• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ampyang Makanan tradisional adalah salah satu bentuk atau ciri khas suatu budaya salah satu daerah, pada umumnya memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ampyang Makanan tradisional adalah salah satu bentuk atau ciri khas suatu budaya salah satu daerah, pada umumnya memiliki"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

20 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Ampyang

Makanan tradisional adalah salah satu bentuk atau ciri khas suatu budaya salah satu daerah, pada umumnya memiliki karakteristik bersifat daerah, spesifik, beraneka ragam, serta makanan tersebut melambangkan sumber daya dari daerah tersebut (Nurhayati dkk., 2014). Masyarakat Indonesia, salah satunya masyarakat Jawa sejak dahulu kala sudah memiliki makanan tradisional yang mantap, baik makanan utama, jajan pasar,ataupun minuman tradisionalnya. Kondisi yang seperti itu menyebabkan masyarakat Indonesia lebih memilih mengkonsumsi makanan tradisional yang lezat, sehat, aman, dan sesuai dengan keyakinan, moral, dan budaya mereka (Susanto dalam Rosyidi, 2011).

Salah satu makanan tradisional yang terkenal di kalangan masyarakat adalah ampyang. Ampyang merupakan salah satu makanan tradisional dari Jawa, khususnya adalah daerah Yogyakarta. Makanan ini pada umumnya terbuat dari bahan baku berupa kacang tanah dengan campuran gula jawa. Di daerah lain ampyang disebut juga dengan sebutan gula kacang. Biasanya untuk menambah cita rasa dari ampyang, dalam proses pembuatannya ditambahkan dengan air jahe (Lestari dkk.,2014).

Untuk menyajikan ampyang yang memiliki kualitas yang baik dapat dinilai dari kandungan mikrobiologi dan kimianya. Indikator biologi dan kimia tersebut harus sesuai dengan aturan atau standar baku yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) (BSN, 1996). Syarat mutu produk ampyang belum ada, sehingga syarat mutu ampyang yang baik mengacu pada SNI enting-enting gepuk.

Syarat mutu dari enting-enting gepuk dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini

▸ Baca selengkapnya: untuk menghangatkan badan, masakan masyarakat daerah pegunungan pada umumnya memiliki ciri khas ….

(2)

Tabel 2.1 Syarat Mutu Enting-enting Gepuk (SNI 01-4034-1996)

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

Bau - Normal

Warna - Normal

Rasa - Normal

2 Air %(b/b) Maks. 3,5

3 Abu %(b/b) Maks. 2

4 Lemak %(b/b) Maks. 30

5 Protein %(b/b) Min. 16

6 Sakarosa %(b/b) 40-50

7 Bahan tambahan makanan - Sesuai SNI 01-0222-1995 dan peraturan Men. Kes.

yang berlaku

8 Aflatoxin Ppb Maks. 15

9 Asam lemak bebas dihitung sebagai asam laurat

%(b/b) Maks. 1,0 10 Cemaran logam

Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0

Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0

Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

Timah (Sa) mg/kg Maks. 40,0

Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,003

Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0

11 Cemaran mikroba

Angka lempen total Koloni/gr Maks. 5x102

Bakteri coliform APM/g Maks. 20

E. coli - Negatif

Salmonella sp. APM/25g Negatif

Staphylococcus aureus Kol/g 0

Kapang dan khamir Kol/g Mks. 102

B. Bahan Pembuat Ampyang 1. Bahan Baku

a. Kacang tanah

Kacang tanah merupakan salah satu tanaman polong-polongan yang yang banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Berikut merupakan taksonomi dari tanaman kacang tanah:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

(3)

Klas : Dicotyledonae Ordo : Leguminosae Famili : Papilionaceae Genus : Arachis

Spesies : Arachis hypogeae L.

Kacang tanah dapat disebut juga dengan kacang monyet, arachie dalam bahasa Perancis, amendoim dalam bahasa Spanyol, suuk dalam bahasa Sunda (Sastrahidayat, 2019).

Kacang tanah mempunyai beberapa nilai tambah baik dari segi harganya yang terjangkau, kadar lemaknya yang baik bagi kesehatan, serta kandungan mineral di dalamnya yang sangat tinggi (Salingkat dan Noviyanty, 2019). Kacang-kacangan merupakan makanan yang penting selain serealia. Kacang-kacangan memiliki kandungan protein yang tinggi dan mineral nabati dengan harga yang terjangkau daripada bahan makanan dengan kandungan protein tinggi lain misalnya daging, ikan, dan telur (Olunike, 2014). Banyaknya kandungan gizi yang terdapat dalam kacang tanah per 100 gram ditunjukkan dalam Tabel 2.2 berikut ini

Tabel 2.2 Kandungan Zat Gizi dalam Kacang Tanah per 100 gram

No Kandungan gizi Besarnya

1 Air 5,4 g

2 Protein 30,4 g

3 Karbohidrat 11,7 g

4 Lemak 47,7 g

5 Serat 2,5 g

Kacang tanah adalah bahan pangan yang menyehatkan dengan kandungan protein nabati dan lemak. Kacang tanah banyak dimanfaatkan menjadi berbagai macam olahan pangan. Kacang tanah sebagai makanan tidak bisa digunakan untuk sumber utama protein tubuh akan tetapi dimanfaatkan sebagai camilan pendamping yang dikonsumsi sehari-hari (Salingkat dan Noviyanty, 2019).

(4)

Dalam membuat olahan ampyang diperlukan kacang tanah dengan kualitas yang sudah terjamin. Hal ini ditujukan agar ampyang yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan aman dikonsumsi.

Kacang yang dimanfaatkan harus sesuai dengan standar SNI yang berlaku. Berikut merupakan SNI kacang tanah yang disajikan pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Syarat Mutu Kacang Tanah (ose) SNI 3921:1995 NO Jenis Uji Satuan Persyaratan Umum

Mutu I Mutu II Mutu III

1 Kadar Air % Maks. 6 Maks. 7 Maks. 8

2 Butir Rusak % Maks. 0 Maks. 1 Maks. 2 3 Butir Belah % Maks. 1 Maks. 5 Maks. 10 4 Butir Warna Lain % Maks. 0 Maks. 2 Maks. 3 5 Butir Keriput % Maks. 0 Maks. 2 Maks. 4

6 Kotoran % Maks. 0 Maks. 0,5 Maks. 3

7 Diameter Mm Min. 8 Min. 7 Min. 6

b. Air

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digunakan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai zat bahan makanan (Winarno, 2008).

