• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beton

Beton merupakan material komposit dimana campurannya berupa semen, agregat dan air dimana agregat yang digunakan ialah agregat kasar dan halus. (Adalah et al., 2019). Beton merupakan sebagai bahan bangunan konstruksi memiliki sifat- sifat mekanis yang ditentukan oleh perencanaan dan bahan-bahan yang dipilih.

Berikut merupakan sifat-sifat beton yang perlu diketahui guna keperluan perancangan dan pelaksanaan, yaitu:

1. Kekuatan

Berdasarkan (SK SNI 15-1991-03, 1991), kekuatan beton merupaakan kemampuan yang dimiliki saat diberi gaya tekan per satuan luas yang menyababkan beton hancur apabila beban sudah mencapai beban maksimum, umumnya kekuatan beton diwakilkan menggunakan pengujian kuat tekan beton. Adapun hal yang dapat mengurangi kekuatan beton ialah: rasio air dan semen, densitas, umur beton, proporsi campuran dan sifat agregat (Tjokrodimuljo,1996).

2. Keawetan (Durability)

Keawetan pada beton adalah kemampuan beton bertahan seperti kondisi yang direncanakan sampai waktu yang direncanakan tampa adanya perubahan fisik.

Pada keawetan perlu diperhatikan dalam pembatasan nilai rasio air dan semen, berat semen dan penyesuaian air terhadap lingkungan (Manap & Prapto, 2016).

3. Modulus elastisitas

Indeks/nilai kekakuan (stiffness) pada material atau bahan. Modulus pada aplikasi rekayasa diartikan dengan perbandingan tegangan dengan regangan yang dihasilkan. (Soleman, 2014)

4. Kelecakan (Workability)

Merupakan kemampuan beton segar dibentuk, dimana semakin plastis campuran maka semakin mudah dikerjakan. Workability dipengaruhi oleh : a. Kandungan air dan semen

b. Bentuk agregat

(2)

6 c. Perbandingan campuran agregat

5. Susut (Shrinkage)

Pada beton susut terdapat dua macam yaitu: susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terbentuk pada saat adukan dituangkan kedalam cetakan. Sebaliknya susut pengeringan terbentuk pada saat beton sudah mencapai setting time atau reaksi semen yang sudah mengeras.

6. Pemisahan agregat kasar (Segregation)

Segregation ialah dimana agregat atau komponen material dalam campuran beton memisah. Sarang agregat kasar pada beton terjadi apabila segregasi sangat tinggi dan beton akan keropos. Hal yang disebabkan segregasi, yaitu : a. Proporsi air yang berlebihan

b. Butir gradasi yang kurang baik c. Kurangnya penggunaan semen 7. Bleeding

Bleeding merupakan campuran air naik kepermukaan setelah beton segar dibentuk atau dirapatkan. Campuran air naik ke atas permukaan bersama semen dan agregat halus lalu terjadi pembentukan selaput saat beton mengeras.

Fakto yang dapat menyebabkan Bleeding yaitu:

a. Proporsi air yang berlebihan

b. Butir gradasi agregat yang kurang baik

Menurut (Tjokrodimuljo, 2007) kelebihan yang dimiliki beton yaitu :

a. Harga untuk pembuatan umumnya murah karena memakai material yang mudah ditemui.

b. Tahan lama, tahan panas, dan tahan akan korosi yang disebabkan oleh keadaan lingkungan, oleh karena itu biaya pemeliharaan juga relatif rendah.

c. Beton mempunyai kekuat tekan cukup cukup tinggi membuat beton mudah jika dipadukan menggunakan tulangan baja yang memiliki kuat tarik tinggi menjadikan struktur yang tahan terhadap tarik dan tahan terhadap tekan.

d. Beton segar mudah untuk dicetak dari sisi betuk dan ukuran. Walaupun beton memiliki kelebihan, namun beton juga memiliki keterbatasan. Berikut keterbatasan yang dimiliki beton:

(3)

7 a. Dengan kuat tarik yang rendah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya retak

pada beton

b. Berubahnya volume atau adanya susut dan rangkak 2.2. Beton Serat

Beton serat diartikan sebagai beton segar dengan tambahan serat. Konsep beton serat ialah memberikan tulangan pada beton dengan serat yang diseberikan secara random pada beton segar, sehingga serat diharapkan dapat mengurangi terjadinya retakan dini di daerah tarik yang disebabkan oleh pembebanan. Serat yang digunakan bisa bermacam-macam jenisnya mulai dari baja, plastik, ijuk maupun tumbuhan. (Ou et al., 2012). Penggunaan serat pada beton juga akan mempengaruhi kelecakan pada beton, semakin meningkatnya serat kelecakan akan semakin menurun hal ini terjadi karena pada saat pencampuran serat tidak tersebar secara merata dan menghalangi pergerakan antar agregat. Maka dari itu diperlukan pemadatan yang sempurna untuk hasil yang maksimal pada beton serat.(Suhardiman, 2011). Selain pemadatan memperkecil diameter maksimum agregat menjadi u ¾” (19mm) dapat memberi ruang bagi serat. Edgington meneliti dengan menurunkan nilai maksimum agregat menjadi 10mm juga dapat meningkatkan kelecakan pada adukan.

Berdasarkan peneliti (Pustaka, 1974) diketahui bahwa penggunaan serat terjadi adanya peningkatan kuat tarik beton, dengan memberikan penambahan daktilias yang maksimum sehingga serat dapat megurangi terjadinya susut dan retak yang terjadi pada saat pembebanan. Pada saat pencampuran serat dimasukan setelah penambahan agregat kasar, agregat halus, semen, dan air telah tercampur merata.

