15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran Lalu Lintas 1. Pengertian Pelanggaran Lalu Lintas
Pengertian Pelanggaran dalam kamus hukum diartikan sebagai suatu jenis tindak pidana tetapi ancaman hukumnya lebih ringan daripada kejahatan, baik yang berupa pelanggaran jabatan atau pelanggaran
undang-undang.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelanggaran diartikan
sebagai perbuatan (perkara) melanggar, tindak pidana yang lebih ringan
daripada kejahatan.2
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidan Indonesia secara tegas membedakan antara pelanggaran dan kejahatan yang tertuang dalam buku ke
III (Pelanggaran).3 Pembeda antra kejahatan dan Pelanggaran berdasarkan
KUHP pada prinsipnya: (1). Pelanggaran adalah sanksinya lebih ringan dari kejahatan yang seperti hukuman badan, hukuman mati dll. (2). Percobaan melakukan kejahatan dipidana sedangkan percobaan pelanggaran tidak
dipidana.4 (3). tengang waktu daluwarsa kejahatan lebih lama dari
pelanggaran. Disamping itu, Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
1
Kamus Hukum Onlien, Pelanggaran, dimuat dalam https://kamushukum.web.id/arti-kata/pelanggaran+/ diakses pada 26 Februari 2019
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pelanggaran, dimuat dalam https://kbbi.web.id/langgar diakses pada 26 Februari 2019
3 Ilyas Amir, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana : Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban
Pidana sabagai Syarat Pemidanaan, Yogyakarta. Hal. 20
4
KUHP dan KUHAP, Penerbit Sinarsindo Utama, Cetakan Ke I 2015, Surabaya. Hal 19. Lihat Pasal 53 KUHAP
16 sebagaimana yang dirumuskan oleh pembuat Undang-Undang (legislative) kecenderungan lebih menggunakan istilah “tindak pidana” atau “perbuatan
pidana” yang berasal dari istilah Belanda yakni “Strafbaar feit”.5
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pelanggaran adalah segala tindakan yang bertentangan, melawan ketentuan undang-undangan yang berlaku, dan bagi pelanggar dikenakan sanksi yang lebih ringan daripada sanksi bagi pelaku kejahatan.
Sedangkan lalu lintas secara normatif berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas dan angkutan jalan, diartikan sebagai gerak kendaraan dan orang
di ruang lalu lintas jalan,6 yang dimana ruang lalu lintas jalan menjadi
prasarana yang diperuntukan bagi gerak pindah kendaraan, orang dan atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Menurut Ramdlon naning lalu lintas adalah gerak pindah manusia baik yang menggunakan alat penggerak atau tidak dari suatu tempat ke tempat lain.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa lalu lintas adalah aktivitas perpindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain, dan selalu berhubungan dengan jalan. Dengan kata lain arus bolak balik orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain menggunakan alat penggerak.
Berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas, dalam hal ini harus penulis batasi bahwa yang dimaksud pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaran
5 Adami Chazawi, 2010, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1: Stelse Pidana, Tindak Pidana,
Teori-Teori Pemidanaan, dan Batasan Berlakuknya Hukum Pidana, Penerbit Raja Grafiindo Persada,
Jakarta. Hal.67- 69 6
Lihat Pasal 1 angka 2 Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
17 yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Dalam bukunya, Adami Chazawi menjelaskan bahwa pelanggaran lalu lintas jalan adalah pelanggaran tertentu peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan, misalnya mengemudi
kendaraan tanpa SIM yang sesuai.7 Terhadap pelaggaran lalu lintas jalan
berlaku sistem pemeriksaan dengan acara cepat sebagai upaya dan tahapan dalam proses penegakah hukum terhadap setiap pelanggaran lalu lintas jalan. 2. Jenis-Jenis Pelanggaran Lalu Lintas
Berdasarkan Undang-Undang Lalu lintas dan angkutan jalan jenis-jenis pelanggaran lalu lintas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pelanggaran lalu lintas karena tidak memiliki/tidak membawa Surat Izin Mengemudi pada saat berkendara sesuai jenis kendaraanya. Sebagaimana dalam ketentuan Pasal 77 “setiap orang yang mengemudi kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor
yang dikemudikan”.8
2. Pelaanggaran lalu lintas karena tidak menyalakan lampu utama
kendaraan pada saat malam hari atau pada kondisi tertentu.9
7
Adami Chazawi, 2013, Kemahiran dan Keterampilan Hukum Pidana, Penerbit Bayumedia Publisihing, Cetakan Ke enam, Malang. Hal. 139
8
Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
9
Lihat Pasal 107 Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
