• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI KONSTANTA PERSAMAAN Z-R RADAR SURABAYA UNTUK PENINGKATAN AKURASI ESTIMASI CURAH HUJAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODIFIKASI KONSTANTA PERSAMAAN Z-R RADAR SURABAYA UNTUK PENINGKATAN AKURASI ESTIMASI CURAH HUJAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MODIFIKASI KONSTANTA PERSAMAAN Z-R

RADAR SURABAYA UNTUK PENINGKATAN AKURASI

ESTIMASI CURAH HUJAN

MODIFICATION OF Z-R RELATIONSHIP CONSTANTS IN SURABAYA RADAR FOR

IMPROVING THE ACCURACY OF RAINFALL ESTIMATES

Thahir D F Hutapea

*

, Donaldi S Permana, Alfan S Praja, Linda F Muzayanah

Pusat Penelitian dan Pengembangan, BMKG, Jl. Angkasa No 1 Jakarta Pusat, 10620 *E-mail: daniel.hutapea@bmkg.go.id

Naskah masuk: 26 Februari 2018 Naskah diperbaiki: 1 April 2021 Naskah diterima: 2 Juni 2021 ABSTRAK

Radar cuaca sangat berpotensi untuk memberikan estimasi curah hujan beresolusi tinggi secara spasial dan temporal yang dapat meningkatkan akurasi prakiraan dini cuaca ekstrim dan juga dapat menyediakan informasi curah hujan pada wilayah yang tidak mempunyai stasiun pengamatan curah hujan. Radar cuaca tidak dapat secara langsung mengukur intensitas curah hujan, melainkan berdasarkan hubungan empiris antara reflektifitas radar (Z) dan tingkat curah hujan (R) dalam hubungan Z-R (Z = ARb). Pada penelitian ini, metode optimalisasi digunakan untuk menentukan konstanta A dan b yang sesuai untuk wilayah Surabaya di provinsi Jawa Timur. Data reflektifitas pada radar Surabaya dan data curah hujan per jam dari stasiun Juanda Surabaya pada periode Desember 2014 - Februari 2015 digunakan dalam studi ini. Hasil studi menunjukkan bahwa hubungan Z-R dengan persamaan Z = 110R1,6 menghasilkan estimasi curah hujan

yang memiliki indikator statistik lebih baik dibandingkan dengan estimasi dari persamaan Marshall-Palmer (MP, Z = 200R1,6) dan Rosenfeld (Ros, Z = 250R1,2) sehingga dapat meningkatkan akurasiestimasi curah

hujan di wilayah Surabaya.

Kata Kunci: Hubungan Z-R, Estimasi curah hujan, Radar cuaca, Surabaya

ABSTRACT

Weather radar can potentially provide rainfall estimates with high spatial and temporal resolution in which improving the early warning accuracy of extreme weather and also provide rainfall estimates in areas with insufficient rainfall stations. Weather radar cannot directly be used to measure the rainfall intensity, but based on an empirical relationship between the reflectivity (Z) and rainfall rate (R) in the Z-R relationship (Z = ARb). In this study, an optimalization method was used to determine suitable constants A and b for Surabaya, East Java province. The reflectivity data from Surabaya radar and hourly rainfall data at Juanda station in Surabaya during a period of December 2014 - February 2015 were used in this study. The results show that a Z-R relationship in the form of equation Z = 110R1,6 produces rainfall estimates with a better statistical indicator than ones produced by Marshall-Palmer (MP, Z = 200R1,6) and Rosenfeld (Ros, Z = 250R1,2) relationships, making it suitable for improving the accuracy of rainfall estimates for Surabaya.

