• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI i

STRATEGI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI

Dr. Ir. Sudirman Dg. Massiri, S.Hut., M.Sc.

(3)

ii STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI

Penulis : Dr. Ir. Sudirman Dg. Massiri, S.Hut., M.Sc.

Editor : Dr. Hj. Rani Siti Fitriani, S.S., M.Hum.

Desainer Isi : Agus Ahsan Desainer Kover : Tim Semiotika Katalog Dalam Terbitan (KDT)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI

Dr. Ir. Sudirman Dg. Massiri, S.Hut., M.Sc.

cet.1–Bandung: CV. Smart Media Publishing xx + 89 hlm.; 16 × 23 cm.

ISBN 9786236819081

Smart Media Publishing Anggota IKAPI Jawa Barat Bandung, Jawa Barat - Indonesia © 2022 oleh Dr. Ir. Sudirman Dg. Massiri, S.Hut., M.Sc.

Cetakan Pertama, Juni 2022

(4)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI iii

KATA PENGANTAR

emahaman dulu bahwa kawasan konservasi itu tidak boleh ada manusia atau aktivitas masyarakat di dalamnya, ternyata menimbullkan banyak masalah dan konflik antara pengelola kawasan konservasi dengan masyarakat. Kesadaran tentang keberadaan masyarakat setempat dalam kawasan konservasi sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan melahirkan perubahan paradigma dan kebijakan dalam pengelolaan kawasan konservasi Indonesia, khususnya kebijakan pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi.

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan, sebab karakteristik kawasan konservasi kita itu tidak lepas dari interaksi dan kepentingan masyarakat setempat. Hal ini sejalan dengan paradigma baru pengelolaan kawasan konservasi yang memandang bahwa masyarakat setempat adalah mitra dalam pengelolaan, bukan lagi sebagai musuh dan ancaman. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dan regulasi pengelolaan hutan bersama masyarakat pada kawasan konservasi, sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat, namun implementasinya belum optimal. Pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi merupakan sebuah proses menguatkan masyarakat agar berdaya dan berpartisipasi dalam pelestarian kawasan. Hal ini memerlukan sebuah strategi pemberdayaan yang akan dijalankan oleh unit pengelola. Buku ini hadir kepada Anda dengan menjelaskan konsep pemberdayaan, strategi, dan implementasi pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu.

Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan pada kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu. Dalam proses penelitian, peneliti terlibat dalam proses perumusan rencana strategi pemberdayaan masyarakat, merasionalkan masalah atau isu utama termasuk juga menganalisis faktor internal dan eksternal terkait pemberdayaan masyarakat dan terlibat dalam merumuskan program secara sistematis dan ilmiah.

Buku ini disusun dalam 8 bab, yakni bab 1 pendahuluan, yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian. Bab 2 menguraikan tentang teori dan konsep pemberdayaan masyarakat, termasuk juga konsep dan skema pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi. Bab 3 menjelaskan

P

(5)

iv STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI Palu, April 2022

Penulis

metode dan pendekatan dalam menyusun rencana strategi pemberdayaan masyarakat. Bab 4 menggambarkan isu strategis pengelolaan kawasan konservasi. Bab 5 mendeskripsikan strategi pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi. Bab 6 menguraikan tentang pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di TNLL. Bab 7 menguraikan tentang kolaborasidan penataan peran para pihak dalam program pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi TNLL. Bab 8 adalah penutup.

Buku ini ditulis, selain sebagai bentuk pertanggung jawaban kinerja dosen, juga dimaksudkan untuk berbagi pengetahuan tentang pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi. Kami sangat terbuka atas saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan tulisan ini.

