• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III NORMA DAN ETIKA BISNIS SYARIAH SERTA SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III NORMA DAN ETIKA BISNIS SYARIAH SERTA SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

NORMA DAN ETIKA BISNIS SYARIAH SERTA SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM

A. Norma dan Etika Bisnis Syari’ah 1. Pengertian Norma dan Etika

Norma berasal dari bahasa Latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan.

Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.

Jadi secara terminologi dapat diambil kesimpulan menjadi dua macam.

Pertama, norma menunjuk suatu teknik. Kedua, norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada yang bersifat normatif.

Sedangkan norma-norma yang diperlukan adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret.

Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis.

Etika berasal dari Bahasa Yunani Kuno ethos. Dalam bentuk kata tunggal kata tersebut mempunyai banyak arti, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan.1 Dan artinya adalah adat kebiasaan dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “Etika” yang oleh filosof Yunani Besar, Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.

1 Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2001), 25.

33

(2)

Dalam kamus Inggris, etika (ethic) mengandung empat pengertian. Pertama, etika adalah prinsip tingkah laku yang baik atau kumpulan dari prinsip-prinsip itu. Kedua, etika merupakan sistem prinsip-prinsip atau nilai-nilai moral. Ketiga, dalam kata-kata “ethics” yaitu “ethic” dengan tambahan “s” tapi dalam penggunaan mufrad atau singular, diartikan sebagai kajian tentang hakikat umum moral. Keempat, “ethics” yaitu “ethic” dengan tambahan mufrad (tunggal) dan jamak (plural), ialah ketentuan-ketentuan atau ukuran-ukuran yang mengatur tingkah laku para anggota suatu profesi.2

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika dijelaskan dengan arti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika juga diartikan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Serta diartikan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.3

Etika disebut juga dengan “Akhlaq” berasal dari bahasa Arab yaitu perangai atau kesopanan, dan bisa juga diartikan dengan istilah watak, kebiasaan.4 Jadi secara etimologis (lughatan) “Akhlaq” adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (Pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khaliq (penciptaan). Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia). Dengan kata lain perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungan serta pekerjaan (profesi)nya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut di dasarkan kehendak Khaliq (Tuhan). Dari pengertian etimologis ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun termasuk pekerjaannya.

2 Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2001), 25-26.

3 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 309.

4 Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1996), 2

(3)

Secara terminologis (isthilahan), para ulama Ilmu Akhlaq merumuskan pengertian akhlaq dengan berbeda-beda tinjauan yang dikemukakannya, oleh karena itu salah satu tokohnya adalah:

“Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi jika melahirkan tindakan yang jahat maka dinamakan akhlak yang buruk.”5

Dari definisi tersebut menyatakan bahwa akhlak atau khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bila di perlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.

2. Pengertian Bisnis

Kata bisnisdalam Bahasa Indonesia diserap dari kata “Business” dari Bahasa Inggris yang dapat diartikan kesibukan. Jadi bisnis adalah kesibukan yang menghasilkan keuntungan. Menurut Satria A. Nonoputra menjelaskan bahwa memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis juga dapat diartikan sebagai suatu lembaga yang bisnis adalah sebuah kegiatan berorientasi pada profit yang memproduksi barang atau jasa untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.6

Secara etimologi, bisnis yaitu keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Bisnis dalam arti luas adalah istilah umum yang menggambarkan semua aktifitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari.

Bisnis termasuk kata yang sering digunakan orang, namun tidak semuanya memahami kata bisnis secara tepat dan proporsional. Hughes dan Kapoor seperti dikutip oleh Buchari Alma menjelaskan bahwa bisnis adalah suatu kegiatan usaha

5 Arifin, Djohar dan Aziz, Abdul. Etika Bisnis Islam (Yogyakarta: Deepublish, 2013), 2

6 Alma, Buchari, Pengantar Bisnis (Bandung: Alfabeta, 1999), 5.

(4)

individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.7

Lebih ringkas dari itu Brown dan Petrello menyebut bisnis adalah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Dalam pengertian yang sederhana bisnis adalah lembaga yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang lain.8 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bisnis ialah usaha komersial di dunia perdagangan, bidang usaha, usaha dagang.9

3. Teori tentang Norma dan Etika Bisnis Syariah

Pemikiran etika bisnis Islam muncul ke permukaan dengan landasan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan aturan- aturan ajaran dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam kehidupannya menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.

Etika bisnis Islam tak jauh berbeda dengan pengejawantahan hukum dalam fiqih muamalah. Dengan kondisi demikian maka pengembangan etika bisnis Islam yang mengedepankan etika sebagai landasan filosofisnya merupakan agenda yang signifikan untuk dikembangkan.10

Secara normatif menurut Quraish Shihab, al-Qur‟an relatif lebih banyak memberikan prinsip-prinsip mengenai bisnis yang bertumpu pada kerangka penanganan bisnis sebagai pelaku ekonomi dengan tanpa membedakan kelas.11

Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu Aku, yang maha mengetahui ini, menunjukkan kepada kamu suatu perniagaan besar yang bila kamu melakukannya maka ia dapat menyelamatkan kamu atas izin Allah dari siksa yang pedih? Perniagaan itu adalah perjuangan di jalan Allah karena jika kamu mau maka hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni meningkatkan iman kamu dan memperbaharuinya dari saat

7 Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2001), 15.

8 Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2001), 15.

9 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), 157.

10 Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi Al-Quran: Tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta:

Salemba Diniyah, 2002), 3.

11 Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi Al-Quran: Tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta:

Salemba Diniyah, 2002), 3.

