SURVEI DIMENSIONAL UNTUK PEMASANGAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER LAUT DALAM DI KR BARUNA JAYA III
Dwi Haryanto1, Hendra Kurnia Febriawan1, Rahadian1, Yudo Haryadi1
1Balai Teknologi Survei Kelautan-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung BJ Habibie lt. 12 Jl. MH Thamrin no. 8, Jakarta Pusat, 10340 Telp./Faks: (021) 326924/3108149, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Data batimetri hasil survei multibeam echosounder (MBES) mencakup kesalahan-kesalahan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor miss-alignment transduser dan sensor offset dari peralatan yang terpasang di kapal sebagai satu kesatuan sistem multibeam echosounder. Kesalahan-kesalahan ini dapat dikoreksi dengan melakukan kalibrasi multibeam echosounder (patch test). Patch test memerlukan inputan data miss-alignment transduser dan sensor offset yang merupakan hasil dari survei dimensional pada saat pemasangan transducer. Survei dimensional dilakukan dengan metode terestrial dan menggunakan kombinasi peralatan GNSS dan total station. Prosedur survei dimensional dan alignment transduser harus mengacu pada manual sensor-sensor yang dikeluarkan pabrikan. Paper ini bertujuan menjelaskan survei dimensional dan alignment transduser sistem MBES Kongsberg EM 304 di KR Baruna Jaya III yang selanjutnya hasilnya divalidasi dan disempurnakan selama proses patch test. Hasil penelitian menunjukan bahwa survei dimensional pemasangan transducer TX memenuhi toleransi sesuai spesifikasi pabrikan untuk nilai roll: 0.146˚ (± 0.20˚), sedangkan untuk nilai yaw: 0.334˚ (± 0.1˚) dan pitch: 0.161˚ (± 0.05˚) tidak memenuhi toleransi. Hasil survei dimensional pemasangan transducer RX memenuhi toleransi sesuai spesifikasi pabrikan untuk pitch: -0.096˚ (± 0.20˚), sedangkan untuk nilai roll: 0.212˚ (±0.02˚) dan yaw:
0.219˚ (± 0.1˚) tidak memenuhi toleransi. Nilai kesalahan pemasangan transducer tersebut divalidasi dengan hasil kalibrasi patch test MBES dan mendapatkan nilai roll: 0.270°, pitch: 0.179°, dan yaw: 0.100°.
Kata kunci : Batimetri, Multibeam Echosounder, Survei Dimensional, Sensor Offset, Patch Test
ABSTRACT
Bathymetry data of the multibeam echosounder (MBES) survey includes various errors due to multiple factors, such us the transducer miss-alignment and sensor offset from the equipment installed on the vessel as an integrated of the complete multibeam echosounder system. These errors can be corrected by performing a multibeam echosounder calibration (patch test). The patch test requires input of miss-alignment transducer and sensor offset data resulted from a dimensional survey during transducer installation. The dimensional survey was performed using terrestrial method with a combination of GNSS and total station. The dimensional survey and alignment procedures should comply to the manufacturer’s equipment spesification.
This paper is aimed to describe dimensional survey and transducer alignment of MBES Kongsberg EM 304 system furthermore the results of them are validated and refined during the patch test process. The results show that the dimensional survey for TX’s transducer installation have met the tolerance according to the manufacturer's specifications with the roll: 0.146˚ (± 0.20˚), though the values of yaw: 0.334˚ (± 0.1˚) and pitch: 0.161˚ (± 0.05˚) do not meet the tolerance. In addition, results of dimensional survey for the RX’s transducer installation habe also complied the tolerance according to the manufacturer's specifications with the pitch: -0.096˚ (± 0.20˚), yet the values of roll: 0.212˚ (±0.02˚) and yaw: 0.219˚ (± 0.1˚) do not meet the tolerance. Those miss-alignment values of the transducer installation then were validated using a Patch Test calibration and showing a result of roll: 0.270°, pitch: 0.179°, and yaw: 0.100°.
Keywords : Bathymetry, Dimensional Survey, Multibeam Echosounder, Sensor Offset, Patch Test 1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang dua pertiga luas wilayahnya berupa perairan laut, dengan sebagian besar wilayah laut Indonesia didominasi oleh perairan laut dalam (deep-sea) dengan kedalaman lebih dari 200 m (Tomascik dkk, 1997).