Air merupakan kebutuhan dasar dan sangatlah penting bagi manusia, karena manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa air, terutama sebagai air minum. Ketersedian air di dunia ini tidak pernah berkurang, bahkan dapat dikatakan berlimpah, tetapi yang dapat dikonsumsi oleh manusia hanya sekitar 5 % saja, sedangkan dengan tingginya tingkat modernisasi menyebabkan menurunnya kualitas air yang 5 % sehingga makin sedikitlah jumlah air yang dapat dikonsumsi (Sutandi, 2019).

Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan bahan tersebut. Selain merupakan bagian dari suatu

(5)

bahan makanan, air merupakan media pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri (Kauffman et al., 2006). Di bawah ini merupakan syarat mutu air mineral menurut SNI 3553:2015 yang disajikan di Tabel 2.4

Tabel 2.4 Syarat Mutu Kualitas Air Mineral

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

Bau - Tidak berbau

Rasa - Normal

Warna Unit Pt-Co Maks. 5

2 Ph - 6,0-8,5/min

4,0*)

3 Kekeruhan NTU Maks. 1,5

4 Zat yang terlarut mg/L Maks. 500

5 Zat organik (angka KMnO4)

mg/L Maks. 1,0

6 Nitrat (sebagai NO3) mg/L Maks. 44 7 Nitrit (sebagai NO2) mg/L Maks. 0,1

8 Amonium (NH4) mg/L Maks. 0,15

9 Sulfat (SO4) mg/L Maks. 200

10 Klorida (Cl-) mg/L Maks. 250

11 Flourida (F) mg/L Maks. 1

12 Sianida (CN) mg/L Maks. 0,05

13 Besi (Fe) mg/L Maks. 0,1

14 Mangan (Mn) mg/L Maks. 0,05

15 Klor bebas (Cl2) mg/L Maks. 0,1

16 Kromium (Cr) mg/L Maks. 0,05

17 Barium (Ba) mg/L Maks. 0,7

18 Boron (B) mg/L Maks. 2,4

19 Selenium (Se) mg/L Maks. 0,01

20 Bromat mg/L Maks. 0,01

21 Perak (Ag) mg/L Maks. 0,025

22 23

Kadar karbon dioksida (CO2) bebas

Kadar oksigen (O2) terlarut awal **)

mg/L mg/L

3000-5890 Min. 40,0

24 Kadar oksigen (O2) terlarut akhir **) mg/L

Min. 20,0

(6)

Tabel 2.4 (lanjutan)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

25 Cemaran logam:

Timbal (Pb) mg/L Maks. 0,005

Tembaga (Cu) mg/L Maks. 0,5

Kadmium (Cd) mg/L Maks. 0,003

Merkuri (Hg) mg/L Maks. 0,001

26 Cemaran Arsen (As) mg/L Maks. 0,01 27 Cemaran mikroba:

Angka lempeng total awal **)

koloni/mL Maks. 1,0 x 102 Angka lempeng total

akhir **)

koloni/mL Maks. 1,0 x 105

Coliform koloni/250 mL TTD

Pseudomonas aeruginosa

koloni/250 mL TTD Catatan: *) Air karbonasi

**) Di Pabrik ***) Di Pasaran

TTD : Tidak Terdeteksi c. Gula jawa

Gula jawa atau disebut juga dengan gula aren adalah gula yang diolah dari nira aren dengan cara dipekatkan menggunakan metode pemasakan hingga kandungan air dalam nira aren menjadi rendah yaitu sekitar <6% sehingga didapatkan produk dengan tekstur solid. Gula jawa dibuat dengan cara memanaskan nira sampai kental, lalu cairan gula dituangkan pada cetakan dan didiamkan hingga menjadi dingin dan keras. Pembuatan gula jawa tergolong mudah dan dapat diolah dengan alat yang sederhana (Radam dan Rezekiah, 2015).

Gula jawa pada umumnya dibuat dari nira aren. Nira adalah cairan dari tandan bunga kelapa yang belum terbuka. Nira dipanen atau diperoleh dengan menyayat tandan bunga kelapa kemudian nira diambil dari sayatan tersebut (Pardi dkk., 2019). Gula jawa adalah bahan pangan yang baik dikonsumsi dengan manfaat menjaga kesehatan tubuh dikarenakan mempunyai beberapa kelebihan. Hal ini dikarenakan pada gula jawa terkandung sukrosa yang lebih sedikit dibandingkan dengan sukrosa gula pasir sehingga gula jawa baik dikonsumsi untuk pengidap

(7)

penyakit diabetes (Watemin dkk., 2017). Di bawah ini merupakan syarat mutu gula jawa/gula aren cetak menurut SNI 01-3743-1995 yang disajikan di Tabel 2.5

Tabel 2.5 Syarat Mutu Gula Jawa/Gula Aren Cetak

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bentuk Normal Normal

1.2 Rasa dan aroma Normal, khas Normal, khas

1.3 Warna Kuning

kecoklatan sampai coklat

Kuning kecoklatan sampai coklat 2 Bagian yang tidak larut

dalam air

% b/b Maks. 0,2

3 Air % b/b Maks. 3,0

4 Abu % b/b Maks. 2,0

5 Gula pereduksi % b/b Min. 6,0

6 Jumlah gula sebagai sakarosa

% b/b Min. 90,0 7 Cemaran logam

7.1 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0

7.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0

7.3 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0

7.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03

7.5 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0

8 Arsen mg/kg Maks. 1,0

2. Bahan Tambahan a. Jahe

Menurut Setyaningrum dan Cahyo (2013) jahe merupakan tumbuhan akar tinggal yang biasanya dimanfaatkan sebagai rempah- rempah serta obat-obatan. Rimpang jahe pada umumnya berbentuk seperti jari dan menggelembung di ruas tengahnya. Jahe memiliki rasa pedas yang dihasilkan dari senyawa dalam jahe berupa zingeron.

Tanaman jahe tergolong dalam kelas Monocotyledon yaitu tanaman berkeping satu dan famili Zingiberaceae (suku temu-temuan). Nama

“Zingiber” berasa dari bahasa Sansekerta “singibera” yang berarti memiliki bentuk tanduk. Dinamakan demikian dikarenakan jahe

(8)

memiliki cabang yang bentuknya seperti tanduk rusa. Pada umumnya tanaman jahe tumbuh di kebun maupun pekarangan rumah.

Di Negara Indonesia terdapat tiga jenis tanaman jahe seperti jahe sunti, jahe gajah, dan jahe emprit. Jahe di Indonesia banyak dimanfaatkan menjadi minuman jamu yang kaya manfaat. Manfaat dari jahe misalnya dapat digunakan sebagai obat-obatan tradisional, biasanya digunakan untuk obat masuk angin maupun gangguan pencernaan. Hal ini dikarenakan dalam jahe terdapat efek farmakologis yang bermanfaat untuk obat. Tanaman jahe juga dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan kue, diolah menjadi bubuk, minuman, bahkan permen. Selain hal itu, jahe juga dapat digunakan untuk membuat minyak atsiri, kosmetik, dan simplisia (bahan alami obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali pengeringan (Setyaningrum dan Cahyo, 2013).

