Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 28
Model Peningkatan Nilai Guna Sampah Organik Agar Memiliki Nilai
Ekonomi Tinggi Dan Mewujudkan Lingkungan Bebas Sampah
Agus Sugianto*, Maria Ulfah*, dan Usman Ali**
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah: (1) Mengkaji kemampuan jamur-jamur pelapuk seperti (P. Ostreatus, P. Obolonus, P. Flabelatus dan Aurcularia sp) dalam mengkonversi sampah organik menjadi material baru yang memiliki kandungan protein tinggi, (2). Mengupayakan berbagai manfaat material hasil konversi menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan laku untuk dijual seperti badan buah jamur atau ronsom pakan ternak ruminansia. Lokasi penelitian di Fakultas Pertanian, waktu penelitian mulai bulan April sampai Oktober 2008. Metode penelitian ini adalah Eksperimen murni yang dibagi menjadi dua tahap. Tahap I dan II menggunakan RAL faktorial. Berdasarkan hasil analisa data dan interpretasi yang telah dilakukan secara menyeluruh, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1). Jenis jamur kayu yang mampu beradaptasi dengan baik pada substrat sampah organik adalah jenis jamur tiram merah dengan sampah organik yang langsung diambil dari masyarakat dan terus diolah menjadi substrat; (2). C/N rasio substrat yang dikombinasikan dengan campuran nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), Kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung
jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%) memberikan hasil yang baik pada semua variabel.
Kata Kunci : sampah organik, P. Ostreatus, P. Obolonus, P. Flabelatus dan Aurcularia sp
PENDAHULUAN
Sebagai akibat tingginya biaya operasional, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang sekitar 60% dari seluruh timbunan sampahnya. Dari 60% tersebut, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak berkelanjutan, dan dapat mencemari lingkungan. Data BPS 2005 menunjukkan bahwa sekitar 11,25% sampah daerah perkotaan diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar, 6,35% sampah dibuat kompos, dan 19,5% dibuang ke sungai. Pada daerah pedesaaan, sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% sampah ditimbun/dibakar,
7% sampah dibuat kompos, dan 20%
dibuang ke sungai atau dibuang
sembarangan. Memperhatikan fenomena tersebut penangnanan sampah mulai hulu sampai hilir harus dilaksanakan dengan serius.
Masalah menjadi lebih rumit, karena penduduk terpadat tinggal diperkotaan dengan produksi sampah lebih tinggi (2 sampai 3 kali rata-rata) dan lahan
pembuangan terbatas. Tahun 1998
penduduk yang tinggal di 384 kota diseluruh Indonesia sekitar 110 juta. Sedangkan untuk tahun 2015 diprediksi akan mencapai 130 juta dan menghasilkan sampah 260 sampai 390 juta kg.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 29 Sampah organik secara umum
merupakan material yang mengandung serat yang cukup tinggi, di samping
kandungan-kandungan senyawa lain
seperti protein dan lemak. Pemanfaatan selama ini sebatas pada produk kompos yang nilai gunanya hanya untuk tanaman. Dalam upaya untuk mengurangi volume sampah yang terus meningkat, maka perlu dicarikan sokusi teknologi yang dapat secara efektif dan efisien memanfaatkan sampah dalam kapasitas besar. Teknologi yang sangat memungkinkan adalah dengan menggunakan teknologi biokonversi yang menggunakan jamur pelapuk putih. Dalam kurun waktu 40 hari sampah sudah dapat dirubah menjadi badan buah jamur yang dapat dikonsumsi. Meskipun substratnya berasal dari sampah organik, badan buah jamur yang diproduksi tidak bersifat racun dan nilai hiegienisnya dapat dijamin.
Secara ekonomis hingga saat ini
usaha budidaya jamur masih
menguntungkan dan pasar masih terbuka. Jamur komersial yang dapat hidup pada substrat sampah organik, meliputi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) harga Rp. 10.000,-/kg segar, jamur tiram coklat (Pleurotus obolonus) harga Rp. 15.00,-/kg segar, jamur tiram merah (Pleurotus flabelatus) Rp. 12.500,-/kg segar, dan jamur kuping (Auricularia polytrica) harga Rp. 50.000,-/kg kering.