Untuk memetakan dasar laut perairan tersebut
diperlukan peralatan survei yang sesuai seperti multibeam echosounder (MBES) laut dalam karena kemampuannya untuk memetakan dasar perairan secara efisien dan menghasilkan informasi kedalaman yang rapat (Gerlotto dkk., 1999;
Afifudin, 2016; Montereale-Gavazzi dkk, 2018;
Wang dkk, 2021).
Pada tahun 2020, Balai Teknologi Survei Kelautan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah melakukan instalasi sistem MBES Kongsberg EM304 pada kapal riset (KR) Baruna Jaya III. MBES Kongsberg EM304 merupakan tipe MBES laut dalam yang memiliki kemampuan untuk memetakan dasar perairan hingga kedalaman 8000m (Kongsberg, 2021).
Transducer MBES laut dalam tersebut mempunyai dimensi fisik yang relatif besar, sehingga harus dipasang secara permanen di lunas kapal (hull- mounted) (Haryanto dkk, 2020) dengan menggunakan fairing atau gondola (Putra dkk, 2019). Sistem MBES laut dalam yang terpasang pada kapal survei tersebut meliputi transducer MBES (TX: transmit dan RX: receive) dan beberapa sensor-sensor pendukung yang terdiri atas Differential Global Navigation Satellite System (D- GNSS), gyrocompass, motion reference unit (MRU), dan sound velocity profile (SVP).
Untuk menghasilkan data batimetri MBES berkualitas baik (secara umum ditunjukkan dengan nilai uncertainty yang rendah) diperlukan pengukuran posisi 3D (tiga dimensi) dari sensor- sensor (sensor offset) dan sudut miss-alignment transducer MBES (Roll, Pitch, dan Yaw) terhadap sistem koordinat kapal (Vessel Reference Frame/VRF) menggunakan metode survei dimensional. Studi dan prosedur survei dimensional sensor offset dan miss-alignment pada instalasi sistem MBES laut dalam secara global dapat ditemukan pada beberapa referensi seperti (Nardez dkk, 2011; White dkk, 2007; Picard, 2020). Namun demikian publikasi kegiatan, metode, dan validasi hasil survei dimensional pada pemasangan sistem MBES laut dalam yang terpasang secara hull- mounted masih sangat terbatas. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk medapatkan nilai offset sensor dan sudut miss-alignment transducer dari sistem MBES Kongsberg EM 304 yang terpasang di KR Baruna Jaya III terhadap VRF hasil survei dimensional. Selanjutnya data miss-aligment transducer divalidasi dan disempurnakan menggunakan metode kalibrasi MBES (patch test) yang merupakan prasyarat utama menghasilkan data batimetri berkualitas tinggi dan sebagai jaminan kualitas data.
2. METODOLOGI
2.1 Lokasi Penelitian dan Sistem Koordinat Kapal
Lokasi penelitian berada di galangan kapal PT.
Samudra Marine Indonesia, Bojonegara, Serang, Banten (Gambar 1). Survei dimensional dilakukan
pada tanggal 30 November – 2 Desember 2020 pada saat KR Baruna Jaya III melaksanakan dock kering sehingga posisi kapal stabil untuk dilakukan pengukuran.
Gambar 1. Lokasi galangan kapal PT. Samudra Marine Indonesia, Bojonegara, Serang, Banten
Sumber: dimodifikasi dari (Walter, 2017)
Gambar 2. Lokasi galangan kapal PT. Samudra Marine Indonesia, Bojonegara, Serang, Banten
Sistem MBES laut dalam yang terpasang pada kapal survei meliputi transducer MBES (TX:
transmit dan RX: receive) dan beberapa sensor- sensor pendukung yang terdiri atas Differential Global Navigation Satellite System (D-GNSS), gyrocompass, motion reference unit (MRU), dan sound velocity profile (SVP). Data kedalaman MBES didapatkan dari integrasi perhitungan data posisi, range, bearing, motion kapal, dan refraction yang dihasilkan dari alat – alat sensor diatas yang terpasang pada kapal. Sehingga posisi dan offset alat – alat sensor tersebut harus direferensikan ke sistem referensi yang sama di kapal (Vessel Reference Frame (VRF)). Disamping itu, ketidaksejajaran (miss-alignment) posisi tiap sensor terhadap VRF juga harus diketahui. Nilai miss-alignment yang tidak terkoreksi secara akurat akan menghasilkan
noise artefak data pada data batimetri yang dihasilkan seperti heave ripples dan cross-talk antara roll dan pitch (Hughes-Clarke, 2003).