Keywords: Z-R Relationship, Rainfall Estimates, Weather Radar, Surabaya

1. Pendahuluan

Radar cuaca digunakan oleh prakirawan BMKG untuk memprediksi kondisi cuaca jangka pendek (near real time) dan memberikan peringatan dini mengenai fenomena cuaca ekstrim seperti kejadian hujan yang sangat lebat, puting beliung, angin kencang (gusty) dan angin geser (wind shear) [1]. Selain itu, informasi radar cuaca juga sangat enting bagi pelayanan penerbangan khususnya untuk perencanaan penerbangan

seperti pada saat pesawat lepas landas (take-off) dan mendarat (landing) serta untuk menghindari kondisi cuaca yang berbahaya bagi penerbangan. Estimasi curah hujan yang akurat menggunakan radar cuaca menjadi tujuan para pembuat radar cuaca selama beberapa dekade. Kesalahan yang cukup besar pada estimasi dan prakiraan curah hujan secara kuantitatif akan dihasilkan dari hubungan Z-R yang tidak tepat, meskipun kalibrasi radar telah dilakukan [2].

(2)

Curah hujan dapat diketahui menggunakan dua metode yang berbeda yakni melalui pengukuran menggunakan penakar hujan dan melalui konversi nilai reflektifitas radar cuaca. Nilai pengukuran yang diberikan oleh penakar hujan adalah jumlah curah hujan yang jatuh di permukaan tanah, sedangkan nilai estimasi curah hujan yang diberikan oleh radar cuaca adalah ukuran butiran hujan sesaat pada jarak dan ketinggian tertentu [2].

Pada dasarnya, estimasi curah hujan dari radar cuaca menggunakan hubungan empiris antara reflektifitas radar (Z) dan curah hujan (R) yang diukur oleh penakar hujan.

Hubungan Z-R digunakan untuk mengkonversi nilai reflektifitas radar Z (dalam satuan mm6/m3)

menjadi nilai curah hujan (dalam satuan mm/jam). Reflektifitas radar (Z) dan curah hujan (R) memiliki hubungan secara empiris [3], seperti ditunjukkan pada persamaan

Di mana A dan b adalah parameter konstan. Reflektifitas radar (Z) diukur didalam satuan desibel (dB) di mana;

Persamaan (1) adalah persamaan yang paling sering digunakan untuk mengestimasi jumlah curah hujan dari intensitas reflektifitas radar [4]. Pada umumnya, akurasi dari persamaan (1) terhadap jumlah curah hujan aktual sangat bergantung kepada nilai a dan b. Nilai a dan b dapat diperoleh dari nilai Z dan R menggunakan analisis regresi linear sebagai berikut:

log10(𝑍) = 𝑎 + 𝑏 log10(𝑅) (3)

di mana 𝑎 = 𝑙𝑜𝑔 (𝐴)

Nilai dari a dan b dapat bervariasi pada setiap lokasi dan dapat dipengaruhi oleh beragam kondisi cuaca. Hubungan Z-R biasanya diturunkan dengan menggunakan beberapa metode seperti distribusi ukuran butiran hujan (Droplet Size Distribution) dan metode optimasi (teknik regresi) [5]. Pada metode pertama, nilai Z dan R dihitung secara langsung dengan menggunakan data distribusi ukuran butiran hujan yang dicatat menggunakan disdrometer. Karena disdrometer tidak digunakan dalam operasional pengamatan di Indonesia, maka pada studi ini, metode optimisasi (teknik regresi) dilakukan untuk memperoleh hubungan Z-R yang di harapkan paling akurat untuk wilayah Indonesia, dengan menentukan korelasi yang terbaik dan

meminimalkan kesalahan antara reflektifitas radar dengan observasi penakar hujan.

Radar cuaca BMKG menghasilkan data secara kontinu tiap 10 menit, sedangkan data penakar hujan observasi diperoleh dari pengamatan tiap jam. Untuk mencocokkan data reflektifitas radar (Z) dan data curah hujan dari penakar hujan observasi (R), maka data reflektifitas radar dirata-rata ke dalam nilai tiap jam. Karena data reflektifitas radar (Z) memiliki satuan desibel (dB) maka dBZ hanya dapat dibandingkan dan dikalibrasi dengan data curah hujan dalam satuan desibel (dBR) [6] di mana;

𝑑𝐵𝑅 = 10 log10(𝑅) (4)

Metode ini telah digunakan untuk estimasi curah hujan di wilayah tropis lainnya dan menghasilkan hasil yang cukup baik. Sebagai contoh, tiga persamaan Z-R baru diperoleh berdasarkan tiga radar di Malaysia yang berlokasi di Butterworth, Alor dan Kluang [7]. Selain itu, pada tahun 2011 juga dihasilkan beberapa persamaan Z-R untuk tujuh tipe hujan yang teridentifikasi di Malaysia [8].

