• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PRODUKTIVITAS USAHATANI TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN KONAWE

Oleh: Salahuddin1)

ABSTRACT

Paddy sub-sector is one of the most important food crop in Southeast Sulawesi Province. Konawe as the largest granary in Southeast Sulawesi contribute the most in providing the food potential. In addition, with the potential of land resources is still there is a potential that should be used and developed so as to generate greater production. Faced with the need for production of rice plants growing from year to year, it is necessary to increase production of this commodity. But so far has not developed as expected. The problem is partly because some things and inefficient use of production facilities This research aim to determine the factors that affect the production technically irrigated rice crops and non-technical irrigation in Konawe.This study uses secondary data and primary by taking 60 farmers sample consisting of 40 technical irrigation farmers and 20 non-technical irrigation rice farmer. To determine the factors affecting production of irrigated rice farming technical and non technical irrigation used Ordinary Regression Analysis was used Least Square (OLS). Based on the results of the analysis indicate that the factors that influence the production was the area (positive), SP 36 (positive), KCl (positive), pesticides Decis (positive), pesticides Spontaneous (positive), labor (negative), experience (positive), and irrigation (positive) while the factors that affect the revenue was the area (positive), the price of SP 36 (negative), the price of KCl (negative), the price of pesticides Decis (negative), experience (positive) and irrigation (positive).

Keywords: Farming, irrigation technical, non technical irrigation, farmers, production, revenue

PENDAHULUAN

Pembangunan pada dasarnya adalah upaya untuk pencapaian taraf hidup yang lebih baik. Indonesia sebagai negara agraris, melakukan pembangunan pertanian dengan tujuan meningkatkan pendapatan, kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Sektor pertanian memberikan sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian Nasional. Hal ini ditunjukkan dengan mayoritas penduduk Indonesia hidup di pedesaan dengan pertanian sebagai sumber pendapatan petani (Mubyarto, 1995).

Sektor pertanian mendapat prioritas utama dalam upaya pembangunan ekonomi karena sektor ini merupakan sektor dominan di Indonesia, baik dari kontribusi pada pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja, sumber devisa dan sebagainya. Jadi pembangunan pertanian mempunyai kontribusi yang besar pada pembangunan ekonomi melalui kontribusi

produksi bahan makanan dan bahan mentah, kontribusi pasaran hasil dari sektor pertanian, kontribusi faktor produksi tenaga kerja dan modal (Widodo, 2008).

Sulawesi Tenggara sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan pertanian. Hal ini mengingat sektor pertanian memiliki peranan penting dalam pembangunan wilayah Sulawesi Tenggara, yang tercermin dari kontribusi sektor pertanian terhadap struktur PDRB propinsi ini mencapai sekitar 42%. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagian besar penduduk Sulawesi Tenggara bekerja di sektor pertanian. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian sampai dengan bulan Februari 2009 tercatat sebanyak 524.491 orang atau mencapai 57,95% dari total angkatan kerja di Sulawesi Tenggara. Selain bekerja di sektor pertanian, penduduk Sulawesi Tenggara sebagian bekerja pada sektor

(2)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128

perdagangan dan jasa-jasa yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 14,89% dan 10,90% terhadap total angkatan kerja.

Menurut laporan data jenis penggunaan tanah di Sulawesi Tenggara Tahun 2008 menurut kabupaten/kota, kabupaten Konawe merupakan lahan terluas di Sulawesi Tenggara, yaitu 37.232 ha atau 41,91 persen dari luas lahan sawah Sulawesi Tenggara. Sehingga dengan potensi ini, baik lahan secara umum yang luas maupun lahan pertanian, khususnya tanaman padi yang terluas di Sulawesi Tenggara, bila dikelola dengan memadai, efektif dan efisien maka kabupaten Konawe cukup prospektif dan strategis di masa mendatang, khususnya sebagai lumbung pangan dengan tanaman padi sawah sebagai andalan.

