DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abdurahman, Sosiologi dan Metodologi Penelitian Hukum. 2009. Malang : UMM
Press
Abut, Hilarious, Perpajakan . 2005. Jakarta. Diadit Media
Anshari, Tampil, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi. 2009. Medan.
Pustaka Bangsa Press
B Ilyas, Wirawan dan Burton, Richard, Hukum Pajak. 2001. Jakarta. Salemba Empat
Nasution, Faisal Akbar, Pemerintahan Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli
Daerah. 2009. Jakarta: PT. SOFMEDIA.
R.Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak. 1986. Bandung. Eresco
Siahaan, Marihot Pahala, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2005. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Soemitro, Rochmat, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944. 1997.
Bandung: Eresco. Cetakan ke - 8
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. 2003. Jakarta. PT Grafindo
Persada
Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, Hukum Pajak dan Permasalahannya. 2004.
Bandung. Refika Aditama
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak. 2008. Malang: Bayu Media
Publishing. Cetakan ke - 2
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah
C. INTERNET
Juni 2015)
BAB III
TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN
NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL
(STUDI DI PEMKO MEDAN)
A. PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL
1. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Hotel
a. Dasar Pengenaan Pajak Hotel
Dasar Pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang
seharusnya dibayar kepada hotel. Apabila pembayaran dipengaruhi oleh hubungan
yang istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar
pada saat pemakaian jasa hotel.
Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada
wajib pajak untuk harga jual, baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian
yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian barang atau
jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan
dengan nama apapun juga dilakukan yang berkaitan dengan usaha hotel.13
b. Tarif Pajak Hotel
Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten yang bersangkutan.
_________________
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada pemerintah
kabupaten untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi
masing-masing daerah. Dengan demikian, setiap daerah diberi kewenangan untuk
menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan daerah lainnya yang
tidak melebihi sepuluh persen.14
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Hotel
Beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak hotel adalah sebagai
berikut :
1. Jumlah Wajib Pajak Hotel
Jumlah wajb pajak hotel sangat berpengaruh dalam penerimaan pajak hotel,
jika semakin banyak jumlah wajib pajak hotel maka makin banyak pula yang
menyetorkan pajak hotelnya. Begitu juga sebaliknya, apabila semakin sedikit hotel
yang aktif di kota medan maka tidak optimal pula penerimaan pajak hotel tersebut.
2. Jumlah Pengunjung Hotel
Pengunjung adalah sasaran utama dari pajak hotel maka apabila pengunjung
hotel sedikit, maka sangat berpengaruh besar terhadap penerimaan suatu hotel.
Sehingga suatu hotel harus menunjukkan kualitas dan juga fasilitas yang berstandar
agar para pengunjung hotel tertarik untuk dating dan memakai jasa perhotelan
tersebut.
_______________________
14
Adapun hal-hal yang mungkin dapat mempengaruhi penerimaan pendapatan
hotel khususnya di Kota Medan yaitu :
2.1. Tingkat Keamanan
Medan merupakan salah satu kota besar yang paling aman di Indonesia
dibanding kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Bandung, Bali, dan lain
sebagainya yang rawan terorisme dan tingkat kriminal yang tinggi. Jadi tidak
heran apabila kota Medan menjadi salah satu tempat pariwisata yang dipilih
oleh masyarakat Indonesia.
2.2. Tingkat Kenyamanan dan kelengkapan Hotel
Kenyamanan dan kelengkapan hotel sangat berpengaruh dalam
penerimaan pendapatan suatu hotel, dikarenakan hal tersebut merupakan
penunjang dalam menarik minat pengunjung hotel. Kebersihan, keamanan dan
kelengkapan fasilitas yang dimiliki suatu hotel membuat pengunjung merasa
senang dan berkesan untuk berada di hotel tersebut. Jadi, tidak sedikit
masyarakat dari golongan menengah keatas yang lebih memilih hotel
berbintang disbanding hotel melati, demi sebuah kenyamanan dan segala
fasilitas yang disediakan oleh hotel.
2.3. Tarif / Biaya Penginapan
Disamping kenyamanan dan kelengkapan fasilitas hotel, hal yang
utama bagi pengunjung hotel adalah tarif. Hal ini dapat dilihat dengan
banyaknya pengunjung hotel yang memilih Hotel Melati untuk menginap,
para pengunjung. Sehingga Hotel Melati juga mempunyai peran yang cukup
besar dalam penerimaan pajak hotel.
B. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL
Dalam melakukan pemungutan pajak hotel, ada asas yang mengatur cara
pemungutannya. Asas tersebut adalah :
a. Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata.
b. Penetapan pajak tidak ditentukan dan sewenang-wenang, oleh karena itu
Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak
terhutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
c. Wajib Pajak dapat membayar pajak sesuai dengan saat yang tidak
menyulitkan Wajib Pajak.
d. Biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib
pajak diharapkan semaksimal mungkin, demikian pula beban yang dipikul
Wajib Pajak.
C. PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL BERDASARKAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL
1. Tata Cara Pemungutan Pajak Hotel
Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan secara borongan, dimana wajib pajak
juga wajib membayar pajak terhutang berdasarkan SPTPD. Pajak yang terhutang
dibayar ke kas daerah melalui bank atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh
kepala daerah. Dimana Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan dengan
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terhutangnya pajak, kepala
daerah dapat menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang
tidak atau kurang dibayar.
2. Jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
3. Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terhutang dihitung
secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak
Jumlah kekurangan pajak terhutang dalam SKPDKB sebagaimana tertulis
dalam pasal 13 ayat (1) huruf a angka 1 dan 2 Perda Kota Medan Nomor 4 Tahun
2011 tentang Pajak Hotel , dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) setiap bulan dihitung dari pajak yang atau terlambat dibayar untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat
terhutangnya pajak.15
________________________
Jumlah pajak yang terhutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud akan
dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen)
dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
setiap bulan, dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 ( dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya
pajak.
Dalam hal surat tagihan pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD jika :
a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
b. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai
akibat salah tulis dan/ atau salah hitung.
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda.
Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam STPD sebagaimana
dimaksud ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga 2% (dua
persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat
terhutangnya pajak.
2. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak Hotel
2.1. Pembayaran Pajak Hotel
Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
pajak yang terhutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terhutangnya
pajak. SPTPD,SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam
Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan
yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2%
(dua persen) setiap bulan.
2.2.Penagihan Pajak Hotel
Berikut adalah tata cara Penagihan Pajak Hotel yang tidak / kurang bayar :
a. Surat Teguran atau surat peringatan yang sejenis sebagai awal tindak
penagihan pajak dikeuarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran oleh pejabat daerah.
b. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat
peringatan, wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang.
c. Apabila jumlah pajak yang terhutang belum juga dilunasi dalam jangka
waktu yang sebagaimana ditentukan, maka dikeluarkan surat paksa.
d. Pejabat menerbitkan surat paksa setelah 21 hari sejak tanggal surat
teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenis.
e. Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu
2x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, pejabat segera
menerbitkan surat pernyataan.
f. Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang
pajaknya, setelah lewat 10 hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan
Sanksi terhadap Wajib Pajak Hotel yang tidak memenuhi kewajiban
perpajakannya adalah sanksi administrasi sebesar 25% sebulan dari pajak yang tidak
atau terlambat membayar. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat
terhutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar.
Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar Tambahan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%
dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Bila wajib pajak hotel tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya yaitu dengan ditemukannya data baru atau data yang semula
belum terungkat yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga pajak yang terhutang
bertambah, maka terhadap Wajib Pajak Hotel dikenakan sanksi administrasi sebesar
100% dari jumlah kekurangan.
Jumlah Pajak Hotel yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi sebesar 25% dari pokok pajak ditambah
sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang bayar
atau terlambat bayar jangka waktu paling lama 24 jam dihitung sejak saat terhutangnya
BAB IV
HAMBATAN DAN REALISASI DALAM PEMUNGUTAN
PAJAK HOTEL DI KOTA MEDAN
A. HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI KOTA MEDAN
Dalam rangka meningkatkan sumber pemasukan daerah, pemerintah
selalu berupaya untuk menggali secara maksimal sumber-sumber keuangan
yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota Medan diperlukan usaha peningkatan
penerimaan yang berasal dari pajak daerah terutama pajak hotel.
Dalam pemungutan pajak secara umum baik pajak pusat maupun pajak
daerah, seringkali terdapat kendala-kendala yang melemahkan dalam
pemungutan pajak.
Kendala-kendala yang melemahkan dalam pemungutan pajak antara
lain :
1. Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang yang sering kali tidak
konsisten dengan undang-undangnya.
Melaksanakan tax reform lebih pelik dan menghabiskan waktu
dibandingkan dengan ketika merancang tax reform dalam undang-undang,
apabila peraturan pelaksanaan yang dijadikan dasar dalam melaksanakan aturan
hukum pajak tidak konsisten dengan undang-undang, tentu akan mengakibatkan
kendala yang fatal dalam pemungutan pajak.
Pajak daerah dan pajak nasional merupakan satu sistem perpajakan
Indonesia yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu
dijaga agar kebijaksanaan perpajakan tersebut dapat memberikan beban yang
adil. Sejalan dengan perpajakan nasional, maka pembinaan pajak daerah harus
dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan harus dilakukan
secara terus menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajaknya supaya antara
pajak pusat dan pajak daerah bisa saling melengkapi.
3. Database yang masih jauh dari standar internasional.
Kendala lain yang dihadapi aparatur pajak adalah database yang masih
jauh dari standar internasional. Padahal database sangat menentukan untuk
menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem self-asessment.
Persepsi masyarakat bahwa banyak dana yang dikumpulkan oleh
pemerintah digunakan secara boros atau dikorup, juga dapat menimbulkan
kendala untuk meningkatkan kepatuhan pemabayar pajak. Berbagai pungutan
resmi dan tidak resmi, baik di pusat maupun di daerah yang membebani
masyarakat juga menimbulkan hambatan untuk menaikkan penerimaan pajak.
4. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap kepatuhan
membayar pajak bagi penyelenggara negara.
Law enforcement merupakan pelaksanaan hukum oleh pejabat yang
berwenang di bidang hukum, misalnya pelaksanaan hukum oleh polisi, jaksa,
hakim dan sebagainya.
Tidak kalah penting untuk disoroti pelaksanaan hukum di lingkungan
pemeriksaan terhadap para penyelenggara negara, ternyata belum ada
gebrakannya. Seharusnya bila dilakukan tentu dapat membantu dalam
mewujudkan good governance dalam bentuk pemerintahan yang bersih.16
Sampai saat ini belum terlihat bagaimana Ditjen Pajak menyikapi secara
terbuka mengenai kepatuhan membayar pajak (tax compliance) para
penyelenggara Negara (dalam hal dilakukannya pemeriksaan oleh KPKPN
terhadap para penyelenggara Negara dikaitkan dengan kepatuhan membayar
pajak). Seharusnya Ditjen pajak dapat memanfaatkan momentum itu dalam
melakukan pemeriksaan berdasarkan kriteria menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan. Seperti itu karena tidak tertutup kemungkinan di samping
ada indikasi ketidakwajaran dalam LKPN yang diserahkan kepada KPKPN, juga
tidak tertutup kemungkinan laporan SPT-nya juga bermasalah, karena perlu
diketahui daftar kekayaan dalam LKPN seharusnya sama dengan laporan dalam
lampiran SPT.
Penegakan hukum pajak dilakukan dalam bentuk penjatuhan sanksi
terhadap pelanggar hukum pajak untuk melindungi kepentingan Negara untuk
memperoleh pembiayaan dari sektor pajak, mengingat hukum pajak tidak
melindungi kepentingan wajib pajak tetapi bahkan melindungi sumber
pendapatan Negara yang terfokus pada pemenuhan kewajiban wajib pajak untuk
membayar lunas pajak yang terhutang.
