikahan dini.

2.8 Ketidakadilan Gender 1. Stereotip Gender

Lewat OHCHR (Office of the High Commisioner of Human Right) atau kantor komisaris tinggi hak asasi manusia, PBB, sebuah instansi yang menyusun Human Rights atau hak asasi manusia (HAM), yang melarang stereotip gender. Ditekankan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk menghapus diskriminasi antara pria dan wanita dalam setiap aspek.

Kewajiban ini, menegaskan setiap negara untuk dapat menerapkan perintah yang bertujuan untuk menghilangkan stereotip gender, termasuk pada sektor pekerjaan yang sering dianggap sebagai hal yang didominasi pria.

Stereotip gender adalah praktik menilai individu laki-laki atau perempuan hanya berdasarkan karakteristik, atribut, atau peran mereka didalam masyarakat. Pada dasarnya, stereotip adalah pemahaman yang dapat mengarah pada pembuatan asumsi tentang anggota kelompok, subjek, wanita, dan/atau pria. Stereotip gender adalah praktik penerapan keyakinan stereotip ini kepada seseorang.

Stereotip gender menjadi isu ketika mengarah pada pelanggaran, baik berupa pelanggaran HAM maupun pelanggaran kebebasan fundamental.

Contohnya adalah tidak mungkinnya mengkriminalisasi perkosaan dalam perkawinan berdasarkan stereotip bahwa perempuan adalah milik seksual laki-laki. Contoh lain adalah ketidakmampuan sistem peradilan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku kekerasan seksual berdasarkan pandangan stereotip bahwa itu adalah praktik umum.

(12)

16 2. Pelecehan Seksual

Dalam makalah berjudul “Pengalaman dan Pengetahuan Tentang Pelecehan Seksual: Studi Awal di Kalangan Mahasiswa Perguruan Tinggi”, Rusyidi dkk (2019:75) menjelaskan bahwa pelecehan seksual mengacu pada perilaku yang ditandai dengan ucapan atau rayuan seksual yang tidak diinginkan dan tidak pantas. tempat kerja, pekerjaan, atau situasi sosial lainnya.

Pelecehan seksual dalam konsep Gelfand, Fitzgerald, & Drasgow (1995) didefinisikan sebagai suatu tindakan dengan implikasi seksual yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh 4.444 orang atau 4.444 kelompok orang terhadap orang lain. Lebih lanjut Gelfand dkk mengklasifikasikan pelecehan seksual ke dalam tiga dimensi yaitu, pelecehan berbasis gender, perhatian seksual yang tidak diinginkan, dan paksaan seksual (Rusyidi dkk., 2019: 76). Sedangkan menurut Triwijati, gambaran yang lebih jelas tentang definisi pelecehan seksual dapat diperoleh, selain menggambarkan bahwa pelecehan seksual termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pembayaran seksual ketika seseorang menginginkan sesuatu, pemaksaan aktivitas seksual, meremehkan klaim seks atau orientasi seksual. , menuntut tindakan seksual, perilaku yang dinikmati pelaku, atau nada seksual kata- kata dan perilaku seksual, secara langsung atau implisit (Triwijati, 2007:

303).

Menurut Komnas Perempuan, ada 15 jenis kekerasan seksual. Klasifikasi ini ditentukan berdasarkan hasil tindak lanjut kasus dari kasus yang terjadi antara 1998-2019. Pelecehan seksual, termasuk salah satu klasifikasi kekerasan seksual. Hal ini berdasarkan definisi Komnas Perempuan tentang pelecehan seksual sebagai tindakan seksual melalui kontak fisik dan kontak fisik dan non fisik yang diarahkan pada alat kelamin atau seksualitas korban, termasuk menggunakan bersiul, menggoda, membuat suara seksual, melihat materi pornografi, mengekspresikan seksual menginginkan. , mencolek atau menyentuh bagian tubuh, gerakan atau gestur yang bersifat seksual yang menyinggung, menyinggung, menghina, perilaku/tindakan yang menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan.

