• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Wacana Moderasi Beragama Quraish Shihab Menurut Perspektif Syari'at

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tinjauan Wacana Moderasi Beragama Quraish Shihab Menurut Perspektif Syari'at"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

“ARTIKEL ILMU KALAM”

“ Tinjauan Wacana Moderasi Beragama Quraish Shihab Menurut Perspektif Syari'at ” Dosen Pengampu : Dr. H. Dwi Surya Atmaja, M.A.

Asisten Dosen : Wahyu Nugroho, M. H.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK 2022

Disusun Oleh :

Friendly Nuris (12102043)

(2)

Tinjauan Wacana Moderasi Beragama Quraish Shihab Menurut Perspektif Syari'at

Abstrak

Sebagai umat beragama terutama umat islam (muslim) sudah sepatutnya untuk menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai petunjuk dalam beragama yang benar, dikarenakan kita tidak bisa beragama dengan baik dan benar tanpa mengikuti petunjuk yang telah disampaikan dari Allah dan Rasul-nya.

Di dalam islam terdapat berbagai pemahaman satu sama lain yang mengakibatkan perbedaan pendapat dan pemahaman antara satu individu dengan individu lain, maupun antara satu kelompok dengan kelompok lain.

Pada era sekarang, muncul yang namanya moderasi beragama. Moderasi beragama (Wasathiyah) telah ada pembahasan yang mengkaitkan hal tersebut pada zaman dahulu, tapi pada zaman era sekarang moderasi beragama identik dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat, atau ajaran yang dituntunkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, oleh karena itu pemikiran moderasi beragama dapat dipahami oleh berbagai pihak dengan konsep pemikiran yang berbeda.

Kata Kunci : Moderasi Beragama, Pemahaman, Quraish Shihab, Wasathiyah Pendahuluan

Wasathiyah adalah suatu ajaran Islam dimana didalamnya terdaoat arahan agar umatnya bisa adil, seimbang, bermaslahat dan bisa bermoderat dalam segala kondisi kehidupan. Moderasi beragam atau yang disebut wasathiyah saat ini menjadi wacana di dalam islam yang diyakini dapat menjadikam umat islam lebih relevan dalam perkembangan zaman terutama di zaman modern saat ini, serta perkembangan yang pesat mulai dari industri, komunikasi, dan teknologi. Wasathiyah bukanlah suatu sikap beragama umat islam yang baru melainkan telah ada sejak Islam itu sendiri ada. Umat islam sendiri dapat mengenal ajaran Islam yang murni dari konsep dan pola hidup Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam, serta para sahabat dan para salafush shaleh (Khairan, 2020).

Al-Wasathiyah (Sikap tengah-tengah) merupakan suatu sikap yang dimana memposisikan umat ditengah-tengah antara dua umat yang berbeda-beda yaitu di antara umat yang bersikap ghuluw (melampaui batas) dan umat yang meremehkan ajaran agama.

Para ulama islam terdahulu telah menyadari terjadinya benturan antar kelompok satu dengan kelompok lainnya dikarenakan pemahaman yang berbeda diantara mereka, yaitu antara kelompok Ekstrim di pihak kanan dan kiri. Maka muncullah beberapa ulama yang menjelaskan makna sebenarnya tentang islam wasathiy (pertengahan) kepada umat islam, yang sesuai dengan maksud dari wasathiy tersebut.

(3)

Metode

Penelitian ini saya menggunakan penelitian dari sumber yang ada di perpustakaan online (Google Cendikia) maupun video YouTube.

Bahan- bahan yang saya pakai yaitu seperti e-book, karya ilmiah, video YouTube, dan lainnya.

Penjelasan dalam artikel yang saya buat ini lebih mengarah kepada sifat menjelaskan sebagai ciri-ciri dari penelitian kualitatif.

Yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah suatu usaha yang meneliti fenomena yang sedang dilakukan oleh suatu subjek penelitian secara subjek tersebut dari keseluruhannya, serta melalui cara menjelaskan suatu objek ke suatu konteks yang bersifat khusus serta ilmiah dan dengan pemanfaatan berbagai metode ilmiah (Kaelan, 2012).

Hasil dan Pembahasan

Pengertian Moderasi Beragama atau Wasathiyah

Islam wasathiyah yakni suatu perkataan dalam islam yang diberi kata sifat wasathiyah atau moderasi beragama. Kata wasathiyah diambil dari kata berbahasa arab yaitu wasatha yang berarti pertengahan (Ahmad, 1984).