2.3. Material Penyusun Beton

Berikut material yang dipakai dalam pembuatan beton yaitu:

1. Semen

Semen adalah bahan pengikat agregat. Semen akan mengeras dengan adanya air, reaksi ini dinamakan proses hidrasi. Proses hidrasi merupakan proses semen berubah menjadi pasta, dan pasta yang akan mengikat antar agregat, semakin tinggi pengikatan maka mutu beton akan semakin baik. Kualitas

(4)

8 semen dapat diketahui melalui sifat kimianya, berikut merupakan pengaruh sifat kimia yang mempengaruhi kerja pada semen:

Tabel 2.1. Oksida dalam Porland Cement

Oksida Persen(%)

Kapur (CaO) Silika (SiO2) Alumina (AL3O3) Besi (Fe3O3) Magnesia (MgO) Sulfur (SO3)

Potash (Na2O + K2O)

60-70 7-20

3-7 0,5-5 0,5-3 1-2 0,5-1 Sumber: (SNI 15-2531, 1991)

Berdasarkan oksida utama beroksidasi menghasilkan senyawa berupa C3S, C2S, C3A, C4AF, yang berekeja untuk proses hidrasi.

Berikut merupakan macam semen portland:

a. Semen Portland Type I

Jenis semen tipe I ini termasuk semen yang sering kali digunakan pada masyarakat karena semen ini dikhususkan untuk bangunan yang tidak memiliki syarat apapun.

b. Semen Portland Type II

Pada tipe II ini jika diperuntukkan akan ketahanan panas hidrasi sedang.

Semen tipe II diaplikasikan pada bendungan, dan irigasi.

c. Semen Portland Type III

Semen jenis ini jika menginginkan kekuatan awal yang tinggi, Semen Potland tipe III diperuntukkan pada bangunan, jembatan dan pondasi dimana jenis konstruksi tersebut memerlukan kekuatan yang tinggi.

d. Semen Portland Type IV

Semen portland ini jika diinginkan panas hidrasi rendah. Semen Portland tipe IV biasa digunakan dalam pengecoran yang tidak menghasilkan panas, dan pengecoran dengan penyemprotan (setting time lama).

e. Semen Portland Type V

Semen ini diperuntukkan ketahanan terhadap kandungan sulfat yang tinggi, biasanya digunakan pada konstruksi pinggir pantai, konstruksi dalam air, jembatan., dan pelabuhan. Semen ini dikususkan untuk pengguna yang

(5)

9 memelukan ketahanan terhadap kangungan sulfat yang tinggi, maka semen ini umum dikenal dengan semen anti sulfat.

2. Agregat Kasar

Berdasarkan SNI 03-2847-2002, agregat kasar merupakan batu pecah yang didapat dari pemasok batu pecah yang memiliki gradasi antara 5 mm sampai 40 mm.

PBI (1971) berikut merupakan ketentukan untuk penggunaan agregat kasar yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Agregat yang digunakan tidak boleh berpori, dan untuk agregat yang berbutir pipih hanya dapat dipakai tidak lebih dari 20% dari total agregat keseluruhan. Agregat harus bersifat kekal, dalam artian agregat tidak mudah hancur dengan atau tidak pengaruh apapun

b. Batas maksimum lumpur yang terkandung dalam agregat kasar yaitu tidak lebih dari 1%.

c. Kekerasan dari butir-butir agregat kasar dapat diuji melalu pengujian Los Angeles, dimana pengujian ini digunkana untuk mengetahui nilai kehancuran dari agregat. Dimana nilai kehancurkan oleh agregat tidak boleh lebih dari 45%.

Tabel 2.2. Gradasi Standar Agregat Kasar

Ukuran mata ayakan (mm)

Batas lolos saringan(%)

Ukuran maksimum agregat (mm)

1”-3/4” ½”-3/4” 3/8”-3/4”

1” 90-100 100

½’ 40-100 96-100 100

3/8” 5-39,9 35-70 50-85

¾” 0-5 0-10 0-10

Sumber : SNI 03-2834- 2000

3. Agregat Halus (pasir)

Menurut SNI 1970-2008, agregat halus merupakan agregat yang lolos pada saringan no. 4 dan tertahan pada saringan no 200. Berikut merupakan ketentukan untuk penggunaan agregat halus yang harus dipenuhi, yaitu :

a. Agregat halus harus memiliki permukaan yang tajam, pasir harus bersifat tahan lama dalam artian tidak mudah hancur saat dipengaruhi oleh cuaca.

(6)

10 b. Batas maksimum kandungan lumpur yang ada pada pasir adalah 5%

c. Agregat halus harus memiliki gradasi yang baik

d. Pasir yang digunakan tidak boleh menggunakan pasir dari laut, dikarenakan pasir akan menyerap air dan udara yang akan menyebabkan pasir akan selalu basah dan beton akan sulit mengering lalu mengembang.

Agregat halus berkerja dalam mengisi rongga yang ada pada antara agregat kasar, dengan adanya pasir yang mengisi rongga-rongga maka udara kan menurun dan kekuatan beton akan meningkat. Dalam pembuatan beton pasir yang digunakan haruslah memiliki gradasi, hal ini bertujuan untuk partikel berukuran kecil bertugas mengisi pori antara partikel berukuran besar, yang membuat beton lebih kompresibel.

Tabel 2.3. Gradasi Standar Agregat Halus

Ukuran saringan (mm) Persentase lolos

9,5 100

4,75 95 – 100

2,36 (No. 8) 80 – 100

1,18 (No. 16) 50 – 85

0,6 (No. 30) 25 – 60

0,3 (No. 50) 10 s.d 30

0,15 (No. 100) 2 s.d 10

Sumber : SNI 03-2834- 2000 4. Air

Air adalah material terpenting pada campuran beton, dalam pembuatan beton air dihubungkan oleh semen Portland dan menjadi pengikat antar material.

