VERSI POSTUR APBN:
1. KEM PPKF (rentang) 2. RAPBN
3. APBN a. APBN
b. APBN Perubahan c. Outlook
4. APBN realisasi
a. Realisasi Sementara b. LKPP anudited
c. LKPP audited
Gambar disalin dari buku Penyusunan APBN Kemenkeu
DPR sejak awal terlibat Penyusunan APBN (no 4) Ada Banggar
Ada Komisi terkait Ada Pleno
Gambar disalin dari buku Penyusunan APBN Kemenkeu
3/25
Januari 2019
penetapan arah kebijakan dan prioritas pembangunan
nasional
Maret 2019
penyusunan kapasitas fiskal resource envelope
29 April 2019 surat bersama Pagu Indikatif dan Rancangan
RKP
20 Mei 2019 Pengajuan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal, Kerangka Ekonomi Makro dan RKP ke
DPR (Banggar)
22 Juli 2019 surat bersama Pagu Anggaran dan Penyelesaian
penysunan RKA-K/L oleh Kementerian/Lembaga
16 Agustus 2019 Pidato Kenegaraan Presiden
RI dalam rangka Pengajuan RUU dan Nota Keuangan
RAPBN 2020
Pertengahan Agustus sd Akhir September Pembahasan RUU dan Nota
Keuangan RAPBN 2020
18 Oktober 2019 UU No 20 tahun 2019
tentang APBN 2020
November 2019 Penetapan Rincian APBN dalam Peraturan Presiden
November 2019
Penetapan dan Penyerahan DIPA
Desember 2019 DIPA K/L dan non K/L
Januari 2020 Pelaksanaan APBN
Gambar disalin dari sosialisasi Kemenkeu
PERUBAHAN POSTUR APBN 2020: Pendapatan turun drastis, Belanja naik signifikan, defisit melebar drastis, pembiayaan utang naik
berlipat, sisa lebih pembiayaan cukup besar. RAPBN (17 agt) APBN (18 okt). APBN Perubahan: Perpres 54 (3 April) dan perpres 70 (24 Juni)
2019 2020 2020 2020 2020 2020
Realisasi RAPBN APBN Perpres54 Perpres72Realisasi?
A PENDAPATAN NEGARA 1.960,63 2.221,55 2.233,20 1.760,88 1.699,95 1.615,00 B BELANJA NEGARA 2309,29 2.528,77 2.540,42 2.613,82 2.739,17 2.685,00 C KESEIMBANGAN PRIMER -73,13 -12,01 -12,01 -517,78 -700,43 -650,00 D SURPLUS/DEFISIT (B-A) -348,65 -307,23 -307,23 -852,94 -1.039,22 -1.070,00 E PEMBIAYAAN ANGGARAN 402,05 307,23 307,23 852,94 1.039,22 1.170,00 al: Pembiayaan Utang 437,58 351,85 351,85 1.006,40 1.220,46 1.220,00
Prakiraan Silpa: Rp100 T
5/25
REALISASI SEMENTARA
HINGGA AKHIR NOVEMBER
7/25
• Penerimaan Perpajakan Turun 5,4% sehingga Tax Ratio: 9,14% (arti luas)
• Penerimaan Pajak DJP Turun 5,9% antara lain memperhitungkan dampak dari:
✓ Penurunan pertumbuhan ekonomi dan perang harga minyak
✓ Fasilitas Pajak Insentif tahap II (PMK 23/2020)
✓ Relaksasi pajak tambahan → perluasan stimulus
✓ Pengurangan tarif PPh Badan menjadi 22%
✓ Potensi penundaan PPH dividen karena Omnibus Law
• Penerimaan Bea dan Cukai Turun 2,2% → memperhitungkan dampak stimulus pembebasan Bea Masuk untuk 19 industri
• PNBP turun Rp26,5%
✓ Migas turun karena perubahan asumsi ICP yang lebih rendah
✓ SDA Non Migas turun karena penurunan harga batu bara acuan
Pendapatan Negara Turun 10,0% atau mencapai 78,9% dari pagu APBN
OUTLOOK PENDAPATAN APBN 2020 DALAM KEDARURATAN COVID-19
Gambar disalin dari sosialisasi Kemenkeu
APBN 2020 menargetkan Pendapatan naik sebesar 14,02% diari tahun 2019. Target ini sudah tak realistis dilihat rata-rata kenaikan. Karena COVID-19, Perpres 54/2020
turun 10,03% (1760,9T). Perpres 72/2020 turun 13,23% (1699,5T). Realisasi: 1615T?