Semoga bermanfaat

(6)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR ISTILAH

ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1

Latar Belakang

1

1.2

Rumusan Masalah

4

1,3

Tujuan dan Kegunaan

5

BAB 2 TEORI DAN KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6

2.1

Teori Pemberdayaan Masyarakat

6

2.2

Konsep Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Pengelolaan

Kawasan Konservasi

11

2.3

Skema Pelibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi 17 BAB 3 METODE DAN PENDEKATAN DALAM MENYUSUN RENCANA STRATEGI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 22

3.1

Kerangka Kerja dalam Menyusun Rencana dan Strategi Pemberdayaan

Masyarakat

22

3.2

Kebutuhan Data dalam Menyusun Rencana Pemberdayaan

Masyarakat

24 3.3

Metode Analisis dalam Merumuskan Strategi dan Menjabarkan Program

Pemberdayaan Masyarakat

24

BAB 4 ISU STRATEGIS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TNLL 27

4.1

Penguatan Dukungan Masyarakat dan Para Pihak dalam Pengelolaan

Kawasan Konservasi

27

(7)

vi STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI

4.2

Peningkatan Pendapatan Masyarakat Sekitar Kawasan Konservasi

37

4.3

Peningkatan Fungsi Kawasan

42

4.4

Penyelesaian Tenurial dan Pemantapan Kawasan

46 4.5

Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Hutan yang Mendukung

Kesejahteraan Masyarakat

48

BAB 5 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN

KAWASAN KONSERVASI TNLL 51

5.1

Faktor Internal Pemberdayaan Masyarakat

51

5.2

Faktor Eksternal terkait pengembangan Pemberdayaan Masyarakat

53 5.3

Rumusan Strategi Pemberdayaan Masyarakat pada Kawasan

Konservasi TNLL

56

BAB 6 PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA

KAWASAN KONSERVASI TNLL 63

6.1

Program Kemitraan Konservasi Masyarakat

64

6.2

Program Peningkatan Ekonomi Masyarakat

75

BAB 7 KOLABORASI DAN PENATAAN PERAN PARA PIHAK DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KAWASAN KONSERVASI TNLL 76

7.1

Identifikasi Para Pihak

76

7.2

Peran Para Pihak dalam Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat di TNLL 79

BAB 8 PENUTUP 82

DAFTAR PUSTAKA 84

INDEKS

87

TENTANG PENULIS 89

(8)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tipologi Partisipasi ...7

Tabel 2. Level dan Proses Pemberdayaan Masyarakat ...10

Tabel 3. Konsep Skema Pengelolaan Perhutanan Sosial ...17

Tabel 4. Matriks SWOT ...25

Tabel 5. Kepentingan para Pihak pada Tiap Zona TNLL ...30

Tabel 6. Sebaran Personil Pengelola TNLL ...34

Tabel 7. Jumlah Pegawai Fungsional Pengelola TNLL ...34

Tabel 8. Kebutuhan dan Realisasi Penganggaran Pengelolaan TNLL ...35

Tabel 9. Realisasi PNBP TNLL ...36

Tabel 10. Mata Pencaharian Masyarakat Penyangga TNLL ...37

Tabel 11. Lembaga Keuangan di Kawasan Penyangga TNLL ...41

Tabel 12. Usulan Hutan Adat di Kawasan TNLL ...46

Tabel 13. Usaha HHBK yang Dikembangkan oleh Masyarakat di Kawasan Penyangga TNLL ...49

Tabel 14. Matriks Rumusan Strategi Pemberdayaan Masyarakat ...57

Tabel 15. Analisis USG ...61

Tabel 16. Tahap Kegiatan Kemitraan Konservasi Berdasarkan Aturan Formal ...65

Tabel 17. Sebaran Desa yang Telah Membangun Kemitraan Konservasi Masyarakat di TNLL...72

Tabel 18. Pemetaan Peran para Pihak dalam Kegiatan Pemberdayaan

Masyarakat pada Kawasan Penyangga TNLL ...77

(9)

viii STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pendekatan dalam Merumuskan Strategi dan Program

Pemberdayaan Masyarakat pada Kawasan Konservasi ... 23

Gambar 2. Peta Wilayah Pengelolaan TNLL ... 28

Gambar 3. Zonasi Pengelolaan TNLL ... 29

Gambar 4. Struktur Organisasi Pengelola TNLL ... 33

Gambar 5. Perambahan di dalam Kawasan TNLL ... 43

Gambar 6. Kasus Temuan Illegal Logging di Kawasan TNLL ... 44

Gambar 7.Kasus Temuan Jerat Satwa pada Kawasan TNLL... 44

Gambar 8. Kerangka Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di TNLL. 63 Gambar 9. Pembahasan Kemitraan Konservasi di Tingkat Desa ... 67

