• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Remaja Putri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Remaja Putri"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Remaja Putri

Arin Oktafia Asyari

1*

, Anggit Eka Ratnawati

2*

, Erna Yovi Kurniawati

3*

1, 2, 3 Politeknik Kesehatan Ummi Khasanah, Yogyakarta, Indonesia

*[email protected], [email protected], [email protected]

ARTICLE INFO ABSTRAK Article history:

Received November 17,2021 Accepted December 15, 2021 Published January 25, 2022

Latar Belakang:Survei Dinas Kesehatan DIY 2018 dengan target 1500 remaja putri di lima kabupaten dan kota, menunjukkan bahwa sebagai sebanyak 19,3% remaja putri mengalami anemia). Prevalensi anemia gizi besi pada remaja putri di Bantul tahun 2013 adalah 54,8%). Metode: Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional, dengan populasi 50 siswa kelas XI yang mengalami anemia dan mengalami menstruasi dan sampel sebanyak 44 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Instrumen penelitian menggunakan angket kuesioner tertutup yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, valid sebanyak 14 item.

Penelitian ini menggunakan analisis univariat. Hasil: Remaja putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta dengan pendapatan keluarga sosial ekonomi tinggi sebanyak 28 siswa (63,6%), pola siklus menstruasi normal sebanyak 33 siswa (75,0%), telah mengkonsumsi dan mendapatkan tablet FE sebanyak 37 siswa (84,1%), memiliki pola makan tidak teratur sebanyak 37 siswa (84,1%), tingkat pengetahuan anemia dalam kategori cukup sebanyak 25 siswa (56,8%), status gizi normal sebanyak 30 siswa ( 68,2%) dan mengalami anemia ringan sebanyak 30 siswa (68,2%), sedang 13 siswi (29,5%) dan anemia berat 1 siswi (2,3).

Kesimpulan: Faktor yang berhubungan anemia di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta, status sosial ekonomi keluarga, pola menstruasi, konsumsi tablet Fe, pola makan, tingkat pengetahuan, dan status gizi.

Kata Kunci:

Anemia Remaja Putri

ABSTRACT

Factors Associated with Anemia in Adolescent Girls

Key words:

Anemia Adolescent Girls

DOI:

https://10.48092/jik.v8i1.144

Background: The DIY 2018 Health Service Survey with a target of 1500 young women in five districts and cities, shows that as many as 19.3% of adolescent girls are anemic). The prevalence of iron deficiency anemia in adolescent girls in Bantul in 2013 was 54.8%).

Methods: This methods study used a descriptive research method with aapproach cross sectional, with a population of 50 students of class XI who were anemic and menstruating and a sample of as many as 44 people. The sampling technique used was accidental sampling. The research instrument uses a closed questionnaire that has been tested for validity and reliability, valid for 14 items. This study used univariate analysis. Results:

This results Adolescent girls at SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta with high socioeconomic family income as many as 28 students (63.6%), normal menstrual cycle patterns as many as 33 students (75.0%), have consumed and received FE tablets as many as 37 students (84.1%), having irregular eating patterns as many as 37 students (84.1%), the level of knowledge of anemia in the sufficient category as many as 25 students (56.8%), normal nutritional status as many as 30 students (68.2% ) and experienced mild anemia as many as 30 students (68.2%), moderate 13 students (29.5%) and severe anemia 1 student (2.3).

Conclusion: Factors related to anemia at SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta, socio- economic status of the family, menstrual pattern, consumption of Fe tablets, diet, level of knowledge, and nutritional status.

ThisopenaccessarticleisundertheCC–BY-SAlicense.

(2)

PENDAHULUAN

Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 hingga 19 tahun. Masa remaja diasosiasikan dengan masa transisi dari anak menuju dewasa. Masa ini merupakan periode persiapan menuju masa dewasa yang akan melewati beberapa tahapan perkembangan penting dalam hidup. Selain kematangan fisik dan seksual, remaja juga mengalami tahapan menuju kemandirian sosial dan ekonomi, membangun identitas, akuisisi kemampuan (skill) untuk kehidupan masa dewasa serta kemampuan bernegosiasi (abstract reasoning). (WHO, 2014).

Badan Pusat Satistik (BPS) merilis hasil sensus yang dilakukan sepanjang Februari-September 2020, jumlah penduduk Indonesia mencapai 271,34 juta.

Didominasi usia muda berusia antara 8-23 tahun mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 % dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia. Sementara itu, jumlah penduduk paling dominan kedua berasal dari usia produktif 24-39 tahun sebanyak 69,38 juta jiwa penduduk atau sebesar 25,87 %. Jumlah penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan usia 10-24 tahun mencapai 834.687 jiwa dari 3.720.912 jiwa (BPS DIY, 2020).