Tujuan dari studi ini adalah untuk menentukan koefisian A dan b pada persamaan Z-R baru di lokasi radar Surabaya dengan melakukan verifikasi menggunakan data curah hujan pada stasiun pengamatan di sekitar lokasi radar cuaca. Kemudian, perbandingan antara persamaan Z-R baru dengan persamaan Marshall-Palmer [9] dan Rosenfend [10] juga dilakukan untuk menentukan performa tiap persamaan. Setelah diperoleh persamaan Z-R terbaik, perbandingan antara nilai reflektifitas dan selisih antara estimasi dengan observasi curah hujan digunakan untuk mengkoreksi estimasi curah hujan dari reflektifitas radar cuaca sehingga diharapkan mampu mendekati nilai observasi curah hujan yang diukur oleh penakar hujan di permukaan.

2. Metode Penelitian

Data. Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan informasi dan lokasi radar Surabaya yang digunakan pada studi ini dan stasiun observasi curah hujan yang digunakan untuk verifikasi data reflektifitas radar cuaca. BMKG memiliki 4 produsen radar cuaca yang memiliki format data yang masing-masing berbeda. Radar cuaca yang dikaji pada studi ini merupakan radar cuaca tipe C-band (jangkauan maksimal 250 km) dari produsen Gematronik untuk radar Surabaya.

𝑍 = 𝐴𝑅𝑏 (1)

(3)

Tabel 1. Informasi radar cuaca yang digunakan dalam studi ini.

Lokasi Radar Lintang Bujur Elevasi (mdpl) Tipe Stasiun observasi curah hujan

Surabaya 7,41° LS 112,76° BT 23,0 C-Band Juanda

(7,38 LS; 112,78 BT)

Gambar 1. Lokasi radar cuaca Surabaya

Pada penelitian ini, periode data yang digunakan adalah Desember 2014 - Februari 2015. Periode data yang digunakan difokuskan pada musim hujan diwilayah Surabaya yaitu pada bulan Desember, Januari dan Februari (DJF). Kelengkapan data observasi dan data radar pada periode penelitian juga menjadi dasar pemilihan waktu penelitian. Untuk mengolah data radar digunakan perangkat lunak wradlib berbasis Python. Wradlib merupakan open-source library untuk mengolah data radar dan menghasilkan estimasi kuantitatif curah hujan dari data radar[11]. Wradlib memiliki fungsi penting dalam menghasilkan Produk Quantitative Precipitation Estimation (QPE) pada pemrosesan data radar cuaca. Beberapa contoh penggunaan wradlib untuk estimasi curah hujan dari radar data yang menunjukkan hasil yang baik dalam estimasi aliran sungai dan simulasi kejadian banjir di Filipina [12] dan pulau Bangka[13]. Wradlib telah digunakan sebagai komponen untuk mengembangkan Sistem Integrasi Radar Indonesia In-House (Ina-RAISE) dari BMKG [14], [15]. Format data radar cuaca yang diolah menggunakan wradlib-python ini, yaitu: volumetric (.vol) sebagai luaran produk Gematronik pada radar Surabaya. Pengaturan sudut elevasi (elevation angle) yang digunakan pada radar Surabaya sebanyak 9 sudut elevasi yaitu 0.9°, 1.5°, 2.4°, 3.4°, 4.3°, 6.0°, 9.9°, 14.6°, dan 19.5°.

