• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Badan Pertanahan Nasional. 1. Definisi dan Dasar Hukum Badan Pertanahan Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan tentang Badan Pertanahan Nasional. 1. Definisi dan Dasar Hukum Badan Pertanahan Nasional"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Badan Pertanahan Nasional

1. Definisi dan Dasar Hukum Badan Pertanahan Nasional

Badan Pertanahan Nasional atau disingkat BPN, merupakan suatu lembaga pemerintah yang membidangi masalah pertanahan di Indonesia.

Hal ini merujuk kepada Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional, dimana Kepres tersebut merupakan dasar hukum awal atau tonggak terbentuknya BPN di Indonesia, dalam Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional disebutkan bahwa:

(1) Badan Pertanahan Nasional, dalam Keputusan Presiden ini selanjutnya disebut Badan Pertanahan, adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

(2) Badan Pertanahan dipimpin oleh seorang Kepala.

Sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional, bahwa BPN termasuk lembaga Pemerintahan yang bukan bagian dari Departemen, selain itu juga disebutkan bahwa BPN merupakan lembaga yang memiliki tanggung jawab secara langsung kepada Presiden. BPN dalam pendiriannya kemudian diberikan tugas, fungsi dan wewenang yang didasarkan dengan peraturan perundang-undangan.

(2)

Dalam perkembangannya, dasar hukum BPN saat ini telah diatur melalui Peraturan Presiden, dan dapat diartikan bahwa dasar hukum BPN tidak lagi menggunakan Keputusan Presiden yang merupakan dasar hukum awal terbentuknya BPN. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, bahwa mengenai pengertian dari BPN diuraikan berbeda dengan yang termaktub dalam Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 diatas.

Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional menyebutkan bahwa:

1) Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut BPN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

2) BPN dipimpin oleh seorang Kepala.

Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa yang membedakan dengan pengertian BPN berdasarkan Kepres diantaranya adalah berkaitan dengan penyebutannya. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 telah menyebutkan Badan Pertanahan Nasional sebagai BPN, sementara dalam Pasal 1 angka (1) Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 masih menyebut Badan Pertanahan Nasional sebagai Badan Pertanahan saja. Sementara berkaitan dengan tanggung jawab BPN terhadap presiden masih berlaku sama baik pada Kepres maupun pada Perpres tersebut.

(3)

2. Tugas Badan Pertanahan Nasional

Pada awal terbentuknya, berdasarkan ketentuan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional, bahwa Badan Pertanahan bertugas membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan baik berdasarkan UUPA maupun peraturan perundang-undangan lain yang meliputi pengaturan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, pengurusan hak-hak tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden.

Sementara itu, berkenaan dengan tugas dari BPN tersebut diuraikan berbeda dengan Peraturan baru yang berkaitan dengan BPN. Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional menyebutkan bahwa BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Fungsi Badan Pertanahan Nasional

Didasarkan pada Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional, dalam melaksanakan tugasnya Badan Pertanahan menyelenggarakan fungsi:

1) Merumuskan kebijakan dan perencanaan penguasaan dan penggunaan tanah;

2) Merumuskan kebijakan dan perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan prinsip-prinsip bahwa tanah mempunyai fungsi sosial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria;

(4)

3) Melaksanakan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran tanah dalam upaya memberikan kepastian hak di bidang pertanahan;

4) Melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka memelihara tertib administrasi di bidang pertanahan;

5) Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan serta pendidikan dan latihan tenaga-tenaga yang diperlukan di bidang administrasi pertanahan;

6) Lain-lain yang ditetapkan oleh Presiden.

Dalam perkembangannya, dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, dalam hal fungsi diketahui bahwa fungsi sebagaimana yang diuraikan dengan Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 juga mengalami perubahan, dimana perubahan tersebut termasuk pada fungsi dari BPN yang semakin bertambah apabila dibandingkan dengan fungsi BPN pada awal terbentuknya. Perubahan tersebut menunjukkan bahwa terdapat usaha dari Pemerintah supaya BPN memiliki fungsi yang semakin kompleks yang disesuaikan dengan kondisi pertanahan di Indonesia saat ini.

