• Tidak ada hasil yang ditemukan

Podsolic Red Yellow Soil Quality On A Given Pool Mixed Fertilizer Of Organic And Inorganic ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Podsolic Red Yellow Soil Quality On A Given Pool Mixed Fertilizer Of Organic And Inorganic ABSTRACT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Podsolic Red Yellow Soil Quality On A Given Pool Mixed Fertilizer Of Organic And Inorganic

By

Ranny Sirait 1), Saberina Hasibuan 2), Syafriadiman 2)

1) Student of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University

2) Lecturer of the Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University

ABSTRACT

The research was conducted from January to March 2013 in a Laboratory Environment Quality cultivation, Fisheries and Marine Science Faculty of University of Riau. The purpose of this research is to know the basic podsolic red yellow soil quality a mixture of organic fertilizer quail droppings and inorganic fertilizers from Urea, SP36 and KCl and water quality. The method used in the experiment was Randomized Complete Design with 6 degrees of treatment with 3 replication. The treatment used in this experiment was (without treatment), proportion of 100% organic fertilizer (75,96 g): 0% inorganic fertilizers (0 g; 0 g;

0 g), proportion of 70% organic fertilizer (53,17 g): 30% inorganic fertilizers (0.25 g; 0.04 g; 0.14 g), proportion of 50% organic fertilizer (26,59 g): 50%

inorganic fertilizers (4.16 g; g; 0,68 2.26 g, proportion of 30% organic fertilizer (7.98 g): 70% inorganic fertilizers (5,82 g; 0.95 g; 3.16 g), proportion 0% organic fertilizer (0 g): 100% inorganic fertilizers (8.25 g; g; 4,52 1.36 g). Result showed that the provision of organic and inorganic mixed with different dose effect on the quality of soil as soil pH, soil organic matter, cation exchange capacity and posphate. Treatment that can provide the best influence on the characteristics of the land base of the pond is the proportion of 50% organic fertilizer:50%

inorganic fertilizers.

Key words : fertilizer doses, fertilizer quail, soil quality, water quality PENDAHULUAN

Tanah podsolik merah kuning (PMK) di Provinsi Riau sudah dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan walaupun sebagian masih belum dikelola dan termanfaatkan dengan baik. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor, diantaranya faktor fisika dan kimia yang terkandung dalam tanah yang tidak mendukung dan menghambat pertumbuhan organisme air. Tanah dasar kolam merupakan salah satu faktor yang sangat penting (utama)

dalam budidaya ikan, karena mutu tanah dasar kolam sangat berpengaruh terhadap kualitas air kolam di atasnya dan pada gilirannya akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan (produksi) ikan yang dibudidayakan di dalam kolam tersebut (Hasibuan, 2011).

Sonnenholzner dan Boyd (2000) mengatakan bahwa kolam yang berpotensi untuk menghasilkan ikan yang baik dipengaruhi oleh pH dan bahan organik, nitrogen dan fosfor di dalam tanah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

(2)

unsur hara dan bahan organik adalah dengan pengapuran dan pemupukan.

Menurut penelitian Tardilus (2012), dosis kapur terbaik untuk tanah PMK adalah 168,00 g/m2. Jenis kapur yang digunakan adalah CaCO3 dan kapur diperoleh dengan membeli di toko-toko penjual kapur yang berada di Pekanbaru. Pada penelitian tersebut terjadi penurunan bahan organik tanah di akhir penelitian ini disebabkan adanya proses dekomposisi dan perombakan bahan organik secara kimia di dalam tanah dan tidak adanya penambahan bahan organik selama penelitian (pemupukan) sehingga kandungan bahan organik tanah menjadi turun diakhir penelitian. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan dengan melakukan pemupukan untuk meningkatkan nutrien tanah dasar kolam dengan pupuk organik. Untuk memenuhi kecukupan NPK diberikan dengan menambahkan pupuk anorganik dari Urea, SP36 dan KCl sehingga kesuburan tanah tersebut bila dilihat dari kadar bahan organik menuju sedang dan tinggi.

Pupuk anorganik digunakan untuk mencukupi kadar NPK yang diperlukan tumbuhan ataupun organisme untuk hidup.

Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dua sampai tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30% sampai 90% dari tenaga jerap suatu tanah mineral.

Peningkatan KTK akibat penambahan bahan organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan menghasilkan humus (koloid organik) yang mempunyai permukaan dapat menahan unsur hara dan air, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik kotoran burung puyuh dapat

menyimpan pupuk dan air yang diberikan dalam tanah (Anonim, 2012).

