• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN ANALISA RESIKO SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN ANALISA RESIKO SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL

DAN ANALISA RESIKO SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN Reynaldo Zoro, Arief Setyo Wibowo

Laboratorium Teknik Tegangan dan Arus Tinggi Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

E-mail : [email protected]

Abstrak - Sambaran petir langsung dapat menimbulkan kerusakan pada bangunan dan sambaran petir tidak langsung dapat merusak peralatan didalam bangunan seperti; elektronik, komputer, komunikasi, dll. Untuk mengurangi resiko kerusakan ini dilakukan pemasangan sistem proteksi petir. Rancangan dan pemasangan sistem proteksi petir ditentukan oleh bentuk dan tinggi bangunan dan karakteristik sambaran petir di lokasi bangunan tersebut. Karakteristik sambaran petir yang sesuai adalah karakteristik sambaran petir yang diperoleh dari kondisi petir dilokasi tersebut. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan keandalan sistem proteksi petir eksternal dan analisa resiko sambaran petir pada suatu bangunan.

Untuk membandingkan hasil evaluasi dengan kenyataan dilapangan dilaksanakan eksperimen pada bangunan tersebut dengan pemasangan sistem pengukuran petir pada gedung yang diproteksi. Sistem proteksi yang dirancang terdiri dari finial atas, penghantar arus petir berisolasi, alat penghitung sambaran petir (Lightning Event Counter- LEC) dan alat ukur arus puncak petir dengan pita magnetik. Dengan peralatan ukur ini titik sambaran pada bagian-bagian tertentu dari bangunan dapat diketahui sehingga sistem proteksi petir eksternal dapat dioptimalkan.

Keyword – data petir, analisa resiko, terminasi udara, sistem proteksi petir eksternal.

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan daerah dengan hari guruh pertahun yang tertinggi didunia menurt buku Guinness of Records yakni berkisar antara 180 – 260 hari guruh pertahun dengan kerapatan sambaran petir ketanah (Ng) mencapai 30 sambaran per km2 per tahun.

Sambaran petir langsung dapat menyebabkan kerusakan bangunan, peralatan, kebakaran bahkan korban jiwa, sedangkan tegangan lebih induksi yang disebabkan sambaran petir tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja peralatan, umur pakai bahkan kerusakan peralatan.

Hal ini dapat menimbulkan kerugian yang besar, sehingga dibutuhkan usaha untuk mengurangi resiko kerusakan akibat sambaran petir, yaitu dengan sistem proteksi petir.

Sistem proteksi petir pada bangunan meliputi sistem proteksi petir eksternal dan internal, sistem proteksi petir eksternal berfungsi untuk mengurangi resiko terhadap bahaya kerusakan akibat sambaran langsung pada

bangunan yang dilindungi, sedangkan sistem proteksi internal bertujuan untuk melindungi instalasi peralatan di dalam bangunan terhadap tegangan lebih akibat sambaran petir. Perancangan sistem proteksi petir dipengaruhi karakteristik bangunan yang diproteksi dan karakteristik petir didaerah yang bersangkutan.

Dalam penelitian dilakukan evaluasi sistem proteksi eksternal yang ada dan terpasang di Gedung Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Teknologi Bandung (ITB), yang diambil sebagai obyek penelitian, dengan karakteristik petir diperoleh dari data historis Jaringan Deteksi Petir Nasional (JADPEN) serta analisa resiko sambaran petir.

Dari penelitian dapat ditentukan tingkat kehandalan sistem proteksi petir eksternal yang terpasang pada bangunan, perhitungan besar resiko sambaran petir, serta dipasang peralatan pengukur sambaran petir untuk mendapatkan hasil lapangan dari sambaran petir langsung ke bangunan.

2. SAMBARAN PETIR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

Sambaran petir yang berbahaya bagi struktur bangunan dan peralatan didalam bangunan meliputi; sambaran petir langsung kestruktur bangunan, yang merusak bangunan dan manusia. Sambaran petir tidak langsung yakni yang merusak peralatan didalam bangunan melalui sambaran petir didekat struktur bangunan yang akan menyebakan terjadinya induksi pada peralatan, sambaran petir yang masuk melalui saluran dari luar seperti, listrik, telepon, kabel data, pipa metal, dll dalam bentuk gelombang berjalan, dan sambaran petir pada struktur yang akan menaikan tegangan tanah dan merusak peralatan didalam bangunan.