Jumlah air dalam pembuatan beton sangat penting untuk di perhatikan, pasalnya jumlah air yang sedikit berdampak pada kelecakan beton yang rendah, begitu pula jika jumlah air terlalu banyak akan berdampak pada kekuatan beton yang rendah. Berdasarkan SK SNI 03–2847–2002, adapun persyarat air yang bisa digunakan dalam campuran beton, yaitu :

Air yang akan digunakan tidak boleh mengandungbahan apapun, bersih, dan tidak bewarna. Dalam artian air yang bak dalam penggunaan beton yaitu air yang dapat diminum. Menurut Paul Nugraha dan Antoni (2007), dampak yang terjadi jika air yang dipakai tidak mengikuti syarat diatas :

(7)

11 1. Menghambat proses hidrasi

2. Penurunan akan mutu beton

3. Menyebabkan retak pada awal pengerasan 4. Terjadinya korosi

2.4. Superplasticizer

Superplasticizer adalah zat atau tambahan dimana cara kerjanya mengurangi porsi air pada adukan beton dengan jumlah yang cukup tinggi, namun akan menghasilkan adukan yang tetap dapat mengalir dengan mudah. Superplasticizer salah satu yang memiliki pengaruh dalam peningkatan workablitias, superplasticizer digunakan untuk membuat beton segar dengan kelecakan yang tinggi tanpa adanya segregasi, sehingga beton segar mampu ditempatkan dalam pengecoran yang sulit dijangkau seperti pada tulangan yang rapat. Singkatnya, superplasticizer dapat meningkatkan workabilitas dengan air yang sedikit.

Tipe A: Water Reducer (WR) atau plasticizer, merupakan zat kimia yang berkerja untuk memperkecil proposi air yang dipakai. Menggunakan water reducer didapat adukan yang factor air semen lebih kecil dengan nilai viskositas yang sama, ataupun sebaliknya.

Tipe B: Retarder, merupakan zat kimia yang berfungsi dalam menghambat proses ikatan beton. Bahan dipergunakan pada saat pengecoran, dimana waktu pengecoran lebih cepat dibandingkan dengan waktu pencampuran adukan.

Tipe C: Accelerator, merupakan zat kimia yang memberikan percepatan pada proses ikat dan pengerasan beton. Bahan ini dipergunakan untuk pengecoran didalam air, atau untuk konstruksi yang membutuhkan waktu ikat yang cepat di awal pengerasan.

Tipe D: Wakter Reducer Retarde (WRR), merupakan zat kimia yang berfungsi dalam memperkecil proporsi air serta menghambat proses ikat beton.

Tipe E: Water Reducer Accelerator(WRA), berupa zat kimia berkerja sebagai tambahan guna memperkecil proporsi air serta memberi percepatan pada proses ikat.

Tipe F: High Range Water Reducer (Superplasticizer), berupa zat kimia yang berkerja untuk memeperkecil jumlah air sampai kurang lebih 12%.

(8)

12 2.5. Fly ash

Fly ash (abu terbang) adalah abu yang dihasilkan oleh pembakaran batubara. Fly ash biasanya didapat dari residu Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) dimana batubara dipergunakan sebagai sumber energi. Abu yang keluar dari cerobong asap berupa partikel halus, sebelum limbah keluar dari cerobong asap limbah akan melewati Electrostatic Precipitator membuat limbah batubara masih berbentuk butiran padat. Fly ash merupakan polusi yang sangat buruk apabila tidak ditanggulangi akan berdampak sangat besar pada pencemaran lingkungan.

berdasarkan hasil penelitian terdahulu fly ash dapat dimanfaatkan dalam dunia sipil menjadi campuran beton konvensional atau beton ramah lingkungan, karna mengandung senyawa SiO2 yang sama seperti semen, Pada kali ini fly ash akan dipergunakan menjadi filler, dengan butir yang lolos dari saringan nomor 200 fly ash diharapkan dapat mengisi rongga yang tidak terisi sebelumnya, dan akan memperkecil porositas sehinggga dapat memperbaiki mutu beton. Fly ash merupakan pozzolan dimana pozzolan merupakan bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina yang reaktif . Komposisi yang utama pada abu terbang adalah Oksida Silika (SiO2). (Suarnita, 2011) Penggunaan fly ash kurang disarankan apabila memerlukan kekeuatan awal yang tinggi, karna pengerasan fly ash agak lambat karna adanya reaksi pozoland.

(Ash, 2006) Abu terbang terbagi menjadi 2 yaitu kelas C dan Kelas F. fly ash kelas F merupakan hasil pembakaran bituminious dan fly ash kelas C merupakan hasil pembakaran lignite atau sub-bituminious. Pada fly ash kelas F memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan kelas C, hal ini terjadi akibat carbon pada kelas F lebih banyak yang terbakar daripada kelas C Adapun komposisi kimia dari masing-masing tipe fly ash disajikan pada Tabel 2.4:

Tabel 2.4. Klasifikasi Kelas Fly ash

Oksida Bittuminous

Sub-

bituminious Lignite

SiO2 50-70 50-70 20-50

Al2O3 5-30 25-35 15-35

Fe2O3 15-45 5-15 5-16

CaO 0,5-11 6-31 16-41

MgO 0,5-4 0,5-5 4-11

(9)

13

Oksida Bittuminous

Sub-

bituminious Lignite

SO3 0,5-4 0-2 0,5-11

Na2O 0,5-5 0-2 0,5-6

K2O 1-2 0-4 1-5

Sumber: (Badan Standardisasi Nasional, 2002)

2.6. Serat Baja Ban Bekas

Beton dengan adanya campuran serat disebut dengan beton serat (fiber reinforced concrete). Dengan keterbatasan sifat mekanis beton penambahan serat menjadi tujuan utama untuk, meningkatkan kuat tarik beton. Serat baja akan diberikan secara acak pada campuran beton guna mencegah terjadinya retak diini yang ditimbulkan oleh panas hidrasi, dan pembebanan (Kusumawati, 2010).