Gambar 10. Kunjungan Lapangan ke Zona Tradisional TNLL ... 68

Gambar 11. Kerangka Kerja PKP dengan Lima Langkah S ... 70

Gambar 12. Pembahasan Rencana Kegiatan ... 71

(10)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI ix

DAFTAR ISTILAH

BBTNLL : Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu

BPDAS HL : Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung BPSKL : Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan

BUMDES : Badan Usaha Milik Desa DKD : Dana Konservasi Desa EFAS : External Factor Analysis

EPASS : Enhancing the Protected Area System in Sulawesi FGD : Fcussed Group Discussion

HA : Hutan Adat HD : Hutan Desa HK : Hutan Konservasi HKm : Hutan Kemasyarakatan HL : Hutan Lindung

HP : Hutan Produksi HTR : Hutan Tanaman rakyat IFAS : Internal Factor Analysis

KKM : Kesepakatan Konservasi Masyarakat KKN : Kuliah Kerja Nyata

KSDAE : Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem LHK : Lingkungan Hidup dan Kehutanan

LPHD : Lembaga Pengelola Hutan Adat LPKD : Lembaga Pengelola Konservasi Desa LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat PETI : Penambangan Tanpa Izin

PKP : Perencanaan Konservasi Partisipatif

PMDP : Pemberdayaan Masyarakat Desa Penyangga PP : Peraturan Pemerintah

PTN : Pengelolaan Taman Nasional RKT : Rencana Kerja Tahunan RPP : Rencana Pelaksanaan Program

(11)

x STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI SDM : Sumber Daya Manusia

SWOT : Stength, Weakness, Opportunities, Weaknes TN : Taman Nasional

TNLL : Taman Nasional Lore Lindu UPT : Unit Pelaksana Teknis USG : Urgency, Seriusness, Growth UU : Undang-Undang

(12)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hampir semua kawasan konservasi di Indonesia terdapat kelompok masyarakat yang bergantung terhadap sumber daya hutan pada kawasan konservasi. Terdapat juga kelompok masyarakat tertentu yang sudah lama memiliki interaksi dengan kawasan hutan, bahkan budaya mereka tumbuh, mengakar dan berkembang melalui interaksi dengan sumber daya hutan dalam kawasan. Hal tersebut harus diakui sebagai ciri khas kawasan konservasi di Indonesia, yang mungkin saja berbeda dengan kawasan konservasi di negara lain.

Pengelolaan Taman Nasional dalam perspektif pembangunan kehutanan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan optimalisasi manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial dari kawasan hutan (Massiri et al., 2019; Ristianasari et al., 2013;

Syahadat, 2006). Optimalisasi manfaat ini dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pengelolaan yang tepat. Pendekatan pengelolaan taman nasional dengan sistem zonasi tidak lain untuk mewujudkan optimalisasi fungsi kawasan (Paramita et al. 2017). Tujuan pengelolaan taman nasional bukan hanya untuk pelestarian pengawetan sumber daya hutan dan ekosistemnya. Akan tetapi, pengelolaan taman nasional bertujuan sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Hutan dan masyarakat di sekitar kawasan hutan merupakan satu kesatuan yang terintegrasi yang tidak dapat dipisahkan (Marthin, 2018; Safitri, 2013).

Keberadaan masyarakat yang memiliki interaksi dan ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya hutan di dalam kawasan merupakan karakteristik taman nasional di Indonesia, termasuk juga di Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) (Massiri et al., 2016b, 2019). Karakteristik ini merupakan situasi masalah yang perlu diperhatikan dalam merumuskan strategi pengelolaan taman nasional (Massiri et al., 2015).

Keberhasilan pengelolaan Taman Nasional banyak dipengaruhi oleh aspek sosial ekonomi masyarakat. Aspek sosial ekonomi yang mempengaruhi pengelolaan taman nasional meliputi kemiskinan, kurangnya lapangan pekerjaan,

(13)

2 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI keterbatasan akses pemanfaatan sumber daya alam (Gunawati, 2017). Situasi ini berimplikasi terhadap gangguan terhadap kawasan, seperti aktivitas perambahan hutan, kebakaran hutan, perburuan satwa, dan pengambilan hasil hutan bukan kayu secara ilegal.