Kata wasath sering disama-samakan dengan kata moderat yang dijadikan pemaknaan moderat dalam islam adalah islam yang pertengahan atau islam yang tidak berlebih-lebihan dalam agama dan meremehkan agama.

Dalam KBBI edisi 2008, wasathiyyah atau moderasi didefinisikan dalam dua arti yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman, sedangankan dalam kamus-kamus yang berbahasa arab. Kata wasathiyah (ةيطسو) terambil dari kata wasata ( طسو) yang mempunyai beberapa arti diantaranya, tengah, pusat, jantung dan inti. (Muchlis, 2009).

Menurut Quraish Shihab, wasathiyah merupakan pertengahan antara dua ekstrim, kalau saya berkata 11 atau 3 maka yang di tengah itu yakni yang kedua berada posisi antara yang pertama dan yang ketiga sedang dalam kamus bahasa juga dikatakan Yang pertengahan itu merupakan bagian ujung dari sampingnya yang kiri dan sampingnya yang kanan (Shihab, 2022).

Sebagai acuan terhadap sikap moderasi beragama yang disampaikan oleh Quraish Shihab ketika dalam menafsirkan surah

(4)

dalam Al-Qur’an yaitu surah Al-Baqarah ayat ke-143. Beliau menyebuatkan dalam redaksinya bahwa umat islam menjadi umat yang bersifat tengah-tengah, moderat, dan juga sebagai umat yang dijadikan contoh tauladan. Sehingga daripada itu umat islam harus menjadi umat yang tidak memihak atau bersikap netral. Posisi yang dimaksud tidak memihak atau bersikap netral ialah tidak lebih condong kepada satu pihak. Hal itulah yang mengantarkan manusia untuk bersikap lebih adil kepada sesama dan menjadi contoh yang baik bagi sesama manusia.

Lalu disebutkan juga bahwa umat islam menjadi saksi atas segala perbuatannya yang diungkapan نوكككتل menggunakan kata kerja masa yang akan datang menjadi perbedaan pandangan antara akal manusia.

Namun pada akhirnya اًطَسَو ًةَمُا, maka akan yang akan dijadikan sebagai patokan tentang kebenaran atau kekeliruan pandangan manusia (Shihab, 2000).

Pendapat Quraish Shihab bertentangan dengan pengertian dari Imam Ibnu Taimiyah, yang berpendapat dalam kitab beliau bahwasanya wasathiyah yang dimaksud ialah pada masalah thaharah yaitu kebersihan dan najis, terutama pada masalah yang bersangkutan dengan halal dan haram, dan ada juga dengan masalah mengenai akhlak dan moralitas. Pada masa , ajaran islam pada masa generasi salaf tidak pernah menjadi kaku dan keras dan pada masa generasi khalaf atau generasi para ulama setelah tabiut tabi’in, tidak adanya sikap bermudah-mudahan dalam beragama Islam, karenanya musuh atau pembenci agama islam yang membuat islam menjadi ekstrem dan kebalikannya yaitu hanya wali Allah yang membuat agama islam menjadi rahmatan lil ‘alamin (Taimiyah, 2005)”.

Tinjauan Statement Quraish Shihab tentang Ulama

Beliau berkata, “Sangat keliru bila seseorang hanya membuka buku-buku lama dalam memberikan jawaban terhadap persoalan masyarakat pada masanya dengan jawaban-jawaban ulama terdahulu.

(Nawafi, R 2021)”

Pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat imam ibnu taimiyah yaitu yang menyatakan, “Dan adapun barangsiapa yang tidak mampu mengenali hukum Allah dan Rasul-Nya, dan hanya mengikuti hukum Allah dari para ahli Ilmu dan agama, serta tidak menemukan penjelasan kepadanya selain perkataan para ahli Ilmu, hal yang seperti ini terpuji dan berpahala. Seperti yang dilakukannya ini tidaklah tercela dan tidaklah dijatuhi hukuman. Walaupun ia sebenarnya bisa untuk dapat mencari dalil dan mengetahui manakah dari pendapat-pendapat itu yang mempunya tingkatan pendapat rajih (kuat)” (Taimiyah, 2005)

(5)

Berarti yang dimaksud ialah bahwa sebagai orang yang bisa disebut awam itu yang seharusnya dilakukan adalah memilih pendapat yang lebih menuju kesikap kehati-hatian (wara’) yang dimana seorang muslim jika tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk permasalahan agama maka bisa bertanya kepada ‘Alim (Ahli Ilmu) dikarenakan orang awam akan bingung untuk memahami pendapat dan dalil-dalil yang banyak dan berbeda, maka orang awam harus mengikuti orang yang paling berilmu diantara ulama yang ada.