Masalah-masalah yang sering terjadi pada remaja adalah remaja kurang zat besi (anemia), remaja harus sadar tinggi akan badan, remaja kurus atau kurang energi kronis (KEK), kegemukan atau obesitas (Kemenkes, 2018). Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju.

Penderita anemia diperkirakan dua milyar dengan prevalensi terbanyak di wilayah Asia dan Afrika,dengan sebagian besar diantaranya tinggal di daerah tropis. 50%

kasus anemia diakibatkan karena difisiensi besi.

(Suryani, Hafiani, & Junita, 2015).

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa anemia merupakan 10 masalah kesehatan terbesar di abad modern, kelompok yang berisiko tinggi anemia adalah wanita usia subur, ibu hamil, anak usia sekolah, dan remaja (WHO, anak usia sekolah, dan remaja (WHO, 2011).

Anemia defisiensi besi merupakan suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah tergolong rendah. Angka kejadian anemia di Indonesia terbilang masih cukup tinggi. Prevalensi anemia pada remaja sebesar 32% , artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktifitas fisik (Riskesdas, 2018).

Survey yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan DIY 2018 dengan sasaran 1500 remaja putri di lima

Kabupaten dan Kota, menunjukkan bahwa sebanyak 19,3% remaja putri mengalami anemia Hb di bawah 12 g/dL (Dinkes DIY, 2018). Prevalensi anemia gizi besi pada remaja putri di Bantul 54,8% (Dinkes DIY, 2013).

Remaja Putri lebih rentan terkena anemia karena masa pertumbuhan yang cepat sehingga membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi termasuk zat besi. Remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan sehingga kebanyakan mereka membatasi asupan makan dan mempunyai beberapa pantangan makan. Selain itu, siklus menstruasi setiap bulan merupakan salah satu faktor penyebab remaja putri rentan terkena anemia (Sediaoetama, 2011).

Hemoglobin (Hb) telah digunakan secara luas sebagai parameter status anemia seseorang. Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen yang terdapat dalam sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah hemoglobin per 100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen dalam darah. Kandungan hemoglobin yang rendah akan mengindikasikan bahwa orang tersebut menderita anemia (Supariasa, dkk., 2013).

Pemberian tablet besi digunakan untuk memperbaiki status zat besi seseorang secara cepat.

Sesuai dengan rekomendasi WHO, bahwa tablet besi yang diberikan mengandung 60 mg besi elemental dan 400 μg asam folat.Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011) merekomendasikan suplementasi besi pada remaja usia 12 – 18 tahun diberikan selama 3 (tiga) bulan berturut- turut setiap tahunnya dengan dosis 60 mg besi elemental ditambah dengan 400 μg asam folat sebanyak 2 (dua) kali per minggu.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMAN 1 Jetis Bantul Yogyakarta pada tanggal 05 April 2021 didapatkan remaja putri kelas XI sebanyak 168 orang.

Dari jumlah tersebut sebanyak 50 orang (29,7%) mengalami anemia. Hasil wawancara tentang anemia kepada 5 orang siswi, sebanyak 1 siswi (20%) tidak mengetahui tentang anemia dan 4 orang siswi (80%) mengetahui tenntang anemia. Sedangkan wawancara dengan guru BK, di sekolah tersebut telah dilakukan pemberian program tablet tambah darah (fe) pada tahun 2019 oleh Puskesmas sebanyak 1 tablet setiap minggu dan rutin di berikan selama tiga bulan dan telah dilakukan penyuluhan tentang gizi dan anemia oleh pihak Puskesmas Jetis 1.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia remaja

(3)

putri di SMAN 1 Jetis Bantul Yogyakarta tahun 2021, mengetahui klasifikasi anemia remaja putri, mengetahui faktor anemia remaja putri.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Metode pendekatan yang digunakan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta, yang terletak di Jl.

Imogiri Barat, km 11, Dusun Kertan, Kelurahan Sumberagung, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penelitian ini telah mendapat izin dari Dinas Disikpora Yogyakarta melalui surat izin permohonan dari Politeknik Kesehatan Ummi Khasanah Bantul Yogyakarta. Populasi penelitian ini adalah semua siswi kelas XI SMAN 1 Jetis Bantul Yogyakarta yang mengalami anemia dan berjumlah 50 orang. Cara menentukan sampel dilakukan secara Acidental sampling. Dan didapatkan sampel sebanyak 44 siswi.

Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan data primer berupa data faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia dengan teknik pengisian kuesioner. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosial ekonomi keluarga responden mayoritas dalam kategori tinggi sebanyak 28 siswi (63,6%) dan rendah sebanyak 16 siswi (36,4%), mayoritas responden memiliki pola siklus menstruasi normal sebanyak 33 siswi (75,0%) dan pola menstruasi tidak normal sebanyak 11 siswi (25,0%), mayoritas responden pernah mengkonsumsi dan mendapat tablet FE sebanyak 37 siswi (84,1%) dan tidak pernah mengkonsumsi dan mendapat tablet Fe sebanyak 7 siswi (15,9%), mayoritas responden memiliki pola makan tidak teratur sebanyak 37 siswi (84,1%) dan pola makan teratur sebanyak 7 siswi (15,9%), mayoritas responden memiliki status gizi normal sebanyak 30 siswi (68,2%) dan gizi kurus sebanyak 9 siswi (20,5%) dan gizi gemuk sebanyak 5 siswi (11,4%), mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan cukup sebanyak 25 siswi (56,8%) dan tingkat pengetahuan baik sebanyak 12 siswi (27,3%) dan pengetahuan kurang 7 siswi (15,9%).

Tabel 1. Karakteristik Responden di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta

Sosial Ekonomi Keluarga F %

Rendah 16 36,4

Tinggi 28 63,6

Total 44 100,0

Siklus Menstruasi F %

Tidak Normal 11 25,0

Normal 33 75,0

Total 44 100,0

Asupan Zat Besi F %

Tidak pernah 7 15,9

Pernah 37 84,1

Total 44 100,0

Pola Makan F %

Teratur 7 15,9

Tidak teratur 37 84,1

Total 44 100,0

Status Gizi F %

Kurus 9 20,5

Normal 30 68,2

Gemuk 5 11,4

Total 44 100,0

Tingkat Pengetahuan F %

Kurang 7 15,9

Cukup 25 56,8

Baik 12 27,3

Total 44 100,0

1. Sosial Ekonomi Remaja Putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta.

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa mayoritas responden memiliki social ekonomi keluarga yang tinggi sebanyak 28 siswi (63,6%). Hal ini tidak sependapat dengan Baswori (2010) Bahwa status sosial ekonomi merupakan suatu keadaan yang dapat menunjukkan kemampuan finansial seseorang dalam memenuhi kebutuhan material, dimana keadaan ini bertaraf baik, cukup, dan kurang. Hal ini berpengaruh terhadap kejadian anemia, dimana kondisi makanan yang di konsumsi dan taraf pembelian makanan gizi seimbang.

Berdasarkan hasil penelitian Balci et al (2012) didapatkan hasil yang signifikan bahwa status sosial ekonomi keluarga dapat menyebabkan anemia. Selain itu didapatkan bahwa status ekonomi keluarga yang rendah memiliki risiko 3 kali lebih tinggi menderita anemia. Status sosial ekonomi keluarga juga meliputi tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Novy Ramini Harahap (2018), dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada

(4)

Remaja Putri, dengan hasil penelitian didapatkan frekuensi responden dengan tingkat pendapatan orang tua > UMK (Upah Minimum Kota) menderita anemia berjumlah 8 responden (12,3%). Hal ini bisa saja terjadi karena remaja lebih memilih makanan Junk Food atau makanan cepat saji, sehingga kebutuhan akan nutrisi dan besi dalam makanan yang di serap oleh tubuh tidak tercukupi untuk pemenuhan nutrisi dan besi.

2. Siklus Menstruasi Remaja Putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta

Berdasarkan hasil analisis data, didapatkan responden mayoritas memiliki siklus menstruasi normal sebanyak 33 siswi (75,0%). Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir, dan sisa-sisa sel secara berkala yang berasal dari mukosa uterus dan terjadi relatif tertarur mulai dari menarche sampai menoupuse, kecuali pada masa hamil dan laktasi (Mandang, 2016).

Hal ini sependapat dengan Kusmiran (2016) Yang menyatakan bahwa siklus menstruasi normal terjadi setiap 22-35 hari, dengan lamanya menstruasi selama 2-7 hari. Wanita yang mengalami menstruasi setiap bulan berisiko menderita anemia.

Kehilangan darah secara perlahan-lahan di dalam tubuh, seperti ulserasi polip kolon dan kanker kolon juga dapat menyebabkan anemia (Briawan, 2014).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ummi Kulsum (2020) dengan judul Hubungan Pola Menstruasi Dengan Terjadinya Anemia Pada Remaja Putri, bahwa siklus mentruasi remaja putri berpengaruh terhdap kejadian anemia remaja putri.