Proses ekstraksi data radar cuaca menggunakan wradlib-python mengacu pada metode yang digunakan oleh Permana dkk (2016) [16] untuk

menghasilkan data Constant Altitude Plan Position Indicator (CAPPI). Spesifikasi data CAPPI yang dihasilkan memiliki resolusi horisontal 0.5 km/pixel dengan 11 level ketinggian mulai dari 0.5 sampai dengan 5 km dengan resolusi vertikal 0.5 km (Gambar 2). Nilai maksimum CAPPI (CMAX) adalah nilai reflektifitas maksimum pada tiap grid dari 11 level tersebut pada kolom ketinggian 0.5 - 5 km. CMAX digunakan untuk merepresentasikan kondisi curah hujan, terutama saat kondisi ekstrim.

Data observasi curah hujan permukaan tiap jam (Hillman) diperoleh dari stasiun pengamatan utama yang berada di sekitar lokasi radar. Untuk Radar Surabaya, stasiun observasi yang digunakan adalah stasiun Juanda. Akuisisi data radar dilakukan dengan mengekstrak nilai reflektifitas dari 9 grid data CMAX berukuran 3x3 dengan titik grid tengah merupakan grid terdekat dengan lokasi stasiun observasi (Gambar 2, kanan). Kemudian nilai CMAX maksimum (dBZmax) dari 9 grid tersebut dipasangkan dengan data curah hujan observasi di stasiun observasi.

Setelah akuisisi data radar dilakukan, selanjutnya data yang digunakan untuk perbandingan hanya data reflektifitas radar dan data curah hujan stasiun observasi yang tersedia pada periode bulan Desember 2014 sampai Februari 2015 yang merupakan musim hujan di Surabaya.

(4)

Gambar 2. Lapisan CAPPI yang digunakan dengan resolusi vertikal 0.5 km mulai dari 0.5 sampai dengan 5 km (kiri). Sembilan pixel/grid (resolusi horisontal 0.5 km) yang digunakan dalam ekstraksi data radar dengan grid No.5 merupakan grid terdekat dengan titik stasiun (kanan).

Metode. Secara umum, BMKG menggunakan persamaan Z-R Marshall-Palmer (MP, 𝑍 = 200𝑅1.6) untuk mengkonversi data reflektifitas

radar (Z) menjadi data curah hujan (R) pada tipe hujan stratiform [9]. Selain itu, persamaan Rosenfeld (Ros, Z = 250R1,2) juga digunakan

untuk tipe hujan konvektif di wilayah tropis [10]. Pada penelitian Marzuki dkk [17] dihasilkan persamaan Z-R Z = 211R1,5 , perbedaan konstanta

A dan b yang dihasilkan pada penelitian tersebut dengan penelitian lainnya dapat disebabkan oleh perbedaan instrumen dan jumlah data yang digunakan. Selain kedua hal tersebut perbedaan yang dihasilkan dapat di sebabkan oleh perbedaan lokasi dimana tempat radar tersebut dipasang atau digunakan. Terdapat tiga tipe kejadian berkaitan dengan reflektifitas radar dan pengukuran curah hujan yang diukur dari penakar hujan di tiap stasiun:

i. Tipe I: radar mendeteksi hujan tetapi tidak tercatat pada penakar hujan.

ii. Tipe II: radar tidak mendeteksi hujan tetapi tercatat pada penakar hujan.

iii. Tipe III: radar mendeteksi hujan dan tercatat pada penakar hujan.

Studi ini hanya menggunakan kejadian tipe III dalam proses pengolahan data. Untuk menguji ketiga persamaan Z-R (MP, Ros dan Z-R yang baru) terhadap data reflektifitas radar dan observasi curah hujan digunakan beberapa indikator statistik diantaranya Mean Error (ME) yakni selisih antara estimasi dengan observasi curah hujan, Mean Absolute Error (MAE), Root Mean Square Error (RMSE) dan analisis korelasi Pearson. Reflektifitas radar dan curah hujan disajikan dalam bentuk scatter plot dan regression line kemudian perbandingan antara dBZmax dan ME ditampilkan dalam scatter plot.