______________________
16Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, Hukum Pajak dan Permasalahannya, Refika
Penegakan hukum di bidang perpajakan dapat dikatakan masih lemah, hal
ini dapat dilihat dari banyaknya wajib pajak yang tidak membayar pajak,
banyaknya kejahatan korupsi di bidang perpajakan dan para penegak hukum yang
tidak becus dalam menegakkan hukum. Kasus korupsi Gayus merupakan salah
satu contoh lemahnya penegakan hukum di Indonesia, dengan adanya kasus
korupsi tersebut berdampak negatif bagi pemungutan pajak di Indonesia sehingga
timbul anggapan bahwa membayar pajak nantinya tidak sampai ke negara, tetapi
hanya akan dikorupsi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Penegakan hukum pajak sangat dipengaruhi berbagai faktor, baik yang
bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Faktor-faktor tersebut berupa
sarana pendorong atau sarana penghambat terhadap bekerjanya sistem hukum
sebagai suatu proses yang dikatakan oleh Lawrence M Friedman terdiri dari (i)
substansi hukum; (ii) struktur hukum; dan (iii) budaya hukum.
Hal ini juga dikemukakan oleh Soerjono Soekento bahwa ada 5 (lima)
faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum. Kelima faktor tersebut yaitu:
1. Faktor hukumnya sendiri (dibatasi pada undang-undang saja)
2. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan
diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
Kelima Faktor tersebut belum mendukung sepenuhnya dalam pemungutan
pajak di Indonesia yang kemudian menjadi kendala dalam pemungutan pajak,
baik pajak pusat maupun pajak daerah.
5. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat.
Dalam pemungutan pajak, warga negara seharusnya memiliki kesadaran
untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Kurangnya atau ketidaksadaran
masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak kepada negara
menyebabkan timbulnya perlawanan atau terhadap pajak yang merupakan
kendala dalam pemungutan pajak sehingga penerimaan kas negara menjadi
menurun.
Perlawanan terhadap pajak terdiri dari :
a. Perlawanan Pasif.
Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri, tetapi
terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu. Perlawanan pasif
terdiri dari hambatan-hambatan yang menyulitkan pemungutan pajak dan erat
hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, perkembangan intelektual
dan moral penduduk, dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri.17
1. Struktur ekonomi
Struktur ekonomi suatu Negara mempengaruhi pemungutan pajak di
negara tersebut. Hal ini berkaitan dengan penghitungan pendapatan netto oleh
wajib pajak sesuai dengan norma perhitungannya.
__________________________ 17
2. Perkembangan moral dan intelektual penduduk
Perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya sistem kontrol yang
dilakukan oleh fiskus maupun karena objek pajak itu sendiri sulit untuk dikontrol.
3. Cara hidup masyarakat di suatu Negara
Cara hidup masyarakat di suatu negara mempengaruhi besar kecilnya
penghasilan yang mereka peroleh dan besar kecilnya penghasilan tersebut
mempengaruhi besar kecilnya penerimaan kas negara.
4. Teknik pemungutan pajak
Cara perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan pengisian formulir
yang rumit menyebabkan adanya penghindaran pajak, prosedur yang
berbelit-belit yang menyulitkan pembayar pajak dan membuka celah untuk negosiasi
antara petugas dan pembayar pajak juga dapat mengakibatkan adanya
penghindaran pajak, makan perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari
adanya perlawanan pasif terhadap pajak.
b. Perlawanan Aktif.
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib
pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan terhadap fiskus yang bertujuan untuk menghindari pajak atau
mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.
Ada tiga cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu :
Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih berada dalam kerangka
peraturan perpajakan. Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam
penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang
sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai
dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.
Penghindaran pajak dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
a. Menahan Diri, yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa
dikenakan pajak.
b. Pindah Lokasi, yaitu memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi
yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah.
c. Penghindaran Pajak secara Yuridis.
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak terkena pajak,
biasanya hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidakjelasan
undang-undang. Hal ini lah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak
secara Yuridis.
Celah undang-undang merupakan dasar potensial penghindaran pajak
secara Yuridis. Suatu undang-undang dirumuskan tidak jelas karena kesengajaan
maupun ketidaksengajaan pembuat undang-undang. Kesengajaan pembuat
undang-undang terjadi karena latar belakang pembuat undang-undang tersebut
adalah pemerintah dan parlemen, dimana parlemen mewakili berbagai
kepentingan yang berbeda dan bisa saling bertolak belakang antara satu dengan
yang lainnya.
Dua kepentingan yang paling dominan di parlemen adalah anggota
undang-undang yang menyinggung dua pihak tersebut, diusahakan untuk mencari
jalan keluar terhadap substansi masalahnya. Namun hal ini sulit dilakukan karena
menyangkut kepentingan yang berbeda, lalu mencari jalan keluar terhadap
perumusan yang bisa diterima oleh semua pihak. Masing-masing pihak bebas
menafsirkan undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingan masing-masing
pihak. Pada akhirnya, undang-undang tersebut mengambang. Wajib pajak dapat
memberikan tafsiran sesuai dengan kepentingannya dan fiskus memberikan
tafsiran sesuai dengan kepentingan negara.
2. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)
Pengelakan pajak dilakukan dengan cara yang melanggar
undang-undang. Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak
atau mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian
dari penghasilannya.
Wajib pajak di setiap negara terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari
multinational corporation yang terdiri dari perusahaan-perusahaan penting
nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari professional bebas yang terdiri dari
dokter yang membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri, dll).
Secara umum tindakan yang dilakukan untuk mengelakkan diri dari
pajak adalah sebagai berikut18 :
_____________________
a. Pergeseran, yaitu menggeserkan beban pajak kepada pihak lain seperti yang
berlaku dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan sistem mekanisme
kredit pajak.
b. Kapitalisasi, yaitu pengurangan harga objek pajak sama dengan pajak yang
akan dibayarkan kemudian oleh pembeli seperti yang berlaku dalam Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
c. Transformasi, yaitu pengelakan pajak yang dilakukan oleh perusahaan
industri dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.
Penghindaran ini lebih dikenal dengan mekanisme transfer pricing
(pemindahan hak) dimana harga jual diturunkan sesuai dengan
kepentingannya sehingga pajak yang dibayar oleh pembeli menjadi lebih
kecil.
d. Tax avoidance, yaitu penghindaran pajak dengan cara-cara yang legal dan
diperbolehkan menurut peraturan perpajakan melalui celah-celah atau
peluang dalam pelaksanaan peraturan perpajakan sehingga pajak yang
dibayar menjadi lebih kecil.
e. Tax Evasion, yaitu penghindaran pajak dengan cara menghilangkan
data-data keuangan serta pengecilan omset, memperbesar biaya sehingga
labanya menjadi kecil. Pengelakan seperti ini akan dikenakan sanksi yang
berat.
3. Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak dilakukan dengan cara menolak membayar pajak yang
telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas yang harus terpenuhi.
menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi oleh wajib pajak
dengan cara menghalangi penyitaan dan biasanya terjadi setelah SKP keluar.
Reaksi lain sebagai gejala perlawanan terhadap pajak yaitu kompensasi
pajak secara negatif. Kompensasi pajak secsra negatif yaitu melepaskan
pekeerjaan sampingan untuk menghindari tarif pajak yang lebih tinggi.
Kompensasi pajak secara positif bukan merupakan perlawanan terhadap pajak.
Hal ini bahkan menguntungkan bagi kas negara.
Ahli hukum pajak dari Belanda H.J. Hofstra menambahkan bahwa salah
satu bentuk perlawanan aktif pajak yaitu pelimpahan pajak. Hal ini biasa
dilakukan oleh wajib pajak dengan melimpahkan kewajiban pajak langsungnya
ke pihak lain atau pihak ketiga. Ini merupakan pelanggaran undang-undang
karena pajak langsung dikenakan kepada wajib pajak untuk wajib pajak itu
sendiri tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain karena wajib pajak itu sendiri
merupakan destinator.
Adapun dalam pemungutan Pajak Hotel di Kota Medan terdapat
beberapa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan pajak tersebut,
yaitu :
1. Banyaknya pemikiran Wajib Pajak kurang bisa memahami pentingnya
pemungutan pajak.
2. Kurangnya sosialisasi tentang peraturan tentang pajak kepada masyarakat,
yang membuat masyarakat tidak mengerti tentang peraturan perpajakan
3. Kesadaran warga masyarakat dalam membayar pajak masih rendah,
4. Adanya keberatan dari sebagian masyarakat atas tarif pajak yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Partisipasi warga masyarakat sendiri dalam membayar pajak sangatlah
kurang.
6. Sosialisasi yang kurang mengenai peraturan tentang pajak kepada
masyarakat, sehaingga masyarakat tidak mengerti tentang peraturan
perpajakan.
B. UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN DINAS PENDAPATAN KOTA
MEDAN DALAM MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK
HOTEL
Sebelum membahas mengenai upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan
daerah Kota Medan untuk meningkatkan penerimaan pajak hotel, perlu diketahui
beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Hotel, yaitu :
1. Jumlah Wajib Pajak Hotel
Jumlah Wajib Pajak Hotel sangat berpengaruh dalam penerimaan
Pajak Hotel, jika semakin banyak jumlah wajib pajak hotel maka
semakin banyak pula yang menyetorkan pajak hotelnya. Demikian
juga sebaliknya, apabila semakin sedikit hotel yang aktif di kota
medan maka tidak optimal pula penerimaan pajak hotelnya.
2. Jumlah Pengunjung Hotel
Pengunjung adalah sasaran utama dari Pajak Hotel, jadi apabila
penerimaan suatu hotel. Sehingga suatu hotel harus menunjukkan
kualitas dan juga fasilitas yang berstandar agar para pengunjung
hotel tertarik untuk dating dan memakai jasa perhotelan tersebut.
Agar penerimaan pajak hotel terus dapat mencapai target yang
ditetapkan, maka diperlukan langkah-langkah atau upaya-upaya untuk
meningkatkan penerimaan pajak hotel tersebut. Adapun upaya-upaya tersebut
adalah :
1. Melaksanakan pendataan terhadap objek pajak hotel yang ada.
2. Melakukan koordinasi dengan Bendahara SKPD yang ada di lingkungan
Pemko Medan, selaku Wajib Pungut dalam hal pemungutan Pajak Hotel atas
kegiatan yang diadakan oleh SKPD terkait.
3. Membentuk Tim terpadu berdasarkan surat keputusan Walikota Medan No.
503/078/2013 tentang Tim Terpadu Penegakan Peraturan Daerah terhadap
tempat-tempat usaha dalam rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di
Kota Medan.
4. Menjalin koordinasi dengan SKPD yang terkait perizinan, antara lain dengan
Dinas Pariwisata dan BPPT, dalam hal menjaring Wajib Pajak baru, yang
mana harus terlebih dahulu terdaftar dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
Daerah (NPWPD) dalam rangka pengurusan Izin Usaha Baru. Untuk Wajib
Pajak Lama, terlebih dahulu harus melunasi pajak terhutangnya untuk dapat
memperpanjang izin usaha.
Adapun upaya yang dilakukan oleh DISPENDA kota Medan dalam
mengoptimalisasikan penerimaan Pajak Hotel adalah :
Adapun tujuan dan tindakan verifikasi (pemeriksaan) adalah untuk menguji
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan daerah.
Apabila ditemukan oleh fiskus kejanggalan atau hal yang tidak benar dalam
data yang dilaporkan oleh wajib pajak, maka segera diadakan pemeriksaan.
Dalam hal ini pemeriksaan dapat dilakukan di kantor atau di tempat wajib
pajak, yang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi tahun-tahun yang lalu
maupun tahun yang berjalan. Dalam hal ini wajib pajak yang diperiksa wajib :
a. Memperlihatkan catatan atau dokumen yang menjadi dasar yang
berhubungan dengan objek pajak atau subjek pajak yang terhutang.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.
2. Melakukan Pengawasan
Hal ini bertujuan agar fiskus dapat bekerja semaksimal mungkin, serta efektif
dan efisien, supaya target yang telah ditetapkan dapat tercapai.
3. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak
Intensifikasi Pajak adalah usaha perluasan penerimaan pajak dengan mencari
wajib pajak baru, yaitu dengan melakukan pendataan langsung ke lapangan,
kemudian bagi subjek pajak baru dihimbau untuk melakukan pendaftaran agar
dikukuhkan menjadi Wajib Pajak Hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan
Ekstensifikasi Pajak adalah memaksimalkan penerimaan pajak hotel dari
Wajib Pajak Hotel yang telah terdaftar dalam catatan dinas pendapatan.