Dalam jahe terdapat kandungan vitamin A, B, C, lemak, pati, protein, damar, asam organik, oleoresin (gingerin), dan minyak terbang (zingeron, gingerol, zingiberol, zingiberin, borneol, sineol, bahkan felandren). Tanaman jahe juga terkandung oleoresin dan minyak atsiri di dalamnya. Jika dibandingkan dengan jenis jahe yang lain, jahe merah mengandung oleoresin yang tinggi, kemudian ada jahe putih kecil pada urutan kedua, dan jahe gajah dengan kandungan oleoresin yang paling rendah (Setyaningrum dan Cahyo, 2013). Berikut adalah standar mutu jahe berdasarkan SNI 01-7087-2005 yang disajikan di Tabel 2.6

Tabel 2.6 Syarat Mutu Jahe SNI 01-7087-2005

No Jenis Uji Persyaratan

1 Kesegaran Jahe Segar

2 Rimpang bertunas Tidak ada

3 Kenampakan irisan melintang Cerah

4 Bentuk rimpang Utuh

5 Serangga hidup dan hama lain Bebas C. Proses Pembuatan Produk

Ampyang adalah makanan ringan yang terbuat dari bahan dasar berupa kacang tanah dan gula jawa. Cara pembuatan ampyang diawali dengan cara

(9)

penyortiran bahan baku, kemudian dilanjutkan dengan penumbukan gula jawa, pengambilan sari jahe, pemasakan adonan, pendinginan adonan, pencetakan ampyang, pendinginan ampyang yang sudah dicetak, dan pengemasan.

1. Persiapan Bahan

Pada tahap persiapan bahan terdiri dari dua langkah yaitu tahap sortasi dan penimbangan bahan. Sebelum dilakukan pengolahan bahan disortasi dengan tujuan agar mendapatkan bahan yang berkualitas baik.

Hal tersebut akan berdampak pada ampyang yang dihasilkan. Tahap sortasi kacang dilakukan dengan mengamati kacang secara visual. Kacang yang dipilih merupakan kacang yang tidak rusak seperti terbelah, tidak keriput, dan tidak memiliki warna yang berbeda dengan kacang lain. Pada tahap sortasi kotoran yang menempel pada kacang juga dihilangkan agar tidak mengkontaminasi produk yang dihasilkan.

Tahap persiapan kedua adalah penimbangan. Penimbangan dilakukan agar produk yang dihasilkan memiliki formulasi yang sama walaupun pada waktu produksi yang berbeda. Formulasi yang sama akan berdampak pada kualitas ampyang yang dihasilkan. Setiap produk yang dihasilkan diharapkan memiliki kualitas yang seragam satu sama lain.

Pada setiap proses pembuatan ampyang sudah ditentukan formulasi tertentu. Bahan sebelum diolah akan ditimbang sesuai formulasi yang ditentukan. Penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan analitik.

2. Pengambilan sari jahe

Jahe dalam pembuatan gula jawa berfungsi sebagai penambah cita rasa pada ampyang. Jahe yang telah disortasi kemudian dibersihkan dari tanah dan kotoran yang menempel pada permukaan jahe. Sari jahe didapatkan dengan cara mengekstrak jahe. Langkah pertama jahe dibersihkan kulitnya kemudian diiris menjadi beberapa bagian kecil, kemudian ditimbang dan dihaluskan menggunakan dengan penambahan air untuk memperoleh ekstrak jahe. Jahe yang telah halus kemudian

(10)

disaring dengan kain saring untuk mendapatkan sari jahe tersebut (Koswara, 1995 dalam Diki dkk., 2020).

3. Pemasakan

Bahan yang telah disiapkan kemudian dimasak pada wajan besar untuk diolah menjadi adonan ampyang. Gula jawa sebanyak 3 kg dimasukkan dalam wajan dan dimasak pada kompor dengan api kecil agar campuran bahan yang dihasilkan matang sempurna. Langkah selanjutnya, sari jahe yang telah disiapkan kemudian ditambahkan pada gula jawa dan diaduk hingga merata. Kemudian, kacang tanah sebanyak 5 kg yang telah disortir ditambahkan pada campuran bahan yang lain. Campuran bahan ampyang dimasak pada waktu sekitar 1 jam atau hingga adonan ampyang matang sempurna. Kematangan adonan ampyang ditandai dengan kacang yang tidak keras dan adonan mengental berwarna coklat.

4. Pencetakan

Adonan yang telah mengental berwarna coklat kemudian ditiriskan pada loyang. Penirisan ini bertujuan agar adonan tidak terlalu panas ketika dicetak. Pendinginan adonan dilakukan hingga campuran bahan ampyang suhunya menurun. Pencetakan adonan dilakukan dengan cara tradisional dengan cara adonan dibulatkan menggunakan tangan. Adonan dicetak pada saat adonan belum terlalu dingin. Hal ini dilakukan agar adonan mudah untuk dibentuk, karena pada saat dingin adonan sulit untuk dibentuk menjadi bulat.

5. Pendinginan

Ampyang yang telah dibentuk menjadi bulat dibiarkan pada udara terbuka dalam wadah box container/baskom besar. Ampyang diletakkan pada wadah tersebut hingga suhunya turun menjadi suhu ruangan.

Pendinginan ampyang bertujuan agar ampyang yang telah jadi teksturnya menjadi mengeras. Ampyang yang telah mengeras akan memudahkan dalam pengemasan.

6. Pengemasan

(11)

Produk ampyang yang telah dingin sudah siap untuk dikemas.

Pengemasan ampyang dilakukan bersamaan dengan penimbangan produk.

Hal ini dilakukan agar produk memiliki berat yang sama antara satu dengan yang lain. Kemasan yang dipakai untuk mengemas ampyang adalah kemasan plastik yang telah diberi label sebagai identitas produk.

Pengemasan mengambil peran yang besar pada produk pangan.

Pengemasan dapat melindungi produk sehingga daya simpan produk menjadi tahan lama. Perlu adanya bahan pengemas yang melindungi makanan dari kontaminasi lingkungan luar sehingga produk tidak mmudah rusak dan bisa dikonsumsi kapan saja (Nur dkk., 2009).

D. Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB)

Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) yaitu salah satu aspek dasar dalam pemenuhan kualitas mutu dan ketentuan keamanan pangan yang telah ditetapkan pada pangan. CPPB sangat bermanfaat untuk keberkelangsungan berjalannya industri di bidang pangan dari skala Industri Rumah Tangga hingga skala perusahaan besar. Lewat Konsep CPPB tersebut, tempat pengolahan pangan bisa memproduksi olahan dengan mutu yang baik, aman untuk dikonsumsi dan baik untuk kesehatan. Dengan memproduksi makanan dengan mutu terjamin dan aman dikonsumsi, secara tidak langsung akan membangun kepercayaan pada konsumen dan tempat produksi pangan tersebut bisa berkembang hingga cukup banyak dikenal. Semakin banyak industri makanan yang menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan aman maka masyarakat yang mengonsumsinya pun akan terhindar dari bahaya yang mengancam kesehatan tubuh (BPOM, 2012)

1. Lokasi dan Lingkungan Produksi

Aspek lokasi dan lingkungan produksi dalam Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan.

Hal ini perlu dilakukan mengingat lingkungan yang tidak bersih dapat menjadi sumber kontaminasi pada bahan pangan, maka perlu tindakan untuk mencegah yang bisa menjaga kebersihan pengolahan pangan

a. Lokasi IRTP

(12)

Lokasi pada IRTP seharusnya dijaga agar tetap bersih, terbebas dari sampah, bau, kotoran, asam, dan debu.

b. Lingkungan

Lingkungan produksi seharusnya dijaga kebersihannya melalui cara-cara berikut ini:

1) Pembuangan sampah agar tidak menumpuk.

2) Selalu memastikan tempat sampah tertutup.

3) Pemeliharaan jalan di sekitar tempat produksi agar tidak berdebu dan saluran selokan dipastikan berfungsi dengan baik.

2. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas pada IRTP seharusnya terjamin sehingga pangan olahan tidak terkontaminasi oleh bahaya fisik,biologis, dan kimia pada saat proses penanganan pangan serta mudah untuk dibersihkan maupun disanitasi.

a. Bangunan Ruang Produksi 1) Desain dan Tata Letak

Ruang pengolahan pangan sebaiknya cukup luas dan mudah untuk dibersihkan

a) Sebaiknya ruangan yang digunakan dalam proses produksi tidak digunakan untuk kegiatan lain diluar pengolahan produk pangan.

b) Konstruksi ruangan:

i. Sebaiknya, konstruksi ruangan tersebut dibuat dari material yang tidak mudah rusak (awet)

ii. Seharusnya, konstruksi ruangan pengolahan pangan mudah dalam perawatannya, mudah dibersihkan, maupun didisinfeksi. Konstruksi pada ruangan tersebut terdiri dari: pintu, lantai. Jendela, lubang angin atau ventilasi, dinding atau pemisah ruangan, atap atau langit-langit, dan permukaan luar tempat kerja serta penggunaan bahan kaca/gelas.

(13)

2) Lantai

a) Lantai tempat produksi sebaiknya terbuat dari material yang kedap air, permukaannya rata, tidak licin, tidak terdapat genangan air, sehingga lantai mudah dibersihkan.

b) Lantai tempat produksi seharusnya tetap bersih, terhindar dari debu, lendir, dan kotoran yang memungkinkan terjadinya kontaminasi.

3) Dinding atau Pemisah Ruangan

a) Bangunan tempat produksi sebaiknya memiliki dinding dengan permukaan yang rata, kedap air, memiliki warna cat terang, catnya sulit terkikis, dan tahan lama.

b) Dinding bangunan seharusnya terhindar dari debu, lendir, dan kotoran lain.

c) Dinding atau pemisah ruangan seharusnya memiliki sifat yang mudah dibersihkan.

4) Langit-langit

a) Langit-langit bangunan sebaiknya berasal dari material yang tahan bocor, awet, kedap air, serta tidak mudah terkelupas.

b) Langit-langit sebaiknya berwarna cerah, permukaannya rata, dan apabila tempat produksi menghasilkan uap air sebaiknya dibuat dengan bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi dengan cat tahan panas.

c) Perancangan langit-langit harus dilakukan dengan sebaik- baiknya karena hal ini mencegah terjadinya penumpukan debu atau kotoran, berkembangnya jamur, adanya sarang hama, langit-langit terkelupas, hingga merendahkan pemicu terjadinya kondensasi.

d) Langit-langit seharusnya terhindar dari debu, kotoran, dan sarang laba-laba.

5) Pintu ruangan

(14)

a) Pintu ruangan sebaiknya terbuat dari bahan dengan sifat tahan lama, kuat, tidak mudah mengalami kerusakan, rata permukaannya, dan berwarna cerah atau terang.

b) Pintu ruangan seharusnya ditambahkan kasa yang mudah dilepaskan sehingga mudah dirawat dan dibersihkan.

c) Untuk menghindari kontaminasi dari luar masuk ke dalam ruang produksi, pintu seharusnya didesain agar membuka ke arah luar ruangan atau bisa digeser ke samping.

d) Pintu ruangan, pintu kasar serta tirai udara seharusnya mudah ditutup dan selalu dalam keadaan tertutup.

6) Jendela

a) Material yang digunakan pada jendela ruangan sebaiknya terbuat dari material yang awet, memiliki sifat yang kuat dan tidak mudah rusak.

b) Jendela sebaiknya memiliki permukaan yang rata, halus, memiliki warna cerah, dan mudah dalam pembersihannya.

c) Pada jendela seharusnya ditambahkan kasa agar hama atau serangga pengganggu sulit untuk masuk ke dalam ruangan yang bisa dilepas dan tidak sulit untuk dirawat serta dibersihkan.

d) Konstruksi jendela yang digunakan seharusnya didesain dengan benar sehingga mencegah terjadinya penumpukan debu.

7) Lubang angin atau ventilasi

a) Pada rumah produksi seharusnya memiliki ventilasi yang cukup memadai agar sirkulasi dalam ruangan tersebut lancar dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, dan panas dari proses pengolahan.

b) Lubang angin atau ventilasi pada bangunan tersebut seharusnya selalu dijaga kebersihannya, bebas debu, tidak terdapat sarang laba-laba.

(15)

c) Lubang angin atau ventilasi seharusnya ditambah kasa sehingga angin yang masuk disaring terlebih dahulu dan ini bisa membuat serangga tidak bisa masuk ke dalam ruangan..

d) Kasa yang digunakan seharusnya tidak sulit dilepas dari lubang angin atau ventilasi tersebut.