Hakikat Moderasi Beragama (Wasatiyah)

Hakikat wasathiyah sebenarnya adalah bahwasanya di dalam Islam sudah terdapat moderasi di dalam ajarannya, maka dari itu umat islam harus mengikuti agamanya yang bersikap moderat. (Shihab, 2019).

Dari definisi hakikat di atas tidaklah mudah menjadikan moderasi yang dimaksud oleh ajaran Islam karena moderasi yang dimaksud bersifat luas. Dan istilah moderasi beragama atau wasathiyah saat ini juga baru di kenal oleh umat islam itu sendiri.(Shihab, 2019).

Prinsip-Prinsip Wasathiyah

Quraish Shihab mengungkapkan ada beberapa prinsip-prinsip dalam moderasi beragama, antara lain:

A. Adil

Adil yang berarti setiap manusia memiliki hak yang sama, setiap orang harus menggunakan sikap dan ukuran yang sama bukan bercabang. Yaitu menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya atau tidak mengurangi dan melebihkan sesuatu (Shihab, 2019).

B. Keseimbangan

Beliau berpendapat bahwa keseimbangan yang terdapat dalam suatu kelompok dan di dalamnya terdapat beberapa bagian yang berbeda walaupun hasil atau tujuannya satu selama beberapa aspek persyaratan dan kadarnya terpenuhi oleh setiap bagian. Tidak musti harus setiap syarat dan kadar harus sama, tetapi yang harus diperhatikan bahwa akan ada perbedaan ukuran kadar, dan kadar tersebut wajib ditentukan oleh masing- masing fungsi yang terdapat dalam setiap bagian yang ada (Shihab, 2018).

Penafsirannya dalam keseimbangan merupakan hal penting dari moderasi beragama, karena tanpa mempunyai

(6)

keseimbangan dalam moderasi beragama maka akan tidak akan tercapainya suatu keadilan yang dimana di dalam keseimbangan pasti terdapat keadilan dan tidak memihak salah satu pihak.

Bisa kita ambil contoh dalam penciptaan Allah dalam makhluk hidup dan sistem alam semesta, Allah menciptakan makhluk hidup sesuai kadar dan ketentuannya untuk kemaslahatannya.

Serta Allah menciptakan sistem Alam semesta secara seimbang dan beredar pada garis edarnya yang menyebabkan benda langit tidak saling bertabrakan. (Shihab, 2018).

C. Toleransi

Toleransi ialah suatu batas atau tolak ukur untuk pertambahan atau pengurungan yang masih bisa dibolehkan atau diterima. Suatu perilaku yang menyimpang yang sebelumnya harus dilakukan tetapi tidak dilakukan, itulah yang disebut Toleransi. Perbedaan itulah yang menciptakan keharusan bersatu antar umat manusia agar saling ber-toleransi dan menghargai sesama(Shihab, 2018).

Toleransi dalam islam yang awal adalah tidak ada keterpaksaan untuk umat agama lain dalam memeluk agama islam. Karena Allah telah menghendaki kedamaian bagi setiap orang, dan dinamakan islam karena damai dan kedamaian tidak dipatkan jika jiwa tidak merasa akan kedamaian itu sendiri, paksaan itu yang menyebabkan orang tidak menjadi damai.

Makanya orang gila dan orang belum dewasa tidak dijatuhkan hukuman berdosa jika melanggar dan tidak meyakininya dari seruan agama seperti shalat, zakat,puasa, dll. Namun hal yang harus dingat bahwa orang yang berpotensi bisa mengetahui tetapi ia tidak mau mencari tahu maka ia berdosa karena tidak adanya keinginan mencari tahu (Shihab, 2018).

Secara etimologi, beberapa pakar mendefinisikan yang memiliki pemikiran dan pandangan yang pasti berbeda dalam pengartian terhadap wasathiyah, tetapi secara umum kata wasathiyah yaitu beragama di pertengahan, adil, seimbang, dan baik. Yang dimaknakan bahwa sikap dalam beragama tersebut ialah tidak condong ke pihak ekstrem maupun meremehkan atau tidak berpihak yang menjadikan manusia berlaku adil.