(13)

17 Ada 4 pendekatan yang digunakan Fairchild & Rudman (2008: 338-357), untuk menguraikan akar dari pelecehan seksual:

(1) Model biologis. Pendekatan ini berasumsi bahwa pelecehan seksual lebih banyak dipengaruhi oleh adanya pengaruh biologis antara wanita dan pria. Tindakan ini bukan untuk ditafsirkan sebagai pelecehan, tetapi sebagai hal yang lumrah.

(2) Pendekatan organisasional (model organisasi). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pelecehan seksual ditunggangi oleh hubungan kekuasaan dalam wujud hirarki. Pihak yang lebih dominan (dominan) dianggap mampu menmanipulasi kedudukannya untuk melayani kebutuhan seksualnya dengan melakukan tindakan pelecehan seksual kepada pegawainya (bawahan).

(3) Pendekatan sosiokultural (model sosiokultural). Pelecehan seksual adalah prosedur di mana pria mempertahankan dominasi atas wanita, dari segi ekonomi. Pelecehan seksual terjadi dengan cara menghambat perkembangan kapasitas wanita atau dengan mengancam wanita untuk berhenti dari pekerjaannya.

(4) Pendekatan model limpahan peran gender menunjukkan bahwa pelecehan seksual sangat mungkin terjadi di lingkungan di mana perempuan adalah minoritas atau mayoritas.

Dalam kerangka penelitian ini, pendekatan organisasi atau model organisasi sangat relevan ketika kasus pelecehan seksual terjadi pada mahasiswi bernama Sur dalam film Penyalin Cahaya, terjadi karena saat ia berada di bawah pengaruh minuman beralkohol. Ketika Sur menyadari apa yang terjadi dan berusaha mencari keadilan atas hal yang menimpanya, pihak kampus justru malah membungkam dan membalikkan keadaan dengan menjadikan Sur sebagai pihak yang bersalah.

2.9. Audiens Memaknai Konten Media

Ada beberapa teori yang dipaprkan oleh para pakar terkait efek media massa.

Berisi tentang interaksi dan bagaimana khalayak mampu menafsirkan konten media.

Melvin De Fleur dan Sandra Ball Rokeach (1988), mendapatkan tiga kesimpulan tentang khalayak di media massa, yaitu (Nurudin, 2009: 106-108):

(14)

18 1. Perspektif Pribadi yang Berbeda

Teori ini menjabarkan sikap masyarakat. Menurut teori ini, tak ada dua audiens yang sama. Pengaruh media massa pada setiap orang bisa berbeda dan menyesuaikan keadaan psikologis masing-masing individu yang dilihat dari pengalaman masa lalunya. Makna didalam teori ini beragam tergantung dari pemahaman masing-masing orang.

2. Perspektif tentang kategori sosial

Teori ini dapat mengklasifikasikan kelompok orang dalam masyarakat menurut jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, kesempatan, dll.

Menurut teori ini, setiap individu cenderung memiliki persamaan dalam menafsirkan isi pesan media.

3. Perspektif tentang hubungan sosial

Teori ini merujuk pada pesan media yang dipengaruhi oleh khalayak atau khalayak lain yang memiliki pola pikir yang kurang lebih sama.

Kemudian, efek komunikasi massa tertentu dimodifikasi oleh audiens yang memiliki hubungan atau koneksi sosial dengan semua anggota audiens lainnya.

Dengan tiga teori yang dijelaskan di atas, dapat menyebabkan munculnya suatu penafsiran dalam suatu pesan yang mungkin hilang atau ditolak oleh khalayak tertentu sebab bisa memberikan pendapat atau interpretasi dengan cara yang berbeda.