Berkaitan dengan fungsi dari BPN sendiri, telah diuraikan berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015, BPN menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;

b. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;

(5)

c. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;

d. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan;

e. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;

f. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan;

g. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;

h. Pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;

i. Pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan;

j. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan k. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang

pertanahan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 yang telah disebutkan diatas, dapat diketahui mengenai fungsi dari BPN yang telah disebutkan secara jelas dan rinci, maka dari itu terhadap fungsi yang telah diberikan tersebut tidak dapat dikurangi ataupun ditambahkan kecuali dengan peraturan yang baru.

4. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional

BPN sebagai suatu lembaga pemerintah memiliki kewenangan tertentu. Kewenangan BPN dalam bidang pertanahan yakni sesuai dengan TAP MPR Nomor: IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan

(6)

Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang perlu mewujudkan konsepsi kebijakan dan sistem pertanahan nasional yang utuh dan terpadu. Sebagai cerminan tindak lanjut dari upaya pemerintah dalam mewujudkan konsepsi kebijakan dan sistem Pertanahan Nasional yang utuh dan terpadu, serta untuk melaksanakan TAP MPR Nomor: IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Maka selanjutnya dikeluarkanlah Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka percepatan pembangunan nasional dan daerah, yang meliputi penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU), penyempurnaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dan Rancangan Undang-Undang tentang hak atas tanah serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pertanahan.

Kewenangan yang dimiliki oleh BPN berdasarkan Pasal 1 Keppres Nomor 34 Tahun 2003 dalam rangka mewujudkan konsepsi, kebijakan dan sistem pertanahan nasional yang utuh dan terpadu, serta sebagai bentuk pelaksanaan terhadap TAP MPR Nomor: IX/MPR/2001 yakni melakukan percepatan di bidang:1

1) Penyusunan Rancangan Undang-undang penyempurnaan Undang- undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Rancangan Undang-undang tentang Hak Atas Tanah serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pertanahan.

1 Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan

(7)

2) Pembanguan sistem informasi dan manajemen pertanahan yang meliputi:

a) Penyusunan basis data tanah-tanah aset negara/pemerintah daerah di seluruh Indonesia;

b) Penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan kepemilikan tanah, yang dihubungkan dengan e-commerce dan e- payment;

c) Pemetaan kadasteral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi informasi untuk menunjang kebijakan pelaksanaan landreform dan pemberian hak atas tanah;

d) Pembangunan dan pengembangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui sistem informasi geografi dengan mengutamakan penetapan zona sawah beririgasi dalam rangka memelihara ketahanan pangan nasional.

B. Tinjauan Umum Pendaftaran Tanah di Indonesia 1. Pengertian Pendaftaran Tanah

Secara terminologi, pendaftaran tanah sendiri berasal dari kata cadastre, yang merupakan suatu istilah teknis untuk suatu rekaman atau record, hal tersebut dalam menunjukkan luas, nilai, dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah. Kata tersebut merupakan bahasa Latin yakni capistratum yang berarti suatu register atau unit yang dibuat untuk pajak

(8)

tanah Romawi. Cadastre berarti rekaman terhadap lahan-lahan, atau nilai dari tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan.

Cadastre dapat diartikan sebagai alat yang tepat untuk memberikan suatu uraian dan identifikasi, serta dapat digunakan sebagai rekaman yang sifatnya berkesinambungan dari hak atas tanah.2

Menurut Boedi Harsono, pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian, yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus-menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.3

Pengertian pendaftaran tanah juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (9) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya

2 A.P. Parlindungan, 1999, Pendaftaran Tanah Di Indonesia (Berdasarkan PP.No24/1997dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah PP. 37 Tahun 1998), Bandung: CV.Mandar Maju, h. 18-19.

3 Boedi Harsono, 2013, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid I, Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Jakarta: Penerbit Trisakti, h. 72.

(9)

bagi bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pendaftaran tanah adalah juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan tujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah.4 Pendaftaran tanah merupakan suatu kepentingan bagi pemerintah maupun bagi masyarakat. Maka dari itu sudah menjadi tugas bagi Pemerintah untuk dapat melaksanakan pendaftaran tanah secara merata sehingga dapat memberikan jaminan berupa kepastian hukum dalam bidang pertanahan.

2. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria merupakan peraturan pokok pendaftaran tanah di Indonesia saat ini. Pasal tersebut menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia, menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) tersebut selanjutnya pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksana yakni dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

Seiring berjalannya waktu, Peraturan Pemerintah tersebut dianggap tidak lagi dapat mendukung secara maksimal dalam pembangunan nasional di bidang pertanahan, maka dari itu perlu untuk dilakukan

4 Isdiyana Kusuma Ayu, Kepastian Hukum Penguasaan Tanah Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kota Batu, Mimbar Hukum, Vol. 31 No. 3, Oktober 2019, h. 339.

