PENGARUH PERTUMBUHAN PENJUALAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP TAX AVOIDANCE DENGAN UKURAN PERUSAHAAN
SEBAGAI VARIABEL MODERASI
Cinthia Aurora Khu
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
PENDAHULUAN
Pajak menjadi salah satu sumber pendapatan negara terbesar yang digunakan untuk kepentingan pertumbuhan dan pembangunan negara (Anggraeni & Oktaviani, 2021). Namun kenyataannya pendapatan negara di sektor pajak masih belum berjalan optimal. Hal ini dikarenakan pajak adalah beban yang dapat menurunkan laba bersih, padahal tujuan utama suatu entitas adalah memperoleh laba yang maksimal (Wijayanti
& Masitoh, 2018). Alasan tersebut menjadi pemicu munculnya praktik penghindaran pajak oleh wajib pajak. Saputra et al (2015) usaha pengurangan beban pajak yang dilakukan secara legal oleh wajib pajak dengan tidak melawan peraturan perpajakan dan dilakukan dengan cara mencari celah peraturan disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance).
Anggraeni & Febrianti (2019) mengatakan bahwa perbedaan kepentingan antara negara dan perusahaan akan menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan wajib pajak, dimana negara menginginkan penerimaan pajak yang besar, tetapi perusahaan menginginkan pembayaran pajak yang kecil. Ada banyak faktor yang mampu memicu suatu perusahaan melakukan tax avoidance. Faktor-faktor seperti karakter eksekutif, sales growth, leverage dan ukuran perusahaan berkemungkinan untuk mempengaruhi tax avoidance (Tristianto & Oktaviani, 2016). Selain itu, (Mulyani et al., 2018) juga mengatakan bahwa determinan tax avoidance diantaranya profitabilitas (ROA),
komisaris independen, intensitas persediaan, intensitas aset tetap, dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Setiap perusahaan pasti menginginkan tingkat penjualan yang tinggi, oleh sebab itu pengukuran pertumbuhan penjualan dibutuhkan untuk memprediksi profit yang akan didapatkan perusahaan. Astuti et al. (2020) berpendapat bahwa pertumbuhan penjualan merupakan gambaran atas capaian perusahaan dalam meningkatkan penjualannya. Semakin besar tingkat pertumbuhan penjualan, akan berdampak pada laba dan pajaknya yang diperoleh. Penelitian Sugiyarti (2017), Safitri & Damayanti (2021) menunjukkan tax avoidance dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan penjualan.
Namun penelitian Hapsari (2020), Oktaviyani & Munandar (2017) menunjukkan tidak adanya pengaruh pada pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance.
Pajak dikenakan atas laba fiskal, sehingga ketika suatu perusahaan menganggap pajak sebagai beban, maka perusahaan akan berupaya membuat laba fiskalnya rendah agar pajak yang ditanggung juga ikut rendah (Irawati et al., 2020). Profitabilitas didefinisikan sebagai kapabilitas perusahaan untuk menghasilkan keuntungan selama periode waktu tertentu. Dewinta & Setiawan (2016) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Hasil serupa juga diperoleh oleh (Darmawan & Sukartha, 2014). Namun Irawati et al. (2020) dan Stawati (2020) menyimpulkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.
Dari latar belakang tersebut, terdapat inkonsistensi hasil penelitian terkait pengaruh pertumbuhan penjualan dan profitabilitas terhadap tax avoidance. Variabel pertumbuhan penjualan dan profitabilitas bisa jadi tidak dapat berdiri sendiri atau terdapat indikasi adanya variabel lain yang dapat memperkuat ataupun memperlemah pengaruh tersebut. Hasil penelitian Dewinta & Setiawan (2016) menyatakan pertumbuhan penjualan dan profitabilitas yang tinggi dapat mendorong peningkatan praktik tax avoidance. Namun demikian pengaruh tersebut akan berbeda hasil ketika dikaitkan dengan ukuran perusahaan. Perusahaan berskala besar yang tingkat pertumbuhan penjualannya tinggi bisa jadi melakukan praktik tax avoidance. Akan tetapi ketika tingkat profitabilitasnya juga tinggi bisa jadi perusahaan akan patuh dalam
hal perpajakan karena perusahaan akan mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah terhadap kinerja manajemen dan aset perusahaan (Putra & Jati, 2018).