Kabupaten Konawe merupakan lumbung beras Provinsi Sulawesi Tenggara dengan kontribusi 32% produksi beras dari total produksi beras Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009. Pengembangan sektor pertanian tanaman pangan kabupaten Konawe diprioritaskan pada pengembangan padi sawah dan palawija. Selain dengan potensi luas lahan pertanian, kabupaten Konawe juga merupakan daerah irigasi pertanian. Irigasi yang cukup dikenal adalah Wawotobi dengan rencana luas sekitar 18.000 hektare. Irigasi ini dibangun tahun 1998 silam, baru berfungsi proyek tahap I dengan areal seluas 11.273 ha.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April tahun 2011 di Propinsi Sulawesi Tenggara yaitu di Kabupaten Konawe. Penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) sehingga terpilih tiga kecamatan yaitu Kecamatan Tongauna, Kecamatan Wawotobi dan Wonggeduku, dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra produksi tanaman padi sawah di Kabupaten Konawe. Ketiga kecamatan tersebut dipilih masing-masing satu desa yaitu Desa Nambeamboru Kecamatan Tongauna, Kelurahan Inalahi Kecamatan Wawotobi dan Desa Wawoone Kecamatan Wonggeduku. Semua petani yang

melakukan usahatani padi sawah secara intensif dari setiap desa lokasi penelitian tersebut ditetapkan sebagai populasi penelitian. Setiap petani memiliki peluang untuk dipilih menjadi sampel (probability sampel). Dari populasi penelitian tersebut, dipilih 20 orang petani tanaman padi sawah sebagai sampel penelitian secara acak (random sampling), sehingga total sampel penelitian ini adalah 60 orang responden. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan dari petani responden melalui observasi dan wawancara sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Sedangkan data sekunder meliputi data-data yang diperoleh melalui pencatatan dari instansi terkait, literatur, catatan dan laporan yang ada kaitannya dengan penelitian.

Model analisis yang digunakan adalah analisis fungsi produksi, sebagai berikut :

Ln Y = ln a+b1 ln X1+b2 ln X2+b3 ln X3+b4 ln X4+b5 ln X5+b6 ln X6+b7 ln X7+ b8 ln X8+b9 ln X9+b10 ln X10+b11 ln X11+d1 D1+u

keterangan:Y = produksi padi; a = intersep; b1 - b12 = koefisien regresi; u = Kesalahan; X1 = luas lahan (ha); X2 = jumlah tenaga kerja (HOK); X3 = jumlah benih (kg); X4 = jumlah pupuk Urea (kg); X5 = jumlah pupuk SP-36 (kg); X6 =jumlah pupuk KCL (kg); X7 = jumlah pestisida Decis (btl); X8 = umlah pestisida Pospit (ltr); X9 = jumlah pestisida Spontan (kg); X10 = pengalaman petani (thn); X11 = pendidikan formal (thn); D1 = Sumber pengairan: 1= Irigasi teknis; 0 = Irigasi non teknis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Sampel

Dalam penelitian ini untuk memahami lebih jauh tentang kondisi petani baik mengenai karakteristik petani maupun kegiatan usahatani yang dilakukannya maka akan dijelaskan identitas petani dalam penelitian ini yang meliputi beberapa parameter seperti:umur, pengalaman usahatani, jumlah tanggungan keluarga dan pendidikan formal petani.

Pada umumnya umur petani sampel tergolong dalam kelompok usia produktif, yaitu

(3)

pada sawah irigasi teknis kisaran umur 36-45 tahun, sedangkan pada sawah irigasi non teknis kisaran umur 25-35 tahun, sehingga secara fisik cukup potensial dalam mendukung kegiatan

usahatani. Jumlah tanggungan anggota keluarga pada kedua jenis sawah tersebut memiliki jumlah tanggungan keluarga 3 - 4 orang.

Tabel 1. Karakteristik petani sampel responden penelitian

No. Uraian Irigasi teknis Irigasi non teknis

Kisaran % kisaran %

1. 2. 3. 4.