Kegiatan ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya membayar Pajak Hotel dalam upaya pembangunan Kota Medan
untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan meningkatnya kesadaran Wajib
Pajak Hotel membayar pajaknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku, maka penerimaan pajak hotel akan meningkat.
C. TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK HOTEL DI
KOTA MEDAN
Target adalah sasaran atau batas ketentuan yang telah ditetapkan untuk
dicapai. Oleh karena itu, dalam melakukan suatu kegiatan atau usaha perlu
dibuat suatu targetr yang dijadikan sebagai acuan untuk mencapainya. Namun
adakalanya target tersebut tidak dapat dicapai dan bahkan ada juga yang
melebihi target.
Sama halnya di dalam penetapan pajak hotel, pemerintash daerah juga
menetapkan target yang hendak dicapai. Agar lebih jelas, penulis akan
menggambarkan penerimaan pajak hotel di kota Medan yang dapat dilihat pada
Tabel 4.1
Daftar Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel
dalam 5 tahun anggaran
Tahun
Anggaran
Target (Rp) Realisasi (Rp) Persentase (%)
2008 19.481.175.000,00 24.864.938.225,86 127,64
2009 29.477.995.000,00 32.248.881.972,36 109,40
2010 46.427.842.000,00 41.803.017.281,76 90,04
2011 66.903.789.500,00 54.668.966.646,09 81,71
2012 81.000.000.000,00 64.574.093.185,86 79,72
Sumber : Dinas Pendapatan Kota Medan
Berdasarkan Tabel di atas kita dapat melihat pada than 2008 realisasi
penerimaan pajak hotel sebesar Rp. 24.864.938.225,86 dan target yang ditetapkan
oleh Dinas Pendapatan Kota Medan sebesar Rp. 19.481.175.000,00 ini berarti
penerimaan pajak hotel sudah mencapai target, bahkan sudah melebihi target yang
ditetapkan (over target) sebesar Rp. 5.383.763.225,86 atau sekitar 127,64 %.
Pada tahun 2009, Dinas Pendapatan Kota Medan menetapkan peningkatan
target dari tahun 2008. Trget yang ditetapkan sebesar Rp. 29.477.995.000,00 dan
realisasi atau pencapaian penerimaan sebesar Rp. 32.248.881.972,36 ini berarti
penerimaan pajak hotel sudah mencapai target dan bahkan melebihi target lagi sebesar
Rp. 2.770.886.972,36 atau sekitar 109,40 %.
Pada tahun 2010 total realisasi penerimaan pajak hotel sebesar Rp.
dalam hal ini berarti penerimaan pajak hotel tidak mencapai target sebesar Rp.
4.624.824.718,24 atau sekitar 90,04 %.
Pada tahun 2011, Dinas Pendapatan Kota Medan menetapkan target
penerimaan pajak hotel sebesar Rp. 66.903.789.500,00 akan tetapi realisasi
penerimaan yang dicapai hanya sebesar Rp. 54.668.966.646,09. Dalam hal ini
penerimaan pajak hotel kurang mencapai target sebesar Rp. 12.234.822.853,91 atau
sekitar 81,71%.
Selanjutnya pada tahun 2012 target yang ditetapkan Dinas Pendapatan Kota
Medan sebesar Rp. 81.000.000.000,00 dan realisasi penerimaannya sebesar
Rp.64.574.093.185,86. Ini berarti pada tahun 2012 realisasi penerimaan pajak hotel
tidak mencapai target sebesar Rp. 16.425.906.814,14 atau sekitar 79,72 %.
Berdasarkan tahun di atas kita melihat bahwa pada tahun anggaran 2008 dan
tahun anggaran 2009 realisasi atau pencapaian penerimaan pajak hotel telah mencapai
target (over target). Tetapi mulai tahun 2010 – 2012 penerimaan pajak hotel tidak
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari uraian masalah yang dikemukakan oleh penulis dari hasil data yang
diperoleh dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, maka penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang.
2. Dinas Pendapatan Kota Medan adalah salah satu perangkat Pemerintah Daerah
Kota Medan yang mengelola pendapatan daerah dari pajak daerah.
3. Pajak Hotel merupakan salah satu jenis Pajak Daerah yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan
yang disediakan dengan pembayaran di hotel.
4. Perhitungan Pajak Hotel dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan 3 cara yaitu :
a. Self assessment system yaitu pajak dibayar sendiri oleh wajb pajak dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
b. Official Assessment system yang artinya pajak dibayar berdasarkan penetapan
kepala Daerah melalui penerbitan surat ketetapan pajak Daerah.
c. With holding system yaitu sistem pemungutan pajak untuk menentukan
besarnya pajak yang terhutang ditentukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh
pejabat Daerah.
5. Objek Pajak Hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan
6. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran
kepada hotel , sedangkan Wajib Pajak Hotel adalah Pengusaha Hotel termasuk di
dalamnya pengusaha tempat kost, wisma, pondok wisata dan gedung pertemuan
yang bertanggung jawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang terhutang.
7. Realisasi penerimaan dari pajak hotel di Kota Medan selama tahun 2008-2012
tidak selalu dapat mencapai target yang telah ditetapkan, dimana pada tahun 2008
dan 2009 dapat melebihi dari target yang ditetapkan, sedangkan pada tahun
2010-2012 tidak mencapai target yang ditetapkan.
B. SARAN
Berdasarkan uraian-uraian dalam laporan ini, penulis ingin memberikan saran yang
mungkin bermanfaat untuk meningkatkan penerimaan Pajak Hotel di kota Medan, yaitu :
1. Diperlukan pemahaman lebih lanjut kepada masyarakat umum mengenai berlakunya
Peraturan Daerah Kota Medan No.4 tahun 2011 tentang Pajak Hotel. Dimana
Peraturan Daerah tersebut mengatur dan menjelaskan lebih lengkap tentang Pajak
Hotel secara keseluruhan. Agar masyarakat lebih memahami ketentuan dan
keberlakuan Pajak Hotel. Yang mana Pajak Hotel membantu secara langsung dalam
hal Pendapatan Asli Daerah.
2. Dinas Pendapatan Kota Medan harus dapat menciptakan iklim perpajakan yang baik
di lingkungannya sendiri agar masyarakat umum atau wajib pajak dapat mengetahui
dan mengerti bahwa tujuan dari membayar pajak adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat itu sendiri, sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
3. Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah harus menjunjung tinggi azas keadilan.