Data reflektifitas radar tiap 10 menit dikonversi ke dalam data dengan interval per jam untuk tiap stasiun. Data reflektifitas radar per jam dihitung dengan merata-ratakan enam data 10-menit yang dalam suatu jam yang diberikan pada persamaan berikut; 𝑍𝑗= 1 6∑ 𝑧𝑖 𝑖𝑗 (5) 𝑖 ⊂ [0,59] ∧ |𝑖| = 6 𝑗 ⊂ [0,23]

Zj adalah rata-rata reflektifitas radar pada jam ke-j dan Zike-j adalah reflektifitas radar pada 10-menit ke-i dan jam ke-j.

3. Hasil Pembahasan

Hubungan Z-R dan estimasi curah hujan. Berdasarkan kejadian tipe III, diperoleh jumlah data sebanyak 167 pasang. Gambar 3 menunjukkan scatter plot dan regression line dari nilai reflektifitas radar Surabaya dengan nilai dBR stasiun observasi Juanda. Dari analisis regresi diperoleh nilai konstanta a dan b untuk persamaan (3) sehingga dapat diperoleh nilai A untuk membentuk persamaan Z-R yang baru di lokasi radar Surabaya (Tabel 2). Tabel 2 juga menunjukkan nilai ME, MAE, RMSE dan koefisien korelasi untuk ketiga persamaan Z-R. Tabel 2 menunjukkan bahwa persamaan Z-R yang baru lebih baik dibanding MP dan Ros dengan nilai MAE dan RMSE terkecil dan korelasi terbesar (R = 0.74). Selain itu, persamaan MP memiliki nilai korelasi yang lebih baik dibanding persamaan Rosenfeld. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan akurasi estimasi curah hujan dari data radar dengan menggunakan persamaan Z-R baru (Z = 110R1,6).

(5)

Selanjutnya, dari persamaan Z-R terbaik (Z = 110R1,6) ditentukan nilai ME yang dapat

digunakan untuk mengkoreksi estimasi curah hujan dari reflektifitas radar, sehingga dapat mendekati nilai curah hujan yang terukur di

permukaan. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah melakukan analisis scatter plot antara nilai dBZmax dan ME dari persamaan Z-R yang ditunjukkan oleh Gambar 4 untuk 167 pasang data pada stasiun Juanda Surabaya.

Gambar 3. Hubungan nilai dBZ radar dengan nilai dBR penakar hujan. Tabel 2. Tabel statistik perbandingan data radar dan data curah hujan. Radar dan

Stasiun Persamaan Z-R N A B ME MAE RMSE R

Surabaya Juanda MP 167 200 1,6 -3,06 3,60 7,93 0,73 Ros 250 1,2 -0,95 3,82 8,11 0,72 Baru 110 1,6 -1,97 3,27 7,20 0,74

Gambar 4. Scatter plot antara nilai reflektifitas dBZmax dan Mean Error (mm/jam) untuk stasiun Juanda Surabaya. Garis merah merupakan nilai rata-rata dan daerah terarsir adalah standar deviasi dari Mean Error.

(6)

Berdasarkan Gambar 4, estimasi curah hujan menggunakan data radar untuk stasiun Juanda Surabaya secara umum cukup sesuai dengan nilai observasi pada nilai reflektifitas kurang dari 35 dBZ atau masuk dalam kriteria hujan ringan-sedang atau kurang dari 8 mm/jam. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa pencilan (outlier) Error negatif yang tersebar di bawah nilai rata-rata pada rentang reflektifitas 10-35 dBZ. Sedangkan, pada rentang reflektifitas 35-40 dBZ dan 40-45 dBZ yang termasuk dalam kategori hujan lebat atau lebih dari 16 mm/jam, kategori hujan lebat didasarkan pada kategori yang digunakan oleh BMKG bahwa pada intensitas hujan 10 – 20 mm/jam termasuk kategori hujan lebat [18]. Estimasi curah hujan cenderung di bawah nilai observasi (underestimate) dengan selisih sekitar 10 mm/jam [13]. Nilai selisih ini dapat digunakan untuk mengkoreksi estimasi curah hujan dari reflektifitas radar, sehingga dapat mendekati nilai curah hujan yang terukur di permukaan.

4. Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan data reflektifitas radar Surabaya dan data hujan observasi di stasiun Juanda untuk memperoleh Persamaan Z-R baru sehingga meningkatkan akurasi dalam mengestimasi curah hujan. Hasil perbandingan yang diperoleh antara persamaan yang telah tersedia sebelumnya (MP dan Ros) dengan persamaan Z-R baru menunjukkan bahwa persamaan Z-R baru memiliki indikator statistik (nilai korelasi, MAE dan RMSE) yang lebih baik dibandingkan dengan dua persamaan lainnya. Analisis scatter plot antara nilai reflektifitas maksimum dengan selisih antara estimasi dan observasi curah hujan (ME) menunjukkan bahwa secara umum, estimasi curah hujan dari reflektifitas radar berada di bawah nilai data observasi stasiun (underestimate) terutama pada saat kondisi hujan lebat.

Saran. Perlu adanya penambahan jumlah data radar dan curah hujan serta peningkatan kualitas data pada studi selanjutnya agar penentuan koefisien A dan b pada persamaan Z-R yang baru dapat menkonversi data reflektifitas radar menjadi curah hujan yang lebih akurat dan mendekati nilai pengamatan curah hujan di permukaan.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan dan bapak Dr. Erwin Eka S. Makmur serta rekan-rekan staf Bidang Penelitian dan Pengembangan Meteorologi BMKG atas dukungan, saran, dana

dan sarana prasarana dalam pelaksanaan penelitian dan publikasi artikel ini.

Daftar Pustaka

[1] N. H. M. Sobli, A. F. Ismail, F. N. M. Isa, and H. Mansor, “Assessment of Radar Reflectivity-Rainfall Rate, Z-R Relationships for a Convective Event in Malaysia,” Int. J. Electr. Energy, vol. 1, no. 4, pp. 239–243, 2013, doi: 10.12720/ijoee.1.4.239-243.

[2] I. D. Cluckie, “Book reviews : Collier, G. 1989: Applications of weather radar systems: a guide to uses of radar data in meteorology and hydrology. Chichester: John Wiley and Sons Ltd. 294 pp. 44.50 cloth,” Prog. Phys. Geogr. Earth Environ., 1990, doi: 10.1177/030913339001400413. [3] L. J. Battan, “Radar observation of the atmosphere,” Q. J. R. Meteorol. Soc., 1973.

[4] R. Talumassawatdi, C. Lursinsap, and Y. Yin, “Adaptive estimation of local rainfall from radar intensity using rule-based approach on temporal and spatial data,” Chiang Mai J. Sci., 2016.

[5] P. P. Mapiam and N. Sriwongsitanon, “Climatological Z-R relationship for radar rainfall estimation in the upper Ping river basin,” ScienceAsia, 2008, doi:

10.2306/scienceasia1513-1874.2008.34.215.

[6] “Determination of Radar Z-R Relationship For Libya - Tripoli City,” Lect. Notes Eng. Comput. Sci., 2009.

[7] M. Kamaruzaman, M. Adam, and S. Moten, “Rainfall Estimation from Radar Data,” Res. Publ. No. 6/2012, pp. 1–19, 2012.

[8] S. Ramli, S. H. Abu Bakar, and W. Tahir, “Radar hydrology: New Z/R relationships for Klang river basin, Malaysia based on rainfall classification,” 2011 IEEE Colloq. Humanit. Sci. Eng. CHUSER 2011, vol. 2, no. 3, pp. 537–541, 2011, doi: 10.1109/CHUSER.2011.6163790. [9] J. S. Marshall and W. M. K. Palmer, “THE

DISTRIBUTION OF RAINDROPS WITH SIZE,” J. Meteorol., 1948, doi:

10.1175/1520-0469(1948)005<0165:tdorws>2.0.co;2. [10] D. Rosenfeld, D. B. Wolff, and D. Atlas,

“General probability-matched relations between radar reflectivity and rain rate,” J. Appl. Meteorol., 1993, doi: 10.1175/1520-0450(1993)032<0050:GPMRBR>2.0.CO; 2.