Umur petani (tahun) Pengalaman petani (tahun)

Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) Pendidikan petani (tahun)

36-45 10-20 3-4 10-12 47,50 62,50 72,5 45,0 25-35 10-20 3-4 7-9 60,0 45,0 60,0 45,0 Pada umumnya pendidikan adalah salah

satu faktor penentu keberhasilan suatu usahatani karena semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka tingkat penerimaan terhadap teknologi baru dan pengetahuan baru akan usahatani akan semakin tinggi. Makin tinggi tingkat pendidikan seorang individu petani maka akan mampu ia dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan yang lebih cepat, cermat dan menguntungkan.

Karakteristik Usahatani

Tanah merupakan faktor produksi utama dalam kegiatan usahatani. Seluas luas lahan, produktivitas usahatani ditentukan pula oleh tingkat kesuburan tanah (Prawirokusumo, 2009). Rata-rata luas areal pemilikan lahan sawah antara lahan irigasi teknis dan irigasi non teknis di lokasi penelitian berbeda, irigasi teknis 1,035 ha sedangkan irigasi non teknis 1,05 ha hal ini menunjukkan bahwa lahan sawah irigasi non teknis relatif lebih luas dibandingkan dengan lahan sawah irigasi teknis.

Varietas benih yang ditanam di ketiga lokasi persawahan tersebut adalah unggul. Dimana varietas yang banyak ditanam yaitu varietas Mekongga kemudian diikuti dengan varietas F-33 dan varietas Cisantana. Pada lahan sawah irigasi teknis varietas yang dominan ditanam adalah varietas Mekongga 50% dan varietas F-33 50% sedangkan pada lahan sawah irigasi non teknis yang dominan ditanam adalah varietas Mekongga 65% dan varietas Cisantana 35%. Kondisi diatas menunjukkan bahwa antara petani pada sawah irigasi teknis yang menanam varietas Mekongga dan varietas F-33 di desa

Inalahi dan di desa Wawoone memiliki proporsi yang perbandingan yang sama. Sedangkan pada sawah irigasi non teknis yang menanam varietas Mekongga di desa Numbeamboru memiliki proporsi perbandingan yang lebih tinggi dari varietas Cisantana.

Jenis pupuk yang digunakanpetaniadalah urea dan SP 36 untuk desa Inalahi sedangkan untuk desa Wawoone jenis pupuk yang digunakan adalah urea, SP 36 dan KCL. Untuk lahan sawah irigasi non teknis jenis pupuk yang digunakan adalah urea dan SP 36 kadang juga menggunakan pupuk NPK Ponska tetapi jika sudah memakai SP 36 maka pupuk NPK Ponska tidak dipakai lagi. Penggunaan jenis-jenis pupuk tersebut di dua jenis sawah (irigasi teknis dan irigasi non teknis) sudah merupakan kebutuhan yang sangat penting sehingga ketergantungannya sangat tinggi akibat manfaat penggunaan sudah banyak dirasakan oleh petani. Pemupukan diketiga lokasi ini merupakan hal yang harus dilakukan petani untuk mendapatkan hasil yang memadai.

Jenis-jenis obatan-obatan yang digunakan oleh petani dalam melakukan pemberantasan terhadap hama dan penyakit yaitu seperti pestisida. Jenis obat-obatan yang digunakan adalah hampir sama seperti : Spontan untuk hama penggerak batang, pospit untuk racun tikus, dan decis untuk keong mas. Banyaknya frekuensi dan dosis penyemprotan serangan hama dan penyakit disesuaikan dengan tingkatan serangan dengan maksimal 6 kali penyemprotan. Penggunaan tenaga kerja atau tenaga kerja manusia dinyatakan dengan besarnya

(4)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128

curahan waktu kerja dengan satuan hitungan hari orang kerja (HOK). Artinya jumlah waktu yang digunakan/dicurahkan dalam mengelola kegiatan usahatani, mulai dari penanaman, pemeliharaan, pengelolaan hasil sampai pemasaran hasil. Curahan waktu kerja yang digunakan adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai (Prabowo, 1991).