Kotoran burung puyuh merupakan limbah padat yang pemanfaatan dan pembuatannya belum dilakukan secara maksimal.

Dewasa ini pengolahan kotoran burung puyuh untuk dijadikan pupuk sudah banyak berkembang tapi belum maksimal. Usaha budidaya sering dipadukan dengan peternakan, yang pada prinsipnya adalah memanfaatkan kotoran yang dihasilkan oleh ternak untuk menyuburkan tanah dasar kolam.

Salah satu peternakan yang banyak terdapat di Pekanbaru belakangan ini adalah peternakan burung puyuh.

Menurut Sutoyo (1987), kotoran puyuh sangat baik sebagai penyubur pertumbuhan ikan karena dapat dijadikan sebagai makanan ikan, serta mencegah serangan penyakit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tanah dasar kolam PMK dengan pemberian pupuk campuran organik kotoran burung puyuh dan pupuk anorganik dari Urea, SP36 dan KCl.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Februari 2013. Penelitian ini dilakukan di laboratorim Mutu Lingkungan Budidaya Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.

Bahan yang digunakan adalah sampel tanah dasar kolam PMK, larutan peroxida untuk menentukan tekstur tanah, pH meter untuk menentukan pH tanah, Asam borat 1%, Natrium hidroksida 40%, batu didih, pentunjuk Conway, larutan baku asam sulfat 1 N, H2SO4 4 N, larutan baku asam sulfat 0,050 N

(3)

untuk menentukan Kapasitas Tukar Kation (KTK), Larutan KMnO4 0,1 N, larutan KMnO4 0,01 N, larutan Natrium Oksalat 0,1 N, larutan Oksalat 0,01 dan H2SO4 untuk menentukan Kandungan Bahan Organik Tanah (KBOT), sampel air, kapur CaCO3, pupuk kotoran burung puyuh, Urea, SP36 dan KCl.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 taraf perlakuan dengan 3 kali ulangan. Dengan demikian perlakuan pada penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:

P0 :Tanpa pemberian pupuk (kontrol) P1 : Proporsi 100% pupuk organik (75,96 g) : 0% pupuk anorganik (0 g ; 0 g ; 0 g) P2 : Proporsi 70% pupuk organik

(53,17 g) : 30% pupuk anorganik (0,25 g ; 0,04 g ;0,14 g)

P3 : Proporsi 50% pupuk organik (26,59 g) : 50% pupuk anorganik (4,16 g ; 0,68 g ; 2,26 g)

P4 : Proporsi 30% pupuk organik (7,98 g) : 70% pupuk anorganik (5,82 g ; 0,95 g ; 3,16 g)

P5 : Proporsi 0% pupuk organik (0 g) : 100% pupuk anorganik (8,25 g ; 1,36 g ; 4,52 g)

Sebelum tanah dimasukkan ke dalam wadah, terlebih dahulu dilakukan pengadukan tanah.

Kemudian tanah dimasukkan ke masing-masing wadah. Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah yang terbuat dari plastik berbentuk tabung dengan diameter 48 cm dan tinggi 100 cm.

Wadah ini disusun di luar laboratorium agar mendekati

keadaan yang sebenarnya di lapangan, dan kemudian dilakukan pengacakan perlakuan sebanyak 18 buah. Tanah dimasukkan ke dalam semua wadah dengan ketinggian 15 cm dari dasar wadah, karena menurut Boyd (1979) kapur dan pupuk akan bekerja sampai pada kedalaman 15 cm dari permukaan tanah dasar kolam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kotoran burung puyuh dan pupuk anorganik. Sebelum pupuk dimasukkan, kotoran burung puyuh tersebut terlebih dahulu dikeringkan dengan cara menjemur. Lalu dihaluskan dan disaring agar ukuran pupuk homogen dan sekaligus untuk memisahkan pupuk dari sampah- sampah yang tidak diinginkan.

Setelah itu ditebar pada setiap wadah sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Pemberian pupuk hanya dilakukan sekali selama penelitian.

Setelah pupuk diperkirakan menyatu secara merata dengan tanah, kemudian dilakukan pemupukan pupuk anorganik untuk memenuhi kecukupan kadar NPK. Setelah itu air diisi ke dalam wadah secukupnya.