1958,6 2233,2
1760,9 1699,5
1615
14,02%
-10,09%
-13,23%
-17,54%
-30,00%
-20,00%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
0 500 1000 1500 2000 2500
Pendapatan Negara (triliun) Kenaikan (%)
2001-2004: 19,57%
2005-2009: 17,56%
2010-2014: 12,94%
2015-219: 4,49%
Sumber data: Kemenkeu; 2020: APBN (biru), Perpres 54 (kuning), perpres 72 (hijau), prakiraan realisasi (merah)
REALISASI PENDAPATAN 2015-2019 cenderung di bawah target (kecuali 2018).
Akibat Pandemi COVID-19, realisasi hanya di kisaran 75% dari target APBN semula
2.233,20
1.760,90 1699,95 85,60%
90,46%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
0,00 500,00 1.000,00 1.500,00 2.000,00 2.500,00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2020p1 2020p2
TARGET APBN REALISASI PERSENTASE CAPAIAN
2015-2019: 92,34%
2000-2004:100,84%
2010-2014: 98,584%
2005-2009:99,52%
Sumber data: Kementerian Keuangan; 2020: APBN, Perpres 54 dan Perpres 72
95%
9/25
Penerimaan perpajakan era SBY II dan Jokowi tak pernah mencapai target; Pandemi Covid-19 akan menurunkannya secara drastis. Sudah 2 kali direvisi signifikan
1.865.703
1.462.000 1404508 104,37%
100,44%
97,85% 97,42% 100,85%
98,60%
96,27% 99,79%
108,12%
95,09% 97,31% 99,45%
96,49%
93,81% 92,04%
83,29% 83,48%
91,23%
86,55%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 1.800.000 2.000.000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2020per
PENERIMAAN PERPAJAKAN APBN PENERIMAAAN PERPAJAKAN REALISASI PERSENTASI DARI TARGET
Sumber data: Kementerian Keuangan; 2020: APBN, perpres no 54, perpres no 72
Target APBN 2020 yang TIDAK REALISTIS dibanding realisasi 2019; APBN perubahan karena Pandemi menjadi momentum menurunkannya.
772265,7
929909
703344
670379
531.577,30 685875
529651
507516
0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000 1000000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2020p1 2020p2
PPH PPN PBB BPHTB Cukai Pajak Lainnya Pajak Perdagangan Internasional
Sumber data: Kementerian Keuangan; 2020: APBN; 2020p1: Perpres 54; 2020p2: Perpres 72
11/25
-50,00%
-40,00%
-30,00%
-20,00%
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2020p
PNBP Kenaikan
-80,00%
-60,00%
-40,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
0 50 100 150 200 250 300
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2020p
Penerimaan SDA Kenaikan
-60,00%
-40,00%
-20,00%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2020p
Bagain Laba BUMN Kenaikan
-0,3 -0,2 -0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
0 20 40 60 80 100 120 140
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2020p
PNBP Lainnya Kenaikan
2020: APBN; 2020p: Perpres72
10,76% 10,73% 10,77%
11,54%
9,71%
9,15% 9,48% 9,70% 9,65% 9,32% 9,20% 8,91%
8,47% 8,91%
8,42%
7,31%
16,49%
17,27%
15,79%
17,85%
13,54%
13,00% 13,89% 14,00% 13,66%
13,13%
11,63%
10,88% 10,70% 11,53%
10,74%
9,05%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
16,00%
18,00%
20,00%
2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 2 0 1 9 2 0 2 0
Tax ratio arti sempit Tax ratio arti luas
Sumber data: Kementerian Keuangan dan BPS, diolah; 2005-2019: realisasi; 2020: Perpres 72
13/25
Belanja Negara APBN 2020 direncanakan naik 10,24% dari realisasi 2019; Perpres 54/2020 naik 13,41%, Perpres 72/2020, naik 18,89%. Realisasi prakiraan IHN naik 16,54%
2.304,00
2.540,42 2613,8
2.739,17 2685
19,30%
30,90%
13,57%
30,10%
-4,90%
11,17%
24,27%
15,17%
10,67%
7,67%
1,65% 3,20%
7,67%
9,71%
4,90%
10,24%
13,41%
18,89%
16,54%