Parameter sambaran petir diantaranya adalah kerapatan sambaran petir disuatu daerah, bentuk gelombang arus, amplituda arus puncak, kecuraman arus, muatan arus, serta energi arus petir. Parameter petir ini merupakan parameter lokal yang berbeda untuk setiap daerah dan sangat menentukan dalam perencanaan sistem proteksi petir yang baik untuk melindungi instalasi didaerah tersebut.

Sistem proteksi petir merupakan keseluruhan instalasi yang berfungsi untuk melindungi objek terhadap bahaya akibat sambaran petir, baik sambaran petir langsung

(2)

maupun tak langsung, sistem proteksi petir meliputi sistem proteksi eksternal dan internal [3].

Sistem proteksi petir eksternal berfungsi untuk menerima sambaran petir secara langsung dan mengalirkan arus petir melalui penghantar arus petir ke sistem pembumian ditanah dengan aman, sistem proteksi petir eksternal meliputi sistem terminasi udara (air termination system), yang bertugas menerima sambaran petir, penghantar arus petir (down conductor) yang bertugas mengalirkan arus petir ketanah dengan aman dan sistem pengetanahan (earthing system) yang akan membuang arus petir ditanah dengan aman.

Beberapa metode desain sistem terminasi udara telah diperkenalkan, yang bertujuan untuk menentukan lokasi terminasi udara yang efektif. Beberapa metode telah direkomendasikan oleh standar antara lain metode sudut lindung ( protective angle method ), metode jaring (mesh method ), dan metode bola gelinding (rolling sphere method ) [6].

Metode sudut lindung merupakan metode yang pertama kali diperkenalkan, pada metode ini seluruh komponen sistem terminasi udara; finial batang tegak, anyam penghantar datar dan finial penghantar datar harus diletakkan sehingga seluruh bagian dari struktur yang diproteksi berada didalam permukaan yang dibentuk dari proyeksi titik puncak terminasi udara ketanah dengan sudut α dari garis vertikal kesegala arah. Metode sudut proteksi mempunyai batasan geometri.

Metode jaring juga dikenal dengan metode sangkar faraday, pada metode ini finial batang tegak, konduktor atap, harus membentuk poligon tertutup. Poligon finial ini harus dilengkapi dengan penghantar melintang yang menghubungkan finial sehingga membentuk jaring dengan ukuran sesuai dengan tingkat proteksi, bagian logam dan instalasi harus terletak dibawah jaring finial.

Gambar 2.1 Perisaian tidak sempurna

Metode bola gelinding pertama kali diperkenalkan dalam standar proteksi petir Hongaria pada tahun 1962, teori bola gelinding didasarkan bahwa titik sambar petir ditentukan setelah downward leader mendekati tanah atau struktur sejauh jarak sambar dan petir menyambar objek terdekat dari titik orientasi sehingga posisi terburuk adalah pada pusat bola. Radius bola gelinding dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan jarak sambar Brown dan Whitehead, sebagai berikut:

rs = 6.7 I 0.85 ( m ) … (1) Kegagalan perisaian terjadi ketika sambaran petir

mengenai bangunan yang dilindungi, fenomena ini banyak dipelajari pada saluran transmisi.

Gambar 2.1 menunjukkan model yang disederhanakan dari mekanisme kegagalan perisaian dari satu kawat tanah dan satu kawat fasa.

Bila sambaran petir mendekat pada jarak S dari saluran dan bumi, sambaran petir itu akan dipengaruhi oleh benda apa saja yang berada di bawah dan melompati jarak S untuk mengadakan kontak dengan benda itu. Jarak S merupakan jarak sambar, yang dapat ditentukan dengan persamaan Brown dan Whitehead, dan ini adalah konsep dari teori elektro geometris.