(10)

penyempurnaan. Demi menyempurnakan Peraturan Pemerintah tersebut Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Penyempurnaan yang dilakukan oleh pemerintah sebagaimana terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961, antara lain yakni:5

1) Penegasan pengertian pokok-pokok penyelenggaraan pendaftaran tanah, asas, dan tujuan penyelenggaraannya;

2) Mempertegas dan memperluas tujuan pendaftaran tanah, disamping itu menjamin kepastian hukum terhadap hak atas tanah, serta menyediakan dan menyajikan informasi data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah/bidang-bidang tanah (Pasal 3);

3) Memperjelas mengenai bentuk tanggung jawab dan hubungan kerja PPAT dalam menyelenggarakan pendaftaran tanah (Pasal 7);

4) Diperkenalkan lembaga ajudifikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematis untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan (Pasal 8), dimana Panitia Ajudikasi diberikan kewenangan yang cukup besar yang diharapkan pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dipercepat;

5) Adanya penyederhanaan dan kemudahan prosedur dalam pengumpulan data yuridis terutama pembuktian hak lama/asal konversi (Pasal 24);

5 I Ketut Oka Setiawan, 2019, Hukum Pendaftaran Tanah dan Hak Tanggungan, Jakarta:

Sinar Grafika, h. 16-17.

(11)

6) Dimungkinkan pembuktian penguasaan/pemilikan hak atas tanah dengan bukti penguasaan fisik selama 10 tahun atau lebih secara berturut-turut (dengan syarat dikuasai dengan iktikad baik, terbuka, saksi terpercaya, dan tidak dipermasalahkan oleh masyarakat sekitar);

7) Mengantisipasi pemanfaatan teknologi maju (baru) menggunakan elektronik/komputer maupun mikrofilm (Pasal 35 ayat (5));

8) Dimungkinkan hasil rekaman peralatan elektronik maupun mikrofilm untuk dapat mempunyai kekuatan pembuktian setelah ditandatangani pejabat dan dibubuhi cap kantor pertanahan (Pasal 35 ayat (6));

9) Memberlakukan lembaga rechtverwerking dengan tujuan untuk memberikan penguatan dari pemberian kepastian hukum terhadap penerbitan sertifikat sebagai alat bukti yang kuat (Pasal 32 ayat (2);

10) Dimungkinkan dilaksanakan pembukuan hak atas bidang-bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya belum lengkap atau masih dalam sengketa, dengan catatan yakni selama buku tanah masih ada catatan mengenai kurang lengkapnya dan masih adanya sengketa data fisik dan data yuridisnya, maka penerbitan sertifikatnya ditangguhkan hingga dihapuskannya catatan-catatan tersebut (Pasal 35).

3. Penyelenggara dan Pelaksana Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan mengenai pihak yang ditetapkan sebagai penyelenggara dan pelaksana dalam kegiatan pendaftaran tanah. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

(12)

menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh BPN.

Selanjutnya Pasal 6 yang berbunyi:

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada Pejabat lain.

(2) Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian diatas, telah secara jelas disebutkan mengenai pihak yang melaksanakan pendaftaran tanah adalah BPN (Pasal 5), kemudian mengenai tugas pelaksanaan pendaftaran tanah sendiri dilaksanakan oleh Kepala BPN, namun berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tersebut dalam hal pelaksanaan pendaftaran tanah dikecualikan terhadap kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah ditetapkan untuk menjadi tugas dari pihak atau pejabat lainnya.

Sebagaimana dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan bahwa pihak lain yang dapat ikut serta dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dalam kegiatan-kegiatan tertentu adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

(13)

dan pejabat lain yang ditugaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah maupun peraturan lain yang berhubungan dengan pendaftaran tanah. Yang dimaksud dengan kegiatan- kegiatan tertentu yang pelaksanaannya ditugaskan kepada pejabat lain, adalah kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan, misalnya pengukuran titik dasar teknik, pemetaan fotogrametri dan lain sebagainya.6

Sementara itu, pada Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juga menyebutkan yakni:

1) PPAT sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

2) Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT Sementara.