(7)

[11] M. Heistermann, S. Jacobi, and T. Pfaff, “Technical Note: An open source library for processing weather radar data (wradlib),” Hydrol. Earth Syst. Sci., vol. 17, no. 2, pp. 863–871, 2013, doi: 10.5194/hess-17-863-2013.

[12] C. C. Abon, D. Kneis, I. Crisologo, A. Bronstert, C. P. C. David, and M. Heistermann, “Evaluating the potential of radar-based rainfall estimates for streamflow and flood simulations in the Philippines,” Geomatics, Nat. Hazards

Risk, 2016, doi:

10.1080/19475705.2015.1058862. [13] J. A. I. Paski and D. S. Permana, “Using

the c-band Doppler weather radar data to reconstruct extreme rainfall event on 11th March 2018 in Bangka island, Indonesia,”

2018, doi:

10.1051/matecconf/201822904013. [14] D. S. Permana et al., “The Indonesia

In-House Radar Integration System (InaRAISE) of Indonesian Agency for Meteorology Climatology and Geophysics (BMKG): Development, Constraint, and Progress,” IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci., vol. 303, no. 1, 2019, doi:

10.1088/1755-1315/303/1/012051. [15] S. Pramumijoyo, N. Widjajanti, S.

Program, U. G. Mada, U. G. Mada, and U. G. Mada, “e E ect of Baseline Component Correlation the Design Individuals of GNSS Tweets Flooded in Bandung Floods : on Connecting and Network Con guration for Sermo Reservoir Deformation Monitoring Organizations to Disaster Information,” vol. 51, no. 2, 2019. [16] D. S. Permana, T. D. F. Hutapea, A. S.

Praja, F. Fatkhuroyan, and L. F. Muzayanah, “PENGOLAHAN DAN PEMULIHAN DATA RADAR CUACA

MENGGUNAKAN WRADLIB

BERBASIS PYTHON,” J. Meteorol. dan Geofis., 2018.

[17] N. Fadillah, M. Marzuki, W. Harjupa, T. Shimomai, and H. Hashiguchi, “Perbandingan Karakteristik Distribusi Butiran Hujan yang Berasal dari Awan Laut dan Awan Darat di Kototabang,” J. Fis. Unand, 2016, doi: 10.25077/jfu.5.3.273-282.2016.

[18] https://www.bmkg.go.id/cuaca/citra- radar.bmkg

Gambar

Gambar 1. Lokasi radar cuaca Surabaya
Gambar 2. Lapisan CAPPI yang digunakan dengan resolusi vertikal 0.5 km mulai dari 0.5 sampai dengan 5  km (kiri)
Tabel 2. Tabel statistik perbandingan data radar dan data curah hujan.

Referensi

Dokumen terkait

yang tidak bagus/buram, PC user tidak ada antivirus, PC user ada antivitus tapi tidak update, Tidak melakukan scan antivirus secara berkala, dokumen hardcopy

Proses perebusan suhu tinggi pada metode perebusan tradisional menghasilkan bubuk dengan kadar air lebih rendah karena lebih banyak air yang menguap sehingga

Pak Tung : Nah janji dan sanksi, sanksi tadi maksudnya sanksi yang negatif dan ada yang positif ada reward dan punishmentnya, sekali lagi janji kembali lagi nikmat dan sengsara

Penelitian yang dilakukan oleh Hadi dan Sabeni (2002) menjelaskan bahwa perusahaan asing mendapat pelatihan yang lebih baik dalam bidang akuntansi dari perusahaan

Antropologi forensik yang berbasis pada osteologi dan anatomi manusia merupakan terapan menuju identifikasi individu dari data populasi yang dipelajari dalam antropologi

Struktur didesain menggunakan sistem Struktur Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)yang berdasarkan “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI

kompetensi keilmuan dan/atau penguasaan bidang garapan. 4) Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bersifat mendasar, jangka panjang, dan berdampak luas harus