Pengukuran kualitas tanah dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian. Parameter yang diukur adalah pH tanah yang diukur menggunakan pH meter (Boyd, 1979), KBOT menggunakan metoda pett (pett (dalam Idawaty, 2005)), KTK menggunakan metoda destilasi langsung (Balai Penelitian Tanah, 2005), Kalium tanah diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) (Balai Penelitian Tanah, 2005), Posfat tanah diukur dengan UV-Vis spektrofotometer merek PG instrument Ltd (Balai Penelitian Tanah, 2005) dan N-Total menggunakan metoda kjieldahl (Balai Penelitian Tanah, 2005), dan sedangkan pada pengukuran kualitas air, parameter yang diukur adalah suhu yang diukur

(4)

menggunakan thermometer (SNI (dalam Dinas Pekerjaan Umum 1990)), pH menggunakan pH meter (SNI (dalam Dinas Pekerjaan Umum 1990)).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

1. Sifat Fisika Tanah Dasar Kolam

Tanah Podsolik Merah Kuning yang digunakan sebagai tanah dasar kolam di Desa Koto Mesjid yang diberi pupuk campuran organik dan anorganik menunjukkan perubahan sifat fisika yang relatif kecil. Hasil pengukuran sifat fisika tanah dasar kolam selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran sifat fisika tanah dasar kolam selama penelitian Parameter Tanah Dasar

Kolam Awal Akhir

Fisika Tanah

a. Warna Coklat gelap olive (2,5 Y 3/3)

Coklat gelap kekuningan (10 YR 4/6)

b. Tekstur Lempung Berpasir Lempung Berpasir

c. BV (g/cm3) 2,16 2,14

Pada Tabel 1, terlihat bahwa warna tanah awal dan akhir ada perbedaan yaitu pada awal penelitian adalah coklat gelap olive (2,5 Y 3/3) dan akhir penelitian coklat gelap kekuningan (10 YR 4/6). Diduga perubahan warna tanah terjadi karena pemberian pupuk campuran organik dan anorganik. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap.

Pengukuran tekstur tanah pada awal dan akhir penelitian menunjukkan karakteristik yang sama lempung berpasir. Perubahan pada tekstur tanah kolam relatif tidak terjadi karena pengaruh pupuk campuran organik dan anorganik yang digunakan hanya untuk menumbuhkan alga dasar sehingga

fitoplankton, zooplankton dan makrozoobenthos.

Pengukuran BV tanah pada awal penelitian adalah 2,16 g/cm3 dan akhir penelitian adalah 2,14 g/cm3. Perubahan nilai BV pada tanah kolam dipengaruhi oleh sumbangan bahan organik yang berasal dari populasi fitoplankton.

Peningkatan bahan organik pada tanah kolam relatif meningkat pada akhir penelitian (Tabel 2). Pada tanah dasar kolam, jumlah dan jenis fraksi lempung dan bahan organik memegang peranan penting dalam menentukan berat volume tanah.

2. Kualitas Tanah

Pengukuran parameter kualitas tanah selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

Tabel 2. Pengukuran parameter kualitas tanah selama penelitian

Keterangan : - P0= Kontrol P1=(100%:0%) P2= (70%:30%) P3= (50%:50%) P4= (30%:70%) P5=

(0%:100%).

- Huruf yang berbeda pada kolom menunjukan ada perbedaan antar perlakuan

Pengaruh pemberian pupuk campuran organik kotoran burung puyuh dan pupuk anorganik terhadap kualitas tanah kolam menunjukan bahwa dosis pupuk yang berbeda memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (p > 0,05) terhadap penurunan pH tanah selama penelitian karena kapur CaCO3 dapat menbuffer pH tanah PMK selama penelitian sehingga pHnya stabil dan fungsi pupuk campuran organik dan anorganik relatif lebih menstabilkan nilai pH tanah kolam.

Kisaran rata-rata kandungan bahan organik tanah tersebut tergolong kategori tinggi karena adanya penambahan bahan organik dan anorganik. Nilai KBOT pada akhir penelitian tinggi yaitu berkisar 1,84-2,33%.

Pengaruh pemberian pupuk campuran organik kotoran burung puyuh dan pupuk anorganik terhadap kualitas tanah kolam menunjukkan bahwa pemberian pupuk yang berbeda memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap peningkatan kandungan bahan organik tanah (KBOT). Nilai KBOT yang tertinggi (terbaik) selama penelitian yaitu pada perlakuan P3

yaitu 2,33% dengan proporsi 50%

pupuk organik : 50% pupuk anorganik.