Hal itulah yang secara tidak langsung dapat menjadi variabel yang memperkuat atau memperlemah suatu perusahaan dalam melakukan tax avoidance. Pengelolaan sumber daya, strategi untuk mencapai target penjualan dan profitabilitas, serta pengelolaan kewajiban pajak tentu akan lebih detail dan optimal dilakukan oleh perusahaan yang berskala besar. Temuan Stawati (2020) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap penghindaraan pajak. Namun Muda et al.
(2020) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berdampak terhadap tax avoidance.
Perusahaan berskala besar, cenderung mempunyai cash effective tax rate yang tinggi, yang berarti tingkat tax avoidance akan rendah (Putri & Putra, 2017).
Penelitian ini bermaksud untuk menguji kembali pengaruh pertumbuhan penjualan dan profitabilitas terhadap tax avoidance. Perbedaaan dengan penelitian sebelumnya adalah adanya penambahan variabel moderasi yaitu ukuran perusahaan yang dapat memperkuat atau memperlemah pertumbuhan penjualan dan profitabilitas.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji apakah pertumbuhan penjualan dan profitabilitas mempengaruhi perilaku tax avoidance yang dimoderasi oleh ukuran perusahaan.Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu dapat menambah bukti empiris serta bahan kajian literatur bagi akademisi yang meneliti topik serupa. Adapun manfaat praktis adalah untuk membantu pemerintah dalam mengetahui indikator apa saja yang dapat mendorong perusahaan consumer goods yang terdaftar di BEI melakukan tax avoidance, sehingga pemerintah dapat merespon maupun menjadikan bahan perbaikan dalam merumuskan kebijakan terkait perpajakan.
TELAAH LITERATUR
Pengertian (Definisi) Variabel Penelitian
Tax avoidance adalah rekayasa masalah perpajakan yang masih berada dalam lingkup undang-undang perpajakan (Ngadiman & Puspitasari, 2017). Menurut (Subagiastra & Arizona, 2016) tax avoidance adalah upaya untuk mengurangi jumlah
pajak yang ditanggung dengan memanfaatkan celah-celah peraturan yang berlaku.
(Sandy & Lukviarman, 2015) berpendapat bahwa tax avoidance merupakan aktivitas perusahaan yang berdampak terhadap kewajiban pajak. Perusahaan akan sengaja meminimalkan kewajiban pajak yang ditanggung agar cash flow yang digunakan untuk meningkatkan produksi dapat meningkat dan nantinya nilai perusahaan juga meningkat (Bimo et al., 2019). Tax Avoidance juga dapat meningkatkan perilaku oportunistik manajemen perusahaan dengan mengubah biaya pribadi menjadi biaya operasi perusahaan sehingga keuntungan investor berkurang (Oktaviani et al., 2019).
Penjualan adalah salah satu faktor yang berperan strategis bagi perusahaan.
Perubahan pertumbuhan atau penurunan penjualan dari tahun ke tahun yang bisa diukur melalui laporan laba rugi perusahaan disebut sebagai pertumbuhan penjualan (Maryanti, 2016). Pertumbuhan penjualan menjadi indikator permintaan dan daya saing perusahaan karena mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi di masa lalu dan mampu memprediksi pertumbuhan penjualan di masa mendatang (Hidayat, 2018).
Dapat disimpulkan bahwa tingkat pertumbuhan penjualan dapat mempengaruhi kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan keuntungan untuk mendanai setiap peluang di masa depan.
Profitabilitas menurut Suardana (2014) adalah capaian perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dalam rentang waktu tertentu pada total aktiva, persentase penjualan, dan modal tententu. Tingkat profitabilitas merupakan faktor penting dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan. Tingginya profitabilitas mengindikasikan perusahaan dapat mengelola kekayaan perusahaan dan menghasilkan laba secara efektif dan efisien (Noviani et al., 2019). Namun, profitabilitas juga merupakan penentu besar kecilnya jumlah pajak, karena ketika perusahaan memperoleh laba besar, maka jumlah pajak yang ditanggung juga ikut besar, begitupun kondisi sebaliknya.
Return On Assets (ROA) menjadi proksi yang mencerminkan kinerja keuangan suatu perusahaan. ROA yang tinggi, menunjukkan seberapa mampu perusahaan dalam menghasilkan laba (Saputra et al., 2015).