3) Peraturan jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

Pelaksana pendaftaran tanah juga dapat dilakukan oleh panitia ajudikasi, dimana panitia ajudikasi berperan untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan dan pembentukan panitia ajudikasi tersebut dilakukan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa:

6 Pasal 6 ayat (1) Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

(14)

(1) Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Susunan Panitia Ajudikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. Seorang Ketua Panitia, merangkap anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional;

b. Beberapa orang anggota yang terdiri dari :

1) Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang pendaftaran tanah;

2) Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah;

3) Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang Pamong Desa/Kelurahan yang ditunjuknya;

(3) Keanggotaan Panitia Ajudikasi dapat ditambah dengan seorang anggota yang sangat diperlukan dalam penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah di wilayah desa/kelurahan yang bersangkutan.

(4) Dalam melaksanakan tugasnya Panitia Ajudikasi dibantu oleh satuan tugas pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan tugas adzw2ministrasi yang tugas, susunan dan kegiatannya diatur oleh Menteri.

(5) Tugas dan wewenang Ketua dan anggota Panitia Ajudikasi diatur oleh Menteri.

(15)

4. Asas-Asas Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan pendaftaran tanah perlu dilaksanakan dengan asas-asas yang telah ditetapkan, dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka.7 Asas-asas sebagaimana yang telah ditetapkan tersebut bertujuan agar nantinya pendaftaran tanah yang dilaksanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pemerintah.

Mengenai asas-asas diatas, berdasarkan penjelasan pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah diuraikan sebagai berikut:

1) Asas Sederhana

Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan- ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

2) Asas Aman

Asas ini dimaksudkan untuk menunjukkan, memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan dari pendaftaran tanah itu sendiri.

3) Asas Terjangkau

Asas ini dimaksudkan terhadap keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Dengan demikian maka diharapkan pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus terjangkau bagi para pihak yang memerlukan.

7 Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah

(16)

4) Asas Mutakhir

Pada asas ini dimaksudkan untuk menuntut terpeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan, data tersebut selalu disimpan di Kantor Pertanahan sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

5. Tujuan Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan dengan memperhatikan tujuan-tujuan sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan. Tujuan tersebut menjadi hasil akhir dari pelaksanaan pendaftaran tanah, pendaftaran tanah tersebut bertujuan untuk:

1) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak- hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

2) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

3) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.8

8 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

(17)

6. Objek Pendaftaran Tanah

Berkaitan dengan objek yang dapat dilakukan pendaftaran tanah telah disebutkan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 tersebut bahwa yang dapat menjadi objek dalam pendaftaran tanah meliputi:

1) Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP);

2) Tanah Hak Pengelolaan;

3) Tanah Wakaf;

4) Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS);

5) Hak Tanggungan (HT);

6) Tanah Negara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) diatas, mengenai objek pendaftaran tanah sendiri dibagi menjadi 6 (enam) macam yakni sebagaimana telah disebutkan diatas.

7. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan pendaftaran tanah pada dasarnya terdiri atas dua jenis kegiatan, kegiatan tersebut yakni kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Berkaitan dengan kedua jenis kegiatan dalam pendaftaran tanah tersebut yang diuraikan dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yaitu:

(1) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:

a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik;

(18)

b. Pembuktian hak dan pembukuannya;

c. Penerbitan sertipikat;

d. Penyajian data fisik dan data yuridis;

e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

(2) Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:

a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;

b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

Selanjutnya pada proses pendaftaran tanah untuk pertama kali kemudian dibagi menjadi dua cara, yakni dapat dilakukan secara sistematik dan secara seporadik.

1) Pendaftaran Tanah Sistematik

Pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintan Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan mengenai maksud dari pendaftaran tanah secara sistematis. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwasannya pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri.

Pelaksana pendaftaran tanah sistematik ini berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yakni:

Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

(19)

2) Pendaftaran Tanah Seporadik

Sementara berkaitan dengan pendaftaran tanah secara seporadik yakni sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa pendaftaran tanah secara seporadik tersebut dalam pelaksanaannya dilakukan atas permintaan pihak yang berkepentingan.

Selain kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali juga terdapat kegiatan pemeliharaan data. Dalam pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah melalui pemeliharaan data tersebut, pihak dalam pemeliharaan data disebutkan dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu:

(1) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar.

(2) Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan.