Xs merupakan lebar daerah yang tidak terlindungi dimana sambaran petir akan mengenai kawat fasa. Lebar daerah yang tidak terlindungi adalah :

Bila βS > hΦ

)) sin(

(cos  

s

s S

X … (2)

dimana :

) arcsin(

S h

S

… (3)

2 ) arccos(

S

F

… (4)

) arctan(

g g

S Y Y

X X

… (5)

dengan :

XФ = koordinat horisontal kawat fasa (m)

YФ = koordinat vertikal atau tinggi rata – rata kawat fasa (m)

Xg = koordinat horisontal kawat tanah (m).

Yg = koordinat vertikal atau tinggi rata- rata kawat tanah (m).

F = jarak antara kawat fasa dengan kawat tanah (m) α = sudut lindung sebenarnnya (˚)

Bila βS < hΦ

)) sin(

1

( w

S

Xs    … (6)

Perisaian sempurna terjadi bila Xs = 0, sehingga sambaran yang terjadi dalam koridor busur akan menyambar kawat tanah. Untuk mencapai hal ini, posisi

(3)

kawat tanah digeser menjadi Xg’ sehingga diperoleh sudut lindung efektif (αE) sebesar

) arctan(

g g

E Y Y

X

 

 … (7)

Gambar 2.2 Perisaian sempurna

Analisa resiko sambaran petir dilakukan berdasarkan standar IEC 1662, dengan asumsi Np << 1 dan waktu observasi satu tahun diperoleh

Np

Rd  … (8)

Formula yang akan digunakan untuk perhitungan resiko setiap jenis kerusakan akibat sambaran petir. Dengan :

Rd = resiko kerusakan akibat sambaran petir N = kerapatan sambaran petir pertahun yang

berpengaruh pada gedung dan peralatan didalamnya. Parameter ini bergantung pada kerapatan sambaran petir awan tanah, ukuran bangunan dan karakteristik lingkungan disekitarnya, serta karakteristik dari saluran masukan.

p = probabilitas kerusakan pada bangunan, yang dipengaruhi oleh karakteristik bangunan, karakteristik permukaan tanah didalam dan diluar bangunan, isi bangunan, karakteristik instalasi didalamnya, karakteristik saluran masukan serta proteksi yang tersedia.

δ = koefisien yang menyatakan kemungkinan kerugian lebih lanjut, yang dipengaruhi oleh penggunaan bangunan, jumlah dan waktu kedatangan orang kegedung, jenis pelayanan yang diberikan kemasyarakat, serta faktor yang meningkatkan jumlah kerusakan karena bahaya khusus.

Tegangan lebih pada sistem tegangan rendah dan peralatan elektronik dapat disebabkan oleh induksi elektromagnetik, elevasi tegangan, kopling kapasitif, dan radiasi.

Arus petir yang mengalir pada hantaran arus petir menimbulkan tegangan jatuh ditahanan pentanahan sebesar

st

E IR

V  . (V) … (9)

Arus petir yang terinjeksi keelektroda pentanahan akan menyebar secara radial didalam tanah, sehingga akan menyebabkan terjadinya elevasi tegangan pada elektroda yang berada disekitarnya.

Elevasi tegangan pada sebuah elektroda yang berada didekat sebuah elektroda lainnya yang teraliri arus petir dinyatakan dengan hubungan

   

) x , y , L D 2 z ( G ) x , y , D 2 z ( G

x , y , z G x , y , L z G LM 4

V i. … (10)

dimana :

abc

G

a M b c

G

abc

G , ,  1  , ,  1 , , … (11)

dan

   

2 2 2

2 2 2

1a,b,c alna a b c a b c

G … (12)

dengan :

ρ = tahanan jenis tanah (Ω.m) i = arus puncak petir (kA)

L = panjang elektroda pentanahan 1 (m) M = panjang elektroda pentanahan 2 (m)

D = kedalaman ujung atas elektroda dari permukaan tanah (m)

Kopling kapasitif antara penghantar – penghantar dalam satu selubung kabel dapat menimbulkan tegangan lebih, untuk mengurangi gangguan akibat kopling kapasitif dilakukan pemasangan perisai yang menyelubungi kedua sistem dan ditanahkan sehingga tidak terjadi beda potensial

Radiasi medan magnetik dan elektrik yang dipancarkan impuls arus petir yang mengalir pada penghantar arus dapat menyebabkan tegangan lebih pada instalasi.