8) Permukaan tempat kerja

a) Dalam Industri Rumah Tangga, setiap permukaan yang menjadi tempat pengolahan pangan dan bersentuhan langsung dengan pangan harus dalam kondisi yang baik, awet, mudah dirawat, dibersihkan, dan disanitasi.

b) Permukaan tempat kerja harus terbuat dari material yang tidak menyerap air, permukaannya rata, tidak mudah bereaksi dengan deterjen, desinfektan hingga bahan pangan lain.

9) Penggunaan bahan gelas

Pemilik IRTP seharusnya memiliki kebijakan mengenai pemakaian bahan gelas dengan tujuan mencegah kontaminasi bahaya fisik pada produk pangan apabila ada pecahan gelas.

b. Fasilitas

1) Kelengkapan Ruang Produksi

a) Ruang produksi sebaiknya memiliki pencahayaan yang cukup sehingga karyawan dapat bekerja dengan teliti.

b) Pada ruang produkksi seharusnya terdapat tempat mencuci tangan yang terjaga kebersihannya dan terdapat sabun serta pengering.

2) Tempat Penyimpanan

a) Tempat penyimpanan bahan pangan yang didalamnya ada bumbu dan bahan tambahan pangan (BTP) harus dipisah dengan produk jadi.

(16)

b) Tempat penyimpanan khusus harus tersedia yang digunakan untuk penyimpanan bahan-bahan non pangan misalnya pencuci, pelumas, dan oli.

c) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan terhindar dari hama misalnya serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan terdapat sirkulasi udara.

3. Peralatan Produksi

Peletakkan peralatan produksi diatur supaya tidak adanya kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan bahan pangan sebaiknya didesain, dikonstruksi, dan diletakkan dengan baik agar mutu dan keamanan pangan terjamin.

a. Persyaratan Bahan Peralatan Produksi

1) Peralatan produksi sebaiknya dibuat dengan bahan yang kokoh, awet, tidak beracun, tidak sulit dipindahkan atau dibongkar pasar jadi mudah dalam pembersihan dan perawatannya serta mudah dalam pemantauan dan pengendalian hama

2) Permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan harus halus, tidak bercelah maupun berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat, dan tidak menyerap air.

3) Peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran pada produk pangan oleh mikroba, bahan logam yang lepas dari alat/mesin, minyak pelumas, bahan bakar dn bahan-bahan lain yang berpotensi bahaya; termasuk bahan kontak pangan/zat kontak pangan yang berasal dari kemasan ke dalam pangan yang menjadikan bahaya.

b. Tata Letak Peralatan Produksi

Peralatan produksi sebaiknya disusun berurutan sesuai prosesnya sehingga memudahkan mengolah pangan dengan hygiene, mudah dibersihkan dan dirawat serta mencegah kontaminasi silang.

c. Pengawasan dan Pemantauan Peralatan Produksi

(17)

Peralatan produksi seharusnya dirawat, diperiksa, dan dipantau supaya berfungsi dengan baik dan terjaga kebersihannya.

d. Bahan Perlengkapan dan Alat Ukur/Timbangan

1) Bahan perlengkapan peralatan yang berasal dari bahan kayu seharusnya dipastikan cara membersihkannya yang dapat menjamin sanitasi.

2) Alat ukur/timbangan seharusnya dipastikan keakuratannya, khususnya alat ukur/timbang bahan tambahan pangan (BTP).

4. Suplai Air

Sumber air bersih untuk proses pengolahan sebaiknya cukup dan dapat memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan/atau air minum. Air yang dimanfaatkan dalam proses pengolahan pangan harus air bersih dan sebaiknya memenuhi total kebutuhan air pada proses produksi.

5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene serta Sanitasi

Fasilitas dan kegiatan hygiene dan sanitasi dilakukan untuk menjamin supaya bangunan dan peralatan dalam keadaan bersih dan mencegah adanya kontaminasi silang dari pekerja.

a. Fasilitas Higiene dan Sanitasi 1) Sarana Pembersihan/Pencucian

a) Sarana pembersihan / pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (Iantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lap dan / atau kemoceng, deterjen, ember, bahan sanitasi sebaiknya ada dan dirawat dengan baik.

b) Sarana pembersihan harus terdapat sumber air bersih.

c) Air panas dapat dipakai dalam membersihkan alat tertentu, misalnya dalam membersihkan larutan sisa-sisa lemak dan tujuan desinfeksi, jika perlu.

2) Sarana Higiene Karyawan

Sarana hygiene karyawan seperti fasilitas cuci tangan dan toilet/jamban seharusnya ada dengan jumlah yang cukup dan

(18)

terjaga kebersihannya untuk menjamin kebersihan pekerja dengan tujuan mencegah kontaminasi pada bahan pangan.

3) Sarana Cuci Tangan seharusnya:

a) Ditempatkan dekat ruang pengolahan, lengkap dengan air bersih dan sabun cuci tangan.

b) Lengkap dengan pengering tangan misalnya handuk, lap, atau kertas serap yang bersih.

c) Lengkap dengan tempat sampah yang memiliki tutup.

4) Sarana Toilet/Jamban seharusnya:

a) Dibangun dengan memperhatikan syarat kebersihan, sumber air mengalir, serta tempat pembuangan

b) Diberi tanda peringatan bahwa karyawan harus cuci tangan menggunakan sabun setelah dari toilet.

c) Selalu dalam keadaan bersih dan tertutup.

d) Memiliki pintu yang membuka ke arah luar ruang produksi.

5) Sarana pembuangan air dan limbah

a) Sarana pembuangan air dan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi untuk mencegah adanya resiko pencemaran lingkungan.

b) Sampah harus dibuang ke tempat sampah dengan tujuan mencegah bersarangnya binatang pengerat, serangga, dan binatang lain sehingga tidak akan mencemari pangan dan sumber air.

c) Bahan tempat sampah harus berasal dari material yang kuat dan tertutup secara rapat untuk meminimalisir sampah tumpah dan mencemari sumber air maupun pangan.

b. Kegiatan Higiene dan Sanitasi

1) Pembersihan dapat dilakukan secara fisik misalnya menggunakan sikat atau dengan cara kimia misalnya sabun/deterjen atau gabungan keduanya.

(19)

2) Apabila diperlukan, penyucihamaan sebaiknya menggunakan kaporit sesuai petunjuk.

3) Kegiatan pembersihan dan penyucihamaan perlatan produksi seharusnya sering dilakukan .

4) Sebaiknya terdapat pekerja yang memiliki tanggung jawab pada kegiatan pembersihan atau penyucihamaan.