Beton serat belum banyak dikenal di Indonesia, dikarenakan keterbatasan dari bahan penyusunnya yaitu serat yang sulit didapat dengan harga murah. Dalam hal ini ditemukan alternatif yaitu memanfaatkan kawat pembentuk ban. Ban bekas menjadi limbah yang sangat mencemari lingkungan mengingat limbah ban bekas tidak bisa terurai di tanah. Menilik dari peneliti sebelumnya menunjukan bahwa dengan adanya penambahan potongan kawat ban bekas ini dapat memperbaiki sifat-sifat getas beton, meningkatkan daktilitas dan meningkatkan kekuatan dengan menahan keruntuhan retak yang disebabkan oleh retak-retak rambut pada beton. Umumnya proporsi serat baja yang digunakan sebesar 0,25-2% dari volume beton.

(Ou et al., 2012) Mengkaji pengaruh serat pada beton segar, yaitu akan mempengaruhi kelecakannya. semakin tinggi variasi serat yang digunakan maka akan semakin rendah nilai slump. Dimana, perbedaan betuk serat baja juga akan berpengaruh dalam kelecakan adukan, pasalanya serat yang lurus akan memperoleh nilai slump yang lebih rendah daripada serat dengan tekstur yang bergelombang.

Penelitian ini memakai serat limbah insdustri yaitu kawat pembentuk ban. Dengan serat dipotong menjadi ukuran 1 inch (2,54cm) dengan presentase 2% dari berat total beton. Dengan harapan penambahan serat baja ban bekas dapat memberikan hasil yang maksimal dan meningkatkan kekuatan beton.

(10)

14

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Pelaksaanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian berlokasi di Laboratorium Struktur Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan. Penelitian ini mencakup beberapa tahap yaitu:

pengadaan material dan peralatan, uji propertis materil, menrencanakan proporsi campuran beton,

1. Pengadaan Material dan alat

Langkah awal dalam penelitian yaitu menyiapkan peralatan dan material digunakan. Material yang digunakan pembuatan beton yaitu semen, pasir, batu pecah, fly ash, air bersih serta serat baja ban bekas.

2. Pemeriksaan Bahan

Untuk mendapatkan mutu beton yang sesuai seperti apa yang diharapkan, material yang digunakan harus diperiksa sebelum melakukan pencampuran dengan SNI sebagai acuan standar bahwa agregat baik untuk digunakan. Maka dari itu, dilakukan pengujian propertis material antara lain:

a. Pengujian Semen Portland

1. Pengujian berat jenis semen pada pengujian bj semen ini menggunakan botol Le Chatelier dan kerosin. Uji bj semen mengikuti standar (SNI 15- 2531, 1991) dengan nilai yang diisyaratkan 3.00-3.20 t/m3. Adapun pertihungan berat jenis semen dijabarkan sebagai berikut:

BJ Semen= 𝑉2

𝑉1+𝑣2𝑥100% (3.1)

Ket:

V1 = Pembacaan pertama dalam skala V2 = Pembacaan kedua dalam skala botol d = Berat isi air (1 gr/cm3)

2. Pemeriksaan visual meliputi:

- Semen tidak menggumpal/ mengeras

- Saat ditaburkan ke atas permukaan air semen akan mengapung sejenak lalu tenggelam

(11)

15 - Semen yang baik memberikan sensai yang dingin saat disentuh

- Memiliki butir yang halus seperti bedak b. Agregat Halus

1. Pemeriksaan kadar air(Badan Standarisasi Nasional, 2011)

Tujuan pengujian kadar air untuk mengetahui banyakanya air yang terkandung dalam suatu agregat dengan batas 3%-5%. Prosedur pengujian kadar air sebagai berikut :

a. mengambil contoh pasir dengan kondisi lapangan sebanyak 500 gram, b. lalu keringkan pasir menggunakan oven menggunakan suhu (110 ± 5)

°C selama 24 jam, keluarkan. Lalu timbang untuk mendapatkan berat kadar air.

Kadar air = B1−B2

B2 x 100% (3.2) Ket:

B1 = Pasir sebelum dioven B2 = Pasir Setelah dioven

2. Analisis saringan/gradasi agregat halus (Badan Standardisasi Nasional, 1990a)

Analisa saringan bertujuan untuk mengetahui nilai modulus kehalusan, gradasi dan kombinasi dari agregat halus Prosedur analisis saringan adalah:

a. pasir contoh dengan keadaan kering ditimbang sebanyak 500gr

b. contoh disaring menggunakan 1 set saringat yang disusun secara urut mulai, kemudian saringan tersebut digoyangkan sampai agregat melewati nomor masing-masing saringan.

c. timbang berat pasir pada setiap saringan untuk mendapatkan keluaran dari pengujian tersebut.

Modulus Kehalusan = ∑ % Kumulatif Tertahan

100 (3.3)

3. Pemeriksaan bulk specific gravity and water absorption (Badan Standar Nasional Indonesia, 2008)

a. Mengambil pasir dalam keadaan lapangan sebanyak 1000gr, lalu di

(12)

16 jenuhkan dengan cara merendam contoh uji.

b. Setelah direndam selama ± 24 jam, pasir dihamparkan agar medapatkan kondisi jenuh kering permukaan. Sebagian sampel dimasukan kedalam sand cone untuk mengetahui apakah pasir sudah mencapai SSD dengan melihat pasir runtuh saat sand cone terangkat.

c. Pasir dalam kondisis SSD ditimbang sebanyak 500gr dioven selama 24 jam, lalu timbang untuk mendapatkan berat dalam keadaan kering.

d. Pasir dalam keadaan kering kemudian dimasukan kedalam piknometer dan diisi air, lalu rendam pikno berisi pasir selama 24 jam.

e. Timbang pikno berisi air dan pasir, lalu keluar kan air dan pasir.

f. Timbang pikno bersama air, lalu timbang berat pikno.