3. PARAMETER SAMBARAN PETIR

Gambar 3.1 Parameter Arus Puncak dan Polaritas Arus

(4)

Gedung PAU – ITB sebagai obyek penelitian ini terletak di latitude 06˚ 53’ 17” LS dan longitude 107˚ 36’ 36” BT, secara geografis berada dicekungan Bandung yang dikelilingi pegunungan serta mengalami dua musim pertahun. Pengaruh angin monsun Asia yang banyak membawa awan petir dan monsun Australia yang kering juga dirasakan oleh bangunan ini.Hasil penelitian karakteristik sambaran petir selama periode 1996 - 2001 dengan menggunakan data petir dari JADPEN menunjukkan bahwa kerapatan sambaran petir awan ketanah rata - rata sebesar 7.06 sambaran/ km2/ tahun.

Gambar 3.2 Statistik frekuensi sambaran petir harian Pola variansi harian pada Gambar 3.2 menunjukkan bahwa sambaran petir mulai pada siang hari sekitar pukul 11 siang, kemudian mengalami kenaikan dan mencapai puncak badai sambaran sekitar pukul 13 – 15 siang, siklus harian ini berkaitan dengan siklus penyinaran matahari.

Gambar 3.3 Statistik sambaran petir bulanan Statistik sambaran petir bulanan menunjukkan bahwa daerah sekitar gedung PAU – ITB mengalami dua kali siklus petir setiap tahun, siklus pertama merupakan sambaran tertinggi pada musim pancaroba I, yakni bulan maret, april dan mei, sedangkan siklus kedua pada musim pancaroba ke II yakni september, oktober dan November.

Sedangkan bulan Desember, Januari dan Februari adalah musim hujan dengan intensitas petir lebih sedikit.

4. SISTEM PROTEKSI PETIR EKSTERNAL TERPASANG

Evaluasi sistem terminasi udara dan menara diatas atap gedung dilakukan dengan metode bola gelinding. Metode ini digunakan karena dimensi gedung yang cukup besar dan kompleks, dengan radius bola gelinding diperoleh dari persamaan jarak sambar sebagai fungsi dari arus puncak.

Tabel 3.1 Dimensi Gedung PAU – ITB

Tinggi Lebar Panjang Keliling

atap Luas atap 40.8 m 43.2 m 72.6 m 205.2 m 2264.6 m2 Untuk level proteksi maksimum 98 % maka diperoleh arus puncak sebesar 12.72 kA dari kurva distribusi arus puncak yang diperoleh dari parameter petir lokal, sehingga radius bola gelindingnya

3 . 58 )

72 , 12 .(

7 , 6 .

7 ,

6 0,850.85

I

rs m … (13)

Gambar 3.4 Daerah lindung terminasi udara untuk level proteksi 98 % tampak depan

Gambar 3.5 Daerah lindung terminasi udara untuk level proteksi 98 % tampak samping

Evaluasi sistem terminasi udara dengan metode bola gelinding untuk level proteksi 98% (level I), diperoleh bangunan dalam kondisi terperisai sempurna dengan titik yang mempunyai kemungkinan terkena sambaran langsung terbesar adalah menara radio 8EH.

Untuk batang finial tegak yang mempunyai kemungkinan terkena sambaran langsung tertinggi adalah dipinggir sebelah selatan atap gedung, serta pinggir sebelah utara dilantai ketujuh.

Penghantar arus petir vertikal yang terpasang pada gedung berjumlah lima buah BC 70 mm2, sedangkan menurut

(5)

standar untuk gedung dengan bentuk asimetris dengan keliling atap 205.2 m maka dibutuhkan minimal 10 penghantar arus petir. Sehingga diperlukan penambahan penghantar arus petir.