VRF ditentukan secara tiga dimensi (Clarke, 2003), yaitu sumbu Y positif didefinisikan dari titik tengah kapal ke arah kanan (starboard), sedangkan sumbu X positif dari titik tengah ke arah depan kapal (bow), dan sumbu Z positif dari titik pusat ke arah bawah kapal (Gambar 2). Sedangkan posisi pusat VRF ditentukan pada titik berat kapal atau di lokasi sensor MRU. Terdapat tiga rotasi pada VRF. Sudut perputaran atau rotasi pada sumbu Y disebut roll yang positif jika kiri (port) naik, rotasi pada sumbu X disebut pitch yang positif jika bow naik, dan rotasi pada sumbu Z disebut yaw yang positif searah jarum jam (Gambar 2).
2.2 Survei Dimensional
2.2.1 Pembuatan titik kontrol horizontal dan vertical
Survei dimensional instalasi MBES diawali dengan pembuatan kerangka kontrol horizontal dan vertikal di dermaga sekeliling kapal. Terdapat tiga titik control (BM-BJ31, BM-BJ32, BM-BJ33) yang dibuat selama pengukuran. Pengukuran kerangka kontrol horizontal (X,Y) untuk titik kontrol BM- BJ31 diikatkan pada titik CORS Badan Informasi Geospasial (BIG) menggunakan receiver GNSS.
Sedangkan dua titik kontrol BM-BJ32 dan BM- BJ33 diukur mengunakan metode statik baseline yang diturunkan dari BM-BJ31. Pengukuran kerangka kontrol vertikal dilakukan dengan menggunakan metode levelling teliti, yaitu metode pergi – pulang (Yuwono dan Prasetyo, 2019). Titik acuan koordinat vertikal (Z) mengacu pada titik BM-BJ31 yang sudah ditetapkan elevasinya secara lokal
2.2.2 Pengukuran alignment kapal
Pengukuran alignment kapal dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan water-line dan titik pusat kapal, kemudian dilanjutkan dengan pendefinisian sistem koordinat kapal (VRF). Water- line merupakan bidang semu sebagai acuan penentuan referensi horizontal pada kapal (Dodd dkk, 2010). Ketika kapal melakukan dok kering, kapal dalam kondisi stabil karena berada diatas penyangga, sehingga miss-alignment (ketidaksejajaran) kapal berupa sudut rotasi roll, pitch dan yaw terhadap kerangka referensi (sistem koordinat kapal) dapat diketahui secara akurat.
Sumbu X,Y sistem koordinat kapal diasumsikan berhimpit atau sejajar dengan water-line.
Pendefinisian water-line diawali dengan pendefinisian center-line dengan melakukan pengukuran menggunakan total station. Center-line diasumsikan sebagai garis yang menghubungkan bagian bow (haluan) dan stern (buritan) kapal sebagai sumbu X, dan garis dari yang menghubungkan main deck dan keel (lunas) sebagai sumbu Z. Sedangkan sumbu Y didefinisikan tegak lurus sumbu X dan sumbu Z. Perpotongan dari ketiga sumbu X,Y, dan Y kemudian ditempatkan pada titik pusat (dalam kegiatan ini,lokasi MRU akan ditempatkan pada titik pusat) seperti pada Gambar 3 (e) dan (f).
Setelah kerangka referensi kapal diperoleh, dilanjutkan proses alignment kapal dengan terlebih dahulu melakukan pengukuran kapal secara tiga dimensi (3D) mengunakan alat total station. Bentuk 3D kapal selanjutnya direferensikan ke kerangka referensi kapal guna memperoleh nilai sudut rotasi kapal (roll, pitch, dan yaw) terhadap kerangka referensi. Perhitungan koordinat tiga dimensi titik sudut bidang horizontal di kapal menggunakan metode tachimetri (Schofield dkk, 2007).