C. Tinjauan Umum Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 1. Pengertian Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang selanjutnya disingkat PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan dan

(20)

penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.9

Latar belakang dari adanya program PTSL diakibatkan oleh pemerintah yang masih menemukan banyaknya tanah di Indonesia yang belum bersertifikat, sementara sertifikat tanah sangat penting untuk dimiliki. Hal ini dikarenakan sertifikat tanah merupakan alat bukti yang kuat terhadap penguasaan tanah oleh masyarakat.10 Berangkat dari dari itu, dengan adanya program PTSL tersebut terlihat mengenai tujuan pemerintah yakni untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat melalui sertifikat tanah yang dalam pelaksanaan program PTSL tersebut dilakukan dengan biaya yang murah.

2. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

Demi mendorong keterjaminan perlindungan hukum bagi masyarakat pemilik tanah, dimana Pemerintah menetapkan kebijakan melalui program PTSL. Dalam pelaksanannya, program PTSL tersebut didasarkan dengan peraturan-peraturan lain sebagai dasar hukumnya demi menjamin terlaksananya program tersebut. Dasar hukum diselenggerakannya program PTSL sendiri antara lain adalah:

1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria;

2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial;

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

9 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

10 Isdiyana Kusuma Ayu, Op.Cit., h. 339.

(21)

4) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional;

5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

6) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;

7) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;

8) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap;

9) Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.

3. Tujuan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

Tujuan dari program PTSL disebutkan yakni dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Sebagaimana ketentuan Pasal tersebut menjelaskan bahwa

(22)

program PTSL tujuannya adalah untuk mewujudkan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah masyarakat secara pasti, sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan.

Sementara itu berkaitan dengan tujuan dari pelaksanaan pengukuran dan pemetaan bidang tanah secara sistematis lengkap yang mengelompok dalam satu wilayah desa/kelurahan diantaranya:11

1) Waktu pelaksanaan relatif lebih cepat dibandingkan pelaksanaan pengukuran dan pemetaan bidang tanah secara sporadik;

2) Mobilisasi dan koordinasi petugas ukur lebih mudah dilaksanakan;

3) Dapat sekaligus diketahui bidang-bidang tanah yang belum terdaftar dan yang sudah terdaftar dalam satu wilayah desa/kelurahan;

4) Dapat sekaligus diketahui bidang-bidang tanah yang bermasalah dalam satu wilayah desa/kelurahan;

5) Persetujuan batas sebelah menyebelah (asas contradictoir delimitatie) relative lebih mudah dilaksanakan.

6) Dapat memperbaiki/melengkapi peta dasar pendaftaran.

Berdasarkan tujuan-tujuan yang telah diuraikan diatas, dapat dipahami bahwa program PTSL merupakan program yang diselenggarakan oleh Pemerintah yakni melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan

11 Aulia Mariati dan Lego Karjoko, 2017, Implementasi Asas Akuntabilitas dalam Pendaftaran Tanah Secara Sistematik Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Semarang, Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, hlm. 37

(23)

Pertanahan Nasional merupakan program yang memiliki tujuan-tujuan yang sudah disebutkan secara jelas dan diharapkan dapat dilaksanakan dan tercapai dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, khususnya masyarakat.

4. Tahapan Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

Ketentuan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap disebutkan mengenai tahapan dari pelaksanaan program PTSL, yaitu sebagai berikut:

a. Perencanaan;

b. Penetapan lokasi;

c. Persiapan;

d. Pembentukan dan penetapan panitia ajudikasi PTSL dan satuan tugas;

e. Penyuluhan;

f. Pengumpulan data fisik dan pengumpulan data yuridis;

g. Penelitian data yuridis untuk pembuktian hak;

h. Pengumuman data fisik dan data yuridis serta pengesahannya;

i. Penegasan konversi, pengakuan hak dan pemberian hak;

j. Pembukuan hak;

k. Penerbitan sertipikat hak atas tanah;

l. Pendokumentasian dan penyerahan hasil kegiatan; dan m. Pelaporan.

Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan objek, subjek, alas hak, dan proses serta pembiayaan kegiatan

(24)

program PTSL.12 Selanjutnya berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap disebutkan bahwa:

(1) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan PTSL, maka secara bertahap:

a. Kepala Kantor Pertanahan menetapkan lokasi penyebaran target PTSL yang dikonsentrasikan pada beberapa desa/kelurahan dan/atau kecamatan; dan

b. Kepala Kantor Wilayah BPN menetapkan lokasi penyebaran target PTSL yang dikonsentrasikan pada beberapa Kabupaten/kota dalam satu provinsi.