Berat Jenis SSD = A

A+C+B (3.4) Ket:

A = Massa benda uji dalam keadaan SSD B = Massa piknometer berisi air + pasir C = Massa piknometer berisi air

D = Berat benda uji setelah dioven

4. Kadar lumpur sesuai dengan (SNI 04-1989-F)

Pengujian ini berfungsi untuk menghitung banyaknya lumpur yang ada pada pasir. Tahapan-tahapan pengujian kadar lumpur adalah:

a. ambil pasir sebanyak 500gr dalam keadaan kering

b. saring pasir menggunakan saringan No. 200 sekaligus dialiri air agar lumpur terbawa air.

c. kemudian keringkan pasir yang tertahan pada saringan No.200 lalu timbang untuk mendaptkan nilai kadar lumpur.

Kadar Lumpur = V2

V1+V2x 100% (3.5) Ket:

V1 = Tinggi Pasir V2 = Tinggi Lumpur

Pada penelitian ini didapat hasil pengujian dengan nilai kandungan lumpur dibawah 5%. Apabila hasil melewati batas dilakukan pengujian

(13)

17 ulang dengan agregat yang digunakan harus tercuci terlebih dahulu agar lumpur hilang, atau ditambahkan kapur dalam agregat pada lapangan.

6. Kandungan zat organis (SNI 03-2816-1992)

a. mengambil pasir dalam kadaan ssd sebanyak 1/3 dari volume botol kaca dengan kapasitas 500ml

b. menuangkan cairan NaOH 3% sebanyak 2/3 dari volume botol

c. didiamkan selama 24 jam, setelah itu dibandingkan menggunakan hellige tester dengan membandingkan apakah lebih terang atau gelap dari standar warna nomor 3.

7. Berat isi pasir (SNI 03-4804-1998, 1998)

Adapun rumus yang digunakan untuk mencari berat volume pasir sebagai berikut:

Berat Volume = Berat Agregat Halus

Volume Bejana (3.6)

c. Agregat Kasar

1. Pemeriksaan kadar air (Badan Standarisasi Nasional, 2011)

Tujuan pemeriksaan kadar air untuk mengetahui banyakanya air yang terkandung dalam suatu agregat dengan batas 3%-5%. Prosedur pengujian kadar air sebagai berikut :

a. mengambil contoh split dengan kondisi lapangan sebanyak 500 gram, b. lalu keringkan split menggunakan oven menggunakan suhu (110 ± 5)

°C selama 24 jam, keluarkan. Lalu timbang untuk mendapatkan berat kadar air.

Kadar airB2−B2

B1 x100% (3.7) Ket:

B1 = Berat agregat kasar sebelum dioven B2 = Agregat setelah dioven

2. Los Angeles Tes

Tujuan pengujian ini untuk mengetahui ketahanan agregat kasar memakai mesin los angeles. Untuk mendapatkan nilai keausan dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

Keausan Agregat = B1−B2

B1 x100% (3.8)

(14)

18 Ket:

B1 = Kerikil dalam kondisi kering B2 = Berat tertahan pada saringan No.12

3. Pemeriksaan bulk specific gravity and water absorption (SNI 1969 2008, 2008)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai berat jenis dengan keadaan tertentu dan penyerapan air, Adapun persamaan yang dipergunakan untuk menghitung berat jenis dan penyerapan air tertera dibawah ini:

BJ SSD = B

B−C (3.9) Absorbsi Air = B−D

D x100% (3.10) Ket:

A = Berat total agregat

B = Massa agregat kondisi ssd C = Massa agregat Kondisi Jenuh D = Massa agregat kering

4. Pemeriksaan gradasi agregat kasar dengan analisis saringan (Badan Standardisasi Nasional, 1990a)

Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan gradasi dari agregat kasar, modulus kehalusan dan kombinasi agregat 1-2 , 2-3. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:

Modulus Kehalusan = ∑ %Kumulatif Tertahan

100 + 4 (3.11)

5. Pengujian berat volume agregat kasar (SNI 03-4804-1998, 1998) Adapun rumus untuk mencari berat volume agregat kasar sebagai berikut:

Berat Volume = Berat Agregat Kasar

Volume Bejana (3.12)

d. Air

Pemeriksaan air dilakukan dengan melihat kejernihan air, tidak terlihat minyak, lumpur serta tidak tercium bau.

e. Serat Baja ban bekas

(15)

19 Metode penghancuran serat baja Penghancuran b an grader dengan cara dibakar lalu serat baja dipotong dengan ukuran 1 inch.

f. Fly ash

pengujian fly ash yang dilakukan dengan pengujian XRF (X-Ray Flourescence). Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada fly ash dan mengetahui jenis fly ash yang digunakan.

3.2. Alat

Berikut alat yang dipergunakan dalam penelitian, yaitu : 1. Satu Set Saringan

Alat ini dipergunakan untuk menentukan gradasi agregat, sehingga dapat ditentukan modulus kehalusan agregat.Saringan yang dipakai dengan diameter berturut-turut 19 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,60 mm, 0,30 mm, dan 0,15 mm yang dilengkapi dengan tutup (pan).

Gambar 3.1. Set Saringan 2. Timbangan

Terdapat dua tiimbangan yang dipergunakan pada penelitian ini; 1) timbangan digital merek sayaki dengan ketelitian 0,1 gram dan kapasitas maksimum 15kg 2) Timbangan merek Laju dengan ketelirian 0,1 gram dan kapasitas maksimum 150 kg. Timbangan ini bekerja untuk menimbang proporsi campuran beton pada saat persiapan bahan material

(16)

20 Gambar 3.2. Timbangan

3. Piknometer

Piknometer merupakan alat yang dipergunakan pada pengujian berat jenis kering, berat jenis SSD, berat jenis jenuh, dan penyerapan air untuk agregat kasar maupun halus

Gambar 3.3. Piknometer 4. Bejana Silinder

Bejana berbentuk silinder dengan temper (batang penumbuk yang dipergunakan pada pengujian berat volume agregat kasar dan halus.