2.10 Studi Resepsi

Studi resepsi atau bisa disebut juga sebagai analisis resepsi, dapat dipahami sebagai penerimaan, apa yang diterima dapat berupa pengalaman atau seni, lalu informasi. Resepsi berkaitan dengan pentingnya memahami teks komunikasi dengan memahami bagaimana teks tersebut dapat diterima, dibaca atau ditolak oleh khalayak. Kajian perhatian-resepsi atau kajian makna dalam komunikasi massa Penelitian berdasarkan teori decoding dan encoding yang dipaparkan oleh Stuart Hall (1974). Ketika pesan atau makna diterima, proses dekripsi biasanya dimulai, yang merupakan kebalikan dari proses enkripsi akhir. Decoding adalah kegiatan yang menafsirkan isi pesan fisik ke dalam bentuk yang bermakna bagi penerimanya (Mahmud, 2018: 217). Dalam pencarian analisis penerimaan atau signifikansi publik

(15)

19 atau publik. Stuart Hall mengungkapkan bahwa ada tiga jenis pembacaan pesan (Eriyanto, 2001:194-195), antara lain:

1. Dominan

Audien menyetujui pesan yang disampaikan lalu menafsirkan pesan dan memahami pesan yang diberikan.

2. Negosiasi

Khalayak menerima secara umum, namun menolak ideologi tertentu. Ditolak jika tidak sesuai dengan ideologi khalayak.

3. Oposisi

Menolak makna dan menggantikannya dengan ideologi tersebut. Analisis resepsi merupakan kajian teks media yang menjelaskan bagaimana pemirsa menafsirkan saat menonton acara. Simbol, pesan, dan simbol dimaknai sebagai bacaan yang disukai atau makna utama dari suatu adegan atau pertunjukan. Ide resepsi memiliki kesamaan yaitu berperan aktif dalam memaknai tayangan dan pesan yang diterima penonton.

Berbeda dengan metode penelitian lain, teori analisis resepsi tidak hanya secara pasif menerima simbol, simbol, teks dan gambar dari konten media, tetapi juga memungkinkan pemirsa untuk menafsirkan tayangan berdasarkan pengalaman hidup dan masyarakat. Konteks yang secara implisit menjelaskan bahwa audien memiliki hak untuk menilai sesuatu bedasarkan pemahaman dan pengalamannya. Analisis resepsi mendukung studi tentang audiens dan bertujuan untuk menempatkan audiens di lokasi yang tidak pasif. Selain itu, teori ini juga dijadikan sebagai bahan penelitian pengembangan studi histografi.

2.11 Teori Endcoding dan Decoding

Stuart Hall, mengemukakan teori Encoding dan Decoding sebagai sebuah proses khalayak atau audiens mengkonsumsi serta memproduksi makna dalam penerimaan atas isi konten media massa yang dikonsumsinya.

Kode encoding dan decoding mungkin tidak simetris secara sempurna. Tingkat- tingkat kesimetrian yakni, tingkat pemahaman, dan kesalahpahaman dalam pertukaran komunkatif bergantung pada tingkat simetri/asimetri (relasi padanan kata) yang ditetapkan di antara posisi personifikasi, antara produsen encoding dan penerima decoding (Stuart Hall, Dorothy Hobson, Andrew Lowe dan Paul Willis, 2011:217).

Referensi

Dokumen terkait

Intervensi yang harus dilakukan pada dusun dan sektor prioritas (Dusun Melati pada sektor pertanian) adalah penanganan prasarana transportasi berupa peningkatan jaringan jalan

Hasil analisis Hipotesis 1 diketahui bahwa nilai t hitung sebesar -5,871 dengan tingkat signifikansi 0,000 jauh dibawah 0,05 sehingga hasil analisis tersebut dinyatakan

Alhamdulilah hirobil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun skripsi yang berjudul Pengaruh Keragaman Produk, Lokasi, Harga, Promosi, dan Tempat Nongkrong terhadap Kepuasan

We will certainly offer the best means and also recommendation to get guide 100 Edible Mushrooms By Michael Kuo Even this is soft data book, it will be simplicity to lug 100

The next chapter, Chapter 3, investigates the effects of openness and indebtedness of the economy on the size of fiscal multiplier and analyzes the difference in the size of

1) Hasil aktivitas guru pada siklus II mengalami peningkatan dari siklus yang sebelumnya, yakni siklus I 79,16 meningkat menjadi 94,45 pada siklus II. 2) Berdasarkan perolehan

Grandifenol B, suatu tetramer resveratrol yang memiliki unit tetrahidrofuran, telah berhasil diisolasi dari ekstrak aseton kulit batang Shorea