Sedangkan metode trigonometri (Ghilani dkk, 2012) digunakan untuk menghitung simpangan nilai roll dan pitch.
𝛼 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛 (ΔZ
𝑑) ... (1) dimana:
𝛼 : sudut kemiringan
Δ : beda tinggi dari dua titik bidang horizontal di kapal yang sejajar sumbu X dan Y
𝑑 : jarak datar dua titik pada bidang horizontal di kapal yang sejajar sumbu X dan Y
Nilai roll didapatkan dari perbandingan beda tinggi antara dua titik di bagian buritan (Gambar 3 (a)), sedangkan nilai pitch didapatkan dari perbandingan beda tinggi antara dua titik di bagian lunas dan lantai (Gambar 3(b)). Kemudian nilai yaw (heading) dihitung menggunakan metode perhitungan azimuth dari dua koordinat XY titik bow dan stern (Gambar 3 (c) dan (d)).
2.2.3 Pengukuran offset sensor
VRF yang sudah didefinisikan sebelumnya dan mempunyai titik pusat koordinat (0,0,0) digunakan sebagai acuan dalam pengukuran offset sensor – sensor yang terpasang di kapal. Kesalahan sistematis dan uncertainty dari ukuran offset sensor tersebut akan mempengaruhi kualitas data secara
keseluruhan dan akan meningkat seiring dengan kedalaman perairan. Pada pelaksanaan pengukuran perlu ditentukan lokasi sensor MRU yang diasumsikan sejajar dengan garis air (water-line) dan sejajar dengan bidang horizontal dan vertikal kapal. Kemudian dilakukan pengukuran offset sensor-sensor peralatan survei yang diukur posisinya terhadap VRF yaitu: MBES transducer TX, MBES transducer RX, antena D-GNSS, Singlebeam Echosounder (SBES), dan transducer Sub-bottom Profiler (SBP). Hasil pengukuran posisi 3D masing-masing sensor harus memenuhi persyaratan akurasi minimum dari produsen (Tabel 1). Disamping itu data offset sensor akan menjadi inputan perangkat lunak akuisisi MBES.
Tabel 1. Akurasi minimum pengukuran posisi dan sudut rotasi ketidaksejajaran sensor (Kongsberg, 2019)
Gambar 1. Pengambilan sample titik roll bagian buritan kapal (a), sample titik pitch bagian lunas dan lantai tiga kapal (b), pengambilan sample titik yaw (c), pada bagian bow dan stern (d); titik pusat (warna kuning) kerangka referensi (VRF) KR Baruna Jaya 3: tampak samping (e), tampak atas (f)
Gambar 2. Posisi sensor-sensor yang terpasang di KR Baruna Jaya III: Transducer TX (a), Transducer RX (b), Antena GNSS (c), dan MRU (d), posisi tranducer MBES yang terpasang pada gondola (e), skema transducer MBES Kongsberg EM304 berbentuk mills cross (f)
2.2.4 Pengukuran miss-alignment transducer MBES Kongsberg EM304 mempunyai transducer yang terpasang permanen pada gondola pada lunas kapal. Transducer MBES tersebut mengikuti konfigurasi “T” (mills cross), yaitu bentuk yang saling menyilang antara kedua transducer tersebut dan terdiri dari dua bagian yaitu transmitter (TX) dan receiver (RX). Transducer yang berfungsi sebagai penerima sinyal (RX) dipasang dengan arah kiri kanan kapal, sedangkan transducer pemancar sinyal (TX) dipasang searah haluan kapal. Pengukuran sudut rotasi ketidaksejajaran transducer tersebut dimaksudkan untuk mengetahui nilai pitch dan yaw untuk transmitter MBES (TX) dan nilai roll untuk receiver MBES (RX).
Metode pengukuran dan perhitungan sudut rotasi ketidaksejajaran transducer menggunakan metode yang sama dengan yang digunakan pada perhitungan ketidaksejajaran kapal. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat total station dengan ketelitian 1”. Alat Total Station tersebut sudah terbukti dapat memberikan kualitas data yang teliti seperti digunakan pada studi tentang modeling
3D untuk keperluan navigasi dalam ruangan (Jamali dkk, 2017).