Gambar 3.4. Bejana Silinder

(17)

21 5. Botol Le Chatelier ( Le Chatelier Flask kapasitas 250 mL)

Alat ini dipergunakan untuk pemeriksaan berat jenis semen dan fly ash.

6. Oven

Oven adalah alat yang digunakan untuk mengeringkan matrial pada saat uji kelayakan yang membutuhkan keadaan kering. Selain itu, oven juga diperlukan pada saat pengujian berat jenis dan kadar air untuk mengetahui banyaknya air dalam suatu agregat.

Gambar 3.5. Oven 7. Silinder Beton

Mold atau cetakan berukuran 15 x 30 cm dan 10 x 20cm dengan bentuk silinder digunakan untuk mencetak benda uji.

Gambar 3.6. Mold Beton 8. Mesin Pengaduk Beton (Concrete Mixer)

Molen yang dipergunakan unuk mencampur bahan material berkapasitas 0,125 m3 berputar dengan kecepatan 20-30 putara permenit bergerak menggunakan mesin diesel.

(18)

22 Gambar 3.7. Mixer Beton

9. Palu Karet

Alat ini dipergunakan untuk memadatkan campuran beton pada saat pencetakan. Pemadatan ini betujuan untuk mengeluarkan udara agar didapat kepadatan yang maksimal antara material penyusun beton.

Gambar 3.8. Palu Karet 10. Kerucut Abrams

Kerucut Abrams digunakan untuk menguji kelecakan pada beton segar dengan meletakan diatas pelat baja dan batang penumbung (temper).

Gambar 3.9. Kerucut Abrams 11. Mesin Uji Tekan (Compression Testing Machine)

Alat ini dipergunakan untuk pengujian tekan dan kuat tarik belah beton

(19)

23 dengan beban optimum 150 ton dan ketelitian 0,5 ton, alat ini memberi beban sebesar 4KN/cm2.

Gambar 3.10. CTM 12. Gelas Ukur

Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml, untuk menakar volume air.

Gambar 3.11. Gelas Ukur 13. Alat Bantu

Adapun alat bantu yang dipergunakan pada penelitian ini berupa ember, palu, kuas, sekop, lap, sarung tangan, sendok semen, kontainer, panci, mistar, sendok semen, dam kompor.

3.3. Bahan

Adapun Material yang duginakan pada penelitian ini, yaitu:

1. Semen

Semen Portland yang digunakan adalah semen tipe pcc merk semen padang.

(20)

24 Gambar 3.12. Semen Portland

2. Agregat Kasar

Agregat kasar dengan ukuran agregat maksimum 25 mm, bersumber dari Tunjungan, Lampung Selatan.

Gambar 3.13. Agregat Kasar 3. Agregat Halus

Agregat halus berasal dari Gunung Sugih, Lampung Tengah

Gambar 3.14. Agregat Halus 4. Air

Air yang dipergunakan pada penlitian ini merupakan air Laboratorium Struktur Institut Teknologi Sumatera.

(21)

25 Gambar 3.15. Air

5. Abu Terbang

Abu Terbang yang digunakan merupakan limbah pembakaran batu bara PLTU tarahan.

Gambar 3.16. Abu Terbang 6. Serat baja ban bekas

Serat baja yang digunakan merupakan serat baja ban bekas grader dengan ukuran 2,54 cm (1 inch)

Gambar 3.17. Serat Baja Ban Bekas 3.4 Variable Penelitian

Perencanaan campran beton mengacu pada SNI 7656-2012 dengan umur 28 hari.

(22)

26 Berikut merupakan variable peneliatian untuk setiap pengujian seperti Tabel 3.1

Tabel 3.1 Variasi Penggunaan Fly ash Dan Serat Baja.

Kode Sampel Variasi Penggunaan Fly

ash (%)

Variasi Penggunaan Serat Baja (%)

Umur Beton, Jenis Pengujian, dan Jumlah

Benda Uji

Uji Kuat Tekan & Uji Kuat Tarik Belah

28 hari

fa 0 sb 0 0 0 6

fa 10 sb 2 10 2 6

fa 20 sb 2 20 2 6

fa 30 sb 2 30 2 6

Jumlah benda uji (buah) 24

3.5. Perencanaan Campuran Beton

Perencanaan proporsi campuran beton mengacu pada SNI 7656-2012 dengan kuat tekan rencana adalah 25 Mpa pada umur 28 hari dengan nilai slump rencana 25- 100mm. ukuran agregat kasar maksimum adalah 25mm. Adapun campuran penggunaan Fly ash yaitu dengan variasi 0%, 10%, 20%, 30% dari berat semen dan campuran serat baja dengan variasi 2% dari berat total beton. Langkah- langkah perencanaan campuran beton dengan metode SNI 7656-2012 adalah sebagai berikut :

1. Menentukan nilai slump

Tabel 3.2. Nilai Slump Berdasarkan Pekerjaan Konstruksi

Jumlah Pengujian Slump (mm)

Maksimum Minimum Pondasi beton bertulang(dinding dan pondasi telapak ) 75 25 Pondasi telapak tampa tulangan, pondasi tiang pancang, dinding

bawah tanah.