-10,00%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2020p1 2020p2 2020r
Belanja Negara Kenaikan
Sumber data: Kementerian Keuangan, diolah; 2020: APBN, Perpres 54, Perpres 72; 2020r: Realiasasi Prakiraan IHN
ALOKASI APBN 2020 NTUK MITIGASI COVID-19 DAN PEN BERUBAH BEBERAPA KALI, CENDERUNG BERTAMBAH. SEBAGIANNYA PERBAIKAN DALAM RINCIAN (NARASI) ADA JUGA UPAYA MELAKUKAN PENGHEMATAN/PENAJAMAN/REFOCUSING
15/25
17/25
REALISASI BELANJA NEGARA TIDAK TERSERAP OPTIMAL 2015-2019; 2020 optimal
99,62%
92,54%
89,50%
94,10%
99,17%
93,63%
98,02%
82,00%
84,00%
86,00%
88,00%
90,00%
92,00%
94,00%
96,00%
98,00%
100,00%
102,00%
0 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Belanja Negara APBN Belanja Negara realisasi Persentasi dari Target APBN
Sumber data: Kementerian Keuangan
Defisit dalam realisasi tidak sama dengan Pembiayaan Anggaran; dan dalam pos pembiayaan anggaran ada item PEMBIAYAAN UTANG
(pembiayaan dengan menambah utang), yang juga berbeda nilainya
-23,8 -14,4 -29,2 -49,8 -4,1 -88,7 -46,9 -84,4 -153,3 -211,7 -226,7 -298,5 -308,3 -341,0 -269,4 -345,6 -307,2 -852,9 -1039,7
20,8 8,9 29,4 42,5 84,1 112,6 91,6 130,9 175,2 237,4 248,9 323,1 334,5 366,6 305,7 398,9 307,2 852,9 1.039,7
21,2 12,3 9,4 33,3 70,7 90,1 95,3 106,3 140,8 223,2 255,7 380,9 403,0 429,1 372,0 428,7 351,85 1.006,4 1.220,5
2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 2 0 1 9 2 0 2 0 2 0 2 0 P 1 2 0 2 0 P 2
Defisit Pembiayaan Anggaran Pembiayaan Utang
Sumber data: Kemenkeu; 2020: APBN, Perpres 54, Perpres 72
19/25
Bagian Anggaran Pembiayaan nonUtang terbesar adalah PEMBIAYAN INVESTASI;
Secara neto bersifat PENGELUARAN, meski ada pos yang kadang penerimaan
(seperti penerimaan kembali investasi. Dalam rangka mitigasi dampak Pandemi, nilai Pembiayaan Investasi melonjak, dan MENCIPTAKAN JENIS BARU. Pembiayaan
Investasi Lainnya, tidak dirinci, menjadi semacam “cadangan” untuk pembiayaan;
Dalam kasus tahun 2020 lebih sebagai cadangan dana Pendidikan (aturan 20%)
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2020p1 2020p2
Investasi Kepada BUMN -7,6 -2,0 -3,0 -64,5 -50,5 -6,4 -3,6 -17,8 -17,7 -16,0 -35,1
Investasi Kepada Lembaga/Badan Lainnya - -1,0 -1,0 -7,1 -10,8 -3,2 -2,5 -2,5 -5,0 -5,0 -25,0
Investasi Kepada BLU -17,3 -12,9 -3,5 -6,9 -25,3 -48,2 -52,7 -28,2 -52,5 -41,0 -42,0
Investasi kepada Organisasi /LKI/BU Internasional -0,9 -1,0 -1,4 -0,3 -3,8 -2,0 -2,3 -2,3 -1,0 -0,8 -0,7
Penerimaan Kembali Investasi 0,1 0,1 0,0 19,1 1,4 0,0 0,0 1,4 2,0 -2,0 -2,0
Pembiayaan Investasi Lainnya -168,6 -113,4
Investasi Pemerintah -39,7
PEMBIAYAAN INVESTASI -25,7 -16,9 -8,9 -59,7 -89,1 -59,8 -61,1 -49,4 -74,2 -229,3 -254,1
Sumber data: Kemenkeu; 2020: APBN, Perpres 54, Perpres 72
-5,5 0,3
-7,3
80,0
24,0
44,8 46,5
21,9 25,7 22,2 24,6 26,2 25,6
36,3
53,4
221,1
-50,0 0,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0
-1000,0 -500,0 0,0 500,0 1000,0 1500,0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 sd
Nov2020
DEFISIT/SURPLUS PEMBIAYAAN ANGGARAN KELEBIHAN/KEKURANGAN PEMBIAYAAN
Sumber data: Kemenkeu. 2005-2019: realisasi LKPP. 2020: APBN Kita edisi Desember
Prakiraan realisasi 2020 Defisit: 1.070 T
Pembiayaan: 1.170 T Silpa: 100 T
21/25
Kelebihan Pembiayaan Anggaran (SiLPA), akumulasinya (SAL), dan penggunaannya
• Secara teknis akuntansi, kelebihan atau kekurangan pembiayaan disebut sebagai SiLPA atau SiKPA. Yaitu selisih lebih atau kurang antara realisasi pendapatan dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan.