Selain digunakan sebagai substrat jamur, sampah organik dapat dijadikan campuran pakan ternak khususnya untuk ternak ruminansia. Persoalan pakan bagi peternak ruminansia adalah kelangkaan pakan pada saat musim kemarau panjang, biaya pakan dengan kualitas yang memenuhi standat, biaya produksi mahal,. Melalui upaya ini maka peternak dapat secara optimal memanfaatkan sampah yang bahannya melimpah, sehingga biaya produksi dapat ditekan seminimal mungkin.
Pengurangan volume sampah
melalui pemanfaatan kembali dengan
system pengomposan sudah lama
dilakukan, tetapi dari 50-70% sampah
organik yang ada hanya tereduksi antara 18-20%. Kendala utama terletak pada: (1). Belum ada standarisasi pelabelan, (2). Lokasi dan sarana-prasarana yang dibutuhkan cukup mahal, (3). Prosesnya membutuhkan waktu lama dan selalu mengeluarkan bau yang kurang sedap.
Harapan untuk menciptakan
kawasan yang bebas sampah, merupakan dambaan semua fihak. Hal ini dapat diwujudkan melalui peran serta aktif dari masyarakat dan aparat pemerintah. Bila penelitian ini dapat direalisasikan akan
mampu mengurangi sampah organik
sampai 60%. Sehingga sampah yang diangkut ke TPAtinggal sekitar 15%. Keutamaan penelitian ini menyangkut beberapa dimensi yaitu dari dimensi teknis-ekonomi dan dimensi sosial-kultur, dari segi keluarga kebutuhan gizi dapat terpenuhi dan dari segi ekonomi dpat
menciptakan peluang kerja, dan
pendapatan masyarakat pengelola sampah dapat ditingkatkan.
Penelitian ini mempunyai tujuan khusus pada tahun pertama antara lain: (1).
Mengkaji kemampuan jamur-jamur
pelapuk seperti (P. Ostreatus, P. Obolonus, P. Flabelatus dan Auricularia sp) dalam mengkonversi sampah organik menjadi material baru yang memiliki kandungan protein tinggi, (2). Mengupayakan berbagai manfaat material hasil konversi menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan laku untuk dijual seperti badan buah jamur atau ransom pakan ternak ruminansia.
METODE PENELITIAN
Penelitian dimulai pada bulan April 2008 dan berakhir Oktober 2008, adapun penelitian tahun pertama dilaksanakan di
rumah jamur Fakultas Pertanian
Universitas Islam Malang, rincian metode nya sebagai berikut:
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 30
Tahap I : Pengujian Kemampuan Tumbuh Bibit Empat jenis jamur Pada Substrat yang Dihasilkan Dari Sampah Organik.
Tujuan yang ingin dicapai adalah mendapatkan Jenis Bibit Jamur yang
memiliki kemampuan tumbuh pada
substrat sampah organik, ditinjau dari kecepatan miseliumnya dan kadar protein yang dihasilkan. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah Jenis Jamur Pelapuk (J) yang terdiri dari empat level yang meliputi: j1 = jenis jamur
tiram putih (Pleurotus ostreatus); j2 = jenis
jamur tiram merah (Pleurotus flabelatus); j3 = jenis jamur tiram coklat (Pleurotus
obolonus); j4 = jenis jamur kuping
(Auricularia polytrica). Faktor kedua adalah umur sampah setelah dibuang (U) yang terdiri dari 5 (lima) level yang meliputi: u0 = kontrol; u1 = hari; u2 = 2
hari; u3 = 3 hari; u4 = 4 hari. Dari kedua
faktor tersebut didapatkan 20 kombinasi perlakuan dan masing-masing unit perlakuan diulang sebanyal 6 (enam) kali. Secara keseluruhan diperlukan 120 unit.
Variabel yang diamati meliputi: kemampuan miselium memenuhi media (hari), Kandungan Protein (%), Perubahan Fisik Sampah (Warna dan Bau). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan anova (uji F) denga tingkat signifikasi 99%. Pemilihan jamur pelapuk terbaik dugunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan α = 0,01, sedangkan untuk menentukan umur sampah yang optimum digunakan analisis regresi kuadratik.