Hasil pengukuran sudut rotasi ketidaksejajaran harus memenuhi persyaratan akurasi minimum dari produsen MBES (Kongsberg) seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Data sudut rotasi ketidaksejajaran transducer menjadi inputan perangkat lunak akuisisi MBES dan akan divalidasi nilai sudut rotasinya menggunakan metode kalibrasi patch test.
2.3 Kalibrasi Patch-test MBES
Kalibrasi patch test MBES dapat mengonfirmasi delai waktu dan miss-alignment sensor-sensor dari sistem MBES, kapal, dan VRF.
Kalibrasi patch test MBES dilaksanakan pada awal pelaksanaan akuisisi data MBES atau setiap kali ada peralatan yang diganti atau diperbaiki setelah dilakukan verifikasi GNSS, heading, dan MRU.
Prosedur dan penjelasan tentang kalibrasi patch test sudah dijelaskan secara lengkap oleh (Gueriot dkk, 2000). Kalibrasi patch test MBES Kongsberg EM 304 dilakukan di utara Sorong dengan kedalaman air sekitar 85 – 230 m pada tanggal 01 Mei 2021 di lokasi sekitar 0°48'47.23" LS, 131°9'59.43" BT.
Kalibrasi roll dilakukan di atas dasar laut datar, sedangkan topografi dasar laut dengan kemiringan yang landai digunakan untuk kalibrasi pitch dan yaw.
Data sensor offset hasil survei dimensional dimasukan ke dalam sistem akuisisi MBES sehingga data yang didapat telah terintegrasi dalam satu sistem. Sebelum melakukan kegiatan kalibrasi MBES, diperlukan data Sound Velocity Profile (SVP) untuk mendapatkan profil kecepatan suara di kolom air. Data SVP diperlukan sebagai input atau parameter koreksi untuk peralatan survei yang menggunakan sinyal akustik khususnya MBES.
MiniSVP dan profiler SBE 911 plus CTD digunakan untuk merekam data SVP. Pada proses kalibrasi patch test MBES tidak dilakukan kalibrasi latency karena sistem MBES Kongsberg EM 304 menggunakan 1PPS untuk sinkronisasi waktu dan string NMEA ZDA untuk menghasilkan penyamaan waktu (time-stamp) selama akuisisi MBES
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengukuran Vessel Reference Frame dan Miss-alignment Kapal
Hasil pengukuran survei dimensional miss- alignment kapal terhadap VRF digunakan sebagai dasar pemasangan gondola dan transducer MBES.
VRF memiliki titik pusat di lokasi MRU yang
berada 0.985m di bawah bidang water-line dengan sumbu X positif ke arah bow, sumbu Y positif arah starboard, dan sumbu Z positif arah ke bawah (Gambar 3 (e)). Pada Tabel 3 ditunjukan nilai sudut rotasi roll, pitch, dan yaw dari KR Baruna Jaya III terhadap terhadap VRF saat dock kering. Sudut rotasi yaw terhadap arah utara sebesar -83.020°
(+276.98°), sedangkan sudut rotasi yaw dari VRF sebesar 0°. Pada Tabel 3 juga ditunjukan nilai rotasi sudut roll kapal bernilai positif yang berarti sisi kiri (port) lebih tinggi dari sisi kanan (starboard) terhadap VRF. Nilai pitch bernilai positif yang berarti bahwa bagian depan kapal (bow) lebih tinggi dari bagian belakang kapal (stern). Nilai yaw bernilai 0, sehingga sejajar dengan sumbu X.