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjadi jaminan bahwa karyawan yang melakukan kontak langsung dengan bahan pangan bukan sumber kontaminasi.

a. Kesehatan karyawan

Karyawan yang menangani bagian pangan harus memnuhi syarat seperti di bawah ini:

1) Setiap karyawan yang akan melakukan penanganan pangan dalam keadaan sehat. Apabila sakit atau baru pulih dari sakit dan dicurigai masih membawa penyakit tidak diperbolehkan masuk ruang produksi

2) Jika terdapat salah satu karyawan yang mengalami gejala penyakit menular seperti sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit (gatal, kudis, luka, dll), keluarnya cairan dari telinga, sakit mata,dan atau pilek tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pengolahan pangan.

b. Kebersihan Karyawan

1) Karyawan harus menjaga badannya selalu dalam keadaan bersih.

2) Karyawan yang melakukan produksi pangan seharusnya memakai pakaian kerja yang bersih. Pakaian kerja dapat berupa celemek, penutup kepala, sarung tangan, masker dan/atau sepatu kerja.

3) Karyawan yang melakukan produksi pangan harus menutup luka di tubuhnya dengan perban.

(20)

4) Karyawan harus selalu cuci tangan menggunakan sabun sebelum kegiatan produksi pangan, sesudah menangani bahan mentah, atau bahan/alat kotor, dan sesudah keluar dari toilet/jamban.

c. Kebiasaan Karyawan

1) Dalam melakukan pengolahan pangan, sebaiknya karyawan tidak boleh makan dan minum, merokok, batuk, dan bersin yang diarahkan ke produk atau melakukan sesuatu di ruang produksi yang menimbulkan pencemaran pada produk pangan.

2) Karyawan sebaiknya tidak diperkenankan mengenakan perhiasan seperti giwang/anting, cincin, gelang, kalung, jam tangan, bros, peniti, atau benda lain selama melakukan proses produksi yang memungkinkan dapat membahayakan keamanan pangan yang diproduksi.

7. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi

Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi seperti gedung, mesin/peralatan, pengendalian ama, penanganan limbah, dll. dilakukan berkala agar kontaminasi silang terhadap bahan pangan dijamin tidak terjadi.

a. Pemeliharaan dan Pembersihan

1) Lingkungan, bangunan, peralatan, dan lain-lain seharusnya dipelihara dengan baik dan berfungsi

2) Peralatan produksi harus dibersihkan secara rutin agar sisa-sisa panngan dan kotoran hilang

3) Bahan kimia untuk mencuci sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai dengan anjuran dan disimpan pada wadah yang berlabel agar terhindar dari pencemaran pada bahan baku dan produk pangan

b. Prosedur Pembersihan dan Sanitasi

Prosedur pembersihan dan sanitasi sebaiknya dilakukan dengan prose fisik seperti penyikatan, penyemprotan menggunakan air bertekanan atau vacuum cleaner, proses fisik yaitu dengan sabun

(21)

atau deterjen, atau gabungan dari dua proses tersebut dengan tujuan kotoran dan lapisan jasad renik dari lingkungan, bangunan, maupun peralatan dapat hilang.

c. Program Higiene dan Sanitasi

1) Semua bagian dari ruang produksi bersih, termasuk tempat mencuci alat-alat pembersih seharusnya terjamin.

2) Seharusnya dilakukan secara rutin dan diawasi ketepatan dan efisiensinya dan apabila diperlukan maka dilakukan pencatatan d. Program Pengendalian Hama

1) Hama seperti hewan pengerat, serangga, unggas, dan lain-lain adalah pembawa kontaminasi biologi yang dapat mengurangi mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan agar meminimalisir adanya hama masuk tempat produksi dan mengkontaminasi bahan pangan

2) Mencegah masuknya hama

a) Lubang-lubang dan selokan yang berpotensi menjadi jalan masuknya hama harus dalam keadaan yang tertutup.

b) Jendela, pintu, dan entilasi harus ditambahkan kasa agar meminimalisir masuknya hama.

c) Hewan peliharaan misalnya anjing, kucing, domba, ayam, dll tidak dibolehkan masuk ke tempat produksi.

d) Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat menjadi pemicu masuknya hama.

3) Mencegah timbulnya sarang hama di dalam ruang produksi a) Seharusnya makanan disimpan dengan baik, tidak

bersentuhan langsung dengan lantai, dinding, dan langit- langit.

b) Tempat produksi harus terjamin kebersihannya.

c) Tempat sampah harus selalu tertutup dan dari material yang awet.

(22)

d) IRTP seharusnya memeriksa lingkungan dan tempat produksiya dari ancaman adanya sarang hama.

e. Pemberantasan Hama

1) Sarang hama seharusnya dihilangkan.

2) Hama harus dihilangkan menggunakan cara yang tidak berpengaruh pada kualitas dan keamanan pangan.

3) Pemberantasan hama dapat dilakukan baik fisik seperti perangkap tikus atau dengan cara kimia misalnya racun tikus.

4) Perlakukan dengan bahan kimia harus memakai pertimbangan tidak mengkontaminasi pangan.

f. Penanganan Sampah

Penanganan dan pembuangan sampah dilakukan secara tepat dan tepat:

Seharusnya tidak membiarkan sampah menumpuk di lingkungan maupun tempat produksi, segera ditangani dan dibuang.

8. Penyimpanan

Penyimpanan bahan yang akan dimanfaatkan pada proses produksi baik bahan baku, bahan penolong dan BTP serta produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak akan mengalami penurunan kualitas dan keamanan pangan.

a. Penyimpanan Bahan dan Produk Akhir

1) Setiap bahan dan produk jadi harus disimpan di tempat yang berbeda di ruangan yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, tidak terdapat hama, dan memiliki penerangan cukup.

2) Bahan baku disimpan tidak diperblehkan menyentuh lantai, menempel di dinding atau langit-langit.

3) Bahan dan produk jadi harus ditandani menggunakan system First In First Out (FIFO) dan system First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang masuk lebih awal atau memiliki tangga kedaluwarsa lebih dulu harus dipakai terlebih dahulu dan

(23)

produk jadi yang diproduksi lebih awal harus dipakai/didistribusikan lebih awal.

4) Penyimpanan bahan dengan sifat mudah menyerap air harus di ruang yang kering, missal garam, gula, dan rempah-rempah bubuk.

b. Penyimpanan Bahan Berbahaya

Penyimpanan bahan berbahaya misalnya sabun cuci, bahan sanitasi, racun serangga, umpan tikus, dan lain lain harus dibedakan di tempat lain dan diawasi supaya tidak mengkontaminasi bahan pangan.

c. Penyimpanan Wadah Pengemas

1) Wadah dan kemasan pangan harus disimpan dengan rapi pada tempat yang bersih dan dilindungi supaya saat dipakai tidak mengkontaminasi pangan

2) Kemasan pangan harus disimpan di tempat yang berbeda dengan bahan baku dan produk jadi.

d. Penyimpanan Label Pangan

1) Penyimpanan label pangan seharusnya disimpan dengan rapid an teratur supaya tidak terdapat kesalahan pada saat digunakan dan tidak mengkontaminasi pangan.