Tahap II : Penentuan Kemampuan Jamur Pelapuk Dalam Meng konversi Sampah organik Menjadi Material Berprotein Melalui Pengatur an C/N Rasio dan Penambah an Berbagai Nutrisi
Tujuannya: Mempercepat proses biokonversi dan meningkatkan kandungan
protein dari sampah organik melalui jamur pelapuk yang dihasilkan dari penelitian tahap I. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua Faktor. Faktor pertama adalah C/N rasio sampah (C) yang terdiri dari empat level yang meliputi: c1 = 15; c2 = 30; c3 = 45; c4
= 60. Faktor kedua adalah nutrisi tambahan (N) yang terdiri dari 5 (lima) level yang meliputi: sampah organik (47 %) ditambah dengan nutrisi sebagai berikut: n1 = bekatul
(10%). gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 =
kotoran ayam (15%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%),
kotoran ayam (10%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 =
nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase (20%), nutrisi
AGS+ (12 ml/log) dan air (40%). Dari kedua faktor tesebut didapatkan 20 kombinasi perlakuan dan masing-masing unit perlakuan diulang sebanyak 6 (enam) kali. Secara keseluruhan diperlukan 120 unit.
Variabel yang diamati meliputi: Kemampuan miselium memenuhi media, Efisiensi biokonversi Serat (EBKS); Peningkatan Kandungan Protein (%), Karbohidrat (%), Lemak (%), dan Mineral (%). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan anova (uji F) dengan tingkat signifikasi 99%. Pemilihan Nutrisi Tambahan dan C/N rasio sampah yang tepat digunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dangan α = 0,01, sedangkan untuk menentukan C/N rasio sampah yang optimum digunakan analisis regresi kuadratik.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 31
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahan I
Kemampuan Hidup
Hasil analisis melalui ukuran pemusatan dengan mengambil rata-rata dari kemampuan hidup dari empat jenis jamur kayu yang meliputi jamur tiram putih (J1), tiram merah (J2), tiram coklat (J3), dan Kuping (J4) ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 1. Kemampuan Empat Jenis Jamur Kayu Pada Media Sampah
Organik.
Pada gambar 1, menunjukkan bahwa jamur kuping (J4) yang memiliki daya adaptasi tinggi, sehingga memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik adalah jenis jamur kuping. Kedudukan variabel ini merupakan kunci utama bagi pertimbangan apakah jamur
tersebut dapat digunakan untuk
mengembangkan usaha budidaya jamur dengan menggunakan media sampah organik atau justru malah merugikan. Posisi kedua yang dapat dijadikan alternatif adalah jenis jamur tiram merah yang memiliki kemampuan hidup dimedia sampah organik berkisar 60% sampai dengan 80%. Sedangkan untuk jenis jamur tiram putih dan tiram coklat daya hidupnya
rendah, sehingga dalam praktek
budidayanya memerlukan perlakuan
khusus yang lebih cermat lagi.
Rekomendasi Penelitian Tahap I
Hasil penelitian tahap I, secara keseluruhan dapat dimatrikulasikan seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Matrikulasi Hasil Penelitian Tahap I untuk Merekomendasi Penelitian Tahap II
No. Variabel Hasil Terbaik Keterangan
1 Kemampuan Hidup Jamur kuping pada semua sampah organik Alternatif pilihan jamur tiram putih dan tiram merah
2 Kemampuan Miselium Memenuhi Media
Jamur tiram merah pada sampah organik baru dan ditahan 1 hari
Dipilih tiram merah pada jenis samapah organik yang baru
3 Peningkatan Kandungan Protein Sampah
Jamur tiram putih dan tiram merah pada jenis sampah yang baru
Dipilih tiram merah dengan jenis sampah yang baru
4 Perubahan Fisik Sampah Tiram Putih dan Kuping pada semua jenis sampah organik
Dipilih tiram putih pada jenis sampah yang baru
Berdasarkan tabel 1 tersebut dipilih jamur tiram merah untuk digunakan membuat substrat dengan tambahan formula tertentu sehingga kualitas sampah dapat digunakan substrat media budidaya jamur yang stabil.