Usaha penanaman padi di dua jenis sawah di Kabupaten Konawe pada prinsipnya mempunyai prosedur atau tata laksana kegiatan usahatani yang hampir sama. Perbedaan yang paling nampak dari dua jenis sawah ini terletak pada aktivitas awal pelaksanaan memulai usahatani sawah terutama aktivitas persiapan lahan. Hal ini sangat penting karena sangat berhubungan dengan ketersediaan dan kebutuhan akan air untuk pengelohan lahan dan penanaman. Dari kedua jenis sawah yang diteliti rata-rata produksi pada berbeda. Dimana pada usahatani padi sawah irigasi teknis rata-rata produksi 4190 kgha-1 atau dengan kata lain memiliki tingkat produktivitas hasil mencapai 4.048,309 kgha-1 sedangkan pada usahatani padi sawah irigasi non teknis rata-rata produksi 2570

kgha-1 atau memiliki produktivitas 2.447,190 kgha-1. Hal ini menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas usahatani padi sawah menunjukkan secara keseluruhan usahatani padi sawah irigasi teknis memiliki produksi dan produktivitas hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi sawah irigasi non teknis.

Rerata Harga Produk, Faktor Produksi dan Upah Tenaga Kerja

Keragaman harga faktor produksi, produksi dan upah tenaga kerja usahatani padi sawah di Kabupaten Konawe (Tabel 2). Dari tabel tersebut terlihat bahwa harga faktor produksi benih bervariasi dimana harga pada petani sawah irigasi teknis lebih rendah dibanding dengan sawah irigasi non teknis. Pupuk terdapat perbedaan variasi harga dimana harga beli di daerah sawah irigasi teknis lebih murah dibandingkan dengan sawah irigasi non teknis. Harga untuk pestisida memiliki kecenderungan terjadi perbedaan harga yang dimana pada sawah irigasi teknis lebih murah dibanding dengan sawah irigasi non teknis.

Tabel 2. Rata-rata harga produk, harga faktor produksi dan upah tenaga kerja pada kegiatan usahatani sawah irigasi teknis dan irigasi non teknis di KabupatenKonawe, MT 2010

Sarana produksi Sawah

Irigasi teknis Irigasi non teknis 1. Harga produksi:

Gabah kering panen (Rpkg-1 GKP) 2. Harga pupuk a. Urea (Rpkg-1) b. SP 36 (Rpkg-1) c. KCl (Rpkg-1) 3. Harga pestisida : a. Decis (Rp btl-1) b. Pospit (Rpkg-1) c. Spontan (Rp ltr-1) 4. Tenaga kerja(RpHOK-1) a. Olah lahan/panen b. Tanam/pelihara 2.750,- 1.200,- 1.750,- 2.000,- 45.000,- 56.250,- 68.250,- 35.000,- 22.500,- 2.872,- 1.300,- 1.750,- - 52.000,- 75.000,- 61.600,- 40.000,- 25.000,- Upah tenaga kerja besarnya mencapai

Rp 40.000HOK-1 pada sawah irigasi non teknis sedangkan pada irigasi teknis sebesar Rp 35.000HOK-1. Terjadinya kondisi ini adalah

sebagai dampak telah berkembangnya sistem upah tenaga kerja yang sebenarnya telah lama berlangsung di kedua lokasi jenis sawah tersebut.

(5)

Analisis Fungsi Produksi

Hasil uji multikolinearitas menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas karena nilai R Square antar variabel umumnya lebih kecil dari 0,8 sehingga dapat dipastikan tidak terjadi multikolinearitas. Hasil analisis regresi fungsi produksi diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,94 yang berarti bahwa 94% variasi produksi padi sawah (dependen variabel) dapat diterangkan oleh variabel yang ada di dalam model (independen variabel) dan sisanya 6% diterangkan oleh variabel lain di luar model. Hasil uji diperoleh nilai Fhitung = 61.838, nilai ini lebih besar dari F tabel pada taraf kepercayaan