2) Penyimpanan label pangan harus di ruang yang bersih dan terhindar dari pencemaran.

e. Penyimpanan Peralatan Produksi

Mesin atau peralatan yang digunakan pada proses produksi yang sudah bersihkan namun tidak dipakai harus disimpan di ruangan yang bersih dengan kondisi yang baik, sebaiknya permukaan peralatan dihadapkan bawah agar terbebas dari debu, kotoran maupun cemaran lain.

9. Pengendalian Proses

Dalam menghasilkan produk pangan yang berkualitas baik dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan baik. Pengendalian

(24)

proses produksi pangan IRTP dapat dilakukan dengan cara seperti di bawah ini:

a. Penetapan spesifikasi bahan

b. Penetapan komposisi dan formulasi bahan c. Penetapan cara produksi yang baku

d. Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan

e. Penetapan keterangan lengkap mengenai produk yang diolah termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa a. Penetapan Spesifikasi Bahan

1) Persyaratan Bahan

a) Bahan terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong yang terdiri dari air dan bahan tambahan pangan (BTP)

b) Bahan harus diterima dan digunakan yang tidak mengalami kersakan, pembusukan, tidak terdapat bahan berbahaya, tidak merugikan atau membahayakan kesehatan dan seuai standar mutu atau persyaratan yang ada.

c) Harus sesuai jenis, jumlah, dan spesifikasi bahan untuk proses pengolahan pangan.

d) Tidak menerima dan memakai bahan pangan yang mengalami kerusakan.

e) Penggunaan BTP harus yang memiliki izin dan sesuai batas maksimum penggunaan.

f) Menggunakan BTP dengan standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) harus dengan izin.

g) Bahan yang dipakai seharusnya ditambahkan dalam bentuk formula dasar dengan menyebutkan jenis dan syarat mutu bahan.

h) Tidak diperbolehkan memakai bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan.

(25)

2) Persyaratan Air

a) Bagian dari bahan pangan berupa air seharusnya sesuai persyaratan air minum atau air bersih sesuai aturan perundang-undangan.

b) Air yang dipakai untuk mencuci atau kontak langsung dengan bahan pangan seharusnya sesuai syarat air bersih sesusai aturan perundang-undangan.

c) Air, es, dan uap panas harus dalam penjagaan tidak boleh tercemar bahan-bahan dari luar.

d) Uap panas yang kontak langsung dengan bahan pangan atau mesin/alat tidak boleh mengandung bahan yang membahayakan keamanan pangan.

e) Air yang digunakan berulang ali seharusnnya ditangani dan dipelihara supaya tetap aman bagi bahan pangan yang diproduksi.

b. Penetapan Komposisi dan Formulasi Bahan

1) Komposisi bahan yang dipakai dan formulai untuk mengolah jenis pangan harus ditentukan.

2) Pencatatan mengenai penggunaan komposisi yang telah ditentukan secara baku harus dilakukan dengan konsisten.

3) Bahan tambahan pangan (BTP) yang dipakai harus diukur atau ditimbang menggunakan alat timbang yang akurat.

c. Penetapan Cara Produksi yang Baku

1) Proses produksi pangan yang baku seharusnya ditentukan.

2) Bagan alir atau urutan proses produksi seharusnnya dibuat dengan jelas.

3) Kondisi baku dari proses pengolahan pangan seharusnya ditentukan, misalnya lama dari pengadukan, suhu proses pemasanan dan lama dari pemanasan.

4) Bagan alir produksi yang sudah baku seharusnya digunakan menjadi acuan di proses produksi setiap harinya.

(26)

d. Penetapan Jenis, Ukuran, dan Spesifikasi Kemasan

Kemasan yang digunakan sesuai dan memenuhi syarat dalam menjaga keamanan dan kualitas pangan didalamnya serta menjaga produk dari pengaruh luar misalnya sinar matahari, panas, lembab, kotoran, benturan, dll.

1) Bahan kemasan yang dipakai seharusnya sudah sesuai untuk produk pangan dan sesuai aturan.

2) Seharusnya desain dan bahan kemasan melindungi produk dan meminimalisir kontaminasi, mencegah kerusakan dan melabeli dengan baik.

3) Kemasaan yang digunakan kembali seperti botol minum harus kuat, tidak sulit dibersihkan dan didesinfeksi apabila perlu, dan tidak dimanfaatkan dalam pengemasan produk non-pangan.

e. Penetapan Keterangan Lengkap Tentang Produk yang Akan Dihasilkan

1) Karakteristik produk pangan yang diolah seharusnya dilakukan.

2) Tanggal kedaluwarsa harus ditentukan.

3) Tanggal produksi harus dicatat.

4) Kode produksi dapat ditentukan

Kode produksi dipakai dalam proses penarikan produk apabila perlu.

10. Pelabelan Pangan

Kemasan pangan pada IRTP dilabeli dengan jelas dan informatif supaya memberi kemudahan bagi konsumen untuk memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengonsumsi pangan. Pelabelan dalam suatu produk Industri Rumah Tangga harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan atau perubahannya; dan peraturan lainnya tentang label dan iklan pangan.

Pada pelabelan pangan sebaiknya mengandung beberapa unsur seperti di bawah ini:

(27)

1) Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di Peraturan Kepala Badan POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.

2) Daftar bahan atau komposisi yang digunakan 3) Berat bersih atau isi bersih

4) Nama dan alamat IRTP

5) Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa 6) Kode produksi

7) Nomor P-IRT

Label pangan IRT tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi

11. Pengawasan oleh Penanggung Jawab

Penanggung jawab diperlukan sebagai pengawas semua tahapan proses pengolahan dan pengendaliannya agar produk pangan terjamin kualitas dan keamanannya.

a. Penanggung jawab produk minimal harus memiliki ilmu tentang prinsip dan praktik higiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan produk makanan yang dikepalainya menggunakan bukti kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan

b. Seharusnya dilakukan pengawasan secara berkala oleh penanggung jawab yang terdiri dari:

1) Pengawasan Bahan

a) Bahan yang dimanfaatkan pada proses pengolahan seharusnya sesuai syarat mutu dan keamanan pangan.

b) Catatan tentang bahan yang dipakai dapat dicatat oleh IRTP 2) Pengawasan Proses

a) Seharusnya pada pengawasan proses dilakukan dengan menggunakan syarat-syarat yang memiliki hubungan mengenai bahan baku, komposisi, proses produksi, dan distribusi.