Kisaran rata-rata pengukuran kandungan KTK tanah pada penelitian ini adalah 8,35-11,90 me/100g. Pengaruh pemberian pupuk campuran organik kotoran burung puyuh dan pupuk anorganik terhadap kualitas tanah kolam menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kenaikan kandungan KTK tanah (P < 0.05). Uji Student Newman Keuls (SNK) menunjukan bahwa P1 berbeda nyata terhadap P3.

Nilai KTK tanah yang terbaik (tertinggi) yaitu 11,90 me/100g pada perlakuan P3 dengan proporsi 50%

pupuk organik : 50% pupuk anorganik.

Kisaran rata-rata pengukuran kandungan P tersedia pada penelitian ini adalah 91,06-172,43 ppm.

Pengaruh pemberian pupuk campuran organik kotoran burung puyuh dan pupuk anorganik terhadap kualitas tanah kolam menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk yang berbeda memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kenaikan kandungan P tersedia (P <0,05). Uji

Perla kuan

Rata-rata±Stdev

pH KBOT (%) KTK

(me/100g)

P tersedia (ppm)

Kalium tersedia (me/100g)

N Total (%)

Rasio C/N

P0 7,5±0,20 1,84±0,19a 9,50±0,86ab 125,77±22,91ab 0,16±0,03a 0,08±0,02 6,95±2,95a P1 7,7±0,11 2,28±0,12b 8,35±0,95a 140,64±6,73ab 0,16±0,01a 0,07±0,01 11,91±3,91ab P2 7,5±0,11 2,21±0,02b 8,73±0,24ab 139,97±35,07ab 0,14±0,00a 0,06±0,00 18,99±1,33c P3 7,6±0,05 2,33±0,005b 11,90±1,85b 172,43±9,77b 0,25±0,01b 0,08±0,005 10,03±0,23ab P4 7,6±0,05 2,31±0,25b 11,07±0,40b 91,06±4,42a 0,28±0,01c 0,07±0,005 13,18±0,46ab P5 7,5±0,00 2,22±0,08b 10,31±0,40ab 126,60±43,23ab 0,31±0,02d 0,08±0,011 6,95±1,68b

(6)

SNK P4 berbeda nyata dengan P3.

Nilai P tersedia yang terbaik (tertinggi) yaitu 172,43 me/100g pada perlakuan P3 dengan proporsi 50% pupuk organik : 50% pupuk anorganik.

Kisaran rata-rata pengukuran kandungan kalium tersedia tanah pada penelitian ini adalah 0,14-0,31 me/100g. Pengaruh pemberian pupuk campuran organik kotoran burung puyuh dan pupuk anorganik terhadap kualitas tanah kolam menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kenaikan kandungan kalium tanah.

(P <0,01). Uji SNK menunjukkan bahwa P3 sangat berbeda nyata dengan P5. Nilai kalium tanah yang terbaik (tertinggi) yaitu 0,33 me/100g pada perlakuan P5 dengan proporsi 0% pupuk organik : 100%

pupuk anorganik.

Kisaran rata-rata pengukuran kandungan N-total pada penelitian berkisar 0,06-0,08%. Pengaruh pemberian pupuk campuran organik kotoran burung puyuh dan pupuk anorganik terhadap kualitas tanah kolam menunjukan bahwa proporsi pupuk yang berbeda memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (p >

0,05) terhadap penurunan N Total.

Kisaran rata-rata pengukuran rasio C/N tanah pada penelitian ini adalah 6,95-18,99. Nilai rasio C/N terlihat bahwa pada akhir penelitian pada perlakuan P2 meningkat hingga 18,99. Pengaruh pemberian pupuk campuran organik kotoran burung puyuh dan pupuk anorganik terhadap kualitas tanah kolam menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kenaikan rasio C/N tanah. (P <0,01).

Uji SNK menunjukkan bahwa P0, P1, P3, P4 dan P5 berbeda sangat nyata dengan P2. Nilai rasio C/N tanah yang terbaik (terendah) yaitu

<15 pada semua perlakuan selain P2.

3. Kualitas Air

Pada Tabel 3, kisaran rata- rata pengukuran suhu air selama penelitian pada masing-masing perlakuan tidak jauh berbeda, yaitu 27-320C. Kisaran suhu tersebut sudah tergolong baik, karena menurut Boyd (1979) menyatakan bahwa perbedaan suhu yang tidak melebihi 100C masih tergolong baik dan kisaran suhu yang baik untuk organisme di daerah tropik adalah 25- 320C.