Indriyani (2017) menjelaskan bahwa ukuran perusahaan adalah besar kecilnya perusahaan yang dapat diukur dari total aset perusahaan. Tidak jauh berbeda dengan (Chasanah, 2019) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat dilihat dari jumlah modal, total aset, atau total penjualan sebuah perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar pula aset yang dimiliki. Perusahaan yang besar cenderung memiliki sumber permodalan yang lebih terdiversifikasi, sehingga akan lebih mudah memperoleh pinjaman (Effendi & Nugraha, 2018). Dengan kata lain, ukuran perusahaan menjadi indikator kepastian usaha.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Tax Avoidance
Indikator pertumbuhan perusahaan dapat dilihat dari beberapa rasio, salah satunya dari segi pertumbuhan penjualan (Carolina & Purwantini, 2020). Peningkatan pertumbuhan penjualan akan mendorong perusahaan untuk meningkatkan besar asetnya dan mempengaruhi praktik tax avoidance (Tristianto & Oktaviani, 2016).
Pertumbuhan penjualan seringkali digunakan untuk kebutuhan investasi perusahaan.
Selain itu, perusahaan juga mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan besaran pertumbuhan penjualan tersebut kepada pemangku kepentingan. Apabila persentase penjualan tinggi, maka keuntungan yang akan diperoleh akan meningkat, dan pajak yang dibebankan perusahaan juga semakin besar (Safitri & Damayanti, 2021). Proksi yang dapat digunakan dalam mengukur pertumbuhan penjualan adalah Pertumbuhan Penjualan (SG).
Keterkaitan pertumbuhan penjualan dengan tax avoidance pada penelitian terdahulu menunjukkan adanya pengaruh dari pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance, yakni semakin signifikan pertumbuhan penjualan suatu perusahaan maka tindakan tax avoidance yang dilakukan perusahaan tersebut akan berkurang (Hidayat, 2018). Hal tersebut dikarenakan ketika tingkat penjualannya tinggi, maka perusahaan berpeluang memperoleh laba yang besar, sehingga perusahaan juga akan mampu membayar beban pajak yang ditanggung. Penelitian yang dilakukan Irawati et al.
(2020), dan Sugiyarti (2017) menemukan bahwa pertumbuhan penjualan
mempengaruhi tax avoidance secara signifikan.
H1 : Pertumbuhan Penjualan Berpengaruh Signifikan Terhadap Tax Avoidance Pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance
Rasio keuangan profitabilitas dapat dipakai untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada aset, modal saham, dan tingkat penjualan tertentu (Sari & Kinasih, 2021). Return On Asset (ROA) menjadi rasio yang digunakan untuk mengukur sampai dimana perusahaan dapat mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki (Muda et al., 2020). Dengan kata lain, profitabilitas mencerminkan efisiensi perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. Tingginya keuntungan menyebabkan biaya pajak perusahaan juga meningkat, dan dikhawatirkan akan memicu tindakan tax avoidance.
Ketika profitabilitas tinggi, perusahaan akan dapat memprediksi perolehan laba di setiap periodenya yang ditentukan dari target laba yang harus dicapai (Sulaeman, 2021). Dengan begitu, perusahaan dapat memposisikan diri dalam hal tax planning agar dapat menekan besaran pajak yang ditanggung. Perusahaan dengan tax planning yang baik akan menerima beban pajak yang optimal dan cenderung patuh terhadap perpajakan. Hasil penelitian Suardana (2014) dan Hidayat (2018) mengatakan bahwa profitabilitas mempengaruhi tax avoidance. Bukti empiris lain yang dilakukan oleh Sari & Kinasih (2021) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas, tarif pajak efektif yang harus dibayar oleh perusahaan menjadi lebih rendah dikarenakan adanya pengelolaan tax planning yang matang. Demikian, profitabilitas mempunyai pengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
H2 : Profitabilitas Berpengaruh Signifikan Terhadap Tax Avoidance
Ukuran Perusahaan Memoderasi Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Tax Avoidance
Pertumbuhan penjualan menunjukkan tinggi rendahnya tingkat penjualan yang mampu dicapai perusahaan. Sugiyarti (2017) berpendapat bahwa cara mengoptimalkan sumber daya perusahaan adalah dengan melihat tingkat penjualan dari tahun ke tahun.
Pertumbuhan penjualan tentunya berkaitan dengan ukuran perusahaan, karena
pertumbuhan penjualan yang baik dan stabil dapat memacu perusahaan untuk menjadi lebih besar dari waktu ke waktu. Perusahaan yang besar akan lebih berkapasitas dalam merancang strategi yang tepat untuk menaikkan tingkat penjualan setiap tahunnya.