Penelitian Tahap II
Kemampuan miselium Memenuhi Media
Miselium jamur tiram merah cepat beradaptasi pada C/N rasio 15 – 30 dengan penambahan nutrisi antara lain: n1 =
bekatul (10%). gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%), kalsium
karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%).
Tabel 2. Rata-rata Kemampuan miselium memenuhi Media Akibat
Kombinasi Faktor Perlakuan C/N raiso Sampah Organik (C) dan Nutrisi Tambahan (N) n1 n2 n3 n4 n5 54.67 a 63.00 b 70.33 c 63.50 b 65.33 b A B C C B 54.33 ab 51.33 a 58.83 c 56.67 bc 54.50 ab A A A A A 61.33 a 68.17 b 70.00 b 58.50 a 62.33 a B C C AB B 72.00 c 66.00 b 65.17 b 61.00 a 63.50 ab C BC B BC B C/N rasio sampah (C) Nutrisi Tambahan (N) c4 = 60 c3 = 45 c2 = 30 c1 = 15
Keterangan: - angka-angka yang dipampingi huruf kecil dan besar yang sama pada setiap kolom dan setiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT α = 0,01; n1 = bekatul (10%).
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 32 karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung
jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%),
kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%), kotoran
ayam (10%), kalsium karbonat
(CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 =
nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase (20%), nutrisi AGS
+
(12 ml/log) dan air (40%).
Pada dasarnya C/N rasio untuk
pertumbuhan miselium jamur kayu
berkisar antara 20 – 30, dengan nutrisi yang mempu mendukung adalah campuran n1 dan n2. Namun campuran tersebut menjadi tidak efektif jika C/N rasio substrat dinaikkan, hal ini terjadi karena degradasi rantai karbon yang terdapat pada serat masih sulit dilakukan oleh enzim yang dikeluarkan dari miselium jamur.
EBKS Selulosa
Hasil analisis ragam ditunjukkan bahwa terdapat adanya interaksi antara C/N rasio substrat dengan campuran nutrisi terhadap rata-rata EBKS selulosa. Rata-rata EBKS (selulosa) akibat Kombinasi Faktor Perlakuan C/N rasio Sampah Organik (C) dan Nutrisi Tambahan (N) ditunjukkan pada Tabel 3.
Dar4i tabel 3 terlihat bahwa nilai EBKS untuk selulose yang terbaik adalah kombinasi c3n4, hal ini berarti degradasi selulosa yang efisien terjadi pada C/N rasio substrat 45 dengan ditambah nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%),
kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung
jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%). Terdapat tren nilai EBKS semakin menurun jika C/N rasio juga turun. Menurut Giardina, dkk., (1995), jamur pelapuk mengeluarkan enzim-enzim ekstra seluler dan intra seluler yang berperan dalam degradasi lignin, selulosa, dan hemiselulosa, terutama enzim-enzim endoglukonase, silanase, fonoloksidase yang terdiri atas lakase dan peroksidase, enzim aril alkohol aksidase, Mn-dependent oksidase, aril alkohol dehidrogenase yang
sebelumnya dikenal sebagai aril aldehida reduktase, dan veratril alkohol oksidase. Tabel 3. Rata-rata EBKS (Selulose) Akibat
Kombinasi Faktor Perlakuan C/N rasio Sampah Organik (C) dan Nutrisi Tambahan (N). n1 n2 n3 n4 n5 28.62 a 29.73 ab 30.85 b 39.08 c 39.92 c A A A A A 61.67 a 33.13 b 31.92 a 40.23 c 41.77 d B B AB B B 39.51 b 34.67 a 34.39 a 44.49 d 42.08 c C C C D B 39.12 b 33.38 a 32.41 a 42.51 c 42.28 c C B B C B C/N rasio sampah (C) Nutrisi Tambahan (N) c1 = 15 c2 = 30 c3 = 45 c4 = 60
Keterangan: - angka-angka yang dipampingi huruf kecil dan besar yang sama pada setiap kolom dan setiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT α = 0,01; n1 = bekatul (10%).
gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%),
kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%), kotoran
ayam (10%), kalsium karbonat
(CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 =
nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase (20%), nutrisi AGS+ (12
ml/log) dan air (40%).