Tabel 3. Rata-rata hasil pengukuran parameter kualitas air (suhu, pH) selama penelitian

Perlakuan Parameter

Suhu pH

P0 27-32 6,8-7,8

P1 27-32 6,8-7,8

P2 27-32 6,9-7,9

P3 27-32 6,8-7,9

P4 27-32 6,1-7,9

P5 27-32 6,8-7,8

(7)

Kisaran rata-rata hasil pengukuran pH air selama penelitian ini adalah 6,3 - 7,1. Menurut Kordi et al., (2009) pH air yang baik untuk usaha budidaya adalah pH 6,5 – 9.0 dan kisaran optimal adalah pH 7,5 – 8,7.

Pembahasan 1.Kualitas Tanah

Pada Tabel 2, nilai pH tertinggi pada yakni 7,7 terjadi pada P2 diduga disebabkan kadar pupuk organik yang tinggi pada campuran pupuk yang diaplikasikan. Hal ini sejalan dengan penelitian Suntoro, 2002 bahwa peningkatan pH tanah akan terjadi apabila bahan organik yang kita tambahkan telah terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya, berupa kation-kation basa. Rata-rata pH tanah diatas adalah berkisar antara 7,5-7,7 selama penelitian. Standar pengukuran pH tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2005), tergolong agak alkalis (7,6-8,5) dan netral (6,6-7,5).

Peningkatan bahan organik terlihat bahwa semakin tinggi kadar pupuk anorganik dalam pupuk campuran semakin tinggi bahan organiknya karena pupuk anorganik lebih cepat tersedia unsur-unsur haranya bila dibandingkan pupuk organik. Nilai KBOT pada penelitian tergolong tinggi yaitu berkisar 1,84- 2,33%. Peningkatan bahan organik tanah disebabkan karena adanya penambahan bahan organik dan anorganik selama penelitian (pemupukan) sehingga kandungan bahan organik tanah menjadi naik di akhir penelitian. Menurut Soepardi (1983), laju dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh: (a) bahan asal tumbuhan, meliputi jenis, umur,

dan komposisi kimia tumbuhan; (b) faktor tanah (aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman dan tingkat kesuburan) dan (c) faktor iklim.

Pengukuran kapasitas tukar kation (KTK) selama penelitian diketahui bahwa rata-rata kapasitas tukar kation (KTK) mengalami kenaikan dan penurunan pada setiap perlakuan, dimana sumbangan nilai KTK lebih dominan dari pupuk organik atau bahan organik. Hal ini dilihat pada kandungan bahan organik tanah tertinggi berada pada P3 dengan proporsi 50% pupuk organik : 50% pupuk anorganik.

Faktor lain yang mempengaruhi KTK salah satunya adalah tekstur tanah. Makin halus tekstur tanah, makin tinggi KTK-nya. Tanah bertekstur halus mengandung lebih banyak liat, lebih banyak bahan organik, dan memiliki nilai KTK yang tinggi (Sudaryono, 2009).

Pengukuran P tersedia selama penelitian terlihat bahwa kadar P tersedia pada tanah PMK meningkat akibat pH naik dan pemberian pupuk campuran organik dan anorganik.

Nilai P tersedia yang tertinggi pada penelitian ini ditemukan pada P3.

Kadar P tersedia pada tanah PMK akibat pH naik 7,6, ini memicu P tersedia meningkat akibat pemberian pupuk campuran. Fosfat tersedia dalam tanah memiliki beberapa bentuk tergantung pH. Pada kondisi keasaman tinggi mayoritas dalam bentuk H2PO4-

, jika keasaman sedang biasanya fosfat tersedia sebagai senyawa H2PO4-, dan pada kondisi keasaman rendah dengan pH 2,13, bentuk PO43-

lah yang dominan (Hardjowigeno 2003). Sumber P dalam tanah diantaranya adalah sisa tanaman dan binatang yang telah mati. Mikroorganisme menguraikan sisa tanaman yang mengandung P

(8)

dan menghasilkan P organik yang mengalami mineralisasi (Anonim, 2012).

Nilai kalium tanah pada semua perlakuan tergolong rendah (Lampiran 6), sesuai menurut Balai penelitian tanah (2005), yaitu rendah bila berkisar 0,1-0,3 me/100g.