(28)

b) Pada tiap satuan pengolahan atau sekali proses produksi seharusnya lengkap dengan petunjuk mengenai nama produk, tanggal produksi, kode produksi; jenis serta jumlah dari total bahan yang dipakai pada satu kali proses produksi;

jumlah produksi yang diolah; dan informasi lain yang berguna.

c) Penanggungjawab seharusnya melaksanakan tindakan koreksi atau pengendalian apabila terjadi penyimpangan atas persyaratan yang sudah ditetapkan.

12. Penarikan Produk

Penarikan produk pangan adalah salah satu tindakan dalam memutus distribusi pangan karena dicurigai adanya penyakit atau keracunan pangan dikarenakan tidak terpenuhinya syarat atau perundang- undangan di bidang pangan. Tujuan dari penarikan produk yaitu menghindaari adanya korban bertambah dikarenakan mengonsumsi makanan yang berbahaya bagi kesehatan dan /atau melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak sesuai syarat keamanan pangan.

a. Pemilik IRTP harus menarik produk pangan dari peredaran apabila dicurigai menyebabkan penyakit / keracunan pangan dan / atau tidak sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pangan.

b. Produk harus dihentikan produksinya hingga masalah dapat diatasi oleh pemilik.

c. Penarikan produk lain yang diproduksi di kondisi yang sama dengan produk penyebab bahaya harus dilakukan

d. Penarikan produk pangan seharusnya dilaporkan oleh pemilik IRTP, terlebih yang berkaitan dengan keamanan pangan ke Pemerintah Kabupaten / Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.

e. Pangan yang sudah terbukti membahayakan konsumen harus dimusnahkan yang disaksikan oleh DFI.

(29)

f. Prosedur penarikan pangan dapat dipersiapkan oleh penanggung jawab IRTP

13. Pencatatan dan Dokumentasi

Pencatatan dan dokumentasi yang baik perlu dilakukan supaya mudah dalam menelusuri masalah yang ada kaitannya dengan proses produksi dan distribusi, menghindari adanya produk yang melampaui batas kedaluwarsa, menambah keefektifan sistem pengawasan.

a. Pemilik usaha diharuskan mencatat dan mendokumentasikan:

1) Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong minimal terdiri dari nama, bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat suplier.

2) Produk jadi minimal terdiri dari nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah produksi dan tempat distribusi / penjualan

3) Penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, pengendalian hama, kesehatan karyawan, pelatihan, distribusi dan penarikan produk dan lainnya yang dianggap penting

b. Catatan serta dokumen dapat disimpan dalam jangka waktu 2 kali lipat umur simpan produk pangan yang dibuat.

c. Catatan dan dokumen sebaiknya dijaga supaya tetap akurat dan mutakhir.

14. Pelatihan Karyawan

Pimpinan dan pekerja di IRTP harus memiliki ilmu dasar tentang prinsip-prinsip dan praktik higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang dilakukannya supaya bisa mendeteksi risiko yang kemungkinan akan terjadi jika diperlukan bisa memperbaiki penyimpanan yang terjadi serta dapat mengolah pangan yang berkualitas dan aman.

a. Pemilik atau penanggung jawab harus pernah berpartisipasi dalam penyuluhan mengenai Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT)

(30)

b. Pemilik atau penanggung jawab harus menyalurkan pengetahuannya pada karyawan mengenai

E. Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu (quality control) adalah salah satu metode yang berguna untuk melihat mutu suatu produk. Pengendalian mutu dilaksanakan dari pengendalian mutu bahan, pengendalian mutu proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, hingga proses pengiriman produk kepada konsumen sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Aplikasi dari pengendalian mutu ditujukan supaya kualitas input awal terkendali.

Pengendalian mutu berguna bagi pemilik usaha agar proses produksinya lebih efektif (Diniaty dkk., 2019). Quality control (QC) merupakan suatu tindakan manajemen perusahaan yang dimaksudkan agar kualitas produk dan jasa perusahaan dapat dipertahankan dan diarahkan sesuai ketetapan dan keinginan.

QC juga bertujuan agar mengurangi adanya kegagalan produk. Adapun metode quality control yang digunakan untuk mencegah terjadinya kegagalan produk yaitu metode Statistical Quality Control (SQC) (Elmas, 2017).

Menurut (Elmas, 2017), manfaat dari adanya pengendalian mutu ialah agar kualitas produk terjamin dan jika ada kesalahan produksi dapat diperbaiki.

Oleh karena itu, pengendalian mutu tersebut digunakan dalam pemeriksaan setiap proses pengolahan pangan apakah terjadi kesalahan atau tidak, apabila terdapat kesalahan maka akan segera diperbaiki. Pengendalian kualitas memiliki beberapa faktor yang dipengaruhi yang dilakukan oleh perusahaan, meliputi :

1. Kemampuan proses. Batas-batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan kemampuan proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam batas-batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.

2. Spesifikasi yang berlaku, hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dapat dipastikan dahulu apakah spesifikasi

(31)

tersebut dapat berlaku sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai.

3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima. Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk yang berada di bawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang berada dibawah standar.

4. Biaya kualitas, sangat mempengaruhi tingkat pengendalian dalam menghasilkan produk, biaya mempunyai hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian original design, terjadi kontraksi aliran pada kaki pelimpah serta adanya aliran silang (crossflow) pada saluran peluncur yang menjalar sampai

Buku panduan ini disusun berisikan ketentuan yang berlaku dan sebagai informasi untuk para peserta dalam mengikuti seluruh rangkaian acara Puncak Peringatan Hari

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pengukuran tingkat capaian kinerja Pengadilan Agama Mukomuko Tahun 2020, dilakukan dengan cara membandingkan antara Realisasi pencapaian

Sehubungan dengan hal tersebut di atas Kecamatan adalah suatu organisasi penyelenggaraan tugas-tugas pembangunan dan pelaksanaan tugas pemerintahan, agar

a. Guru melakukan pemutakhiran data pada dapodik melalui operator sekolah. Apabila data Guru pada Dapodik belum lengkap dan belum benar, maka data dapodik

Laporan perhitungan hasil usaha menyajikan informasi mengenai pendapatan dan beban perkoperasian selama periode tertentu (dalam hal ini tahun berjalan 2011) dan

Adapun tujuan penelitian dari Perancangan Sistem Informasi penerimaan dan penyaluran Zakat Di Kementerian Agama Kabupaten Pidie Berbasis Web ini adalah:.. 1.) Dapat