Isu Kemiskinan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan, khususnya di kawasan konservasi merupakan fakta yang hingga kini belum terpecahkan (Massiri et al., 2019). Pada umumnya kemiskinan terjadi karena dua aspek utama yakni tidak adanya akses dan kurangnya kapasitas masyarakat untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Berbagai program dan kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah di bidang kehutanan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut melalui kebijakan perhutanan sosial melalui pemberian akses legal bagi masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya hutan. Khusus pada kawasan konservasi, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pemberdayaan masyarakat sebagaimana diatur dalam peraturan Nomor P.43/MENLHK/SETJEN/

KUM.1/6/2017 tentang pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, dan P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang kemitraan konservasi.

Pemberdayaan masyarakat merupakan konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial (Sudarmanto et al., 2020). Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan. Konsep ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses kemiskinan (Hasan & Azis, 2018). Akan tetapi, konsep pemberdayaan juga memiliki perspektif yang luas. Beberapa pihak memaknai bahwa pemberdayaan merupakan upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan masyarakat (Utomo dan Probosiwi 2020).

Pada kawasan konservasi, khususnya di taman nasional, konsep pemberdayaan pada prinsipnya bertujuan untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan Masyarakat di sekitar kawasan. Pemberdayaan Masyarakat Daerah Penyangga (PMDP) taman nasional adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam pengelolaan potensi sumber daya berikut permasalahannya guna peningkatan kemandirian, kesejahteraan, dan kualitas hidup masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian kawasan konservasi.

Pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga TNLL bukan hanya merupakan tanggung jawab Balai Besar TNLL saja, tapi sesungguhnya merupakan

(14)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 3 tanggung jawab bersama semua pihak (Massiri et al. 2016a). Keberadaan masyarakat di daerah penyangga TNLL telah diakui oleh pengelola dan menjadi tanggung jawab bersama, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi No. 6 Tahun 2006 tentang Daerah Penyangga Taman Nasional. Tujuan pengelolaan daerah penyangga adalah 1) menyelaraskan pembangunan daerah dengan program pembangunan TNLL sebagai satu kesatuan program pembangunan daerah yang utuh, menyeluruh dan terpadu di bawah koordinasi Pemerintah Daerah, 2) meningkatkan dan mengembangkan konservasi lingkungan bagi masyarakat di Daerah Penyangga TNLL agar terwujud interaksi yang harmonis antara kebutuhan masyarakat dengan pelestarian TNLL, dan 3) mengurangi dampak negatif akibat pembangunan terhadap kawasan TNLL dan mengalihkan pada kegiatan yang produktif, serta mengembangkan usaha-usaha positif masyarakat pada daerah penyangga sehingga keberadaan dan fungsi TNLL sebagai kawasan pelestarian alam yang permanen dapat terjamin.

Pemberdayaan masyarakat pada kawasan penyangga TNLL bergantung pada kolaborasi para pihak yang berkepentingan, pada seluruh aspek kegiatan pemberdayaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pada tahap monitoring dan evaluasi. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dilaksanakan secara sistematis sehingga tujuan dari kegiatan pemberdayaan dapat tepat sasaran secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, dibutuhkan rencana Induk Pemberdayaan Masyarakat sebagai acuan utama secara bersama dengan para pihak dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat.

Kondisi saat ini, kegiatan pemberdayaan masyarakat di TNLL telah dilaksanakan beberapa tahap meliputi identifikasi data awal tentang ketergantungan masyarakat terhadap TNLL, identifikasi potensi sumber daya hutan yang diakses masyarakat, prakondisi penyiapan kelembagaan masyarakat sekitar kawasan TNLL. Pola pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan TNLL meliputi pola pendekatan melalui Kemitraan Konservasi Masyarakat (KKM) dan pendekatan melalui peningkatan ekonomi masyarakat.