75 25

Balok dan dinding bertulang 100 25

Kolom bangunan 100 25

Perkerasan dan pelat lantai 75 25

Beton massa 50 25

Sumber : SNI 7656-2012

2. Menentukan ukuran besar butir agregat maksimum

Ukuran butir agregat maksimum yang digunakan yaitu 30mm 3. Menentukan kuat tekan rencana

Kuat tekan yang direncanakan adalah 25 Mpa 4. Menghitung kuat tekan rata-rata

(23)

27 Kuat tekan rata-rata dapat dihitung bedasarkan table 3.3 dengan menambahkannilai standar deviasi.

Tabel 3.3. Kuat Tekan Rata-Rata Yang Diperlukan

F’c, Mpa F’cr*, Mpa

Kurang dari 21 F’c+7

21 sampai 35 f’c+8,3

Lebih besar dari 35 1,1 f’c+5 Sumber : SNI 2013

5. Estimasi kebutuhan air dan udara terperangkap

Kebutuhan air didapat dariukuran agregat maksimum dan nilai slump yang telah ditentukan seperti tabel 3.4

Tabel 3.4. Kandungan Air Rencana

Sumber : SNI 7656-2012

6. Menentukan factor air-semen

Faktor air-semen yang ditentukan berdasarkan kuat tekan yang direncanakan seperti tabel 3.5

Tabel 3.5. Rasio Air-Semen

Kekuatan beton umur 28 hari, Mpa

Rasio air-semen (berat)

Beton tampa tambahan udara Beton dengan tambahan udara

40 0,42 -

35 0,47 0,39

30 0,64 0,45

25 0,61 0,52

20 0,69 0,60

15 0,79 0,70

Sumber : SNI 7656-2012

(24)

28 7. Menghitung berat semen

Menghitung berat semen diperoleh dari estimasi kandungan air dibagi rasio air- semen.

8. Menghitung berat agregat kasar

Berat agregat kasar didapat melalui volume agregat kasar yang ditentukan dengan nilai modulus kehalusan dan besar butir maksimum seperti tabel 3.6 selanjutnya volume agregat dikalikan dengan berat volum agregat untuk mendapatkan berat agregat kasar.

9. Estimasi kadar agregat halus

Setelah seluruh proporsi campuran sudah ditentukan, kecuali agregat halus.

Terdapat dua metoda untuk menentukan proporsi agregat halus yaitu, metoda berdasarkan berat dan metoda volume absolut.

10. Berat proporsi campuran beton didapat setelah mengetahui nilai volume absolut yang akan dikalikan dengan berat jenis masing masing campuran.

12. Selanjutnya menghitung proporsi fly ash yang akan digunakan, didapat dari mengkalikan berat semen dengan persentase dari fly ash yang telat ditentukan.

13. Menghitung berat total campuran untuk mendapatkan proporsi serat baja dengan cara berat total campuran dikalikan 2%

3.6. Langkah-Langkah Pembuatan Beton

Adapun Langkah yang dilakukan untuk pembuatan benda uji sebagai berikut:

1. Persiapan Bahan

Pada langkah ini dilakukan penimbangan bahan yang telah sesuai dengan perhitungan mix design

Gambar 3.18. Persiapan Bahan

(25)

29 2. Pencampuran Bahan

Setelah menimbang sesuai perhitungan mix design, dilakukan pencampuran bahan kedalam molen untuk mendapatkan beton segar. Bahan yang dicampurkan berupa agregat kasar, agregat halus, semen, fly ash diaduk dalam kondisi SSD. Lalu dilanjutkan dengan penambahan air sesuai kebutuhan.

Gambar 3.19. Pencampuran Bahan

3. Pengujian Slump Test

Pengujian slump dilakukan untuk mengetahui kelecakan beton segar, menggunakan kerucut abrams yang diletakan diatas pelat baja. beton segar dimasukan kedalam kerucut sebanyak 1/3 dari tinggi kerucut lalu ditumbuk menggunakan tamper sebanyak 25 kali. Kemudian masukan kembali sebanyak 2/3 dari tinggi kerucut, tumbuk Kembali, lalu mengisi penuh kerucut dan tusuk lagi menggunakan temper sebanyak 25x kemudian ratakan.

Selanjutnya mengangkat kerucut perlahan lurus ke atas, lalu iukur penurunannya. Adapun rumus untuk mendapatkan nilai slump sebagai berikut:

Nilai slump= Tinggi kerucut – tinggi beton segar

(26)

30 Gambar 3.20. Pengujian Slump

4. Pencetakan Beton

Memasukan adukan betonsegar kedalam silinder yang telah diolesi oli.

Adapun proses memasukan adukan ke dalam mold terbagi menjadi 3 lapisan yaitu 1/3, 2/3 dan dipenuhkan, setelah memasukan beton kedalam mold dilakukan pemadatan menggunakan vibrator agar mengurangi void atau rongga partikel penyusun beton. Setelah pencetakan beton didiamkan selama 24 jam lalu membuka cetakan.

Gambar 3.21. Pencetakan Beton

5. Perwatan Beton (Curing)

Pada Langkah ini bertujuan untuk mengoptimalkan reaksi hidrasi semen dan bahantambah atau pengganti, sehingga mutu beton dapat tercapai seperti yang diharapkan. Pelaksanaan mix design dilakukan setelah beton memasuki fase hardening atau pada saat pengerasan pada beton (final setting). Perendaman ini dilakukan untuk menjaga agar susut yang berlebihan karna kehilangan kelemban yang terlalu cepat yang menyebabkan retak pada awal pengerasan tidak terjadi.

(27)

31 Gambar 3.22. Curing

3.7. Pengujian Beton

Adapun pengujian yang dilakukan berupa kuat tekan dan kuat tarik belah beton.