EBKS Lignin
Nilai rata-rata C/N rasio substrat dan nutrisi tambahan disajikan pada tabel 4, secara terpisah bahwa C/N rasio substrat 45 lebih efisien dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan campuran yang efektif mendukung terhadap efisiensi lignin adalah campuran nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium
karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung
(0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%). Tidak terjadi interaksi pada tingkat signifikasi α = 0,01 lebih disebabkan besar nilai variasi pada C/N substrat dan campuran nutrisi, sehingga komponen tersebut berdiri sendiri-sendiri.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 33 Menurut Fiechter (1993), Guiterrez,
dkk; (1994); dan Higuchi (1993) menyatakan bahwa, enzim peroksidase dan lakase berperan dalam pemutusan ikatan Cα-Cβ pada substruktur β-1 dan β O-4 lignin, dimana dalam aktivitasnya diperlukan O2 dan aril alkohol. Aril
alkohol merupakan produk oksidasi dari 3-4-dimektosi benzil mettil eter yang dalam pembentukannya diperlukan aril alkohol oksidase. Aril alkohol berperan sebagai protektor terhadap inaktivasi lignin peroksidase akibat kelebihan H2O2 dan
senyawa-senyawa anisil aldehida, yang merupakan suatu produk dari degradasi lignin, serta sebagai mediator transfer kation-kation radikal bebas (elektron). Tabel 4. Rata-rata EBKS (Lignin) Akibat
Kombinasi Faktor Perlakuan C/N rasio Sampah Organik (C) dan Nutrisi tambahan (N) n1 n2 n3 n4 n5 c1 = 15 22.83 18.38 16.23 39.74 39.78 27.39 a c2 = 30 27.23 22.06 17.63 42.07 41.83 30.16 b c3 = 45 33.97 28.15 23.53 49.58 44.86 36.02 d c4 = 60 31.54 24.54 22.01 46.77 44.05 33.78 c Rata-rata 28.89 c 23.28 b 19.85 a 44.54 e 42.63 d Rata-rata (C) C/N rasio sampah (C) Nutrisi Tambahan (N)
Keterangan: - angka-angka yang dipampingi huruf kecil dan besar yang sama pada setiap kolom dan setiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT α = 0,01; n1 = bekatul (10%).
gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%),
kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%), kotoran
ayam (10%), kalsium karbonat
(CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 =
nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase (20%), nutrisi AGS+ (12
ml/log) dan air (40%).
EBKS Hemiselulose
Nilai rata-rata EBKS
(Hemiselulosa) akibat kombinasi faktor perlakuan C/N rasio sampah organik (C) dan nutrisi tambahan (N) disajikan pada tabel 5. Terdapat dua kombinasi perlakuan yang menunjukkan hasil yang efektif untuk EBKS hemiselulosa yaitu c3n4 dan c4n4.
Karbon adalah unsur utama yang
menyusun sebagian besar bahan organik substrat, pada keadaan awal jumlahnya banyak, sedangkan jumlah nitrogen relatif sedikit dengan demikian taraf rasio C/N tinggi. Hal ini berbarti bahwa cadangan
karbon pada substrat yang akan
dimanfaatkan oleh jamur cukup tersedia. Tetapi bila proses biokonversi dimulai, maka nitrat yang terbentuk dalam jaringan miselium jamur akan semakin tinggi, sehingga akibatnya lambat laun rasion C/N akan turun. Hubungan tersebut pada suatu saat mencapai keadaan stabil. Artinya kecepatan hilangnya unsur karbon dan nitrogen berbanding lurus. Keadaan ini
menunjukkan bahwa jamur pelapuk
melakukan konversi serat yang ada dalam substrat (Sunawan dan Sugianto, 2002). Tabel 5. Rata-rata EBKS (Hemiselulosa)
Akibat Kombinasi Faktor Perlakuan C/N rasio Sampah Organik (C) dan Nutrisi Tambahan (N) n1 n2 n3 n4 n5 26.81 a 34.07 b 33.38 b 44.17 c 34.35 b A A A A A 34.58 ab 36.40 b 33.67 a 45.44 c 36.05 b B B A A A 42.22 c 38.50 b 34.81 a 52.21 e 47.42 d C C A B C 41.41 c 37.39 b 33.54 a 50.57 e 44.60 d C BC A B B C/N rasio sampah (C) Nutrisi Tambahan (N) c1 = 15 c2 = 30 c3 = 45 c4 = 60
Keterangan: - angka-angka yang dipampingi huruf kecil dan besar yang sama pada setiap kolom dan setiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT α = 0,01; n1 = bekatul (10%).
gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%),
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 34 kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%),
Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%), kotoran
ayam (10%), kalsium karbonat
(CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 =
nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase (20%), nutrisi AGS+ (12
ml/log) dan air (40%).
Kandungan Karbohidrat Substrat
Nilai rata-rata Peningkatan Kandungan Karbohidrat Substrat Akibat Kombinasi Faktor Perlakuan C/N rasio
Sampah Organik (C) dan Nutrisi
Tambahan (N) disajikan pada tabel 6. Secara terpisah campuran nutrisi n4 dan n5
hasilnya tidak berbeda nyata, sedangkan C/N rasio substrat yang relatif adalah c3.
Tabel 6. Rata-rata Peningkatan Kandungan Karbohidrat Substrat Akibat Kombinasi Faktor Perlakuan C/N rasio Sampah Organik (C) dan Nutrisi tambahan (N) n1 n2 n3 n4 n5 c1 = 15 35.71 37.38 40.35 47.67 49.61 42.15 a c2 = 30 40.64 42.93 42.19 49.32 50.01 45.02 b c3 = 45 44.22 44.38 44.01 55.27 52.29 48.03 c c4 = 60 40.27 43.50 41.98 51.91 52.29 45.99 b Rata-rata 40.21 a 42.05 b 42.13 b 51.04 c 51.05 c C/N rasio sampah (C) Nutrisi Tambahan (N) Rata-rata (C)
Keterangan: - angka-angka yang dipampingi huruf kecil yang sama pada setiap kolom dan setiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT α = 0,01; n1 = bekatul (10%). gipsum
(CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%), kalsium
karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%), kotoran ayam
(10%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 = nutrisi
AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4)
(1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase
(20%), nutrisi AGS+ (12 ml/log) dan air (40%).
Kandunagn Protein Substrat
Rata-rata kandungan protein substrat akibat kombinasi faktor perlakuan C/N rasio sampah organik (C) dan nutrisi tambahan (N) disajikan pada tabel 7. Pada tabel tersebut, terlihat bahwa kombinasi c3n4 merupakan kombinasi yang terbaik
yang mampu meningkantak kandungan
protein hingga mencapai 8,88%.
Terjadinya peningkatan protein sampah yang terjadi tidak dapat dimanfaatkan untuk keperluan substrat lebih lanjut, seperti untuk substrat jamur atau makanan ternak. Pada substrat jamur protein dibutuhkan untuk proses metabolisme jamur mulai dari pembentukan miselium sampai pembentukan badan buah.
Tabel 7. Rata-rata Kandungan Protein Substrat Akibat Kombinasi Faktor Perlakuan C/N rasio Sampah Organik (C) dan Nutrisi Tambahan (N) n1 n2 n3 n4 n5 4.38 a 4.54 a 5.25 b 6.08 c 6.87 d A A AB A A 4.44 a 4.79 ab 5.20 b 6.80 c 6.97 c A A A B A 6.26 b 5.16 a 6.28 b 8.88 d 7.48 c B A C D A 5.63 ab 5.16 a 5.88 b 8.14 d 7.17 c B A BC C A C/N rasio sampah (C) Nutrisi Tambahan (N) c1 = 15 c2 = 30 c3 = 45 c4 = 60
Keterangan: - angka-angka yang dipampingi huruf kecil dan besar yang sama pada setiap kolom dan setiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT α = 0,01; n1 = bekatul (10%).
gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%),
kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%), kotoran
ayam (10%), kalsium karbonat
(CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 =
nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase (20%), nutrisi AGS+ (12
ml/log) dan air (40%).