3.2 Pengukuran Offset Sensor dan Miss- alignment Sensor
Hasil pengukuran offset sensor peralatan survei yang terpasang pada KR Baruna Jaya III dapat dilihat pada Tabel 2. Posisi offset sensor secara 3D direferensikan terhadap titik pusat VRF (lokasi MRU) akan menjadi inputan sistem akuisisi data MBES. Data offset sensor meliputi posisi transducer TX, transducer RX, MRU, dan antenna primary D-GNSS. Tabel 2 juga menampilkan sudut rotasi ketidaksejajaran (miss-alignment) dari sensor- sensor sistem MBES kongsberg EM304 yang terpasang di KR Baruna Jaya III. Dari hasil perhitungan miss-alignment transducer menghasilkan nilai sudut rotasi ketidaksejajaran transducer MBES bagian TX yaitu roll: +0,146˚, pitch: +0.161˚, dan yaw: +0.334˚. Sedangkan nilai sudut rotasi transducer MBES bagian RX yaitu roll:
+0.212˚, pitch: -0.096˚, dan yaw: +0.219˚. Nilai sudut rotasi ketidaksejajaran transducer TX untuk roll dan pitch memenuhi toleransi (maksimal
±0.200˚), sedangkan nilai yaw di atas toleransi (maksimal ±0.100˚). Nilai sudut rotasi ketidaksejajaran transducer RX untuk roll, pitch, dan yaw tidak memenuhi toleransi (maksimal roll:
±0.002˚, pitch: ±0.005˚, dan yaw: ±0.001˚). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor kesalahan acak pada waktu pengukuran survei dimensional. Untuk itu nilai kesalahan pemasangan transducer tersebut akan divalidasi dengan hasil kalibrasi patch test MBES.
Tabel 2. Hasil pengukuran offset dan sudut rotasi sensor terhadap VRF
3.3 Kalibrasi Patch-test MBES
Terdapat dua lajur survei yang digunakan dalam kalibrasi (Gambar 5(a)). Kalibrasi roll dilakukan di atas dasar laut datar pada kedalaman air sekitar 200m. Sedangkan kalibrasi pitch dan yaw dilakukan di lokasi dasar laut yang miring.
Hasil dari kalibrasi patch test menunjukkan bahwa nilai kalibrasi untuk Roll: +0.270˚, Pitch:
+0.179˚, dan Yaw: +0.100˚ (Tabel 3). Kualitas hasil pemasangan dan pengukuran transducer multibeam dan sensor peralatan survei lainnya didapatkan dari perbandingan nilai hasil kalibrasi patch test dengan nilai hasil pengukuran survei dimensional sebelumnya (Tabel 3).
Tabel 3. Sudut rotasi kapal terhadap VRF dan perbandingan nilai kalibrasi patch test dengan survei dimensional
Pada Tabel 3 diatas juga ditunjukkan nilai perbedaan hasil kalibrasi patch test MBES dengan nilai hasil survei dimensional mempunyai nilai roll:
0.058°, Pitch: 0.018°, dan Yaw: 0.234˚. Clarke dkk (2003b) menyebutkan bahwa ketidaksejajaran sensor – sensor yang terpasang di kapal secara umum tidak boleh melebihi 2°. Sehingga nilai perbedaan resolusi di atas dianggap masih dibawah
toleransi. Untuk mengetahui pengaruh nilai kalibrasi patch test terhadap data batimetri yang dihasilkan maka dilakukan perbandingan DEM antara data batimetri di lokasi tanpa nilai kalibrasi patch test dan dengan menggunakan nilai kalibrasi patch test (Gambar 5 (b) dan (c)).
Gambar 3. Lajur survei kalibrasi patch test MBES (a), dan perbandingan DEM dasar laut:
(b) Sebelum kalibrasi patch test MBES diterapkan, (c) Setelah kalibrasi diterapkan
Dari hasil perbandingan DEM tersebut dapat dilihat bahwa secara visual tidak terdapat perbedaan signifikan antara DEM sebelum dan sesudah diterapkan nilai kalibrasi patch test. Hal ini dikarenakan nilai kalibrasi roll, pitch, dan yaw yang relatif kecil (roll: +0.270˚, pitch: +0.179˚, dan yaw:
+0.100˚). Untuk keperluan survei dan akuisisi data MBES selanjutnya, akan digunakan data hasil kalibrasi patch test MBES tersebut. Data tersebut akan dibandingkan dengan data hasil kalibrasi–
kalibrasi patch test selanjutnya yang akan dilakukan sebelum survei MBES sebagai prosedur operasi baku. Perbedaan data hasil kalibrasi patch test selanjutnya harus lebih kecil dari 0,1° (Gueriot dkk, 2000) , yang dapat diartikan bahwa posisi transducer dan sistem sensor yang terpasang pada kapal masih terletak pada posisi yang sama.