Peningkatan penjualan memungkinkan suatu perusahaan memperbesar kapasitas operasionalnya guna memperoleh profit yang besar pula. Ketika tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan berskala besar bernilai tinggi, maka akan mendapatkan lebih banyak perhatian dari pemerintah. Anggraeni & Oktaviani (2021) berpendapat bahwa perusahaan berskala besar cenderung melaporkan kondisi perusahaannya secara akurat dan mematuhi peraturan perpajakan. Oleh karena itu ukuran perusahaan akan memoderasi pengaruh signifikan dari pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance.
H3 : Ukuran Perusahaan Memoderasi Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Terhadap Tax Avoidance
Ukuran Perusahaan Memoderasi Pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance
Besar atau kecilnya suatu perusahaan dapat diukur melalui berbagai metode seperti dari perhitungan total aktiva dan persentase penjualan (Putra & Jati, 2018).
Perusahaan yang tergolong sebagai perusahaan besar mempunyai aktivitas bisnis yang lebih banyak daripada perusahaan berskala kecil. Perusahaan besar berkemampuan menghasilkan laba yang tinggi dan stabil, sehingga nantinya berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi tentu memiliki manajemen pajak yang baik dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan laba yang diperoleh. Rasio Return On Assets (ROA) yang menjadi proksi profitabilitas dapat menunjukkan kinerja manajemen dalam menghasilkan laba perusahaan.
Perusahaan berskala besar dengan profitabilitas yang tinggi cenderung akan mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah (Putra & Jati, 2018). ROA yang di dalamnya terdapat komponen total aset pasti akan diamati dan dihitung lebih detail oleh fiskus saat menghitung jumlah pajak yang ditanggung perusahaan. Selain itu
Pertumbuhan Penjualan (X1)
pemerintah juga akan memperhatikan kinerja manajemen perusahaan, sehingga tingkat tax avoidance yang dilakukan cenderung menurun. Penelitian Hutapea & Herawaty (2020) menghasilkan bukti empiris bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka akan memperkuat pengaruh signifikan profitabilitas terhadap tax avoidance.
H4 : Ukuran Perusahaan Memoderasi Pengaruh Profitabilitas Terhadap Tax Avoidance
Gambar 1. Model Kerangka Penelitian H1
H2
H3 H4
Tax Avoidance
(Y)
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif yang menguji pengaruh pertumbuhan penjualan dan profitabilitas terhadap tax avoidance dengan ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi. Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sub sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode pada tahun 2017-2019. Alasan pengambilan sektor industri consumer goods karena aktivitas bisnisnya terdiri dari pembelian bahan baku, pengolahan menjadi barang jadi, hingga penjualan ke pasaran sehingga hampir seluruhnya berhubungan dengan aspek perpajakan (Putra & Jati, 2018). Selain itu, sektor barang konsumsi merupakan kebutuhan dasar manusia yang akan tetap dicari meskipun kondisi krisis global (Handayani, 2018). Teknik pengambilan sampel
Ukuran Perusahaan (Z) Profitabilitas (X2)
menggunakan metode Purposive Sampling, dimana sampel harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, perusahaan consumer goods yang terdaftar di BEI, perusahaan yang menyajikan laporan tahunan lengkap dan berturut-turut selama periode 2017-2019, serta laporan yang disajikan tidak mengalami kerugian.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang didapat dari website BEI (www.idx.co.id) dan situs resmi masing-masing perusahaan. Data tersebut berupa laporan keuangan perusahaan sub sektor industri consumer goods yang sesuai dengan kriteria dalam pemilihan sampel dan beberapa data yang peneliti perlukan.
Penambahan data laporan keuangan tahun 2016 juga dipakai dalam penelitian ini untuk menghitung variabel pertumbuhan penjualan.
Variabel dan Pengukuran Variabel
Variabel independen yang dipakai dalam penelitian ini adalah pertumbuhan penjualan dan profitabilitas. Pertumbuhan penjualan diukur dari persentase penjualan setiap tahunnya. Peningkatan pertumbuhan penjualan suatu perusahaan akan berdampak pada kapabilitas perusahaan dalam mempertahankan laba yang dipakai untuk mendanai kesempatan di masa mendatang (Safitri & Damayanti, 2021).