• Rerata 2005-2009 dialami kelebihan sebesar Rp18,30 triliun per tahun. Sebesar Rp32,22 triliun pada periode 2010-2014. Dan sebesar Rp33,21 triliun pada periode 2015-2019.
• Kelebihan pembiayaan pada satu tahun anggaran tidak otomatis dapat dipakai atau dimasukkan ke dalam APBN tahun berikutnya. SiLPA masuk dahulu ke dalam akun akumulasi yang disebut sebagai Saldo Anggaran Lebih (SAL). Penggunaan SAL dalam suatu tahun anggaran harus melalui mekanisme penetapan APBN. Besarannya tidak secara langsung berhubungan dengan SiLPA tahun anggaran sebelumnya.
• Saldo SAL akhir 2019 (Rp212,69 triliun) merupakan saldo awal tahun 2020. Dananya
tersimpan pada beberapa akun. Diantaranya yang terbanyak berada pada saldo akhir Kas Bendahara Umum Negara (BUN) sebesar Rp151,41 triliun. Pada saldo akhir Kas pada
Badan Layanan Umum (BLU) yang sudah disahkan sebesar Rp56,55 triliun. Pada saldo Akhir Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebesar Rp2,89 triliun.
• SAL tidak dipergunakan pada setiap tahun anggaran. Sebagai contoh, SAL dipakai sebesar Rp15 triliun pada tahun 2019. Namun, tidak dipakai sama sekali pada tahun 2017 dan tahun 2018. Pada APBN 2020 sebelum revisi, rencananya SAL akan dipakai sebesar Rp25 triliun. Perubahan APBN melalui Perpres No.72/2020 merevisi besarannya menjadi
Rp70,64 triliun.
ANGGARAN TEMATIK
• Anggaran Pendidikan diamanatkan oleh UUD 1945; ditegaskan oleh UU, kemudian cara perhitungannya oleh PMK; pengertian 20% meliputi Belanja Negara (Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer Ke Daerah) serta
Pembiayaan (yang bersifat pengeluaran); Tambahan belanja dalam Perpres
“memaksa” harus dialokasikan meningkat (UUD tak bisa oleh Peppu/UU)
• Anggaran Kesehatan diatur oleh UU, karena pandemi jauh melampaui
• Anggaran Kemiskinan, Infrastruktur, dll merupakan tematik sesuai era Pemerintahan; biasanya hanya diatur oleh PMK
• Beda definsisi anggaran infrastruktur antara era SBY dengan Jokowi
• Anggaran Kemiskinan dalam arti era SBY diubah menjadi Perlindungan sosial (lebih luas cakupannya)
• Tidak menjadi masalah, asal perbandingan antar kurun waktu bersifat “apel dengan apel”, tak bisa dibandingkan begitu saja
23/25
Kebijakan Fiskal ekspansif?
• Defisit diartikan bersifat ekpansif, untuk meningkatkan peran pemerintah dalam mendorong perekonomian
• Lebih bersifat teoritis dan hipotetis, kurang didukung oleh fakta pertumbuhan ekonomi dan dinamisasi sektor riil. Bukannya tidak memiliki peran, namun artinya terlalu dibesar-besarkan.
• Bukan hanya besarannya, melainkan dibelanjakan untuk apa dan bagaimana proses belanjanya.
• Perlu dikaji dampak netonya, sebanding atau tidak dengan biayanya,
termasuk efek “crowding out”
KESIMPULAN UMUM
• Pendapatan amat terdampak oleh Pandemi; namun bisa dikatakan target APBN 2020 yang sudah tak realistis “diselamatkan” dan bisa direvisi lebih realistis. Namun, kemungkinan besar juga hanya tercapai di kisaran 95%
dari target APBN Perpres 72
• Belanja bertambah, namun juga ada penghematan atau penajaman (beberapa alokasi belanja dibatalkan); secara keseluruhan tetap ada peningkatan belanja
• Pembiayaan nonutang mengalami beberapa kali perubahan, termasuk rinciannya (sebelumnya hanya bersifat umum dalam Perpres)
• Defisit melebar signifikan dan pembiayaan utang meningkat pesat
• APBN 2020 (yang ditetapkan awal) memang nyaris tidak memiliki ruang antisipasi atas kondisi yang berubah cukup drastis akibat pandemi.
• Ke depan, APBN mesti disusun dengan menimbang factor risiko secara lebih cermat. Dan “mitos” APBN yang ekspansif perlu dikaji lagi.
25/25