18 3. Pelaanggaran lalu lintas karena tidak memiliki/tidak dilengkapi Surat-Surat kendaraan. Sebagaimana dalam Pasal 68 ayat “setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda
Nomor Kendaraan Bermotor”.10
4. Pelaanggaran lalu lintas karena tidak dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor, yang dimana bagi sepeda motor
harus dilengkapi helm standar nasional indonesa.11
5. Pelaanggaran lalu lintas karena tidak memenuhi persyaratan keselamatan, sebagaimana diatur dalam Pasa 61 ayat 1 bahwa “kendaraan tidakbermotot yang dioperasikan dijalan wajib memenuhi persyarat keselamatan
6. Pelaanggaran lalu lintas karena tidak berprilaku tertib dan atau
melakukan tindakan yang membahayakan kemanan dan
keselamatan lalu lintas, sebagaimana ketentuan Pasal 105 yakni “Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib: a. berperilaku tertib; dan/atau b. mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan Jalan”.12
10
Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
11
Lihat Pasal 57 ayat 1 Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
12
Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
19 7. Pelanggaran lalu lintas karena mengemudikan kendaraan dengan tidak wajar dan tidak konsentrasi sebagaimana ketentuan pasal 106 ayat 1, yakni “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan
wajar dan penuh konsentrasi”.13
Pada prinsipnya Pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan cukup banyak, namun setidaknya beberapa jenis diatas mewakili bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas.
Termasuk larangan merokok pada saat berkendara sepeda motor atau kendaraan bermotor lainya karena dapat menggangun konsentrasi, oleh karena ia juga dikategorikan sebagai pelanggaran lalu lintas. Sebagaimana diatur dalam Permenhub. Nomor 12 Tahun 2019 tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat, yang diatur dalam pasal 6 huruf C yang berbunyi “pengemudi dilarang merokok dan melakukan aktivitas lainya yang menggangu konsentrasi ketika sedang mengendarai sepeda motor”. Permenhub. Nomor 12 Tahun 2019 tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat tersebut mengacu pada Pasal 105 dan 106 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
3. Dasar Hukum Pengaturan Pelanggaran Lalu lintas
13
Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
20 Pelanggaran lalu lintas secara normatif telah diatur secara jelas dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan mulai dari tingkat Undang-Undang hingga Peraturan Menteri, yang tujuan utmanya adalah memberikan kemudahan dan perlindungan hukum masyarakat dalam berkendara maupun menggunakan jalan, serta kendaraan bermotor.
Payung hukum utama terkait lalu lintas jalan diatur dalam Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang pada pokoknya ketentuan tersebut mengatur tentang lalu lintas dan angkutan jalan sebagai satu kesatuan yang di dalamnya terdiri atas:
a. Lalu Lintas. b. Angkutan Jalan.
Angkutan jalan adalah perpindahan orang atau barang dari satu tempat ketempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas.
c. Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan.
Serangkaian simpul dan atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
d. Prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
Prasarana LLAJ adalah ruang lalu lintas, terminal, dan perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengamanan penggunajalan, alat pengawasan jalan.
e. Kendaraan.
Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri dari kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain yang digerakan oleh kendaraan yang berjalan di atas rel. sedangkan kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang digerakan oleh tenaga manusia atau hewan
f. Pengemudi adalah orang yang mengemudi kendaraan bermotor dijalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi
21 g. pengguna jalan adalah orang yang menggunakan Jalan untuk
berlalu lintas.14
Tujuan utama undang undang ini adalah memberikan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana diterangkan bahwa:
LLAJ diselenggarakan dengan tujuan: a. pelayanan LLAJ yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu untuk mendorong perkeonomian nasional, memajukan esejahteraan umum dan seterusnya. b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.c. terwujudnya
penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.15
Dengan demikian pada dasarnya pemerintah telah memberikan kepastian akan adanya aturan yang memberikan perlindungan bagi masyarakat yang menggunakan jalan dan termasuka bagi pengguna jalan yang melanggar lalu lintas jalan.