Pertumbuhan penjualan dirumuskan sebagai berikut:
Sales Growth =
Penjualan (t) – Penjualan (t-1)
Penjualan
Profitabilitas diukur menggunakan Return On Assets (ROA). Rasio ini dipilih karena perusahaan yang memiliki total aset yang besar, cenderung mengelola asetnya secara efisien dan laba yang diperoleh akan lebih optimal (Putra & Jati, 2018). ROA sendiri merupakan rasio keuntungan bersih pajak yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari pengembalian aktiva yang dimiliki (Ardianti, 2019). ROA diukur dari laba bersih perusahaan dan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) badan. ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA =
Total Laba Setelah Pajak
Total Aset
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tax avoidance yang diproksikan dengan nilai Effective Tax Rate (ETR). Aktivitas tax avoidance dapat lebih dideteksi, karena ETR tidak berpengaruh terhadap perubahan estimasi seperti perlindungan pajak (Sugiyarti, 2017). ETR bertujuan mengidentifikasi keagresifan perencanaan pajak pada suatu perusahaan (Safitri & Damayanti, 2021). Berikut rumus pengukuran tersebut:
Tax Avoidance = Beban Pajak Laba Sebelum Pajak
Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memperluas ekspansi bisnisnya dengan permodalan yang dimiliki (Panjaitan & Muslih, 2019). Ukuran perusahaan ditunjukkan oleh total aktiva dan jumlah penjualan (Chasanah, 2019). Variabel moderasi ini diukur dengan logaritma natural total aset yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ukuran Perusahaan = Ln (total aset)
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan tahapan statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis.
Tahapan statistik deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran data secara deskriptif melalui mean, min, max, dan standar deviasi. Sedangkan, uji asumsi klasik terdiri dari 4 tahapan pengujian, yaitu uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, dan uji heterokedastisitas. Tujuan pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda adalah untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan beberapa variabel independen terhadap satu variabel dependen. Uji T juga dilakukan untuk menguji hipotesis antara setiap variabel independen dengan variabel dependen.
Nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 menjadi dasar dalam penerimaan hipotesis.
Pengolahan data dilakukan melalui program aplikasi IBM SPSS (Statistical Package for Social). Model untuk menguji pengaruh variabel pertumbuhan penjualan dan profitabilitas yang dimoderasi ukuran perusahaan terhadap tax avoidance adalah :
TA = α + β1SG + β2ROA + SZ + β1SG*SZ + β2ROA*SZ + e Keterangan:
TA = tax avoidance
SG = pertumbuhan penjualan
ROA = profitabilitas
SZ = ukuran perusahaaan
α = konstanta
α1, α2, β1, β2 = koefisien regresi
e = eror
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Selama periode 2017-2019 terdapat 49 perusahaan manufaktur sub sektor consumer goods yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Dalam penerapan metode purposive sampling, hanya 32 perusahaan yang memenuhi kriteria pemilihan sampel.
Kemudian setelah dilakukan pengujian data, ditemukan 9 perusahaan yang memiliki data ekstrim sehingga mengakibatkan outlier dalam penelitian ini. Total sampel setelah dilakukannya purposive sampling dan data outlier menghasilkan 69 data perusahaan consumer goods seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Purposive Sampling
Kriteria Sampel Jumlah Perusahaan Perusahaan manufaktur sub sektor consumer goods yang
terdaftar di BEI
49
Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan keuangan tahunan secara lengkap dan berturut-turut selama 2017-2019
(6)
Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan tahunan rugi selama 2017-2019
(11)
Perusahaan dengan data outlier (9)
Jumlah Sampel 23
Tahun Observasi 3
Jumlah Observasi 2017-2019 69
Sumber: Data diolah, 2022 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Tahapan pertama pengujian data adalah statistik deskriptif. Seperti terlihat pada Tabel 2, nilai minimum sebesar 0,187 yang dimiliki oleh Tax Avoidance (TA) terdapat di tahun 2018 pada perusahaan Kino Indonesia Tbk. Untuk nilai maksimum TA sebesar 0,334 terdapat di 2018 pada perusahaan Mustika Ratu Tbk. Kemudian rata-rata sebesar 0,253 yang dimiliki TA lebih besar jika dibandingkan dengan standar deviasi yang bernilai 0,034, sehingga keberagaman TA relatif kecil.