(5)

ke saat, dan juga berjihad, yakni bersungguh-sungguh, dari saat ke saat mencurahkan apa yang kamu miliki berupa tenaga, pikiran, waktu, dan dengan harta-harta dan jiwa-jiwa kamu masing-masing di jalan Allah, yang demikian itu, yakni beriman dan berjihad, yang sungguh tinggi nilainya lagi luhur baik buat kamu. Jika kamu mengetahui bahwa hal tersebut baik maka tentulah kamu mengerjakannya.12

Yang dimaksud dengan kata tijarah dalam ayat ini adalah amal-amal saleh. Memang al-Quran sering kali menggunakan kata itu untuk makna tersebut karena motivasi beramal saleh oleh banyak orang adalah untuk memperoleh ganjaran persis seperti perniagaan yang dijalankan seseorang guna meraih keuntungan.13

A. Riawan Amin menjelaskan dalam bukunya “Menggagas Manajemen Syariah” bahwa prinsip-prinsip etika bisnis menurut al-Quran yaitu14:

a. Melarang bisnis yang dilakukan dengan proses kebatilan (Q.S. An-Nisaa:

29). Bisnis harus didasari pada kerelaan dan keterbukaan antara kedua belah pihak dan tanpa ada pihak yang dirugikan. Orang yang berbuat batil termasuk perbuatan aniaya, melanggar hak dan berdosa besar (Q.S. An- Nisaa: 30). Sementara orang yang menjauhinya, maka akan selamat dan akan mendapat kemuliaaan (Q.S. An-Nisaa: 31).

b. Bisnis tidak boleh mengandung unsur riba (Q.S. Ali „Imran: 275). Manusia mengatur kehidupannya dengan berbagai norma. Norma berasal dari bahasa latin, yaitu “norma”, norma yang menjadi bahasa kita sehari-hari ini, artinya adalah “alat penyiku” yang berarti, ukuran yang dipergunakan sebagai pedoman atau aturan dan akhirnya menjadi kebiasaan.

Norma adalah sesuatu yang dapat kita pakai untuk membandingkan sesuatu yang lain yang kita anggap ragu pada hakikatnya, besar kecilnya, ukurannya atau kualitasnya. Jadi, norma moralitas adalah aturan, standar, atau ukuran yang dapat kita gunakan untuk kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Suatu perbuatan yang secara positif sesuai ukurannya dapat disebut

12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 31.

13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 31.

14 Riawan Amin, Menggagas Manaajemen Syariah, Teori dan Praktek The Celestial Management, (Jakarta: Salemba Empat. 2010), 32.

(6)

moral baik. Apabila secara positif tidak sesuai ukurannya dapat disebut moral buruk (Immoral).15

Salah satu norma yang terpenting dalam kehidupan manusia adalah norma moral (etika atau akhlak). Memang benar, bahwa dengan norma moral saja belum cukup dan masyarakat kemudian menciptakan norma hukum. Tapi norma hukum ini tidak mungkin tegak tanpa norma moral, seperti yang telah dijelaskan di muka, adalah adat atau kebiasaan yang telah terinternalisasi, sehingga norma itu di taati tanpa rasa terpaksa (sebagaimana definisi akhlak di muka). Norma atau ajaran moral tidak lain adalah sesuatu yang ditetapkan oleh manusia untuk mengatur hidupnya agar hidup ini dapat berlangsung dengan sendirinya seperti yang dikehendakinya.16

Akan tetapi norma moral atau moralitas, perlu pemeliharaan. Etika tidak lain halnya adalah sebuah bidang kegiatan pemikiran manusia. Untuk memeliharannya diperlukan prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip tertentu ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, dari pengalaman hidup terutama tuntutan-tuntutan hidup, seperti; tuntutan fisik, psikologis, sosial, politik, intelektual dan akhir-akhir ini ditemukan orang mengenai tuntunan lingkungan hidup dan kelangsungan hidup manusia itu sendiri yang disadari karena timbunya ancaman, baik yang bersumber dari perkembangan alami atau akibat ulah dan upaya manusia untuk membangun, orang atau masyarakat menemukan apa yang dianggap sebagai “prima facie”, atau yang paling utama dalam hidup ini. Karena itu, moral bukan suatu ilmu, tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.17

Jadi, dalam sistem moralitas baik dan buruk dijabarkan secara kronologis mulai yang paling abstrak hingga lebih operasional. Nilai merupakan perangkat moralitas yang paling abstrak. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang member corak khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan dan perilaku. Misalnya, nilai adalah ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan.

15 Poesproprodjo, W., Filsafat Moral dalam Teori dan Praktek, (Bandung, Pustaka Grafika, 1999), 134.

16 Dawam Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, (Yogyakarta, Tiara Wacana, 1990), 6.

17 Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, , (Jakarta, Kalam Mulya, 1996), 7.

(7)

Sedangkan moral adalah penjabaran dari nilai, tapi tidak seoperasional etika. Contoh saja ke-36 butir P-4 disebut sebagai Moral Pancasila karena merupakan penjabaran dari nilai Pancasila. Adapun etika merupakan penjabaran dari moral dalam bentuk formula, peraturan, atau ketentuan pelaksanaan. Misalnya saja etika belajar, etika mengajar, etika dokter, kode etik dosen, dan sejenisnya.

Jadi moral, etika dan nilai jika dilihat pada sumber hakikatnya bermuara pada wahyu Ilahi ataupun ansih berasal dari budaya. Meskipun etika lebih merupakan kesepakatan masyarakat pada suatu waktu dan di tempat tertentu.

Bila suatu masyarakat bercorak religius, maka etika yang dikembangkan pada masyarakat demikian tentu akan bercorak religius pula. Akan tetapi bila suatu masyarakat bercorak sekuler, maka etika yang dikembangkannya tentu saja merupakan konkritisasi dari jiwa sekuler, kapitalis, dan sejenisnya.18

Dengan demikian, moral dan etika menurut Syahidin dapat saja sama dengan akhlak manakala sumber atau produk budaya sesuai dengan prinsip- prinsip akhlak. Akan tetapi moral dan etika bisa juga bertentangan dengan akhlak manakala produk budaya itu menyimpang dari fitrah ajaran agama Islam. Jadi, etika Barat bertitik tolak dari akal pikiran manusia, yaitu akal pikiran para ahli filsafat. Sedang, etika Islam bersumber dari al-Qur‟an dan Hadits Rasulullah SAW yang menjadi dasar etika Barat tentang perbuatan baik dan buruk, yang berbeda dari seorang ke orang lain. Sedangkan yang menjadi dasar etika Islam ialah iman dan takwa kepada Allah SWT.19

Etika merupakan cabang dari filsafat etika juga mencari ukuran baik buruknya bagi tingkah laku manusia. Etika mencari tindakan manusia yang manakah yang baik. Etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manusia dan masyarakat seperti: antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik dan ilmu hukum. Perbedaannya terletak pada aspek keharusan (ought).

Secara etimologis etika adalah ajaran atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan kebiasaan baik atau buruk, yang diterima umum mengenai sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Pada hakikatnya moral

18 Arifin, Djohar dan Aziz, Abdul., Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta, Deepublish, 2013), 8.

19 Marfuah Sri Sanityastuti, dkk., Dasar-Dasar Public Relations, (Yogyakarta: Teras, 2009), 49.

(8)

menunjuk pada ukuran yang telah diterima oleh sesuatu komunitas, sementara etika umumnya lebih dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan di berbagai wacana etika, atau dalam aturan-aturan yang di berlakukan.