Bahkan saat ini pemerintah mengeluarkan Permenhub No.12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat. Aturan tersebut dikeluarkan dalam rangka untuk meminilisir pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengendara/pengemudi kendaraan bermotor seperti sepeda motor, dan memberikan perlindungan hukum bagi pengguna jalan maupun pengendara lainya yang menjadi korban akibat kelalaian yang dilakukan oleh pengendara sepeda motor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
B. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum
14
Lihat Ketentuan Umum dalam Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
15
Lihat Pasal 4 Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
22
1. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan upaya yang dilakukan dalam mewujudkan suatu konsep dan tujuan hukum menjadi nyata bagi rakyat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)16, istilah penegakan lebih
menekan pada aspek proses, cara, atau perbuatan menegakan. Lebih lanjut dijelaskan dalam KBBI, perbuatan menegakan adalah mendirikan, mengusahakan supaya tetap berdiri, mempertahankan (negara, keadilan,
keyakinan, dan sebagainya), memelihara dan mempertahankan
(kemerdekaan, tata tertib, hukum dan sebagainya), mewujudkan atau
melaksanakan cita-cita.17
Secara umum Satjipto mengemukakan penegakan hukum dapat diartikan sebagai proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum yaitu pikiran badan-badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam
peraturan-peraturan hukum menjadi kenyataan.18
Selaras dengan itu, Jimly Asshiddiqie mendefinisikan penegakan hukum adalah proses dilakunya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
16
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tegak, dalam https://kbbi.web.id/tegak, diakses pada 26 Februari 2020
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tegak, dalam https://kbbi.web.id/tegak, diakses pada 26 Februari 2020
18
23 lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.19
Lebih lanjut Jimly mendetailkan penegakan dalam dua sudut tinjauan yakni sudut subyek dan sudut obyek.
1. Ditinjau dari sudut subyeknya.
Penegakan hukum dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subyek yang terbatas. Dalam arti luas, proses penegakan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada aturan hukum yang berlaku, berarti dia menegakan hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharunya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, bila diperlukan, aparatur
penegak hukum diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.20
2. Ditinjau dari sudut obyeknya.
Pengertian Penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertinya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan
peraturan yang formal dan tertulis saja.21
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa penegakan hukum adalah tindakan yang dilakukan oleh subjek hukum untuk menjadi hukum baik materil maupun formil sebagai pedoman perilaku guna mewujudkan tujuan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
19
Jimly Asshiddiqie, Penegakan Hukum, dalam Makalah yang dimuat dalam
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf yang diakses pada 26 Februari 2020
20 Ibid. Hal. 1 21
24
2. Faktor-Faktor Penegakan Hukum
Sesuai dengan adagium yang dikemukakan oleh Cicero yaitu “ubi
societas ibi ius” yang berarti dimana ada masyarakat disitu ada hukum.
Artinya masyarakat tidak mngkin hidup tanpa hukum karena norma hukum
itulah yang mengatur kehidupan bermasyarakat.22 Dengan demikian hukum
menjadi sangat urgen dalam membangun tatanan masyarakat. Maka seharusnya Penegakan hukum dilakukan sebagai upaya penerapan norma-norma hukum secara nyata agar hukum secara nyata dapat berfungsi sebagai
pedoman perilaku dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.23 Begitupula
dalam aktivitas berlalu lintas di jalan menggunakan kendaraan bermotor (roda dua maupun lebih) kecenderungan ketidakpatuhan terhadap hukum lalu lintas sangat tinggi bahkan menimbulkan korban jiwa bilamana hukum sebagai tata tertib dalam lintas tidak ditegakan.