Nilai minimum -0,198 yang dimiliki Pertumbuhan Penjualan (SG) diperoleh dari perusahaan Merk Sharp Dohme Pharma Tbk. pada tahun 2019. Untuk nilai maksimum SG sebesar 0,364 terdapat di tahun 2019 pada perusahaan Sekar Bumi Tbk.
Nilai rata-rata SG sebesar 0,052 lebih kecil jika dibandingkan dengan standar deviasi yang bernilai 0,107, sehingga menunjukkan keberagaman SG relatif besar.
Nilai minimum sebesar 0,021 yang dimiliki Profitabilitas (ROA) terdapat di tahun 2019 pada perusahaan Kino Indonesia Tbk. Untuk nilai maksimum ROA sebesar 0,243 terdapat di tahun 2019 pada perusahaan Industri Jamu & Farmasi Sido Muncul Tbk. Nilai rata-rata ROA sebesar 0,094 lebih besar jika dibandingkan dengan standar deviasi yang bernilai 0,046, sehingga keberagaman ROA relatif kecil.
Nilai minimum sebesar 26,915 yang dimiliki Ukuran Perusahaan (SIZE) terdapat di tahun 2018 pada perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk. Untuk nilai maksimum SIZE sebesar 33,642 terdapat di tahun 2018 pada perusahaan Indofood
Sukses Makmur Tbk. Nilai rata-rata SIZE sebesar 28,910 lebih besar jika dibandingkan dengan standar deviasi yang bernilai 1,607, sehingga keberagaman SIZE relatif kecil.
Tabel 2. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Minimum Maksimum Rata-rata Std. Deviasi
TA 0,187 0,334 0,253 0,034
SG -0,198 0,364 0.052 0,108
ROA 0,021 0,243 0,094 0,046
SIZE 26,915 33,642 28,910 1,607
Sumber: Data diolah, 2022
Hasil Uji Asumsi Klasik
Tujuan dilakukannya pengujian asumsi klasik adalah untuk mendapatkan model regresi yang memenuhi kriteria Best Linier Unblased Estimator (BLUE). Dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa terdapat 4 uji yang meliputi uji normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Pada uji Normalitas, data diukur menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan nilai signifikansi sebesar 0,200 yang bernilai lebih besar dari level signifikan (0,200 > 0,05), itu berarti model yang digunakan berdistribusi normal. Kemudian, dasar pengambilan keputusan pada uji Multikolinieritas yaitu nilai Tolerance > 0,05 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF)
> 10. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 3, menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas. Lalu pada uji Autokorelasi, hasil pengujian Durbin Watson menunjukkan nilai 2,111. Penelitian ini menggunakan 69 data observasi dengan 3 variabel independen, maka nilai dU sebesar 1,7015 dan 4-dU adalah 2,2985 Autokorelasi tidak terjadi jika dU < dw < 2-dU sehingga dapat diartikan data tidak mengalami autokorelasi. Selanjutnya mengenai Heteroskedastisitas, pengujian dilakukan dengan Glejser Test yakni meregresikan absolute residual dengan masing- masing variabel independen. Heteroskedastisitas tidak terjadi jika nilai signifikansinya di atas 0,05. Dari hasil yang diperoleh, menunjukkan tidak adanya Heteroskedastisitas.
Tabel 3. Hasil Uji Asumsi Klasik
Model Normalitas Multikolineritas Autokorelasi Heteroskedastisitas
Asym. Sig.
(2-tailed) Tolerance VIF
Durbin-
Watson Sig
1 Konstanta 0,200 2,111 0,467
SG 0,956 1,046 0,640
ROA 0,929 1,077 0,276
SIZE 0,969 1,032 0,973
Sumber: Data diolah, 2022
Hasil Uji Hipotesis
Pada Tabel 4, terdapat nilai konstan sebesar 0,140 yang artinya jika variabel bebas yaitu pertumbuhan penjualan dan profitabilitas bernilai 0, maka persentase ETR atau besarnya tingkat tax avoidance akan berkurang sebesar 0,140. Kemudian pada bagian uji T yang dilakukan, menunjukkan pertumbuhan penjualan mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,942. Besaran nilai yang lebih dari 0,05 menunjukkan tidak adanya pengaruh signifikan yang diberikan pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance, sehingga hipotesis satu (H1) yaitu pertumbuhan penjualan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance ditolak.