4. Kepada seluruh masyarakat atau wajib pajak ditumbuh kembangkanlah budaya sadar
dan peduli pajak demi pembangunan daerah yang maju dan berkembang dan
mempunyai kualitas yang tinggi bagi masyarakatnya.
5. Petugas pemungut pajak seharusnya melakukan penyuluhan kepada setiap daerah dan
mensosialisasikan pentingnya membayar pajak bisa juga dengan cara membuat
spanduk, membuat iklan baik dari media cetak maupun media elektronik.
6. Bagi wajib pajak yang mempunyai usaha hotel harus melakukan promosi
BAB II
PENGERTIAN DAN DEFINISI PAJAK DAN PAJAK HOTEL DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
A. DEFINISI PAJAK DAN PAJAK HOTEL
1. Pengertian Pajak
Salah satu peranan pemerintah dalam sistem perekonomian adalah melakukan
pemungutan pajak. Setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan
pajak. Oleh sebab itu, sebagai anggota masyarakat setiap orang wajib mengetahui segala
permasalahan yang berhubungan dengan pajak. Secara umum pajak diartikan sebagai
pemabyaran wajib dari perorangan atau badan hukum kepada Negara untuk membiayai
pengeluran-pengeluaran pemerintah bagi kepentingan-kepentingan umum.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pajak adalah salah satu pendapatan negara dan
daerah dimana iuran pajak tersebut masuuk ke dalam kas suatu negara maupun daerah.
Para ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai
pengertian pajak. Namun demikian, berbagai definisi tersebut mempunyai maksud dan
tujuan yang sama.
Sebelum mendefenisikan suatu pajak terdapat macam-macam batasan atau
defenisi tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :
Menurut P.J.A.Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (UU) dengan tidak
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Leroy Beaulieu:
Pajak adalah bantuan,baik secara langsung maupun tidak dipaksakan oleh kekuasaan
publik dari penduduk atau barang, untuk menutupi belanja pemerintah.
Menurut Dr.N.J.Foldmann
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutama kepada penguasa
(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi,
dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Menurut Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan
akibat pelanggaran hukum,namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Menurut Prof.Dr.H.Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU yang dapat dipaksakan
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian
dikoreksinya dengan berbunyi sebagai berikut :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public investment.10
___________________________
Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul pajak
berdasarkan asaws golongan gotong royong universitas pajajaran Bandung, 1964; Pajak
adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum.11
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari
sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya
pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.
Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa
publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Lembaga pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah
Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di
bawah naungan Kementrian Keuangan Repubik Indonesia.
Pengertian Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro
merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya UU yang menyebabkan timbulnya
kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara.
_______________________
negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan
untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa
pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya
kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai
pembayar pajak.
Dari beberapa defenisi para ahli dan dilihat dari berbagai perspektif dan juga
Undang-Undang yang berlaku maka dapat ditarik sebuah definisi yang baik pula dimana
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang, sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa
kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah
Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di
bawah naungan Kementrian Keuangan Repubik Indonesia.12
Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yang tersimpul dalam berbagai
definisi selain dari definisi Dr. Soeparman yang memang membuka ide baru itu adalah :
1. Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan
pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-poengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk public investment.
5. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak bergeser, yaitu mengatur.
2. Pajak Hotel
Sebelum membahas tentang pajak hotel, maka kita mengetahui terlebih dahulu beberapa hal
tentang pajak ;
1. Penggolongan Tentang Pajak
1.1 Pajak Negara dan Pajak Daerah
Penggolongan pajak sesuai dengan wewenang pemungutannya, pajak dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Pajak Negara
Pajak negara, sering dikenal sebagai pajak pusat atau pajak umum. Wewenang
pemungutannya oleh pemerintah pusat dalam hal ini dilaksanakan oleh
Departemen Keuangan / Direktur Jenderal Pajak / Direktur Bea dan Cukai.
Dimanapun pajak pusat itu dipungut merupakan penerimaan negara atau
penerimaan pemerintah pusat yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
2. Pajak Daerah
Pajak daerah, sesuai dengan UU No.34 tahun 2000, pajak daerah diartikan
sebagai iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan
daerah. Dalam p0ajak daerah yang berkedudukan sebagai wajib pajak daerah
adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang
terhutang termasuk pemungut atau pemotong pajak. Badan yang menjadi
wajib pajak daerah adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha mauoun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk
apapun, Firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. Ruang lingkup
pemungutan pajak daerah tidak boleh ruang lingkup yang sudah menjadi
lapangan pemungutan pajak negara. Pajak daerah terdiri dari pajak daerah
yang menjadi wilayah pemungutan daerah tingkat I dan pajak daerah yang
menjadi wilayah pemungutan daerah tingkat II.
Jenis-jenis Pajak Daerah Pemungutan Daerah Tingkat I (Provinsi) :
a. pajak kendaraan bermotor
pajak atas kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor.
b. bea balik nama kendaraan bermotor
pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian
dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli,
tukar menukar, hibah dan lain-lain.
c. pajak bahan bakar kendaraan bermotor
pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor.
pajak atas pengambilan dan / atau pemanfaatan air permukaan.
e. pajak rokok
pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.
Jenis-Jenis Pajak Daerah Pemungutan Daerah Tingkat II
(Kabupaten/Kota)
a. pajak hotel
pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel
b. pajak restaurant
pajak restaurant adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restaurant
c. pajak hiburan
pajak atas penyelenggaraan hiburan
d. pajak reklame
pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame
e. pajak penerangan jalan
pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f. pajak mineral bukan logam dan batuan
pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan /atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
g. pajak parkir
pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor.
h. pajak air tanah
pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan / atau pemanfaatan air
tanah.
i. pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan
pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan adalah pajak atas bumi
dan / atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan /atau dimanfaatkan oleh
pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
j. pajak sarang burung walet
pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan
pengusahaan sarang burung walet.
k. bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
bea perolehan atas tanah dan bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas
tanah dan / atau bangunan.