99%, 95%, dan 90%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independen yang ada dalam model fungsi produksi tersebut terdiri atas: luas lahan, pupuk SP 36, pupuk KCl, pestisida decis, pestisida spontan, pengalaman usahatani, jumlah tanggungan keluarga, dan pengairan secara bersama-sama berpengaruh sangat nyata terhadap variabel dependen yaitu produksi padi sawah. Hal tersebut berarti model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi pada usahatani padi sawah di Kabupaten Konawe ini sangat memadai. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Konawe, 2011

No. Variabel Koefisien Regresi t-hitung Probabilitas

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Luas Lahan (Ln X1) Benih (Ln X2) Urea (Ln X3) SP 36 (Ln X4) KCl (Ln X5) Tenaga Kerja (Ln X6) Decis (Ln X7) Pospit (Ln X8) Spontan (Ln X9) Pengalaman (Ln X10) Pendidikan (Ln X11) Umur (Ln X12) Dummy Irigasi (D1) 0.646*** -0.557ns -0.071ns 0.190*** 0.031** 0.198ns 0.146* 0.066ns 0.092* -0.088** -0.038ns 0.067ns 0.486*** 8.522 -1.633 -0.778 2.798 2.193 1.222 1.777 1.373 1.875 -2.097 -0.662 0.601 6.053 0.0000 0.1093 0.4405 0.0075 0.0334 0.2277 0.0822 0.1762 0.0671 0.0415 0.5109 0.5505 0.0000 Konstanta 8.599 0.0000 R2 0.94 F hitung 61.838

Keterangan:*** = signifikan pada tingkat kesalahan 1%; ** = signifikan pada tingkat kesalahan 5%;*= signifikan pada tingkat kesalahan 10%; ns = tidak signifikan

Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel luas lahan, SP 36, KCl, pestisida Decis, pestisida Spontan, pengalaman petani, dan dummy pengairan berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Pengaruh dan tingkat signifikansi dari variabel-variabel hasil analisis tersebut adalah luas lahan, SP 36 dan dummy pengairan signifikan pada taraf 99%, KCl, dan pengalaman petani signifikan pada taraf kepercayaan 95% sedangkan tenaga kerja, pestisida Decis dan

pestisida Spontan signifikan pada taraf kepercayaan 90%.

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang tidak signifikan adalah benih, pupuk urea, tenaga kerja, pestisida decis, umur dan pendidikan. Produksi padi sawah di Kabupaten Konawe pada MH 2010 tidak dipengaruhi oleh banyaknya benih yang ditanam. Rata-rata benih yang digunakan petani pada sawah irigasi teknis adalah sebanyak 26,5 kg dan pada sawah irigasi non teknis sebanyak 26,25 kg

(6)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128

yang sebenarnya telah memenuhi kebutuhan benih padi untuk keperluan satu hektar, yaitu 25 – 30 kgha-1

. Penggunaan jumlah benih yang telah memenuhi ketentuan dari penyuluh pertanian ternyata tidak dapat mengantisipasi gagal panen akibat dari dominasi musim hujan yang menyebabkan banyak benih yang rusak saat penanaman. Dengan demikian tanaman yang tumbuh berasal dari benih yang terseleksi sehingga secara statistik jumlah benih tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi padi. Selain itu, penggunaan benih yang bermutu rendah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan benih tidak berpengaruh pada produksi padi.

Demikian halnya dengan penggunaan pupuk urea yang digunakan oleh petani pada setiap musim tanam dengan dosis masing-masing untuk sawah irigasi teknis 146,25 kgha-1 dan sawah irigasi non teknis 152,5 kgha-1. Tidak berpengaruhnya pupuk Urea terhadap produksi padi sawah diduga oleh sifat pupuk Urea yang mudah terurai baik oleh penguapan maupun pencucian walaupun dosis yang diberikan telah sesuai dosis anjuran namun waktu pemberian masih kurang tepat sehingga tanaman tidak optimal merespon unsur N.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Hasil penelitian rata-rata produksi pada usahatani sawah irigasi teknis lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi sawah irigasi non teknis. (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi sawah di Kabupaten Konawe adalah luas lahan (X1), pupuk SP 36 (X4), pupuk KCl (X5), tenaga kerja (X6), pestisida decis (X7), pestisida spontan (X9), pengalaman petani (X10), dan dummy pengairan (D1) yang berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Adapun variabel-variabel yang tidak signifikan adalah benih, pupuk urea, tenaga kerja, pestisida decis, umur dan pendidikan.