Kemudian hasil uji T untuk variabel profitabilitas bernilai 0,009. Besaran hasil yang kurang dari 0,05 memiliki arti bahwa terdapat pengaruh signifikan yang diberikan profitabilitas terhadap tax avoidance, sehingga menerima hipotesis dua (H2) yaitu profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
Nilai signifikansi untuk ukuran perusahaan adalah 0,024. Besaran hasil yang kurang dari 0,05 menandakan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan layak dijadikan sebagai variabel moderasi. Hasil pengujian hipotesis tiga menunjukkan bahwa koefisien interaksi antara ukuran perusahaan dan pertumbuhan penjualan menunjukkan nilai positif, yaitu 0,001 dengan taraf signifikansi sebesar 0,665. Meskipun memiliki nilai positif, akan tetapi besaran signifikansi melebihi 0,05 sehingga hipotesis tiga (H3) yaitu ukuran perusahaan memperkuat pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance ditolak.
Profitabilitas sebagai variabel independen jika diinteraksikan dengan ukuran perusahaan sebagai variabel moderasi memiliki nilai positif sebesar 0,007 dan taraf signifikansi sebesar 0,044. Besaran yang bernilai kurang dari 0,05 memiliki arti bahwa terdapat pengaruh signifikan yang diberikan ukuran perusahaan terhadap profitabilitas.
Oleh karena itu, hipotesis 4 (H4) yaitu ukuran perusahaan memperlemah pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance ditolak.
Uji F pada Tabel 4, menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,015. Besaran signifikansi yang bernilai kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa semua variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Sementara Adjusted R Square yang bernilai 0,134, memiliki arti bahwa 1,34% variasi dari variabel dependen yaitu tax avoidance dapat dijelaskan oleh variabel independen pada penelitian ini.
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis
Model Unstandardized
Coefficients
T Keterangan Hipotesis
B Std.Error Sig
1 Konstanta 0,140 0,061 0,026
SG -0,003 0,037 0,942 Ditolak
ROA -0,271 0,101 0,009 Diterima
SIZE 0,008 0,003 0,024
SG*SIZE 0,001 0,001 0,665 Ditolak
ROA*SIZE 0,007 0,003 0,044 Diterima
F Sig 0,015
Koefisien Determinasi
Adjusted R Square
0.134
Sumber: Data diolah, 2022 Pembahasan
Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Tax Avoidance
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance, maka dapat diartikan bahwa tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan penjualan suatu perusahaan, tidak mempengaruhi terjadinya tax avoidance. Perusahaan yang pertumbuhan penjualannya tinggi, akan mengalami kenaikan laba perusahaan dan beban pajak. Tingginya pertumbuhan penjualan dapat menarik perhatian fiskus dalam menghitung beban pajak
yang ditanggung perusahaan. Dengan demikian, perusahaan cenderung berhati-hati dalam merencanakan kebijakan perpajakan, dan tidak dapat melakukan penghindaran pajak. Begitu pula ketika tingkat pertumbuhan penjualan rendah, maka perusahaan tidak akan melakukan tax avoidance dikarenakan beban pajak juga sudah menurun.
Hasil ini mendukung penelitian Wulandari & Maqsudi (2019) dan Carolina &
Purwantini (2020) yang menggunakan pertumbuhan penjualan sebagai variabel independen untuk menguji apakah terdapat pengaruh terhadap tax avoidance.
Sementara hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Irawati et al. (2020), Sugiyarti (2017) dan Dewinta & Setiawan (2016) yang dimana pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap tax avoidance. Alasan yang memperkuat hasil temuan ini adalah perusahaan yang pertumbuhan penjualannya tinggi, tidak menjamin bahwa laba yang diperoleh juga tinggi. Bisa saja pertumbuhan penjualan naik tetapi perolehan labakecil dikarenakan tingginya beban atau biaya yang harus ditanggung. Oleh sebab itu tinggi rendahnya pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh kepada penghindaranpajak.
Pengaruh Profitabilitas terhadap Tax Avoidance
Hasil temuan memberikan bukti empiris bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Proksi Return on Assets (ROA) yang mencerminkan kinerja keuangan suatu perusahaan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas maka semakin optimal kinerja pengelolaan keuangan perusahaan. Hal tersebut diasumsikan bahwa perusahaan akan lebih mampu dalam mengatur pendapatan, laba, dan pembayaran pajak sehingga dapat mempengaruhi tingkat tax avoidance.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Suardana (2014), Hidayat (2018), dan Sari
& Kinasih (2021). Namun tidak sejalan dengan penelitian Irawati et al. (2020) dan Sulaeman (2021) yang dimana profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Ketika perusahaan memperoleh laba yang tinggi, pajak yang ditanggung pun juga akan tinggi, inilah yang akan menurunkan jumlah laba tahun berjalan, sehingga perusahaan akan memilih untuk melakukan tax avoidance supaya meniminalkan pajak dengan tanpa mengurangi kompensasi yang diperoleh.