Perbedaan nilai hasil kalibrasi yang melebihi 0,1°, mengharuskan dilakukan pengulangan pengukuran survei dimensional. Hal tersebut dimungkinkan karena ada pergeseran posisi, rotasi, ataupun ketidaksejajaran antar sensor – sensor dengan VRF.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai sudut rotasi ketidaksejajaran transducer MBES dan nilai offset sensor–sensor sistem MBES Kongsberg
EM304 yang terpasang pada KR. Baruna Jaya III.
Survei dimensional dengan metode survei teristris digunakan dalam pengukuran sudut rotasi ketidaksejajaran transducer MBES dan nilai offset sensor–sensor serta dilanjutkan dengan pengukuran kalibrasi patch test MBES sebagai validasi. Tahapan survei dimensional meliputi: pendefinisian sistem koordinat kapal, pendefinisian lokasi titik pusat (origin) sistem koordinat kapal, pendefinisian water-line sebagai referensi titik pusat sistem koordinat kapal, pendefinisian miss-alignment kapal, pengukuran posisi dan sudut rotasi dari masing-masing sensor terhadap kerangka sistem koordinat kapal, dan pengukuran posisi dan sudut rotasi transducer. Hasil survei dimensional pemasangan transducer TX memenuhi toleransi sesuai spesifikasi pabrikan untuk nilai roll: 0.146˚ (±
0.20˚), sedangkan untuk nilai yaw: 0.334˚ (± 0.1˚) dan pitch: 0.161˚ (± 0.05˚) tidak memenuhi toleransi. Hasil survei dimensional pemasangan transducer RX memenuhi toleransi sesuai spesifikasi pabrikan untuk pitch: -0.096˚ (± 0.20˚), sedangkan untuk nilai roll: 0.212˚ (±0.02˚) dan yaw:
0.219˚ (± 0.1˚) tidak memenuhi toleransi. Nilai kesalahan pemasangan transducer tersebut divalidasi dengan hasil kalibrasi patch test MBES dan mendapatkan nilai roll: 0.270°, pitch: 0.179°, dan yaw: 0.100°. Untuk keperluan survei dan akuisisi data MBES selanjutnya akan digunakan data hasil kalibrasi patch test MBES tersebut. Arah penelitian lebih lanjut dapat mengkaji penggunaan metode Real Time Kinematic (RTK) GNSS dalam pengukuran offset sensor–sensor tersebut. Metode pemetaan laser scanning juga dapat digunakan untuk mengetahui sudut rotasi ketidaksejajaran kapal pada waktu dry dock dan juga sudut rotasi ketidaksejajaran transducer MBES setelah pemasangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis dan rekan mengucapkan terimakasih kepada Balai Teknologi Survei Kelautan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) atas terselenggaranya kegiatan pengukuran survei dimensional dan patch test MBES serta juga atas izin yang diberikan dalam menggunakan data dan laporan kegiatan untuk dipublikasikan dalam paper ini
DAFTAR PUSTAKA
Tomascik T., Mah A. J., Nontji A., and Moosa M.
K., 1997. The ecology of the Indonesian seas part II (Singapore: Periplus Editions) p 746
Gerlotto, F., Soria, M., Fréon, P., 1999. From two dimensions to three: the use of multibeam sonar for a new approach in fisheries acoustics. Can.
J. Fish. Aquat. Sci. 56, 6–12.
http://dx.doi.org/10.1139/f98-138.
Afifudin, 2016. Perbandingan Data Bathimetri Hasil Gridding Yang Dihasilkan Dari Pengukuran Multibeam Echosounder Dengan Metode Triangulasi, Nearest Neighbor, dan Continuous Curvature. Skripsi. Yogyakarta: Departemen Teknik Geodesi UGM.
Montereale-Gavazzi, G., Roche M., Lurton X., Degrendele K., Terseleer, N., dan Lancker, V.
V., 2018). Seafloor change detection using multibeam echosounder backscatter: case study on the Belgian part of the North Sea. Mar Geophys Res (2018) 39:229–247 DOI 10.1007/s11001-017-9323-6
Wang, M., Wu, Z., Best, J., Yang, F., Li, X., Zhao, D., dan Zhou, J., 2021. Using multibeam backscatter strength to analyze the distribution of manganese nodules: A case study of seamounts in the Western Pacific Ocean.