1.2 Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung
Pajak dari segi administrasi pemungutan dan pembebanan pajak dapat dibagi
menjadi dua golongan, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung:
1. Pajak Langsung
a) Pajak langsung dalam pengertian administratif adalah pajak yang pemungutannya
secara berkala atau periodik ; pemungutannya berdasarkan suatu surat ketetapan pajak
atau lazim disebut dengan kohir ; beban pajak tidak dapat dipindahkan. Dengan
secara berkala, misal berdasarkan tahun pajak. Walaupun saat ini sudah menggunakan
sistem self assessment, bukanlah berarti tidak ada lagi ketetapan pajak (kohir). Beban
pajak yang termasuk pajak langsung, siwajib pajak tidak boleh memindahkan beban
pajaknya kepada pihak lain.
b) Pajak langsung dalam pengertian ekonomis adalah suatu pajak yang pengenaannya
dibebankan kepada wajib pajak sendiri langsung atau kewajiban wajib pajak harus
dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan.
2. Pajak Tidak Langsung
a.) Pajak tidak langsung secara administratif adalah suatu pajak yang pemungutannya
tidak dilakukan secara berkala atau periodik, tetapi pemungutannya dilaksanakan pada
saat terjadinya peristiwa atau perbuatan ; pemungutan tidak didasarkan pada suatu
ketetapan pajak (kohir).
b.) Pajak tidak langsung dalam pengertian ekonomis adalah suatu pajak yang beban
pajaknya secara ekonomis dapat dipindahkan kepada pihak lain.
1.3 Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
1. Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya pertama tama memperhatikan subjeknya
dan baru dicari objeknya atau pajak yang dimulai timbulnya kewajiban pajak diawali
demngan adanya subjek pajak.
2. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pungutan pajak yang pertama tama melihat kepada objeknya selain
dan baru dicaari subjeknya. Atau pajak yang mulai timbulnya kewajiban pajak diawali
dengan adanya objek pajak.
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak hotel adalah pajak atas
pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa
penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang
mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah
penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
Penggolongan Hotel ada beberapa macam, yaitu :
1.) Hotel Bintang 5
2.) Hotel Bintang 4
3.) Hotel Bintang 3
4.) Hotel Bintang 2
5.) Hotel Bintang 1
6.) Hotel Melati 3
7.) Hotel Melati 2
8.) Hotel Melati 1
Ada beberapa penggolongan hotel tersebut berdasarkan pengaruh fasilitas yang
terdapat pada suatu hotel, sehingga hotel diklasifikasikan berdasarkan pada beberapa
golongan. Misalnya pada golongan yang tertinggi yaitu pada hotel berbintang 5. Maka hotel
tersebut harus memiliki jumlah kamar yang berkisar di atas 100 kamar dan fasilitas
pendukung seperti : Meeting room, Restoran, Kolam Renang, Spa, Sarana Olahraga, Lobby
Lounge dan Internet. Apabila salah satu dari fasilitas dan jumlah kamar itu kurang dari yang
Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh kabupaten atau kota yang
ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah
kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak
kabupaten/ kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut suatu daerah kabupaten atau kota,
pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daaerah tentang pajak
hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan
pengenaan dan pemungutan pajak hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.
Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi yang perlu
diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat berikut ini.
1. Hotel adalah bangunan khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap /
beristirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut suatu
bayaran, termasuk
bangunan lainnya menyatu, dikelola, dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh
pertokoan atau perkantoran.
2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi apapun beserta
fasilitas lainnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk tamu.
3. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan yang dalam bentuk apapun dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha dibidang jasa penginapan.
4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas
penyerahan barang atau pelayanan sebagai pembayaran kepada pemilik hotel.
5. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang sekaligus sebagai bukti pungutan
pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa
pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada
B. DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL
Pemungutan Pajak Hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang
jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak terkait. Dasar hukum
pemungutan Pajak Hotel pada suatu kabupaten atau kota sebagaimana dibawah ini.
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
4. Peraturan Daerah kabupaten / kota yang mengatur tentang Pajak Hotel.
5. Keputusan Bupati / Walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai aturan
pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Hotel pada kabupaten / kota yang
dimaksud.
C. OBJEK DAN SUBJEK PAJAK HOTEL
1. Objek Pajak Hotel
Objek Pajak Hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran
di hotel termasuk :
a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain gubuk pariwisata
(cottage), motel wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah
penginapan. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah
kamar minimal 10 (sepuluh) atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah
penginapan.
b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka
pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan antara lain telepon,
c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk
umum antara lain pusat kebugaran, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel.
d. Jasa perawatan ruangan untuk kegiatan acara pertemuan di hotel.
e. Penjualan makanan dan minuman di tempat yang disertai dengan fasilitas penyantapan
di hotel.
Sedangkan yang dikecualikan dari Objek Pajak Hotel adalah :
1. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan fasilitas tempat tinggal lainnya baik
bangunan, pekarangan dan managemennya yang tidak menyatu dengan hotel.
2. Pelayanan tinggal di asrama, pondok asrama dan pondok pesantren.
3. Pertokoan, perbankan, perkantoran, salon yang dipakai oleh umum di hotel.
4. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan
oleh umum.
3. Subjek Pajak Hotel
Pengertian pajak hotel berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2002
Tentang Pajak Hotel dimana Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan hukum
yang melakukan pembayaran atau pelayanan hotel termasuk losmen, wisma, tempat
kost dan penginapan lainnya. Dan yang disebut wajib pajak hotel adalah pengusaha hotel
termasuk wisma, losmen, tempat kost dan penginapan lainnya.
Dalam menjalankan kewajiban perpajakan wajib pajak dapat diwakili oleh pihak
tertentu yang diperkenankan oleh Undang-Undang dan peraturan daerah tentang Pajak
Hotel. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara langsung
renteng atas pembayaran pajak terhutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang
D. TUJUAN DAN MANFAAT PEMUNGUTAN PAJAK
1. Tujuan dan Fungsi Pajak
Secara umum tujuan yang dapat dicapai dari diberlakukannya pajak adalah untuk
mencapai kondisi meningkatnya ekonomi suatu negara yaitu:
a. Untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi
ke investasi.
b. Untuk mendorong tabungan dan menanam modal.
c. Untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga
memungkinkan adanya investasi sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah
sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah.
d. Untuk memodifikasi pola investasi.
e. Untuk mengurangi ketimpangan ekonomi.
f. Untuk memobilisasi surplus ekonomi (Nurkse, 1971) dalam (Muchlis, 2002).