Defini Ekstrem dan Ghulluw

Ekstrem dan Ghulluw merupakan satu hal yang sama, tetapi hanya bahasa yang membedakannya. Ekstrem berasal dari kata berbahasa inggris yaitu extreme, sedangkan di dalam KBBI mengartikannya sebagai : Paling ujung (paling tinggi, paling keras, dan

(7)

sebagainya), sangat keras dan teguh, fanatik: mereka termasuk golongan dalam pendirian mereka (Shihab, 2018).

Sedangkan makna ghulluw secara bahasa adalah suatu sikap melampaui batas atau berlebih-lebihan dalam suatu hal (Munawir, 1984). Di dalam kamus didefinisikan sebagai arti : “ Berlebihan yang bersifat naik dan bertambah (Shihab, 2018).

Menurut Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, ghuluw merupakan suatu perilaku yang telah melampaui batas dalam sesuatu dengan cara penambahan atau pemberian, dan bisa juga dalam cara pujian dan celaan. (Luwaihiq, 2003).

Ibnu Hajar juga berkata dalam kitabnya yang berjudul Fath al- bari, beliau menyebutkan bahwa sikap ghuluw ialah berlebih-lebihan dalam sesuatu dan bersusah payah dalam perkara itu secara melampaui batas, yang berarti terlalu mendalami atau menyelami suatu perkara.

Jadi ghuluw meruapakan suatu perkara dalam beragama yang dilakukan terlalu berlebihan hingga melanggar syari’at, baik dalam aqidah (keyakinan) maupun dalam perbuatan (amalan) (Al Qadho, 2018).

Ghuluw juga mempunyai arti yang sama dengan arti kata Tatharruf yang berarti berlebih-lebihan. Dalam bahasa arab tatharruf awalnya digunakan dalam hal yang bersifat materi seperti duduk, berjalan, berdiri. Dan digunakan juga dalam hal abstrak termasuk agama seperti menepi dalam beragama, pikiran atau kelakuan (Luwaihiq, 2003).

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya sikap Ghuluw

Sikap berlebih-berlebihan dalam beragama atau ekstrem tidak tiba-tiba muncul atau ada melainkan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menyimpang dari ajaran yang diturunkan Allah melalui Rasulullah saw. Menurut pemahaman para sahabat . Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang bisa menjadi ghuluw yaitu :

Faktor Eksternal

1.Wilayah islam seiring zaman berkembang pesat ke wilayah yang beragam dan mengakibatkan kaum muslimin bercampur dengan umat yang lain, bercampurnya umat muslim dengan uamt lain mengakibatkan tercampurnya juga budaya dan peradaban diantara mereka.

2.Banyaknya umat beragama lain ke dalam agama islam, dan mereka masih memiliki pemikiran agama mereka yang dahulu.

(8)

3.Adanya misionaris penganut agama dari kalangan umat yahudi, umat majusi dan umat agama selain yahudi dan majusi yang menyimpang ke dalam islam, yang bertujuan dan merencanakan untuk menghancurkan umat islam dari dalam dengan tipu daya dan muslihat. Contohnya sebagai berikut:

a) Abdullah bin Saba’, seorang penganut agama Yahûdi yang berusaha untuk mengembangkan pemikiran sesat di seluruh kepemimpinan islam yaitu pemikiran agar mereka menuhankan Ali bin Abi Thalib

b) Basyar al-Murisy, penganut agama Yahûdi yang berkata bahwa Kalam Allah yaitu Al-Qur’an sebagai makhluk dan meniadakan sifat-sifat Allah.

Faktor Internal

Merupakan faktor inti yang berhubungan langsung dengan sikap melampaui batas, dan dibedakan menjadi dua faktor yaitu umum dan khusus.

Faktor Umum :

1. Berbuat hal-hal yang baru diadakan dalam agama dan belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw., sahabat, dan tabi’in atau yang biasa disebut bid’ah 2. Kejahilan akan pengetahuan

3. Pengikut hawa nafsu (ahlul hawa’)

4. Lebih Mengutamakan akal dan pikiran daripada wahyu 5. Fanatik, pengikut buta dengan kebiasaan yang telah ada

di sekitar dia tanpa mencari tahu

6. Melemparkan tuduhan yang tidak pantas kepada orang- orang golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Faktor Khususnya yaitu dia memang menentang ajaran yang benar dalam pandangan dan pembuktian.

Kesimpulan

Moderasi bergama atau wasthiyah merupakah suatu hal yang harus dipahami sebagai sikap seseorang dalam beragama di antara dua sisi yaitu sisi ekstrem (ghuluw) dan meremehkan. Karena kedua sikap tersebut adalah sikap yang bertentangan oleh syari’at islam.