Gambar 3.6 Daerah lindung terminasi udara untuk level proteksi 98% tampak atas

Sistem pengetanahan gedung berupa elektroda vertikal dan ring konduktor horisontal, sistem pengetanahan ini terhubung dengan jaringan pengetanahan internal. Sistem pengetanahan ruang generator terpisah dengan sistem pengetanahan gedung, hal ini berbahaya karena bila terjadi sambaran pada bangunan maka akan timbul perbedaan tegangan dielektroda pengetanahan ruang generator.

Dari perhitungan diperoleh elevasi tegangan dielektroda pentanahan generator = 0.8561 kV. Elevasi tegangan ini cukup berbahaya bagi peralatan elektronika diruang.

4. ANALISA RESIKO

Analisa resiko sambaran petir pada Gedung ini dilakukan dengan mengacu pada standar IEC - 1662, hasil yang diperoleh adalah :

Tabel 4.1 Resiko sambaran petir

Tipe kerusakan 1 2

Rd 3.12 10 -6 2.94 10-3 Hasil perhitungan resiko sambaran petir gedung PAU – ITB menunjukkan bahwa untuk tipe kerusakan pertama yaitu kemungkinan korban jiwa baik akibat sambaran langsung maupun sambaran tak langsung, diperoleh nilai dibawah batas standar resiko yang dapat diterima yaitu 10-

5 sehingga secara teoritis kemungkinan kehilangan korban jiwa sangat kecil.

Analisa resiko kerusakan tipe kedua yaitu kehilangan pelayanan terhadap publik diperoleh nilai resiko diatas batas resiko minimal yang ditetapkan yaitu 10-3, sehingga diperlukan proteksi tambahan terhadap peralatan yang

terpasang agar dapat mengurangi resiko kerusakan akibat pengaruh sambaran petir.

Resiko yang besar ini disebabkan karena didalam dan diatas atap Gedung PAU – ITB terdapat instalasi peralatan yang berfungsi vital bagi kegiatan kampus, antara lain Stasiun Radio, Telekomunikasi, pusat komputer AI3 dan sejumlah laboratorium penelitian.

Analisa tegangan lebih dilakukan karena berdasarkan perhitungan besar resiko sambaran petir, diperoleh untuk tipe kerusakan kedua besar resiko kerusakan melebihi batas standar yang dapat diterima dengan probabilitas penyebab kerusakan terbesar disebabkan karena tegangan lebih akibat sambaran langsung yang mengakibatkan elevasi tegangan ( pod ).

Tabel 4.2 Probabilitas kerusakan

Ph Pfd Pfi Pod Poi

2.5 .10-7 2.7 10-5 5.4.10-8 2.5 10-2 1.10-4 Apabila terjadi sambaran langsung pada menara dengan antena diatap gedung, maka pada kabel koaksial yang terpasang akan mengalir arus sambaran petir, arus yang mengalir pada kabel koaksial dapat menyebabkan tegangan lebih konduksi pada kabel koaksial. Besar tegangan lebih konduksi ini bergantung dari kopling resistansi kabel koaksial dan impedansi menara.

Tabel 4.3 Tegangan lebih konduksi pada kabel koaksial Sambaran langsung

ke Menara

It (kA) Ik (kA)

Uk (kV)

A1 1.85 10.8 44.48

A2 6.66 1.51 79.56

A3 9.51 0.21 14.91

A4 5.64 2.36 121.32

Selain tegangan lebih konduksi, saat terjadi sambaran langsung pada struktur menara diatap, juga akan timbul tegangan lebih induksi pada gelung yang terbentuk antara kabel koaksial dengan menara.

Dari hasil analisa diperoleh tegangan lebih yang mungkin muncul pada kabel koaksial pada saat terjadi sambaran langsung kesistem menara dalam orde kilo volt terdiri dari tegangan lebih konduksi dan induksi, tegangan sebesar ini sangat berbahaya bagi peralatan elektronik yang terhubung dengan kabel, karena ketahanan komponen elektronika sebesar 5 – 100 V.

Tabel 4.4 Tegangan lebih induksi pada kabel koaksial Menara D(mm) d(mm) L(nH/m) Ui(kV)

A1 50 13 269.4 5.24

A2 15 4 264.3 5.14

A3 12 3 277.3 5.39

A4 15 4 264.3 5.14

(6)

Hal ini juga dibuktikan dengan data kerusakan peralatan didalam gedung, tercatat dua kali kerusakan pada mixer radio 8EH dan switch AI3, dimana kedua peralatan tersambung melalui kabel ke antena diatap gedung.