Untuk mencapai tujuan, pemerintah perlu memegang asas-asas pemungutan
dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga dapat keserasian pemungutan pajak
dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan. Asas-asas pemungutan pajak yang baik
sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith (Suparmoko, 1986) didasarkan pada :
1. Prinsip Kesamaan/ Keadilan (equity)
Beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. Artinya
orang yang penghasilannya sama harus dikenakan pajak yang sama.
2. Prinsip Kepastian (certainty)
Pajak dikenakan berdasarkan kepastian hukum yang bersifat tegas, jelas dan pasti bagi
wajib pajak maupun aparatur perpajakan.
Pajak hendaknya dikenakan pada saat wajib pajak merasa senang hati
membayarkannya kepada pemerintah karena pajak yang dibayarkannya layak dan tidak
memberatkan, misalnya pada saat mempunyai uang.
4. Prinsip Ekonomi (economy)
Dalam memungut pajak, hendaknya tidak menimbulkan biaya yang lebih besar
daripada jumlah penerimaan pajaknya.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada dasarnya pajak diorientasian
kepada kesenangan dan pelaksanaan yang tidak memberatkan bagi masyarakat dan
kepastian hukum sehingga dengan hal tersebut tidak menjadikan masyarakat secara sadar
dan sukarela untuk membayar jumlah pajak yang terhutang. Pajak mempunyai peranan
yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan
pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai
semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari
penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja
pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam
negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini
terutama diharapkan dari sektor pajak.
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.
Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Contohnya dalam rangka menggiring, penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar
negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar
negeri.
3. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan
yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan
pajak, pemungutan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Berdasarkan fungsi pajak diatas, dapat dipahami/ dimengerti fungsi pajak
dikaitkan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara umumnya dan anggaran
pendapatan daerah khususnya yang dimaksud untuk mengisi kas negara atau daerah
sebanyak banyaknya dalam rangka pembiayaan pengeluaran rutin pemerintah pusat atau
daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan.
1. Membiayai pengeluaran pengeluaran negara seperti pengeluaran yang bersifat self
training (contohnya adalah pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor).
2. Membiayai pengeluaran reproduktif (pengeluaran yang memberikan keuntungan
ekonomis bagi masyarakat seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian).
3. Membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak ada produktif
tentang (pengeluaran untuk pendirian monumen dan rekreasi).
4. Membiayai pengeluaran yang tidak produktif (contohnya adalah pengeluaran untuk
membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di
masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu).
Manfaat uang pajak bagi negara maupun bagi masyarakat jelas sebagai berikut:
1. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Biaya tersebut antara lain
diperoleh dari hasil penerimaan pajak.
2. Pajak merupakan salah satu alat pemerataan pendapatan. Pengenaan pajak dengan tarif
progresif dimaksudkan untuk mengenakan pajak yang lebih tinggi pada golongan yang
lebih mampu. Peranan pajak sebagai alat pemerataan pendapatan sangat penting untuk
menegaskan keadilan sosial.
3. pajak merupakan salah satu alat untuk mendorong investasi. Salah satu fungsi dari
pajak adalah budgeter. Apabila masih ada sisa dari dana yang dipergunakan untuk
membiayai pengeluaran negara, maka kelebihan tersebut dapat dipakai untuk tabungan
pemerintah.
E. PENYELENGGARAAN PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam pemungutan pajak penyelenggara pemungutan pajak sangatlah berperan
penting dalam melakukan pemungutan dimana penyelenggara hampir bertanggung jawab
penyelenggaraan pemungutan pajak layaklah harus diketahui terlebih dahulu syarat dan
sistem dari pemungutan pajak.
1. Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebgankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka
pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang.
Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus
memenuhi persyaratan yaitu :
a. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan
keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil
dalam pelaksanaannya, misalnya :
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak.
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib
pajak.
3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat
ringannya pelanggaran.
b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu
kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan
pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha
Berdasarkan pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang
bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan Undang-Undang tentang pajak, yaitu:
1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara berdasarkan UU tersebut harus dijamin
kelancarannya.
2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diberlakukan secara umum.
3. Jaminan hukum atas terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak.
4. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian.
c. Pemungutan pajak harus efisien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya
pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan
mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan
dalam pembayaran pajak baik dari segi perhitungan maupun dari segi waktu.
d. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Cara pemungutan pajak akan sangat menentukan keberhasilan dalam pemungutan pajak.
Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak
yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak
untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem
pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak, misalnya :
1. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10 %.
3. Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun
2. Penyelenggaraan Pemungutan Pajak
Penyelenggaraan pemungutan pajak di Indonesia sesuai dengan asas pungutan
pajak menganut sistem pemungutan pajak self assesment system maka setiap wajib pajak
harus menghitung dan menyetor pajaknya sendiri tanpa menunggu surat ketetapan pajak
dari direktur jenderal pajak. Prinsip tentang membayar pajak sendiri tanpa menguntungkan
adanya ketetapan pajak ini sesuai dengan pasal 12 ayat 1 UU No.6 tahun 1983 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi UU
No.16 tahun 2000 dan berdasarkan UU RI No.28 tahun 2007 pasal 2 ayat 1 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan, disebutkan bahwa setiap wajib pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor direktoral jenderal
pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak
dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Self assessment merupakan salah satu sistem dan mekanisme pemungutan pajak.
Self assesment system diterapkan di beberapa negara seperti Amerika, Jepang, bahkan
juga di Hindia Belanda dulu. Dalam system ini perhitungan berapa besarnya pajak yang
harus dibayar dilakukan sendiri oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak bersifat aktif.
Pada tata cara self assessment kegiatan pemungutan pajak diletakkan pada
aktivitas masyarakat sendiri memberi kepada wajib pajak untuk :
a. Menghitung sendiri besarnya pendapatan / kekayaan / laba.
b. Menghitung sendiri besarnya pajak pendapatan / kekayaan / perseroan yang terhutang