Ghuluw yaitu terlalu berlebihan kepada guru, ustadz, syaikh yang telah mengajari ilmu kepadanya atau yang berjasa kepadanya terutama dalam ilmu agama, lalu sang murid mengikuti guru tersebut dan membenarkan apa yang dikatakan tanpa mencari dalil atas perkataan tersebut.

(9)

Sikap terlalu meremehkan agama lebih mengarah kepada liberalis atau kebebasan, yang meninggalkan agama dan mengabaikan aturan-aturan dalam beragama demi menuruti hawa nafsunya.

Dan sikap yang baik bagi seorang muslim adalah pertengahan yaitu Wasathiyah dalama beragama yang berarti tidak terlalu ekstrem dan meremehkan serta beragama sesuai dalil dan beragama sesuai pemahaman para khalaf (yaitu para Sahabat Nabi).

Daftar Pustaka

Al-Qadhi, Ahmad bin Abdurrahman. (2018). Metode Al-Qur’an Dalam Mengatasi Sikap Berlebihan Dalam Beragama. Jakarta: Darul Haq.

Ahmad Warson Munawwar. (1984). Al-Munawwar Kamus Arab- Indonesia, Yogyakarta.

Dar’, Abud bin Ali bin. (2002). Berlebih-lebihan dalam Agama.

Penerjemah Oleh Rusli dan Rizal. Jakarta: Pustaka Azzam.

Khairan, Muhammad. (2020). Moderasi Islam. Jakarta : Pustaka Ikadi.

Kaelan. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya, Filsafat, Seni, agama dan humaniora. Yogyakarta:

Paradigma.

Luwaihiq, Abdurrahman bin Mu’allaq. (2003) Al-Ghuluw Benalu dalam BerIslam, penerjemah Oleh Kathur Suhadi. Jakarta: CV.

Darul Falah.

Muchlis M. Hanafi. (2009). “Konsep Wasathiyyah dalam Islam”, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol VIII, Nomor. 32, Oktober-Desember.

Munawir, Ahmad Warson. (1984). Kamus al- Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta.

Nawafi, R (2021). Penerapan Moderasi Beragama menurut Quraish Shihab. Sanadmedia.com. https://sanadmedia.com/post/penerapan- moderasi-beragama-menurut-quraish-shihab

Shihab, M. . (2000a). Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Vol 1. Lentera Hati.

(10)

Shihab, M. . (2000a). Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Vol 1. Lentera Hati.

Shihab, Q. (2019) Wasathiyyah: Wawasan islam tentang Moderasi Beragama. Tagerang: PT. Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2018a). Islam yang disalahpahami: menepis prasangka, mengikis kekeliruan. Lentera Hati Group.

Shihab, M. Q. (2018b). Islam yang saya pahami: keragaman itu rahmat.

Lentera Hati Group.

Shihab, Q (2022). Moderasi Beragama | M. Quraish Shihab Podcast.

Youtube.Com. https://www.youtube.com/watch?v=jri_8ZZjgQk Taimiyah, Ibnu. (2005). Majmu’ah Al-Fatawa Li Syaikhil Islam Ahmad

bin Taimiyah, vol 28, (AlManshurah: Daar Al-Wafa, cet-3, )

Referensi

Dokumen terkait

Koentjaraningrat (1984) menambah- kan model pengasuhan yang biasa dilaku- kan para orang tua Jawa pada anak-anak- nya, yaitu: (1) “menyuap” anak dengan menjanjikannya

[r]

Keluaran ANFIS adalah arus referensi Impp (maximum power point) yang merupakan arus pada titik daya maksimum.. Impp akan dieksekusi oleh cuk converter untuk

Pupuk

Perampasan hak berpendapat tersebut dilakukan oleh pihak yang dominan kepada pihak subdominan, seperti SUARA WANITA yang terdapat pada fragmen pertama kepada sosok

tersedianya citra Landsat yang tidak berbayar sejak tahun 2009 (Woodcock et.al. 2008), maka pada tahun 2011 penafsiran dapat dilaksanakan secara rutin satu tahunan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio antara tepung kacang hijau dengan bubur wortel dalam pembuatan bubur bayi memberikan pengaruh yang berbeda nyata

Bahwa benar, dengan demikian Terdakwa telah meninggalkan dinas/satuan tanpa ijin Komandan satuan atau atasan lain yang berwenang sejak tanggal 10 Maret 2010 sampai dengan