Dapat disimpulkan bahwa etika adalah merupakan suatu cabang ilmu filsafat, tujunnya untuk mempelajari perilaku, baik moral maupun immoral, dengan tujuan membuat pertimbangan yang cukup beralasan.

B. Sistem Perekonomian Islam 1. Pengertian Ekonomi Islam

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam kerangka Syariah. Ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah. Definisi tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompetibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory judgement), benar atau salah tetap harus diterima.20

Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah prasyarat yaitu karakteristik dari pandangan hidup Islam. Syarat utama adalah memasukkan nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak bebas dari nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam pengambilan keputusan yang dibingkai syariah.

Imamudin Yuliadi menginventarisir enam definisi ekonomi Islam sebagai berikut:

a. Ekonomi Islam adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumberdaya material agar memenuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat.

b. Ekonomi Islam adalah: “Ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat dalam perspektif nilai-nilai Islam.”

20 Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2006), 6.

(9)

c. Ekonomi Islam adalah: “Suatu upaya sistematik untuk memahami masalah ekonomi dan perilaku manusia yang berkaitan dengan masalah itu dari perspektif Islam.”

d. Ekonomi Islam adalah: “Tanggapan pemikir-pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada zamannya. Di mana dalam upaya ini mereka dibantu oleh al-Qur‟an dan Sunnah disertai dengan argumentasi dan pengalaman empirik.”

e. Ekonomi Islam adalah: “Suatu upaya memusatkan perhatian pada studi tentang kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumberdaya di bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.”

f. Ekonomi Islam adalah: “Cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang langka yang sejalan dengan syariah Islam tanpa membatasi kreativitas individu ataupun menciptakan suatu ketidakseimbangan ekonomi makro atau ekologis.” 21

Dari beberapa definisi ekonomi Islam di atas yang relatif dapat secara lengkap menjelaskan dan mencakup kriteria dari definisi yang komprehensif adalah yang dirumuskan oleh Hasanuzzaman yaitu “Suatu pengetahuan dan aplikasi dari perintah dan peraturan dalam syariah yaitu untuk menghindari ketidakadilan dalam perolehan dan pembagian sumberdaya material agar memberikan kepuasan manusia, sehingga memungkinkan manusia melaksanakan tanggung jawabnya terhadap Tuhan dan masyarakat (Islamic economics is the knowledge and application of injunctions and rules of the shari‟ah that prevent injustice in the acquition and disposal of material resources in order to provide satisfaction to human beings and enable them to perform their obligations to Allah and the society).”22

Hal penting dari definisi tersebut adalah istilah “perolehan” dan

“pembagian” di mana aktivitas ekonomi ini harus dilaksanakan dengan menghindari ketidakadilan dalam perolehan dan pembagian sumber-sumber ekonomi. Prinsip-prinsip dasar yang digunakan untuk menghindari ketidakadilan tersebut adalah syariah yang di dalamnya terkandung perintah

21 Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2006), 7.

22 Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2006), 8.

(10)

(injunctions) dan peraturan (rules) tentang boleh tidaknya suatu kegiatan.

Pengertian “memberikan kepuasan terhadap manusia” merupakan suatu sasaran ekonomi yang ingin dicapai. Sedangkan pengertian “memungkinkan manusia melaksanakan tanggung jawabnya terhadap Tuhan dan masyarakat”

diartikan bahwa tanggungjawab tidak hanya terbatas pada aspek sosial ekonomi saja tapi juga menyangkut peran pemerintah dalam mengatur dan mengelola semua aktivitas ekonomi termasuk zakat dan pajak.

Namun perlu ditegaskan di sini perbedaan pengertian antara ilmu ekonomi Islam dengan sistem ekonomi Islam. Ilmu ekonomi Islam merupakan suatu kajian yang senantiasa memperhatikan rambu-rambu metodologi ilmiah.

Sehingga dalam proses perkembangannya senantiasa mengakomodasikan berbagai aspek dan variabel dalam analisis ekonomi. Ilmu ekonomi Islam dalam batas-batas metodologi ilmiah tidak berbeda dengan ilmu ekonomi pada umumnya yang mengenal pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Namun berbeda halnya dengan sistem ekonomi Islam yang merupakan bagian dari kehidupan seorang muslim. Sistem ekonomi Islam merupakan suatu keharusan dalam kehidupan seorang muslim dalam upaya untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam aktivitas ekonomi. Sistem ekonomi Islam merupakan salah satu aspek dalam sistem nilai Islam yang integral dan komprehensif.

Suatu pertanyaan akan muncul yaitu bagaimana kaitan antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional? Sebagai suatu cabang ilmu sosial yang mempelajari perilaku ekonomi yang memuat pernyataan positif, ekonomi konvensional tidak secara eksplisit memuat peranan nilai (value) dalam analisa ekonomi. Bagi seorang muslim persoalan ekonomi bukanlah persoalan sosial yang bebas nilai (value free). Dalam perspektif Islam semua persoalan kehidupan manusia tidak terlepas dari koridor syariah yang diturunkan dari dua sumber utama yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.23

23 ImamudinYuliadi, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2006), 8-10.

(11)

2. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Beberapa prinsip dalam sistem ekonomi Islam, seperti yang digariskan oleh al-Qur‟an dan Sunah, dibahas berikut ini:24

a. Allah menentukan benar dan salah

Sistem ekonomi Islam membedakan antara yang halal dan yang haram. Penetapan mana yang halal dan mana yang haram adalah hak prerogatif Allah tidak selain-Nya. Allah telah membuat batas antara halal dan haram dalam wilayah ekonomi dan telah mengizinkan manusia untuk menikmati yang halal dan menjauhi yang haram.

Al-Qur‟an menyatakan: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (Q.S. al-Maaidah: 87-88).

Untuk menentukan mana yang halal dan mana yang haram tidak ada seorangpun manusia yang memiliki kewenangan tersebut. Al-Qur‟an menjelaskan prinsip ini dalam kalimat yang tegas dan jelas, ia menyatakan:

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta: „Ini halal dan ini haram‟, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada- adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” (Q.S. an-Nahl:

116).

b. Prinsip penggunaan

Di dalam halal dan haram yang telah ditetapkan oleh Allah dan juga tetap memerhatikan sikap pertengahan dan kehati-hatian, manusia diizinkan untuk menikmati karunia Allah. Al-Qur‟an menyatakan: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di Bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Q.S. al- Baqarah: 168). Namun prinsip penggunaan tidaklah membolehkan yang

24 Chaudhry, M. Sharif., Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 41.

(12)

halal itu diulur terlalu jauh, sehingga menyebabkan terjadinya penggunaan yang berlebihan karena akan memubadzirkan sumber-sumber ekonomi. al- Qur‟an menjelaskan hal ini ketika menyampaikan kepada segenap manusia:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (Q.S.

al-A‟raaf: 31).

Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah untuk digunakan dan melayani manusia. Menahan diri serta melarang orang lain untuk menikmati apapun yang halal sama artinya dengan mengingkari karunia Allah, dan hal itu amat terlarang. Al-Qur‟an melarangnya dengan kalimat yang amat jelas dengan menyatakan: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Q.S. Al-Maaidah: 87).

Demikianlah, al-Qur‟an menolak cara hidup pendeta dan rahib yang menganggap bahwa memenuhi keinginan fisik itu menghalangi kehidupan spiritual.

c. Prinsip pertengahan

Islam melarang pemeluknya agar tidak melangkah dengan melampaui batas. Kaum muslimin disebut oleh al-Qur‟an sebagai umat pertengahan (Q.S. Al-Baqarah: 143). Oleh karena itu, prinsip pertengahan mengandung makna yang amat penting khususnya dalam lapangan ekonomi. Prinsip ini dipatuhi oleh mereka yang benar-benar beriman baik dalam produksi maupun konsumsi. Jiwa yang saleh menuntut agar seorang Muslim tidak tergila-gila dalam mengumpulkan harta sekalipun memperoleh kekayaan dengan cara yang halal. Dia harus berlatih mengendalikan diri dalam memperoleh kekayaan untuk memenuhi kebutuhannya yang halal.

Kelebihan harta dapat dikeluarkan di jalan Allah sebagai sedekah untuk membantu kaum miskin. Demikian dalam masalah konsumsi dan membelanjakan harta, seorang mukmin dianjurkan untuk mencari jalan tengah antara kikir dan berlebihan. Kekikiran terjadi jika ia tidak mencukupi

(13)

kebutuhannya sendiri dan keluarganya, apalagi mengeluarkan sedekah.

Berlebihan atau boros terjadi jika seseorang menghamburkan hartanya untuk kemewahan. Islam mengutuk baik kekikiran maupun keborosan serta menyuruh para pemeluknya menempuh jalan tengah dalam pembelanjaan dengan menyatakan: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (Q.S. Al- Furqaan: 67).

d. Kebebasan Ekonomi

Dalam Islam, setiap individu bertanggung jawab (akuntabel) atas semua amalnya yang dia lakukan di dunia. Dia akan dipahalai untuk amalnya yang baik dan dihukum untuk amal buruknya di hari kiamat.

Akuntabilitas tindakan individu tidak akan bermakna jika individu yang bersangkutan tidak diberi kebebasan yang cukup untuk bertindak secara independen. Islam menaruh nilai yang tinggi pada kebebasan bertindak terhadap individu di segala bidang kegiatan diantaranya, kegiatan sosial, politik, ekonomi dan moral.

Prinsip Islam tentang kebebasan ekonomi berarti seorang individu telah diberi kebebasan oleh Allah untuk mencari harta, menikmati, serta membelanjakannya sesuai dengan kehendaknya. Prinsip tersebut juga mempunyai makna kebebasan untuk memilih profesi, lapangan pekerjaan dalam mencari nafkah. Dengan senantiasa memerhatikan aturan yang halal dan yang haram, Seorang individu mendapatkan kebebasan penuh untuk mencari dan membelanjakan hartanya sekehendaknya. Disamping aturan halal dan haram, amat jarang ada pembatasan lain bagi kegiatan ekonomi, penetapan harga barang, kepemilikan maupun monopoli kecuali jika hal-hal tersebut memang sangat diperlukan untuk memenuhi kepentingan bersama masyarakat Muslim.

e. Prinsip Keadilan

Prinsip Islam tentang keadilan berlaku di semua wilayah kegiatan manusia, baik di bidang hukum, sosial, politik, maupun ekonomi. Sistem

(14)

ekonomi Islam didasarkan pada prinsip keadilan, yang meliputi aspek dasar perekonomian seperti produksi, distribusi, konsumsi, dan pertukaran.

Di wilayah produksi, prinsip Islam tentang keadilan menjamin bahwa tak seorang pun dapat memperoleh kekayaan secara tidak jujur, tidak adil, illegal, dan curang. Islam hanya mengizinkan para pemeluknya agar mendapatkan kekayaan melalui cara yang adil dan jujur. Islam juga tidak membolehkan orang menumpuk harta melalui suap, korupsi, penggelapan, pencurian, perampokan, eksploitasi, pasar gelap, serta profesi amoral dan cara-cara tidak jujur lainnya.

Di bidang distribusi, prinsip Islam tentang keadilan memerankan peran yang paling penting. Islam menjamin berlangsungnya distribusi kekayaan yang adil di antara manusia dengan salah satu sumbangan terbesar Islam bagi kemanusiaan. Dalam keadilan distribusi berbagai sebutan seperti keadilan ekonomi, keadilan sosial serta keadilan distributif, sumber-sumber ekonomi dan kekayaan haruslah terdistibusikan di antara anggota masyarakat. Tidak hanya melalui pendidikan dan pelatihan moral saja melainkan juga melalui aturan hukum yang efektif. Sistem sedekah, zakat, sukarela juga menopang terdistribusikannya kekayaan diantara semua bagian masyarakat.

Para pemikir ekonomi Islam berbeda pendapat dalam memberikan kategorisasi terhadap prinsip-prinsip ekonomi Islam. Khurshid Ahmad mengkategorisasi prinsip-prinsip ekonomi Islam pada: Prinsip tauhid, rubbiyyah, khilafah, dan tazkiyah.25 Mahmud Muhammad Bablily menetapkan lima prinsip yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dalam Islam, yaitu: al-ukhuwwa (persaudaraan), al-ihsan (berbuat baik), al- nasihah (memberi nasihat), al-istiqamah (teguh pendirian), dan al-taqwa (bersikap takwa).26

Sedangkan menurut M. Raihan Sharif dalam Islamic Social Framework, struktur sistem ekonomi Islam didasarkan pada empat kaidah

25 Muslimin H. Kara, Bank Syariah Di Indonesia Analisis Terhadap Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), 37-38.