Implikasi kebijakan yang disarankan adalah: (1) Perlunya peningkatan pengetahuan

dan pemahaman secara optimal pada pertain, berkaitan dengan penggunaan sarana faktor produksi sehingga dapat meningkatkan hasil. (2) Perlu diintensifkan program kelompok usahatani yang produktif, pembinaan kelompok agar petani lebih memahami cara budidaya tanaman padi secara tepat sehingga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani. (3) Perlunya sarana ketersediaan air memadai dan perbaikan sarana irigasi terutama daerah yang jauh dari sumber irigasi sehingga meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatannya.

DAFTAR PUSTAKA

---. 2008. Campur sari Agro Ekonomi, Liberty Yogyakarta.

Beattie, B.R., dan Taylor, C.R. 1996. Ekonomi Produksi : Gajdah Mada University press. Yogyakarta.

Biro Pusat Statistik.2008. Sensus Pertanian Sulawesi Tenggara. BPS Sultra, Kendari Biro Pusat Statistik.2009. Sensus Pertanian

Sulawesi Tenggara. BPS Sultra, Kendari. Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production

Economics. Macmillan

PublishingCompany. New york.

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi

PertanianEdisi ke-3, Jakarta, PT. PustakaLP3ES Indonesia.

Prabowo, D. 1991. Manajemen Usaha tani. Pusat Antar Universitas-Studi Ekonomi UGM Yogyakarta.

Prawirokusumo, S. 2009. Ilmu Usahatani. BPFE-Yogyakarta.Yogyakarta.

Soekartawi. 1986. Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Universitas Brawijaya Malang. Supranto, J. 2005. Ekonometrika. Penerbit

Ghalia Indonesia. Bogor.

Widodo, S. 1989. Production Efficiency of rice Farmer in Java, Indonesia. Gadjah Mada university Press. Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1.   Karakteristik petani sampel responden penelitian
Tabel 2.  Rata-rata harga produk, harga faktor produksi dan upah tenaga kerja pada kegiatan usahatani  sawah irigasi teknis dan irigasi non teknis di KabupatenKonawe, MT 2010
Tabel 3.  Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Konawe, 2011

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata temperatur permukaan jengger, bulu dan shank yang lebih tinggi pada lokasi penelitian dengan THI = 89 dibandingkan dengan suhu permukaan jengger, bulu dan shank

Penghargaan Adiwiyata Tingkat Provinsi, Yang dilaksanakan di Auditorium Gubernuran pada hari Rabu, 30 Oktober 2019. Belanja Modal tersebut merupakan Belanja Modal Peralatan

Direktorat Usaha memiliki fungsi penyelenggaraan usaha jasa angkutan laut yang meliputi kegiatan pemasaran, pengembangan usaha, penyiapan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan

a. Komunikator : meliputi jaringan, stasiun lokal, direktur, staf teknis yang berkaitan dengan sebuah acara televisi. Jadi komunikator adalah gabungan dari berbagai individu

Segala kemulian dan hormat bagi Tuhan atas anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Strategi Bauran Pemasaran Jasa Pada Sekolah : Studi Kasus

Bagi pemerintah pusat, alokasi DAU dimaksudkan sebagi alat untuk pemerataan atau mengisi keuangan di dalam strurktur keuangan daerah, sementara bagi daerah, alokasi DAU

tersendat-sendat, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa berenang dan bergerak dengan merayap karena telah beradaptasi untuk hidup di lumut dan sampah daun-daun yang

Qui audet adipiscitur. “Siapa berani, menang.” Tampaknya, sebagai seorang yang ahli bahasa Latin, Mark Zuckerberg hidup dengan motto ini setiap hari. Visi Mark Zuckenberg yang