Lawrence Friedman memberikan suatu dasar pandangan tentang menilai suatu sistem hukum dan penegakan hukum berjalan dengan efektif atau sebaliknya. Ia berpendapat bahwa suatu sistem hukum memiliki
unsur-unsur di dalamnya yakni;24
22
Satjipto Raharjo,2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm.53 23
Frans H. Winarta, Refleksi Penegakan Hukum Indonesia 2018, dalam
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c2c4d8a2e4aa/refleksi-penegakan-hukum-indonesia-2018-oleh--frans-h-winarta/ diakses pada 26 Februari 2020
24
Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal System, A Social Scinece Prespective, New York, Penerbit Rusell Sage Foundation. Hal.14
25 a. Subtansi hukum yakni pemikiran penegak hukum harus bertindak berdasarkan suatu produk hukum yang telah dibuat dan mempunyai kekuatan mengikat.
b. Struktur hukum yakni lembaga-lembaga hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan yang bertugas memberikan pelayanan dan perlindungan penegak hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Budaya hukum yakni perilaku masyarakat atau manusia mendukung sistem hukum berjalan dengan baik di masyarakat.
Friedman mennyatakan bahawa suatu sistem hukum dalam
pelaksanaannya merupakan suatu organisme yang kompleks yang terdiri dari struktur, subtansi, dan budaya hukum. Oleh karenaya dapat dipahami bahwa ketiga unsur sistem yang terangkan oleh Lawrence M. Friedman sangat menentukan bagaimana pelaksanaan sistem hukum maupun lebih khusus penegakan hukum dalam sektor pelangaran lalu lintas berjalan dengan baik atau tidak.
Berdasarkan teori legal system Lawrence Friedman, para ahli hukum
Indonesia yang salah satunya Soejono Soekanto mengembangkan terori tersebut sebagai dasar dalam menilai faktor efektifnya suatu hukum, yang pada pokoknya terdiri dari unsur-unsur berikut:
1. Faktor Hukum
Hukum yang dibuat harus ada kepastian hukum dalam penerapanya. Jika hukum yang diterapkan tidak sesauai dengan aturan yang ada. Maka
26 dapat dipastikan hukum yang berjalan tidak efektif. Dengan demikian hukum itu tidak boleh bertentangan satu dnegan yang lain dalam
penegakanya.25
2. Faktor Penegak Hukum
Dalam penegakan hukum dibutuhkan mentalitas seorang yang memiliki perilaku yang baik dan taat pada atauran hukum yang ada. Jika penegak hukum taat pada aturan, tentau berjalanya hukum di masyarakat tidak menjadi masalah. Kunci utama keberhasilan penegakan hukum harus berbuat jujur, agar masyarakat merasakan kebenaran dan keadilan terhadap persolan yang di alami. Hal lain, penegak hukum dilarang menyalahgunakan kewenangan dalam menjalankan tugas penyidikan.
Jika disalahgunakan akan berdampak buruk terhadap penegak hukum.26
3. Faktor sarana atau fasilitas pendukung
Berjalanya fungsi penegakan hukum harus didukung dengan sarana prasarana yang memadai diantaranya transportasi, alat komunikasi, alat kantor, sumber daya manusia dan keuangan. Jika tidak didukung oleh
fasilitas maka berdampak pada efektifnya penegakan hukum.27
4. Faktor masyarakat
Dalam penegakan hukum masyarakat juga harus mematuhi segala peraturan yang sudah ada. Jika masyarakat tidak mematuhinya terhadap
25
Soerjono soekanto, 2008, Faktor Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Jakarta, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada. Hal.8
26 Ibid 27
27 peraturan yang ada. Hal ini akan berdampak pada penegakan hukum
dalam upaya menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat.28
5. Faktor kebudayaan
Kebudayaan adalah sikap manusia atas yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan. Sikap menjadi penentu berjalanya penegak hukum dalam masyrakat. Supaya masyarakat sadar hukum dan paham hukum terhadap berbagai peraturan yang ada dan mau menjalankan apa yang
menjadi laranganya.29
Keseluruhan faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang berkaitan dan merupakan esensi dari penegakan hukum, serta tolak ukur dari efektifitas penegakan hukum termasuk dalam pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengedara sepeda motor.
28 Ibid. 29