26 Mahmud Muhammad Bablily, Etika Bisnis: Studi Kajian Konsep Perekonomian Menurut al- Qur'an dan as-Sunnah, terj. Rosihin A. Ghani, (Solo: Ramadhani, 1990), 15.

(15)

struktural, yaitu: (1) trusteeship of man (perwalian manusia); (2) cooperation (kerja sama); (3) limite private property (pemilikan pribadi yang terbatas); dan (4) state enterprise (perusahaan negara).

Prinsip ekonomi Islam juga dikemukakan Masudul Alam Choudhury, dalam bukunya, Constributions to Islamic Economic Theory. Ekonomi Islam menurutnya didasarkan pada tiga prinsip, yaitu: (1) the principle of tawheed and brotherhood (prinsip tauhid dan persaudaraan), (2) the principle of work and productivity (prinsip kerja dan produktifitas), dan (3) the principle of distributional equity (prinsip pemerataan dalam distribusi).27

Menurut Adiwarman Karim, bangunan ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal, yakni tauhid, keadilan, kenabian, khilafah, dan Ma‟ad (hasil).28 Menurut Metwally yang dikutip Zainul Arifin,29 prinsip-prinsip ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkan di akhirat nanti.

2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.

3) Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Seorang Muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam al-Qur‟an:

27 Muslimin H. Kara, Bank Syariah Di Indonesia Analisis Terhadap Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), 38.

28 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: III T Indonesia, 2002), 17.

29 Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari'ah, (Jakarta: Alvabet, 2003), 13.

(16)

















































Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan secara suka sama suka di antara kalian…” (Q.S an-Nisaa: 29).30

4) Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital produktif yang, akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al-Qur‟an mengungkapkan bahwa “Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian..,” (Q.S. al-Hadiid: 7). Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan sistem ekonomi kapitalis, dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.

5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api.” Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan, harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.

6) Seorang Muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur‟an:

30 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al-Qur‟an, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1989), 122.

(17)









































Artinya : “Dan peliharalah dirimu dari azab yang terjadi pada hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”. (Q.S an- Nisaa: 281).31

Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.

7) Seorang Muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tertentu (nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan.

Menurut pendapat para ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (idle assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi (net earning from transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.

8) Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al-Qur‟an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga.

Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga.

Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada

31 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al-Qur‟an, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1989), 70.

(18)

zaman Yunani kuno Aristoteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang Plato juga mengutuk praktek bunga.32

Dari banyak ayat al-Qur‟an dan hadist nabi yang sebagian telah disebutkan di muka dapat ditarik beberapa prinsip ekonomi Islam sebagai berikut:

a. Manusia adalah makhluk pengemban amanat Allah untuk memakmurkan kehidupan di bumi, dan diberi kedudukan sebagai khalifah (wakilnya) yang wajib melaksanakan petunjuk-petunjuk-Nya.

b. Bumi dan langit seisinya diciptakan untuk melayani kepentingan hidup manusia, dan ditundukkan kepadanya untuk memenuhi amanat Allah. Allah jugalah pemilik mutlak alas semua ciptaan-Nya.

c. Manusia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

d. Kerja adalah yang sesungguhnya menghasilkan (produktif).

e. Islam menentukan berbagai macam bentuk kerja yang halal dan yang haram.

Kerja yang halal saja yang dipandang sah.

f. Hasil kerja manusia diakui sebagai miliknya.

g. Hak milik manusia dibebani kewajiban-kewajiban yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Hak milik berfungsi sosial.

h. Harta jangan hanya beredar di kalangan kaum kaya saja, tetapi diratakan, dengan jalan memenuhi kewajiban-kewajiban kebendaan yang telah ditetapkan dan menumbuhkan kepedulian sosial berupa anjuran berbagai macam shadaqah.

i. Harta difungsikan bagi kemakmuran bersama tidak hanya ditimbun tanpa menghasilkan sesuatu dengan jalan diperkembangkan secara sah.

j. Harta jangan dihambur-hamburkan untuk memenuhi kenikmatan melampaui batas. Mensyukuri dan menikmati perolehan usaha hendaklah dalam batas yang dibenarkan syara‟.

k. Memenuhi kebutuhan hidup jangan berlebihan, jangan kurang tetapi secukupnya.

l. Kerja sama kemanusiaan yang bersifat saling menolong dalam usaha memenuhi kebutuhan ditegakkan.

32 Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 2-3.

(19)

m. Nilai keadilan dalam kerjasama kemanusiaan ditegakkan.

n. Nilai kehormatan manusia dijaga dan dikembangkan dalam usaha memperoleh kecukupan kebutuhan hidup.

o. Campur tangan negara dibenarkan dalam rangka penertiban kegiatan ekonomi menuju tercapainya tujuan, terwujudnya keadilan sosial.33

3. Sistem Perekonomian Islam

Sistem didefinisikan sebagai suatu organisasi berbagai unsur yang saling berhubungan satu sama lain. Unsur-unsur tersebut juga saling mempengaruhi, dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan pemahaman semacam itu, maka kita bisa menyebutkan bahwa sistem ekonomi merupakan organisasi yang terdiri dan bagian-bagian yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan ekonomi.34

Lalu apa yang disebut sistem ekonomi Islam? Secara sederhana kita bisa mengatakan, sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang Lalu apa yang disebut sistem ekonomi Islam? Secara sederhana kita bisa mengatakan, sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam. Sumber dari keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Qur‟an, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Nilai-nilai sistem ekonomi Islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran Islam yang komprehensif dan telah dinyatakan Allah SWT sebagai ajaran yang sempurna (Q.S. al-Ma‟idah ayat 3).















































Artinya : “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni‟mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-Maidah: 3).

Karena didasarkan pada nilai-nilai Ilahiah, sistem ekonomi Islam tentu saja akan berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang didasarkan pada

33 Achmad Ramzy Tadjoedin, dkk, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Tiara Waca, 1992), 13-14.

34Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), 2.

(20)

ajaran kapitalisme, dan juga berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang didasarkan pada ajaran sosialisme. Memang, dalam beberapa hal, sistem ekonomi Islam merupakan kompromi antara kedua sistem tersebut, namun dalam banyak hal sistem ekonomi Islam berbeda sama sekali dengan kedua sistem tersebut. Sistem ekonomi Islam memiliki sifat-sifat baik dari kapitalisme dan sosialisme, namun terlepas dari sifat buruknya.35

Ada beberapa hal yang mendorong perlunya mempelajari karakteristik ekonomi Islam:

a. Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis (memberikan penghargaan terhadap prinsip hak milik) dan sosialis (memberikan penghargaan terhadap persamaan dan keadilan) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam.

b. Membantu para ekonom muslim yang telah berkecimpung dalam teori ekonomi konvensional dalam memahami ekonomi Islam.

c. Membantu para peminat studi fiqh muamalah dalam melakukan studi perbandingan antara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional.

