Pajak (Pertemuan #4)
Semester Genap 2015-2016
1. Mahasiswa memahami asas-asas dalam pemungutan pajak, khususnya four cannons of taxation;
2. Mahasiswa memahami tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
3. Mahasiswa memahami penerapan dari asas-asas
dalam pemungutan pajak
• Four Cannons of Taxation;
• Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik;
• Penerapan asas certainty dalam Pajak Penghasilan.
Hampir seluruh negara di dunia menganut
Smith’s canons/four maxims sebagai
persyaratan atau prinsip-prinsip pokok
perpajakan.
Berdasarkan four canons of taxation yang dikemukakan oleh Adam Smith, dikenal empat asas pemungutan pajak yang baik:
1.Asas persamaan, keadilan dan kemampuan (equality, equity and ability), dikenal juga dengan asas equity;
2.Asas kepastian (certainty)
3.Asas kenyamanan pembayaran (convenience of payment); dan
4.Asas efisiensi (economic of collection)
Asas equality, equity and ability.
Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa untuk keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. Dengan demikian akan tercapai suatu keadilan (equity). Sebagaimana dengan asas kesamaan di depan hukum (equality before the law), asas equality yang dikemukakan oleh Adam Smith merupakan bentuk penerapan dari konsep legalitas di mana hukum harus diterapkan tanpa kecuali terhadap mereka yang berada pada keadaan yang sama.
Utang pajak yang ditanggung oleh seorang wajib pajak harus sesuai dengan kemampuannya, misalnya penghasilan kena pajak orang yang tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan akan berbeda dengan penghasilan kena pajak orang yang memiliki istri dan anak. Ini yang disebut sebagai pengenaan pajak dikenakan terhadap semua rakyat, secara adil dan sesuai dengan kemampuan (ability to pay) wajib pajak.
Asas certainty.
Secara terminologis, certainty berarti kepastian. Dalam konteks penyelenggaraan Negara, asas ini dapat diasosiasikan dengan asas kepastian hukum dalam penyelenggaraan negara, yang merupakan asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. Dalam konteks pemungutan pajak, Adam Smith menyatakan bahwa “(...) the tax which each individual is bound to pay ought to be certain and not arbitrary; the time of payment, the manner of payment, the quantity to be paid all ought to be clear and plain to the contributor and to every other person (...)”.
Berdasarkan asas kepastian (certainty) penarikan pajak oleh negara (fiskus) kepada wajib pajak harus dilakukan dengan kepastian hukum berdasarkan peraturan tertulis dalam suatu sumber hukum, yang dalam arti formal berbentuk undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif.
Asas certainty.
Secara tekhnis, kepastian berarti dalam pemungutan pajak harus ada kepastian hukum mengenai subjek, objek, tarif, mekanisme pemungutan, sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Asas convenience (of payment).
Disebut juga sebagai asas kemudahan dan kelayakan atau ketepatan waktu.
Adam Smith menyatakan bahwa “Every tax ought to be levied at the time or in the manner in which it is most likely to be convenient for the contributor to pay it.” Pembahasan mengenai asas ini terkait dengan konsep timbulnya utang pajak (tatbestand). Menurut ajaran materiil mengenai timbulnya utang pajak, utang pajak baru timbul apabila syarat mutlak mengenai orangnya, sebagai titik taut (tatbestand) utama, dan keadaan objektif yang ditentukan dalam Undang-Undang telah terpenuhi. Ajaran ini relevan untuk diterapkan pada jenis-jenis pajak yang dipungut secara self assessment. Misalnya, dalam PPh, titik taut (tatbestand) yang ditetapkan dalam Undang-Undang adalah berupa keadaan tertentu, yaitu perolehan penghasilan oleh subjek PPh, sedangkan titik taut (tatbestand) utama yang menimbulkan utang PPN adalah pemanfaatan Barang Kena Pajak (selanjutnya, BKP) atau Jasa Kena Pajak (selanjutnya, JKP) di dalam daerah pabean.
Asas convenience of payment merupakan dasar bagi pemungutan pajak yang cepat, tepat, terarah, dam murah. “Pajak harus dipungut pada saat yang tepat yaitu saat wajib pajak memiliki uang sehingga menyenangkan (convenience) bagi wajib pajak.”
Contoh:
Bagi seorang karyawan adalah paling tepat bila saat membayar pajak ketika awal bulan menerima gaji atau upah. Untuk seorang pengusaha akan lebih baik apabila pembayaran pajak dilakukan ketika menerima pembayaran dari kliennya.
Asas economy (of collection)
Serupa dengan asas equity sebagaimana dijelaskan sebelumnya, asas ini juga memiliki dimensi hukum prosedural, di samping dimensi hukum materiil. Adam Smith menyatakan bahwa “Every tax is to be so contrived as both to take out and keep out of the pockets of the people as little as possible over and above what it brings into the public treasury of the state.” Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa asas ini memiliki dimensi hukum materiil berupa pembatasan jumlah pajak yang harus dipungut terhadap Wajib Pajak, ditandai dengan pernyataan Adam Smith “(...) to take out and keep out of the pockets of the people as little as possible (...),” dan hukum prosedural berupa keadaan di mana hasil penerimaan negara lebih besar dari biaya yang dikeluarkan fiskus untuk memungut pajak tersebut, ditandai dengan pernyataan Adam Smith “(...) over and above what it brings into the public treasury of the state.”
Asas economy (of collection)
Berdasarkan definisi tersebut juga dapat disimpulkan bahwa asas ini bermaksud mensyaratkan adanya proporsionalitas antara dampak pemungutan pajak bagi ekonomi mikro (pada level Wajib Pajak tertentu) dan makro (pada level kegiatan perekonomian di suatu negara), dan efisiensi (dinyatakan dalam biaya) fiskus dalam memungut pajak. Oleh karena pembahasan mengenai dampak pemungutan pajak bagi perekonomian mikro dan makro memerlukan kajian ilmu ekonomi yang mendalam, maka tulisan ini hanya membahas penerapan asas economy dalam konteks efisisiensi pemungutan pajak oleh fiskus.
Sederhananya, berdasarkan asas efisiensi (economic of collection), biaya sejak wajib pajak membayar pajak sampai uang pajak masuk ke kas negara hendaknya seminim mungkin dan diusahakan supaya hasil pemungutan pajak jauh lebih besar daripada biaya pemungutannya.
Marihot P. Siahaan mengutip dari Soetrisno, P.H., untuk memenuhi asas economic of collection, pembentuk undang-undang dan pelaksananya perlu memperhatikan empat hal:
1. Dalam melaksanakan pemungutan pajak membutuhkan banyak staf yang gajinya menggunakan sebagian besar hasil penerimaan pajak;
2. Pemungutan pajak mungkin dapat mematikan usaha masyarakat atau menghambat usaha- usaha tertentu yang seharusnya dapat memberikan kesempatan kerja dengan menggunakan banyak bahan mentah;
3. Pemungutan pajak kemungkinan dapat mematikan kesempatan untuk berinvestasi, yang merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pembangunan
4. Pemungutan pajak mungkin menimbulkan tekanan-tekanan, suapan-suapan dan kesulitan- kesulitan lain dalam pelaksanaanya.