5. PENGUKURAN SAMBARAN PETIR Pengukuran lapangan sebagai kelanjutan dari penelitian dilakukan dengan pemasangan sistem pengukuran arus petir. Lama penelitian direncanakan sepuluh tahun sehingga diperoleh statistik yang valid untuk analisa. Salah satu hasil dari pengukuran ini adalah efektifitas proteksi eksternal yang terpasang dan pembuktian teori Bola Gelinding yang saat ini masih diacu oleh Standar Internasional.

Pengukuran sambaran petir dilakukan dengan menggunakan peralatan pengukur arus puncak sambaran petir (APM) dan pengukuran jumlah sambaran petir (LEC). Alat ini dipasang didalam box yang diletakan pada down condutor dari penangkal petir yang telah ditentukan.

Gambar 5.1 Gedung PAU-ITB dengan alat ukur sambaran petir diatap gedung

Pada periode tertentu finial atas akan diganti dengan finial yang menggunakan metoda dimana penentuan posisi finialnya didasarkan pada intensitas kuat medan maksimum. Untuk metoda Intensitas Kuat Medan Maksimum ini mempunyai tingkat proteksi 98% dengan daerah tangkapan seperti Gambar 5.2 dan 5.3.

Gambar 5.2 Daerah tangkapan dari finial uji tampak depan dari Metoda Intensitas Kuat Medan Maksimum

Gambar 5.3 Luas Tangkapan dari kedua finial uji tampak atas dari Intensitas Kuat Medan Maksimum

Gambar 5.4 Alat Ukur APM dan LEC didalam panel Dikaki menara penelitian dipasang panel pengukuran yang berisi LEC dan APM, kedua peralatan terpasang pada batang tembaga yang terhubung dengan kabel penghantar arus petir.

(7)

6. KESIMPULAN

 Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:Secara teoritis, untuk level proteksi 98%

sistem terminasi udara yang ada cukup efektif untuk melindungi gedung PAU – ITB dari kemungkinan sambaran langsung dan teori ini akan dibuktikan dengan pengukuran lapangan.

o Resiko sambaran untuk tipe kerusakan kedua melebihi batas resiko standar yang dapat diterima, yaitu R = 2.94 .10-3, sehingga dibutuhkan sistem proteksi internal.

o Sambaran petir disekitar PAU – ITB mempunyai karakteristik dan pola sambaran daerah pegunungan dengan tingkat keseringan sambaran relatif tinggi sehingga penelitian jangka panjang cukup baik.

o

Sambaran langsung kesistem menara diatap gedung menyebabkan tegangan lebih pada kabel koaksial, tegangan lebih ini dapat membahayakan peralatan yang terhubung ke kabel koaksial.

7. DAFTAR PUSTAKA

1. Sirait, K.T, Zoro, R. “Proteksi Sistem Tenaga”, Jurusan elektroteknik ITB, Bandung, 1986.

2. Hasse, P. “Overvoltage Protection of Low Voltage Systems” Verlag, Jerman, 1987.

3. Sytandard IEC-6-1312 ”International Standard : Protection Against Lightning Electromagnetic Impulse ” IEC Publication, 1995.

4. Zoro, Reynaldo dan Pakki, Rustam R. “Guideline And Procedure In Design, Construction, Maintenance, And Inspection Of Lightning Protection System”. LAPI – ITB, Bandung, 1995.

5. Alessandro, F . D,”The Development Of The Three Dimensional Collection Volume Method As An Improved Electrogeometric Model For The Protection Of Structures”, ICLP 2000, Greece, 2000.

6. Horvath, T. “Rolling Sphere – Theory And Application”, ICLP 2000, Greece, 2000.

7. Hartono , ZA dan Robiah, I. “Optimum Design Of Lightning Protection System In A Clustered Building Environment”, ICLP 2002, Poland, 2002.