Sedangkan sumber karakteristik Ekonomi Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah).36

Pada dasarnya sistem ekonomi Islam berbeda dari sistem-sistem ekonomi kapitalis dan sosialis; dan dalam beberapa hal merupakan pertentangan antara keduanya dan berada di antara kedua ekstrim tersebut. Sistem ekonomi Islam memiliki kebaikan-kebaikan yang ada pada sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, tetapi bebas daripada kelemahan yang terdapat pada kedua sistem tersebut. Hubungan antara individu dalam sistem ekonomi Islam cukup tersusun sehingga saling membantu dan kerjasama diutamakan dari persaingan dan permusuhan sesama mereka. Untuk tujuan tersebut, sistem ekonomi Islam bukan saja menyediakan individu kemudahan dalam bidang ekonomi dan sosial bahkan juga memberikan mereka juga pendidikan moral dan latihan

35 Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), 2

36 Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), 2.

(21)

tertentu yang membuat mereka merasa bertanggungjawab untuk membantu rekan-rekan sekerja dalam mencapai keinginan mereka atau sekurang- kurangnya tidak menghalangi mereka dalam usahanya untuk hidup.37

Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis yang memberikan kebebasan serta hak pemilikan kepada individu dan menggalakkan usaha secara perseorangan. Tidak pula dari sudut pandang komunis, yang ingin menghapuskan semua hak individu dan menjadikan mereka seperti budak ekonomi yang dikendalikan oleh negara. Tetapi Islam membenarkan sikap mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya merusak masyarakat. Pemilihan sikap yang terlalu mementingkan diri sendiri di kalangan anggota masyarakat dapat dilakukan dengan melalui pengadaan moral dan undang-undang. Di satu sisi pemahaman konsep ekonomi dikalangan masyarakat berubah dan diperbaiki melalui pendidikan moral serta di sisi yang lain, beberapa langkah tertentu yang legal diambil untuk memastikan sifat mementingkan diri golongan kapitalis tidak sampai ke tahap yang menjadikan mereka tamak serta serakah; dan bagi si miskin, tidak merasa iri hati, mendendam dan kehilangan sikap toleransi. Bagian yang terpenting dari prinsip-prinsip tersebut yang perlu bagi organisasi ekonomi dalam masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah dinyatakan tadi ialah hak pemilikan individu, yang perlu untuk kemajuan manusia bukan saja senantiasa dijaga dan terpelihara tetapi terus didukung dan diperkuat.38

Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya terletak pada falsafahnya yang terdiri dari nilai-nilai dan tujuan. Dalam ekonomi Islam nilai-nilai ekonomi bersumber Al-Qur‟an dan Hadits berupa prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam setiap kegiatan ekonomi tersebut. Nilai-nilai inilah yang selalu mendasari setiap kegiatan ekonomi Islam.39

37 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, terj. Soerojo dan Nastangin Jilid I, (Yogyakarta:

Dana Bhakti Wakaf, 1995), 10.

38 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, terj. Soerojo dan Nastangin Jilid I, (Yogyakarta:

Dana Bhakti Wakaf, 1995), 11.

39 Endang Saiffudin Anshari, “Ilmu Filsafat dan Agama”, (Surabaya; PT.Bina Ilmu, 1981), 69.

(22)

Bangunan Ekonomi Islam didasarkan pada fondasi utama yaitu tauhid, fondasi berikutnya adalah syariah dan akhlak. Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi dari tauhid. Landasan tauhid yang tidak kokoh akan mengakibatkan implementasi syariah dan akhlak terganggu. Dasar syariah adalah membimbing aktivitas ekonomi sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah syariah. Sedangkan akhlak membimbing aktivitas ekonomi manusia agar senantiasa mengedepankan moralitas dan etika untuk mencapai tujuan. Akhlah yang terpancar dari iman akan membentuk integritas yang membentuk good corporate governance dan market diciplin yang baik. Dari fondasi ini muncul 10 prinsip derivatif sebagai pilar ekonomi Islam. Pembahasan komperhensif mengenai prinsip-prinsip ini selanjutnya akan dijelaskan secara lebih detail sebagai berikut:40

a. Tauhid

Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam, dengan demikian tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental dari ekonomi Islam. (39 : 38 ). Hakikat tauhid juga dapat berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Allah, baik menyangkut ibadah maupun muamalah.

Sehingga semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam kerangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.41

Dalam konteks ini Ismail Al-Faruqi mengatakan: tauhid sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “negara sejahtera” pertama dan Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan melakukan lebih banyak keadilan sosial. Islam juga yang pertama merehabilitasi martabat manusia. Pengertian konsep yang ideal ini tidak ditemukan dalam masyarakat Barat masa kini.42

Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme dan sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat sekularisme dan materialisme. Dalam konteks ekonomi tauhid

40 Endang Saiffudin Anshari, “Ilmu Filsafat dan Agama”, (Surabaya; PT.Bina Ilmu, 1981), 69.

41 Endang Saiffudin Anshari, “Ilmu Filsafat dan Agama”, (Surabaya; PT.Bina Ilmu, 1981), 69.

42 Endang Saiffudin Anshari, “Ilmu Filsafat dan Agama”,( Surabaya; PT.Bina Ilmu, 1981), 69.

(23)

berimplikasi adanya kemestian setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak dan bersumber dari ajaran Allah, dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan Allah dan akhirnya ditujukan untuk ketaqwaan kepada Allah. Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara mutlak dan hakiki. Manusia hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelola sumberdaya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara adil. Kedua, Allah menyediakan sumber daya alam sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia yang berperan sebagai khalifah dapat memanfaatkan sumber daya yang banyak itu untuk kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif teologi Islam, semua sumber daya yang ada, merupakan nikmat Allah yang tak terhitung ( tak terbatas ) banyaknya.43