3. Asupan Zat Besi Remaja Putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta

Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa mayoritas responden pernah mendapatkan dan mengkonsumsi tablet FE sebanayak 37 siswi (84,1%). Besi merupakan mineral makro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, sebagai alat angkut elektron didalam sel, dan sebagai terpadu berbagai enzim di dalam jaringan tubuh. Kekurangan besi diakui dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja, perkembangan kognitif, dan sistem kekebalan.

Almatsier (2011).

Beberapa jenis anemia dapat diakibatkan oleh defisiensi zat besi, infeksi atau ganguan genetik.Yang paling sering terjadi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan asupan zat besi (Briawan, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Purwitaningtyas Kirana (2011) dengan judul Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri di Wilayah Kabupaten Banyumas dengan hasil sebanyak 81% subjek memiliki tingkat asupan zat besi defisit tingkat besar. Karena anemia bisa di cegah dengan upaya salah satunya yaitu mengkonsumsi tablet Fe.

Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet mengandung 200 mg ferro sulfat atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat.

Anjuran minum yaitu minumlah satu tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum satu tablet setiap hari selama haid. Minumlah tablet tambah darah dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi karena dapat menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh sehingga manfaatnya menjadi berkurang (Almatsier, 2011).

Tablet tambah darah efektif untuk mencegah anemia, sesuai dengan anjuran meminum tablet tambah darah seminggu sekali, namun tidak efektif jika saat mentruasi hanya mengkonsumsi tablet tambah darah hanya sekali dalam seminggu, akan lebih efektif jika meminum tablet tambah darah setiap hari saat mestruasi (Almatsier, 2011).

4. Pola Makan Remaja Putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta

Berdasarkan hasil analisis data yang telah didapatkan, responden dengan pola makan tidak teratur sebanyak 37 siswi (84,1%).

Pola makan menjadi salah satu penyebab dari anemia, pola makan didefinisikan sebagai karakteristik dari kegiatan yang berulang kali makan individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makan. (Sulistyoningsih, 2011).

Menurut Kemenkes (2013), Frekuensi pola makan teratur adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan. Sedangkan pola makan tidak teratur adalah makan terlalu sedikit, makan terlalu banyak, serta tidak memiliki makanan sehat yang dibutuhkan oleh tubuh setiap hari.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Desri Suryani, Riska Hanafi, &

Rinsesti Junita (2015), dengan judul Analisis Pola Makan dan Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri

(5)

Kota Bengkulu, dengan hasil penelitian mayoritas responden memiliki pola makan tidak baik. Pola makan yang salah dan pengaruh pergaulan karena ingin langsing dan diet yang ketat menyebabkan berat badan turun yang berakibat menurunnya kemampuan otak, menurunnya semangat remaja dalam belajar dan penyebab terjadinya anemia remaja.

5. Tingkat Pengetahuan Tentang Anemia di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta

Berdasarkan hasil analisis data sebagian besar responden memiliki pengetahuan dalam kategori cukup yaitu sebanyak 25 siswi (56,8%).

Pengetahuan adalah salah satu faktor predisposing terbentuknya perilaku pada remaja, yaitu faktor yang memotivasi (Notoatmodjo, 2010).

Faktor ini berasal dalam diri seorang remaja yang menjadi alasan atau motivasi untuk melakukan suatu perilaku. Pentingnya remaja mengetahui tentang anemia dalah agar wanita khususnya remaja mengetahi tentang anemia, penyebab anemia, dampak anemia pada remaja putri dan pencegahan anemia (Notoatmodjo, 2010).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hera Ariyani dan Ekawati (2012) mengenai Tingkat Pengatahuan Remaja Putri Tentang Anemia di Pondok Pesantren Al- Munawwir Komplek Q Krapyak Yogyakarta didapatkan hasil bahwa sebagian besar siswi memiliki pengetahuan yang baik tentang anemia.

Sekamin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakain mudah untuk menerima informasi, sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki untuk meningkatkan kesehatan.

Masalah anemia pada remaja putri disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan remaja akibat kurangnya penyampaian informasi, kurang kepedulian orang tua, masyarakat dan pemerintah terhadap kesehatan remaja serta belum optimalnya pelayanan kesehatan remaja (Kemenkes, 2010).

6. Status Gizi Remja Putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta

Berdasarkan hasil analisis data yang telah didapatkan, mayoritas responden status gizi normal sebanyak 30 siswi (68,2%).