8. Hartono dan Robiah, “The Collection Surface Concept As A Reliable Method For Predicting The Lightning Strike Location”. ICLP 2000, Greece, 2000

9. Strandar IEC-6-1662 ”Technical Report : Assessment Of The Risk Of Damage Due To Lightning”, IEC Publication, 1995.

10. Gillespie J.A, “A Practical Method For The Assessment And Management Of Risk Due To Lightning For Structures In Australia And New Zealand ”, ICLP 2002, Poland, 2002.

11. Santosa, Adi, “Proteksi Tegangan Lebih Petir Pada Peralatan Elektronik”. Tugas akhir Jurusan Teknik Elektro ITB, Bandung, 1991.

12. Zoro.R, Mefiardhi.R, “Sistem Proteksi Petir Pada Menara Telekomunikasi, Evaluasi Gangguan &

Perbaikan” SENATRIK - 2004, Bandung 2004.

8. BIOGRAFI

Reynaldo Zoro lahir di Sawahlunto pada 30 September 1950. Meraih gelar sarjana Teknik Elektro dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 1976. Meraih gelar Dipl. Ing. dari Technical Univesity of Munich pada tahun 1982. Pada tahun 1999 dia meraih gelar Doctor di bidang Science dari Program Pasca Sarjana ITB setelah menyelesaikan disertasinya yaitu “Karakteristik Petir dan Kondisi Cuaca di Daerah Tropis – Kasus di Gn. Tangkuban Perahu Indonesia”

dalam sandwich program dengan TU Munich, Jerman

Dr. Zoro adalah pengajar senior di Departemen Teknik Elektro ITB sejak 1978. Sejak tahun 2003 menjabat sebagai Kepala Laboratorium Teknik Tegangan dan Arus Tinggi ITB dan juga sebagai Kepala Stasiun Penelitian Petir di Gn Tangkuban Perahu yang dimiliki dan dioperasikan oleh ITB. Merupakan anggota IEC TC 81 : Lightning sejak 1995 dan anggota CIGRE sejak 1998.

Zoro adalah peneliti senior dibidang Lightning Protection and Detection System, Tropical Lightning dan Atmospheric Electrodynamics dan bekerjasama dengan peneliti Perancis, Jerman dan Amerika

Gambar

Gambar 2.1 Perisaian tidak sempurna
Gambar 2.2 Perisaian  sempurna
Gambar 3.2 Statistik frekuensi sambaran petir harian  Pola variansi harian pada Gambar 3.2 menunjukkan bahwa  sambaran  petir  mulai  pada  siang  hari  sekitar  pukul  11  siang,  kemudian  mengalami  kenaikan  dan  mencapai  puncak badai sambaran sekitar
Gambar 3.6  Daerah lindung terminasi udara untuk level  proteksi 98% tampak atas
+2

Referensi

Dokumen terkait

PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR EKSTERNAL PADA AREA. LOADING TERMINAL PT-PERTAMINA FLEID BUNYU- KALIMANTAN UTARA ASET V. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dalam perancangan Sistem Proteksi Petir Eksternal Dengan Metoda Pembalik Muatan terbagi dalam beberapa proses, dari pembacaan muatan oleh Modul Referensi yang bekerja untuk

Penetuan Kebutuhan Sistem Proteksi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa gedung Pusat Komputer Universitas Riau merupakan gedung yang

Sistem proteksi eksternal merupakan sebagai pengaman suatu menara atau bangunan untuk mencegah dan menghidari bahaya yang ditimbulkan oleh sambaran petir, maka

Penetuan Kebutuhan Sistem Proteksi Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa gedung Pusat Komputer Universitas Riau merupakan gedung yang

Menurut perhitungan dengan sudut proteksi pada struktur bangunan divisi fabrikasi baja perusahaan manufaktur ini air terminal yang terpasang seharusnya sebanyak 16 buah

Dengan menggunakaan metode CVT tersebut maka system proteksi petir eksternal dapat melindungi akibat petir sambaran langsung dengan radius 120 m dengan penyaluran menggunakan

Pada penelitian ini penulis akan melakukan evaluasi sistem penangkal petir eksternal dengan membandingkan metode sudut proteksi, metode jala-jala dan bola bergulir dan juga penulis akan