Sumbangan K pada tanah PMK diberikan oleh penggunaan pupuk anorganik 100% sehingga lebih cepat menyediakan K+ di tanah.

Nilai N-Total Tanah selama penelitian terlihat bahwa peningkatan kadar pupuk organik dapat meningkatkan nilai N-Total, tetapi dalam hasil penelitian ini nilai N Total sangat rendah diduga karena banyak mikroorganisme dalam tanah membutuhkan N sehingga menyebabkan penurunan N. Pada penelitian ini terlihat bahwa nilai N Total sangat rendah berkisar 0,06- 0,07%. Nilai N- Total tanah mengalami penurunan, hal ini diduga terjadi karena N tanah diserap oleh mikroorganisme yang ada di dalam tanah seperti fitoplankton dan makrozoobenthos. Menurut Hardjowigeno, 2003 hilangnya N dari tanah dapat disebabkan beberapa faktor yaitu tanaman dan mikroorganisme, N dalam bentuk NH4+

dapat diikat oleh mineral liat jenis illit sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman, N dalam bentuk NO3-

sangat mudah tercuci karena selalu dalam keadaan larut dalam tanah, tidak terikat dan tidak dapat membentuk senyawa sukar larut.

Rasio C/N merupakan suatu cara mudah untuk mengetahui laju proses dekomposisi apakah bahan organik dalam kondisi cepat hancur atau sulit hancur. Hasil pengukuran rasio C/N terlihat bahwa pada akhir penelitian perlakuan P2 meningkat

hingga 18,99, diduga karena proses dekomposisi pada P2 lama. Rasio C/N menunjukkan mudah tidaknya bahan organik terurai, semakin kecil rasio C/N maka bahan organik tersebut lebih mudah terurai. Rasio C/N yang biasa ditemukan di kolam adalah 10,5:1 (Boyd, 1990). Rasio C/N rendah menandakan proses nitrifikasi berlangsung dengan baik dan proses dekomposisi bahan organik sudah berlangsung lama atau lanjut yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah (Brady, 1990). Faktor lain yang mempengaruhi proses dekomposisi adalah plankton. Plankton merupakan sumber bahan organik segar yang memiliki nisbah C/N berkisar 6-7 yang selanjutnya akan memperkaya bahan organik segar pada lapisan sedimen 1 cm (Brossard dan Jankowska, 2001). Pada P2 bahan organik belum terdekomposisi sempurna sehingga nilai rasio C/N tinggi.

2. Kualitas Air

Pengukuran kualitas air pada Tabel 2, perbedaan suhu (kenaikan dan penurunan suhu air) selama penelitian pada umumnya diakibatkan oleh cuaca seperti hujan dan panasnya sinar matahari, dimana semakin lama air pada wadah penelitian tersebut terkena sinar matahari, maka suhu akan meningkat (suhu sore). Menurut Sukmawardi (2011) perbedaan suhu disebabkan oleh keadaan cuaca sepeti panas, hujan dan lamanya sinar matahari yang masuk ke dalam wadah penelitian yang diletakkan di luar ruangan. Begitu juga untuk pengukuran pH air selama penelitian sudah yang ideal, karena menurut Kordi et al. (2009) pH air yang baik untuk usaha budidaya adalah pH 6,5 –

(9)

9.0 dan kisaran optimal adalah pH 7,5 – 8,7.

KESIMPULAN DAN SARAN Dosis pupuk organik dan anorganik yang berbeda memberikan pengaruh terhadap beberapa parameter kualitas tanah dan parameter kualitas air selama penelitian. Perlakuan yang dapat memberikan pengaruh terbaik pada karakteristik tanah dasar kolam adalah P3 dengan proporsi 50%

pupuk organik : 50% pupuk anorganik dengan hasil pengukuran KTK tanah (11,90 me/100g), KBOT (2,33%) dan P tersedia tanah (172,43 ppm). Kualitas tanah dasar kolam selama penelitian menunjukkan kisaran pH tanah (7,5-7,7), kisaran kalium tersedia (0,14-0,31 me/100g), kisaran N Total (0,06-0,08%), kisaran rasio C/N yaitu <15 (6,95- 13,18) dan kualitas air seperti suhu berkisar 27-320C dan pH berkisar 6,1 - 7,9.