Menurut Supariasa (2017) gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan

makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluara zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

Status Gizi juga ditemukan hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia. Remaja dengan status gizi kurus mempunyai risiko mengalami anemia 1,5 kali dibandingkan remaja dengan status gizi normal. Hal tersebut juga di dukung oleh studi yang di lakukan oleh Briawan dan Hardinsyah (2010) bahwa status gizi normal dan lebih merupakan faktor protektif anemia.

Namun remaja dengan status gizi normal belum tentu tidak mengalami anemia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Dea Indartati dan Aponia Kartini (2014) dengan judul Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri, yang menyatakan bahwa remaja dengan status gizi normal bisa saja terkena anemia, karena di sebabkan oleh beberapa faktor seperti kebiasaan makanan yang salah sering mengkonsumsi makanan cepat saji (Junk Food).

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Sosial ekonomi keluarga remaja putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta, mayoritas responden dalam kategori sosial ekonomi tinggi (63,6%). Siklus menstruasi remaja putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta, mayoritas memiliki siklus menstuasi yang normal (75,0%). Asupan zat besi remaja putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta, mayoritas pernah mendapatkan dan mengkonsumsi tablet FE (84,1%).

Pola makan remaja putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta, mayoritas memiliki pola makan tidak teratur (84,1%). Tingkat pengetahuan remaja putri tentang anemia di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta, mayoritas memiliki tingkat pengetahuan yang cukup (56,8%). Status gizi remaja putri di SMAN 1 Jetis, Bantul, Yogyakarta, mayoritas memiliki status gizi normal (68,2%). Saran bagi remaja putri lebih aktif untuk mencari informasi tentang anemia, dapat mengubah pola hidup ke arah yang lebih baik sehingga dapat mencegah anemia secara dini.

(6)

REFERENSI

Achmad, D Sediaoetama. (2011). Ilmu Gizi. Jakarta:

Dian Rakyat.

Almatsier. (2011). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Psutaka Utama.

Balci, dkk. (2012). Prevalenceand Risk Factor of Anemia among Adolescents in Denizli Turkey.

Iran J Pediatr, 22(1), 11-18.

Baswori. (2010). Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol.7 No.1, Hal. 58-81.

Briawan D. (2014). Anemia: Masalah Gizi pada Remaja Wanita. Jakarta: EGC.

Briawan, & Hardiansyah. (2010). Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC.

Briawan, & Hardiansyah. (2010). Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC.

Dinas Kesehtan DIY. (2013). Riset Kesehatan Dasar Provinsi DIY 2013.

Kementerian Kesehatn R.I. (2013). Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Profil Kesehatan Indonesia 2010. (2011). Jakarta:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI.

Kusmiran. (2016). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Salemba Medika: Jakarta.

Mandang. (2016). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.

Notoadmodjo. (2010). Promosi Kesehatan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2011).

Suplemen Besi Untuk Anak. IDAI.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

Sulistyoningsih. (2011). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Supariasa, I.D.N dkk. (2013). Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Supariasa. (2017). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Suryani, D., Hafiani, R., & Junita R. (2015). Analisis Pola Makan dan Anemia Gizi Besi pada Remaja Putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas.

WHO. The Global Prevalence of Anemia in (2011).

Geneva: World Health Organization, 2015.

World Health Organization. (2014). World Health Statistic. Geneva: WHO.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji variabel-variabel yang berpangaruh terhadap underpricing pada penawaran perdana pada perusahaan yang Listing di

Responden ini memiliki karakter adaptasi ( Most ) tipe D,C, & S dan karakter asli ( Least ) tipe D,I, & S namun karakter pekerjaannya memiliki tipe S yang

Daging dapat berasal dari berbagai jenis hewan ternak atau ikan. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk dari hasil pengolahan jaringan

-tertelan : dapat menyebabkan kerusakan parah dan permanen pada saluran pencernaan -tertelan : dapat menyebabkan kerusakan parah dan permanen pada saluran pencernaan -terhirup :

Gambar konsep/ blueprint Start Stok kebutuhan proyek habis Laporan dan dokumentasi perkembangan pengerjaan proyek perminggu Bahan material Menyusun pengerjaan proyek

PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Suluttenggo dengan cara menganalisis pengendalian intern aktiva tetap yang diterapkan seperti mulainya penyusutan, metode penyusutan,

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Simange (2011) menyatakan bahwa ikan kakap merah, ikan belanak, dan udang putih pada bagian daging dan hati yang ditangkap

Berdasarkan hasil penelitian terhadap tingkat kesukaan donat ubi jalar yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan penambahan surimi lele dumbo pada donat ubi