Berbeda dengan pandangan di atas, para ahli ekonomi konvensional selalu mengemukakan pendapat bahwa sumber daya alam terbatas, karena itu menurut ekonomi Islam, krisis ekonomi yang dialami suatu negara bukan karena terbatasnya sumber daya alam melainkan karena tidak meratanya distribusi sehingga terwujud ketidak adilan sumber daya.44

b. mashlahah

Prinsip kedua dalam ekonomi Islam adalah maslahah. Penempatan prinsip ini diurutan kedua karena mashlahah merupakan konsep yang paling penting dalam syariah sesudah tauhid. Mashlahah adalah tujuan syariah Islam dan menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri. Secara umum maslahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahtraan) dunia dan akhirat.45 Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat, kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat, kerusakan dan mafsadah.46 Imam Al-Ghazali menyimpukan, maslahah

43 Endang Saiffudin Anshari, “Ilmu Filsafat dan Agama”,(Surabaya; PT.Bina Ilmu, 1981), 69.

44 Endang SaiffudinAnshari, “Ilmu Filsafat dan Agama”,(Surabaya; PT.Bina Ilmu, 1981), 70-71.

45 Endang Saiffudin Anshari, “Ilmu Filsafat dan Agama”,(Surabaya; PT.Bina Ilmu, 1981), 70-71.

46 Amir Syarifuddin, “Ushul Fiqh” (Jilid 1., Jakarta; Kencana, 2011), 38.

(24)

adalah upaya mewujudkan dan memelihara lima kebutuhan dasar, yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Al-mashlahah sebagai salah satu model pendekatan dalam ijtihad menjadi sangat vital dalam pengembangan ekonomi Islam dan kebijakan ekonomi. Mashlahah adalah tujuan yang ingin diwujudkan oleh syariat.

Mashlahah merupakan esensi dari kebijakan-kebijakan syariah dalam merespon dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Maslahah `ammah (kemaslahatan umum) merupakan landasan muamalah, yaitu kemaslahatan yang dibingkai secara syar‟i, bukan semata-mata profit motive dan material rentability sebagaimana dalam ekonomi konvensional.

c. Adil

Prinsip adil merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam, penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al-Qur‟an sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah. Penegakan keadilan ini termasuk keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan. Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya adanya keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial. Komitmen Al-Qur‟an tentang penegakan keadilan terlihat dari penyebutan kata keadilan di dalamnya yang mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti kata urutan ketiga yang banyak disebut Al-Quran setelah kata Allah dan „Ilm. Bahkan menurut Ali Syariati dua pertiga ayat- ayat Al-Qur‟an berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci kezhaliman.

Tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan atau kesejahteraan, dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam. Demikian kuatnya penekanan Islam pada penegakan keadilan sosio ekonomi. Maka adalah sesuatu yang keliru, klaim kapitalis maupun sosialis yang menyatakan bahwa hanya mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Harus kita bedakan bahwa konsep kapitalis tentang keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan, tidak didasarkan pada komitmen spiritual dan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia. Komitmen

(25)

penegakkan keadilan sosio ekonomi lebih merupakan akibat adanya tekanan dari kelompok.47

Konsep sosio ekonomi dalam Islam berbeda secara mendasar dengan konsep keadilan dalam kapitalisme dan sosialisme. Keadilan sosio ekonomi dalam Islam selain didasarkan pada komitmen spritual juga didasarkan atas konsep persaudaraan universal sesama manusia. Al-quran secara eksplisit menekankan pentingnya keadilan dan persaudaraan tersebut. Menurut M.

Umer Chapra, sebuah masyarakat Islam yang ideal mesti mengaktualisasikan keduanya secara bersamaan, karena keduanya merupakan dua sisi yang tak bisa dipisahkan. Dengan demikian kedua tujuan ini terintegrasi sangat kuat ke dalam ajaran Islam sehingga realisasinya menjadi komitmen spritual (ibadah) bagi masyarakat Islam.

Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan dan keadilan menuntut agar semua sumber daya yang menjadi amanat suci Tuhan digunakan untuk mewujudkan maqashid syari‟ah, yakni pemenuhan kebutuhan hidup manusia terutama kebutuhan dasar (primer), seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Persaudaraan dan keadilan juga menuntut agar sumberdaya didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat melalui kebijakan yang adil dan instrumen zakat, infaq, sedekah, pajak, kharaj, jizyah, cukai ekspor-impor dan sebagainya.

d. Khalifah

Dalam doktrin Islam manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah (wakil Allah) di muka bumi. Manusia telah diberkahi dengan semua kelengkapan akal, spiritual, dan material yang memungkinkannya untuk mengemban misinya dengan efektif. Fungsi kekhalifahan manusia adalah untuk mengelola alam dan memakmurkan bumi sesuai dengan ketentuan dan syariah Allah. Dalam mengemban tugasnya sebagai khalifah ia diberi kebebasan dan juga dapat berfikir serta menalar untuk memilih antara yang benar dan yang salah, baik dan buruk dan mengubah kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik. Berbeda dengan paradigma kapitalisme, konsep khilafah mengangkat manusia ke status terhormat di dalam alam

47Endang Saiffudin Anshari, “Ilmu Filsafat dan Agama”,(Surabaya:PT.Bina Ilmu, 1981), 69.

(26)

semesta. Serta memberikan arti dan misi bagi kehidupan baik laki-laki maupun wanita. Arti ini diberikan oleh keyakinan bahwa mereka tidak diciptakan dengan sia-sia tetapi untuk mengemban sebuah misi. Khalifah berbuat sesuai ajaran Tuhan dan berfungsi sebagai wakil wakil Tuhan di muka bumi.

Manusia bebas memilih berbagai alternatif penggunaan sumber- sumber ini. Namun karena ia bukan satu-satunya khalifah tetapi masih banyak milyaran lagi khlaifah dan saudara-saudranya, maka mereka harus memanfaatkan sumber-sumber daya itu secara adil dan efisien sehingga terwujud kesejahteraan (falah) yang menjadi tujuan kegiatan ekonomi Islam.

Tujuan ini hanya tercapai jika sumber-sumber daya itu digunakan dengan rasa tanggung jawab dan dalam batas-batas yang digariskan syariah dalam simpul maqashid. Konsep khilafah juga meniscayakan peranan negara dalam perekonomian. Peran penting tersebut antara lain memberikan jaminan sosial kepada masyarakat, jaminan pelaksanaan ekonomi Islam, serta kontrol pasar dan memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak- hak orang lain dalam kegiatan bisnis melalui lembaga hisbah. Peran negara dalam perekonomian tidak berarti bahwa Islam menolak mekanisme pasar sepenuhnya.48

e. Persaudaraan

Al-Quran mengajarkan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia, termasuk dan terutama ukhuwah dalam perekonomian. Al-Quran mengatakan dalam surat Al-Hujurat: 13 sebagai berikut:











































“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13).