Penelitian selanjutnya disarankan agar dapat menentukan lagi dosis pupuk organik dan anorganik yang terbaik untuk tanah dasar kolam dari jenis tanah dan umur kolam yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim..2012..http://puyuh_jepang.

blogspot.com/2012/05/ ini luar biasa, kenapa kotoran Puyuh Sangat Bagus Digunakan Sebagai Pupuk Organik.html.

Diakses tanggal 13 November 2012.

Balai Penelitian Tanah. 2005. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. “Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk”. Bogor. 136 hal.

Boyd, C. E. 1979. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elvesier Scientific Publishing Company. The Netherlands. 318 pp.

Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture.

Alabama Agriultural Experiment Station, Auburn University, Alabama USA.

482p.

Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. New York:

Mac Millan Publishing Company.

Brossard, D. M and Jankowska, H.

D. 2001. Seasonal Variability of Benthic Ammonium Release In The Surface Sediment of The Gulf of Gdansk (Southern Baltic Sea). Ocealonogia J. 43 (1), pp. 113-136.

Dinas Pekerjaan Umum. 1990.

Kumpulan SNI Bidang pekerjaan Umum. “Kualitas Air” SK SNI M-03-1989-F :Metode Pengujian Kualitas Fisika Air”. Departemen Pekerjaan Umum (tidak diterbitkan).

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah dan Hama. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 200 hal.

Hasibuan, S. 2011. Manipulation of Inseptisols Pond Bottom Soil Through Addition of Ultisols and Vertisols for Rearing of Red Tilapia (Oreochromis sp.)

Larvae. Indonesian

Aquaculture Journal. No. 59- 70 p.

Idawaty. 2005. Perkembangan Jenis dan Kelimpahan Fitoplankton Dengan Dosis Pemberian pupuk Kotoran Kambing Pada Wadah Budidaya. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

(10)

Pekanbaru. 85 hal (tidak diterbitkan).

Sonnenholzner, S dan Boyd. C. E.

2000. Chemical and Physical Properties of Shrimp Pond Bottom Soil in Ecuador.

Journal of The World aquaculture Society. Vol. 31, No. 3, pp. 358-375.

Kordi, Ghufron, K. K dan Tancung, A. B. 2009. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta

Sudaryono. 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan Batubara Sangatta, Kalimantan Timur. J.

Teknologi Lingkungan. Vol 10(3): 337-346, ISSN 1441- 318X. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.

Suntoro. 2002. Pengaruh Penambahan Bahan Organik, Dolomit dan KCl Terhadap Kadar Klorofil dan Dampaknya pada Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogeae. L).

BioSMART. Vol.4 No.2:36-46.

(Terakreditasi Nasional No.

02/DIKTI/ Kep/2002).

Sukmawardi. 2011. Studi Parameter Fisika Kimia Kualitas Air Pada Wadah Tanah Gambut Yang Diberi Pupuk Berbeda. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru

Sutoyo. M. D. 1987. Petunjuk Praktis Beternak Puyuh. Titik Terang.

Jakarta. 75 hal

Tardilus, 2012. Karakteristik Tanah Dasar Kolam Budidaya Perikanan dari Desa Koto Mesjid yang Diberi Dosis Kapur Berbeda. Skripsi Budidaya Perikanan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Pekanbaru. 79 hal.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini terdiri dari dua tahapan percobaan. Percobaan I yaitu pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produksi buncis mini.

Pada analisis tanah awal kadar P tanah adala 0,069%, setelah dilakukan perlakuan dengan pemberian dosis pupuk NPK yang berbeda dan pupuk organik cair, telah menambah

Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Hasil analisis ragam menunjukkan dosis dan konsentrasi pupuk organik cair limbah rumah tangga serta interaksinya berbeda tidak nyata, akan

Dosis pupuk padat kotoran ayam setara 50,0 gram memberikan hasil terbaik terhadap C-organik, Kerapatan isi tanah, tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman dan

Kadar bahan organik, N-total dan K-tertukar pada rotasi padi-padi-padi, kacang tanah-padi-padi dan kedelai-padi-padi baik dengan maupun tanpa pupuk organik tidak

Hasil penelitian menunjukan pemberian kombinasi pupuk anorganik dan organik memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap komponen pertumbuhan dan hasil kubis bunga,

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan bahan organik dan abu janjang, dengan minimal pemberian pupuk anorganik, memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan dan produksi

Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik cair nano berbeda nyata terhadap luas daun tanaman selada merah dengan rata-rata luas tertinggi terdapat pada