Kandungan Lemak Substrat
Rata-rata kandungan lemak
miselium akibat kombinasi faktor perlakuan C/N rasio sampah organin (C)
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 35 dan nutrisi tambahan (N) disajikan pada
tabel 8. Kombinasi yang mampu
meningkatkan kandungan lemak substrat yang berasal dari sampah organik adalah c3n4 terdapat kecenderungan bahwa pada
n4 yang terdiri dari nutrisi AGS+ (12
ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium
karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung
(0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%) pada semua C/N rasio substrat hasil yang didapatkan lebih baik dibandingkan dengan jenis perlakuan yang lain. Keberadaan lemak pada substrat sangat dimanfaatkan dalam membantu proses metabolisme jamur terutama untuk pembentukan calon badan buah jamur, sehingga waktu panen dapat dipercepat. Tabel 8. Rata-rata Kandungan Lemak
Miselium Akibat Kombinasi faktor perlakuan C/N rasio Sampah organik (C) dan Nutrisi Tambahan (N) n1 n2 n3 n4 n5 4.21 a 4.99 b 5.57 c 7.86 d 7.64 d A A A A A 6.23 b 5.50 a 6.61 b 8.65 d 7.52 c B A B B A 7.87 b 7.04 a 7.18 a 9.50 c 8.39 b D B C C B 7.12 b 6.74 ab 6.53 a 8.68 c 8.28 c C B B B B C/N rasio sampah (C) Nutrisi Tambahan (N) c1 = 15 c2 = 30 c3 = 45 c4 = 60
Keterangan: - angka-angka yang dipampingi huruf kecil dan besar yang sama pada setiap kolom dan setiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT α = 0,01; n1 = bekatul (10%).
gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%),
kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%), kotoran
ayam (10%), kalsium karbonat
(CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 =
nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase (20%), nutrisi AGS+ (12
ml/log) dan air (40%).
Peningkatan Kandungan Phospor (P)
Rata-rata kandungan mineral (P) akibat kombinasi faktor perlakuan C/N rasio sampah organik (C) dan nutrisi
tambahan (N) disajikan pada tebel 9. Dari tabel tersebut terlihat terdapat tiga kombinasi perlakuan yang hasilnya baik dan tidak berbeda nyata yaitu : c3n4;c2n5;
dan c4n5 . Kandungan phospor pada
substrat sangat berguna dalam
memperkaya kandungan nutrisi substrat sebelum digunakan untuk berbagai keperluan seperti pakan ternak, sehingga untuk meningkatkan kandungan P dapat dipilih campuran yang paling murah dan sederhana. Keberadaan mineral P sangat membantu pada saat proses degradasi serat
terutama dalam mempercepat
pembentukan enzim eksraseluler yang diekresikan oleh jamur.
Tabel 9. Rata-rata kandungan Mineral (P) Substrat Akibat kombinasi Faktor Perlakuan C/N rasio Sampah Organik (C) dan Nutrisi Tambahan (N) n1 n2 n3 n4 n5 119.03 a 125.65 b 134.87 c 142.69 d 136.99 c A A B A B 124.22 a 128.87 b 135.93 c 144.81 e 139.53 d BC B B A B 126.87 a 138.87 b 141.47 b 153.07 d 146.85 c C C C B C 122.48 a 129.18 b 132.03 c 150.83 d 134.00 c B B A B A C/N rasio sampah (C) Nutrisi Tambahan (N) c1 = 15 c2 = 30 c3 = 45 c4 = 60
Keterangan: - angka-angka yang dipampingi huruf kecil dan besar yang sama pada setiap kolom dan setiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT α = 0,01; n1 = bekatul (10%).
gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%),
kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%), kotoran
ayam (10%), kalsium karbonat
(CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 =
nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase (20%), nutrisi AGS
+
(12 ml/log) dan air (40%).