Ayat-ayat ini menjelaskan persamaan martabat sosial semua umat manusia di dunia. Kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah.

Kriteria untuk menilai seseorang bukanlah bangsa, ras, warna kulit, tetapi

48 Amir Syarifuddin, “Ushul Fiqh” (Jilid 1., Jakarta; Kencana, 2011), 38.

(27)

tingkat pengabdian dan ketaqwaanya kepada Allah secara vertikal dan kemanusiaan secara horizontal. Nabi Muhamd Saw mengatakan ”Sebaik- baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain”.Ajaran Islam sangat kuat menekankan altruisme, yaitu sikap mementingkan orang lain.

Dalam Al-Quran altruisme diistilahkan dengan itstar yang termaktub dalam firman Allah, ”Mereka lebih mementingkan orang lain dari diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kesulitan”. Ajaran ini jelas tidak terdapat dalam ekonomi kapitalisme. Sebagaimana disebut di atas bahwa Islam mengajarkan konsep al-musawat (persamaan) di antara sesama manusia. Semua sumber daya alam, flora dan fauna ditundukan oleh Allah bagi manusia manapun sebagai sumber manfaat ekonomis . Di sini tampak jelas konsep persamaan manusia dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya.

Konsep persamaan manusia, menunjukan bahwa Islam menolak pengklasifikasian manusia yang berdasarkan atas kelas-kelas. Implikasi dari doktrin ini ialah bahwa antara manusia terjalin rasa persaudaraan dalam kegiatan ekonomi, saling membantu dan bekerjasama dalam ekonomi yakni syirkah, qiradh dan mudharabah.

f. Kerja dan produktifitas

Dalam Islam bekerja dinilai sebagai suatu kebaikan, dan sebaliknya kemalasan dinilai sebagai keburukan. Dalam kepustakaan Islam cukup banyak buku-buku yang menjelaskan secara rinci tentang etos kerja dalam Islam. Dalam pandangan Islam bekerja dipandang sebagai ibadah. Sebuah hadits menyebutkan bahwa bekerja adalah jihad fi sabilillah. Sabda Nabi Saw, “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah mujahid fi Sabillah”. Dalam hadits Riwayat Thabrani Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa, ada yang tidak bisa terhapus oleh (pahala) shalat, Sedeqah ataupun haji, namun hanya dapat ditebus dengan kesungguhan dalam mencari Nafkah penghidupan”.

(H.R.Thabrani). Dalam hadits ini Nabi Saw ingin menunjukkan betapa tingginya kedudukan bekerja dalam Islam, sehingga hanya dengan bekerja keras (sunguh-sungguh) suatu dosa bisa dihapuskan oleh Allah.

(28)

Dalam sebuah hadits Rasul saw bersabda “Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah”. Sedangkan Hadits Riwayat Ahmad & Ibnu Asakir “Apabila kamu telah selesai shalat subuh, maka janganlah kamu tidur”.

Hadits ini memerintahkan agar manusia menyegerakan bekerja sejak pagi- pagi sekali, agar ia menjadi produktif. Bahkan Nabi SAW secara khusus mendoakan orang yang bekerja sejak pagi sekali “Ya Allah, berkatilah ummatku yang bekerja pada pagi-pagi sekali”.49

g. Kepemilikan

Dalam kapitalisme yang menganut asas laisssez faire, hak pemilikan perorangan adalah absolut tanpa batas. Terjaminnya kebebasan memasuki segala macam kegiatan ekonomi dan transaksi menurut persaingan bebas.

Sedangkan dalam marxisme, hak memiliki hanya untuk kaum proleter yang diwakili oleh kepemimpinan diktator. Distribusi faktor-faktor produksi dan apa yang harus diproduksi ditetapkan oleh negara. Pendapatan kolektif dan distribusi yang kolektif adalah ajaran utama, sedangkan hubungan- hubungan ekonomi dalam transaksi secara perorangan sangat dibatasi.

Berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme, dalam ekonomi Islam, pemilikan hakiki hanya pada Allah. Allah adalah pemilik mutlak (absolut) sedangkan manusia memegang hak milik relatif, artinya manusia hanyalah sebagai penerima titipan, pemegang amanat yang harus mempertanggung jawabkannya kepada Allah. Jadi, menurut ekonomi Islam, penguasaan manusia terhadap sumberdaya, faktor produksi atau aset produktif hanyalah bersifat titipan dari Allah. Pemilikan manusia atas harta secara absolut bertentangan dengan tauhid , karena pemilikan sebenar hanya ada pada Allah semata.50

h. Kebebasan dan tanggung Jawab

Prinsip kebebasan dan tanggung jawab dalam ekonomi Islam pertama kali dirumuskan oleh An-Naqvi. Kedua prinsip tersebut, masing-masing

49 Amir Syarifuddin, “Ushul Fiqh” (Jilid 1., Jakarta; Kencana, 2011), 38.

50 Amir Syarifuddin, “Ushul Fiqh” (Jilid 1., Jakarta; Kencana, 2011), 38.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian kelompok ansambel kontrabas BASSAURUS di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, tata kelola konser yang dilakukan oleh kelompok ansambel

Aplikasi perpustakaan tidak selalu harus berada di depan, bisa saja untuk kepentingan integrasi dan kemudahan pengguna, dibuatkan satu antarmuka baru dengan teknologi

Menurut berita pihak hotel tidak bertanggung jawab dengan menggunakan alasan isi dari papan peringatan yang menyatakan pengalihan tanggung jawab, oleh sebab itu diperlukan

Tugas staff ATM dan IT adalah melaksanakan pelayanan kepada nasabah menyangkut penggunaan ATM, dan menjaga agar system jaringan online, dan senantiasa ada untuk melayani kebutuhan

Terima kasih kepada kedua orang tuaku (Alm Papa dan Mama) yang selalu mendoakan anaknya sampai bisa menyelesaikan tanggung jawabnya sesuai dengan yang diinginkan..

Ide yang baik tanpa teknik yang mantap tidak akan menghasilkan komposisi yang baik, sebaliknya dengan teknik yang mantap setidaknya akan menghasilkan komposisi

Usaha Konfeksi dan Sablon sebagai pemasok Factory Outlet, distro dan clothing untuk daerah Jakarta, terutama daerah Dago (Jl.Ir.H.Juanda) di Kota Bandung. Salah

dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa ada hubungan antara hipertensi dengan peningkatan tekanan intra okuli yang terjadi pada pasien dirumah sakit Ibnu Sina Makassar.