(2) Kepala Kantor Wilayah BPN dapat melakukan mobilisasi/penugasan pegawai dari Kantor Wilayah BPN dan dari Kantor Pertanahan ke Kantor Pertanahan lain dengan memperhatikan dan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia yang ada di lingkungan Kantor Pertanahan dan Kantor Wilayah BPN.

(3) Penugasan pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang diperbantukan untuk melaksanakan PTSL pada Kantor Pertanahan yang ditunjuk dibuat dalam bentuk Keputusan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

12 Pasal 4 ayat (5) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

(25)

5. Penyelesaian Kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

Dalam pelaksanaannya, program PTSL terdapat kategori-kategori dalam penyelesaiannya. c tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut disebutkan bahwa:

(1) Penyelesaian kegiatan PTSL terdiri atas 4 (empat) kluster, meliputi:

a. Kluster 1, yaitu bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya memenuhi syarat untuk diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanah;

b. Kluster 2, yaitu bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya memenuhi syarat untuk diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanahnya namun terdapat perkara di Pengadilan dan/atau sengketa;

c. Kluster 3, yaitu bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya tidak dapat dibukukan dan diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanah karena subjek dan/atau objek haknya belum memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini; dan

d. Kluster 4, yaitu bidang tanah yang objek dan subjeknya sudah terdaftar dan sudah bersertipikat Hak atas Tanah, baik yang belum dipetakan maupun yang sudah dipetakan namun tidak sesuai dengan kondisi lapangan atau terdapat perubahan data fisik, wajib dilakukan pemetaannya ke dalam Peta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

(2) Kluster 4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan kegiatan dalam rangka pembangunan sistem pemetaan bidang tanah dalam satu kesatuan wilayah administrasi desa/kelurahan secara lengkap.

(26)

e. Pembiayaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dilaksanakan dengan pembiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yaitu menyebutkan:

(1) Sumber pembiayaan PTSL dapat berasal dari:

a. Daftar Isian Program Anggaran (DIPA) Kementerian;

b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, Kabupaten/Kota;

c. Corporate Social Responsibility (CSR), Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, badan hukum swasta;

d. Dana masyarakat melalui Sertipikat Massal Swadaya (SMS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

(2) Sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembiayaan PTSL dapat juga berasal dari kerjasama dengan pihak lain yang diperoleh dan digunakan serta dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Biaya PTSL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dialokasikan juga untuk:

a. Pembayaran honorarium Panitia Ajudikasi PTSL, yang bukan merupakan anggota Satgas Fisik, Satgas Yuridis dan Satgas Administrasi; dan

(27)

b. biaya mobilisasi/penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).

(4) Dalam hal anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat tidak atau belum disediakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dialokasikan melalui revisi anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(28)

Referensi

Dokumen terkait

kriteria tertentu tersebut, dalam proses penunjukan anggota Komisaris dan Direksi, perlu dilakukan melalui mekanisme yang formal dan transparan, sehingga anggota

Melalui penelitian ini diharapkan salah satu formulasi pakan fermentasi berbahan dasar serbuk gergaji kayu jati ( Tectona grandits L.f ) dengan kombinasi tanaman

Bila dibandingkan dengan rata-rata anjuran makan nasi yang dianjurkan untuk kelopok umur tersebut, maka konsumsi nasi pada contoh penelitian ini baik laki-laki

Dari kegiatan penelitian rancang bangun rangkaian pengkondisi sinyal untuk sensor nitrat amperometrik ini, dapat diperoleh simpulan bahwa pembuatan rangkaian pengkondisi sinyal

Para dosen dan rekan-rekan penulis di Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muria Kudus yang telah banyak memberikan bantuan

Betapa pengukuran kinerja sangat penting dalam pengelolaan Perguruan Tinggi atau dunia pendidikan.Pembenahan sistem informasi dan administrasi khususnya untuk

Hasil uji ortogonal kontras perlakuan tepung ikan komersial (R0) memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata lebih tinggi (P<0,01) terhadap perlakuan R1, R2, R3, R4 dan

Orang tua yang menerapkan bahasa nasional (bahasa Indonesia) pada anak dalam tumbuh kembang sehari-hari di lingkungan bahasa ibu, mereka beranggapan dengan tindakan itu anak