Peningkatan Kandungan Kalium (K)
Nilai rata-rata kandungan mineral (K) akibat kombinasi faktor perlakuan C/N rasio sampah organik (C) dan nutrisi tambahan (N) disajikan pada tebel 10.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 36 Kombinasi perlakuan c3n4 mampu
meningkatkan kandungan mineral kalium pada substrat sampah hingga 34,33%. Dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan
kalium pada substrat sangat
menguntungkan karena unsure tersebut biasanya ditambahkan dari luar dan selalu dibutuhkan pada setiap fase pertumbuhan jamur.
Tabel 10. Rata-rata kandungan Mineral (K) Akibat Kombinasi Faktor
Perlakuan C/N rasio Sampah Organik (C) dan Nutrisi tambahan (N) n1 n2 n3 n4 n5 17.30 a 18.17 a 20.23 b 26.80 c 26.25 c A A A A A 19.38 a 23.77 b 27.40 c 29.90 d 28.27 c B C B B B 21.82 a 24.35 b 28.97 c 34.33 e 30.55 d C C C D C 18.22 a 21.77 b 27.55 c 31.48 d 28.72 c AB B B C B C/N rasio sampah (C) Nutrisi Tambahan (N) c1 = 15 c2 = 30 c3 = 45 c4 = 60
Keterangan: - angka-angka yang dipampingi huruf kecil dan besar yang sama pada setiap kolom dan setiap baris menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT α = 0,01; n1 = bekatul (10%).
gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n2 = kotoran ayam (15%),
kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), Molase (10%), SP-36 (0,5%), dan air (40%); n3 molase (20%), kotoran
ayam (10%), kalsium karbonat
(CaCO3) (0,5%), dan air (40%); n4 =
nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%), kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%), tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%); n5 = molase (20%), nutrisi AGS
+
(12 ml/log) dan air (40%).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan interpretasi yang telah dilakukan secara menyeluruh, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Jenis jamur kayu yang mampu
beradaptasi dengan baik pada substrat sampah organik adalah jenis jamur tiram merah dengan sampah organik yang langsung diambil dari masyarakat dan terus diolah menjadi substrat.
2. C/N rasio substrat yang dikombinasikan dengan campuran nutrisi AGS+ (12 ml/log), gipsum (CaSO4) (1,5%),
kalsium karbonat (CaCO3) (0,5%),
tepung jagung (0,5%), SP-36 (0,5%) dan air (40%) memberikan hasil yang baik pada semua variabel.
Saran
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama 10 bulan terhadap sampah organik maka dapat disarankan: bahwa untuk meningkatkan nilai gizi sampah organik agar memiliki nilai guna, maka sampah yang masih baru kualitasnya lebih bagus dibandingkan yang sudah ditahan hingga empat hari lebih. Jamur yang mampu ditanam terdapat tiga pilihan yaitu jamur tiram putih, tiram merah dan kuping.
DAFTAR PUSTAKA
Fiechter, A. 1993. Fungtion and Synthetis of Enzymes Invelved in Lignin Degradation. J. Biotechnol.
30 : 49-55.
Giardina, A. K.E. Erikson, and T.M. Wood. 1995. Biodegradation of Cellulose. Academic Press. New York.
Gutierrez, E., H.K. Goering, and P.J. Van
Soest. 1994. Forage Fibre
Analysis. Agricultural Resarch Service. USDA Agricultural Handbook, Washington, DC.
Hadar, Y.Z. Kerem, and B. Gorodecki.
1993. Biodegradation of
Lignocellulosic Agricultural Wastes by Pleurotus ostreatus. J. Biotech. 30 : 139-149
Higuchi, T. 1993. Biodegradation Mechanismof Lignin by White-Rot Basidiomycetes. J. Biotechnol.
30 : 1-8.
Sunawan dan Sugianto, A. 2002.
Pengembangan Pertanian Lahan Sempit di Daerah kurang Subur Dengan Budidaya Jamur Sistem Semi Modern Yang Memanfaat-kan Berbagai Limbah Pertanian.