1. Pengujian Kuat Tekan Beton

Menurut (Badan Standardisasi Nasional, 1990b) kuat tekan beton merupakan tegangan yang terjadi pada benda uji saat diberikan desakan sampai sampel uji hancur, pengujian dilakukan benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30cm, diuji menggunakan mesin CTM (compression testing machine).Pengujian tekan dilakukan pada umur 28 hari disaat kondisi beton sudah mengering. sebelumnya beton ditimbang terlebih dahulu, lalu melakukan capping menggunakan belerang yang betujuan untuk meratakan permukaan beton, agar beban yang diberikan secara merata dan uji kuat tekan mendapatkn hasil yang maksimal. Menghitung kuat tekan benda uji bisa dihitung menggunakan rumus:

f”c = P

𝐴 (3.13)

Adapun Langkah pengujian kuat tekan seperti dibawah ini:

a. meletakan benda uji yang sudah dicapping secara sentries

b. menghidupkan mesin uji dengan beban konstan yang diberikan 4Kn/cm3 c. membaca pembebanan pada saat jarum penunjuk sudah berhenti dan beton

hancur menandakan beton sudah menerima beban maksimum d. mencatat nilai dan dihitung menggunakan pers. 3.13

(28)

32 Gambar 3.23. Pengujian Kuat Tekan

2. Pengujian Kekuat Tarik Belah Beton

Kuat tarik beton merupakan pengujian dengan memberikan beban pada silinder beton secara lateral hingga mencapai kekuatan max. Pengujian ini memakai sampel uji dan alat yang serupa dengan pengujian kuat tekan, namun pada pengujian kuat tarik benda uji diletakan secara melintang seperti Gambar 3.12. Untuk mengetahui nilai kekuatan tarik belah beton, untuk mendapatkan nilai kuat tarik belah menggunakan persamaan berikut:

Ft = P

𝐴 = 1 P

2𝜋𝐷𝐿= 2P

𝜋𝐷𝐿 (3.14)

Pengujian tarik belah dilakukan pada umur 28 hari disaat kondisi beton telah mengering. Sebelum melakukan pengujian beton terlebih dahulu ditimbang.

Pengujian kuat tarik belah menggunakan mesin CTM dengan benda uji diposisikan secara vertical, pada saat diberikan beban adanya tegangan tekan, dimana daerah dibawah beban yang memiliki ketahanan akan keruntuhan.

Pada daerah sumbu beban, adanya tegangan tarik yang merata bila diberikan secara maksimum akan terjadi keruntuhan yang dapat membelah silinder menjadi dua. Nilai kuat tarik belah dapat dihitung menggunakan pers. 3.14.

Gambar 3.24. Pengujian Kuat Tarik Belah

(29)

33 3.8. Bagan Alir

Adapun metode penelitian yang digambarkan melalui bagan alir dibawah ini:

Gambar 3.25. Bagan Alir Penelitian Selesai

Mulai

Studi Penelitian Terdahulu

Pemeriksaan Fisis Material

Pembuatan Sampel Benda Uji Beton dengan Variasi Penggunaan Fly ash 0%,

10%, 20%, 30% dan Serat Baja 2%

Mix design Benda Uji

Melakukan Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah Beton

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

(30)

34 Penjelasan bagan alir adalah sebagai berikut:

a. Studi Literatur, pencarian teori-teori yang relevan dengan penelitian, berupa jurnal, buku dan lain lain.

b. Pemeriksaaan fisik material, meliputi kadar air, berat jenis, uji kandungan organic, kadar lumpur dan los angeles

c. Pembuatan benda uji, dalam tahap ini dilakukan pembuatan sampel dengan proporsi yang telah di rencanakan.

d. Perawatan benda uji, pada tahap ini setelah sampel dibuat benda uji harus melakukan perawatan (mix design) sesuai dengan umur yang telah ditetapkan e. Pengujian kuat tekan dan kuat Tarik beton, pada tahap ini setelah beton sudah

melakukan mix design sampel akan diuji apakah memenuhi kuat tekan yang telah di rencanakan.

f. Analisis dan pembahasan, Analisa dari hasil pengujian material dan sampel, pembahasan yang dilakukan terhadap hasil pengamatan yang diperoleh dari hasil peneliatian.

g. Kesimpulan dan saran, kesimpulan atas hasil pengamatan dan saran yang diberikan untuk penelitian yang serupa.

h. Selesai

Gambar

Tabel 2.1. Oksida dalam Porland Cement
Tabel 2.2. Gradasi Standar Agregat Kasar
Tabel 2.3. Gradasi Standar Agregat Halus
Tabel 2.4. Klasifikasi Kelas Fly ash
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penumbuhan populasi industri dengan mendorong investasi baik melalui penanaman modal asing maupun modal dalam negeri, dengan mendorong investasi untuk industri

Jenis jamur kayu yang mampu beradaptasi dengan baik pada substrat sampah organik adalah jenis jamur tiram merah dengan sampah organik yang langsung diambil dari masyarakat dan terus

Sejalan dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional, untuk bekal kerja mencari ikan dilaut, latar belakang seorang nelayan memang tidak penting

Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa kelas VII di SMPN 1 Gambut tahun pelajaran 2012/2013 yang diberikan pengajaran dengan pendekatan pengajaran

Dengan cara padat, pada suhu 1.100  C hanya sedikit BTO yang terbentuk sedangkan dengan metode molten salt pada suhu sintesis 950  C BTO sudah total terbentuk. Jadi dapat

menyusun Program Legislasi Daerah (Prolegda) setiap tahunnya. Program Legislasi Daerah itu tertuang dalam Keputusan DPRD Provinsi Riau yang ditetapkan pada tahun

a) Penelitian yang dilakukan oleh (Lehman, 1992) menginterpretasikan adanya perilaku stereotype maskulin merupakan faktor kunci keberhasilan dari kantor akuntan

Lama responden bekerja lebih dari 5 tahun sebesar 54.5% sesuai dengan penelitian Su- darsono (2010) yang menyimpulkan bahwa kader telah bekerja 5-10 tahun memiliki pen- galaman