Applied Acoustics 173.
Kongsber, 2021. Em 304 Multibeam Echosounder, Max. 8000 M. diperoleh dari https://www.kongsberg.com/maritime/product s/ocean-science/mapping-systems/multibeam- echo-sounders/em-304-multibeam-
echosounder-max.-8000-m/
Haryanto, D., Febriawan, H. K., Safi’ A. F., dan Irfan, M., 2020. Survei Dimensional dan Kalibrasi Sistem Multibeam Laut Dalam Di Kapal Riset Baruna Jaya I. GEOMATIKA, November 2020. DOI: 10.24895/JIG.2020.26- 2.1143
Putra, A. M. P., Handoyo, T., Priohutomo, K., dan Aryawan, W. D., 2019. Desain Dan Analisis Struktur Fairing Dudukan Multibeam Echosounder (Mbes) Pada Kr Baruna Jaya I Menggunakan Metode Elemen Hingga. Jurnal Wave Volume 13 Nomor 1, Juli 2019: Hal: 37- 46
Nardez, N. N., Krueger, C. P. dan Vargas, S. L., 2011. Methodology to Obtain the Offsets Between Sensors of Hydrographic Ships.
Journal of Coastal Research, 1712–1717.
White, J., Jegat, V., Lancker, V. Van, Deleu, S. dan Vanstaen, K., 2007. Review of standards and protocols for seabed habitat mapping - Acoustic system techniques.
Picard, K., Austine, K., Bergersen, N., Cullen, R., Dando, N., Donohue, D. dan Waterson, C., 2020. Australian Multibeam Guidelines 2020.
Geoscience Australia Version 2.
Clarke, J., 2003a. A Reassessment of Vessel Coordinate System: What Is it That We Are Really Aligning? In Proceedings of the U.S.
Hydrographic Conference 2003 (pp. 1–12).
Walter, H., Wagman, J., Stergiou, N., Erkmen, N.
dan Stoffregen, T., 2017. Dynamic perception of dynamic affordances: walking on a ship at sea. Experimental Brain Research, 235.
https://doi.org/10.1007/s00221-016-4810-6 Hughes Clarke, J. E., 2003. Dynamic Motion
Residual in Swath Sonar Data: Ironing out the Creases. Internation Hydrographic Review.
Yuwono, B. D. dan Prasetyo, Y., 2019. Analysis Deformation Monitoring Techniques Using GNSS Survey and Terrestrial Survey (Case Studi: Diponegoro University Dam,Semarang, Indonesia). IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 313(1).
https://doi.org/10.1088/1755- 1315/313/1/012045
Dodd, D., Mills, J., Battilana, D. dan Gourley, M., 2010. Hydrographic Surveying Using the Ellipsoid as the Vertical Reference Surface.
FIG Congress 2010: Facing the Challenges- Building the Capacity, (April 2010), 1–15.
Schofield, W. dan Breach, M., 2007. Engineering surveying. Construction Research and Innovation (6th ed., Vol. 1). Elsevier Ltd.
Ghilani, C. D. dan Wolf, P. R., 2012. Elementary Surveying: An Introduction to Geomatics (13thed.). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Kongsberg, 2019. Kongsberg EM 304 Multibeam echo sounder Installation manual. Kongsberg Maritime AS
Jamali, A., Abdul Rahman, A., Boguslawski, P., Kumar, P. dan Gold, C. M. (2017). An automated 3D modeling of topological indoor navigation network. GeoJournal, 82(1), 157–
170. https://doi.org/10.1007/s10708-015-9675- x
Gueriot, D., Chedru, J., Daniel, S. dan Maillard, E., 2000. The patch test: a comprehensive calibration tool for multibeam echosounders.
Proceedings of the OCEANS 2000 MTS/IEEE Conference and Exhibition., 3, 1655–1661.
https://doi.org/10.1109/OCEANS.2000.88217 8
Clarke, J., 2003b. A reassessment of vessel coordinate systems: what is it that we are really aligning? Proceedings of the U.S. Hydrographic
Conference 2003, 1–12.
https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2