Pengaruh Ukuran Perusahaan yang memoderasi Pertumbuhan Penjualan terhadap Tax Avoidance
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel moderasi yaitu ukuran perusahaan dapat secara independen mempengaruhi tax avoidance, hasil penelitian yang sama juga terdapat pada penelitian (Yahaya & Yusuf, 2020). Meskipun begitu, ukuran perusahaan jika diinteraksikan dengan pertumbuhan penjualan ternyata tidak dapat memoderasi pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance.
Pertumbuhan penjualan mempresentasikan keberhasilan investasi di masa lalu dan menjadi acuan dalam memprediksi pertumbuhan penjualan dimasa depan. Ketika tingkat pertumbuhan penjualan naik, laba akan meningkat, dan pajak yang harus dibayarkan pun juga akan meningkat. Besar kecilnya perusahaan tidak dapat memoderasi pengaruh tersebut dikarenakan setiap manajemen perusahaan akan memiliki perlakuan yang berbeda dalam manajemen laba dan perencanaan pajak.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Uliandari & Purwasih (2021) dimana ukuran perusahaan tidak memperkuat ataupun memperlemah pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance. Namun bertentangan dengan penelitian Anggraeni
& Oktaviani (2021).
Pengaruh Ukuran Perusahaan yang Memoderasi Profitabilitas Terhadap Tax Avoidance
Hasil pengujian membuktikan bahwa ukuran perusahaan memoderasi pengaruh profitabilitas terhadap tax avoidance. Perusahaan yang termasuk ke dalam skala besar akan cenderung mendapatkan perhatian lebih besar dari pemerintah. Selain memperhatikan besaran pajak yang ditanggung, fiskus juga akan menilai kinerja manajemen perusahaan, sehingga akan berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Hutapea & Herawaty (2020) yang dimana ukuran perusahaan dapat memoderasi pengaruh signifikan profitabilitas terhadap tax avoidance. Sementara bertentangan dengan penelitian Stawati (2020) yang menjadikan ukuran perusahaan sebagai pemoderasi pengaruh profitabilitas terhadap tax avoidance. Perusahaan berskala besar cenderung memiliki laba yang stabil
dibandingkan perusahaan berskala kecil, sehingga perusahaan besar dianggap mampu dalam membayar pajak, sehingga akan memperkuat pengaruh profitabilitas terhadap tax avoidance.
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang dapat ditimbulkan pertumbuhan penjualan, dan profitabilitas terhadap tax avoidance dengan penambahan variabel moderasi yaitu ukuran perusahaan pada perusahaan manufaktur sub sektor industri consumer goods. Sales Growth (SG) sebagai proksi dari pertumbuhan penjualan tidak memberikan pengaruh terhadap tax avoidance. Sedangkan profitabilitas yang diukur dengan Return On Assets (ROA) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance. Kemudian ukuran perusahaan tidak dapat memoderasi pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance akan tetapi dapat memoderasi pengaruh signifikan profitabilitas terhadap tax avoidance. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bukti empiris dan menambah rujukan bagi akademisi mengenai perpajakan khususnya praktik tax avoidance yang dilakukan perusahaan manufaktur. Pada sisi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan pertimbangan pemerintah dalam menekan maupun mencegah terjadinya praktik penghindaran pajak.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah jumlah sampel perusahaan manufaktur sub sektor consumer goods yang hanya menggunakan 23 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2017-2019. Hal ini disebabkan oleh banyaknya data outlier yang dapat mengurangi jumlah sampel, sehingga disarankan peneliti selanjutnya dapat menambah rentang waktu penelitian dan tetap menggunakan sampel perusahaan manufaktur sub sektor consumer goods agar tidak terjadi banyak pengurangan data dan hasil interprestasi yang lebih akurat.
Lebih lanjut, ukuran perusahaan dalam penelitian ini gagal memoderasi pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap tax avoidance sehingga peneliti menyarankan untuk menggunakan indikator lain pada ukuran perusahaan, seperti kapitalisasi pasar dan nilai pasar saham.