Hingga saat telah terbangun perjanjian kerja sama Kemitraan Konservasi Masyarakat sebanyak 56 Desa dan beberapa desa melalui peningkatan ekonomi masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat merupakan rangkaian proses memberikan kapasitas kepada masyarakat. Kondisi yang diinginkan atas kegiatan

(15)

4 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI pemberdayaan masyarakat dalam rentang lima tahun yakni meningkatnya dukungan masyarakat dan para pihak, penyiapan kelembagaan masyarakat, dan peningkatan kapasitas masyarakat. Pada akhirnya kegiatan pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kemandirian masyarakat dan mendukung pelestarian fungsi TNLL.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh pengelola TNLL sudah sering dilakukan bahkan hampir setiap tahun. Akan tetapi, program kegiatan ini belum memberikan dampak signifikan bagi peningkatan kapasitas dan ekonomi masyarakat, termasuk juga peningkatan dukungan masyarakat bagi kelestarian fungsi TNLL. Perubahan paradigma pengelolaan kawasan konservasi saat ini juga menuntut pengelola taman nasional untuk melakukan kegiatan pengelolaan yang melibatkan masyarakat. Program pengelolaan yang melibatkan masyarakat lokal ini merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Akan tetapi, bentuk kegiatan pelibatan masyarakat yang selama ini tidak menunjukkan kinerja yang signifikan, dan tidak berkelanjutan dan terarah. Hal ini menguatkan pentingnya (urgency) formulasi strategi pemberdayaan masyarakat yang dihasilkan dari kajian ilmiah sehingga program pemberdayaan masyarakat di TNLL menjadi terarah dengan target yang jelas dengan harapan memberikan dampak yang nyata.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah prioritas yang dihadapi oleh pengelola terkait dengan peningkatan fungsi kawasan konservasi adalah berkaitan dengan aspek sosial ekonomi masyarakat. Hal ini menjadi karakteristik pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, bahwa pengelolaan kawasan konservasi harus mengakomodasi kepentingan masyarakat setempat. Perencanaan pengelolaan kawasan konservasi harus mempertimbangkan aspek masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi melalui perencanaan pemberdayaan masyarakat.

Rumusan masalah terkait dengan kajian strategi pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi adalah a) masalah strategis apa yang dihadapi oleh pengelola dalam melaksanakan pengelolaan kawasan konservasi?, b) bagaimana rumusan strategi pemberdayaan pada kawasan konservasi?, dan c) bagaimana peran para pihak dalam mendukung strategi pemberdayaan masyarakat?

(16)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 5 1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penulisan buku ini adalah sebagai bahan referensi yang menguraikan tentang a) teori dan konsep pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi, b) isu strategis pengelolaan kawasan konservasi yang terkait dengan aspek masyarakat, c) rumusan strategi pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi, dan d) penataan peran para pihak dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi.

Buku ini dapat berguna bagi banyak kalangan. Untuk mahasiswa, buku ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dalam rangka penguatan konsep, teori dan aplikasi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan, khususnya pada kawasan konservasi. Bagi praktisi dan pengelola kawasan konservasi, buku ini dapat berguna sebagai bahan rujukan dalam merumuskan strategi dan langkah-langkah pemberdayaan masyarakat, serta strategi penataan peran para pihak dalam program pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi.

(17)

6 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 2.1 Teori Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan pada awalnya adalah terkait dengan kekuasaan (Sen 1997).

Kekuasaan dalam konteks ini memiliki dua aspek yakni kontrol terhadap sumber daya dan kontrol terhadap ideologi. Kontrol terhadap ideologi ini bertalian dengan aspek kepercayaan, nilai dan sikap, sedangkan kontrol terhadap sumber daya terkait erat dengan pemberian akses. Perubahan atau pemberian akses terhadap sumber daya eksternal tertentu tanpa ditunjang dengan perubahan kesadaran atau sikap dapat membuat orang itu tidak memiliki ketahanan, motivasi, dan kesadaran untuk mempertahankan dan/atau membangun di atas akses tersebut, dan malahan meninggalkan ruang terbuka bagi orang lain untuk merebut kendali atas akses tersebut. Namun sebaliknya, program yang dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tetapi tidak mampu memberikan kontrol yang lebih besar atas sumber daya, juga menimbulkan masalah (Sen, 1997).

Pemberdayaan mengacu pada proses peningkatan kekuatan pribadi, interpersonal, atau politik sehingga individu, keluarga, dan masyarakat dapat mengambil tindakan untuk memperbaiki situasi mereka. Pemberdayaan terletak pada proses nyata, bukan semata atribut. Atribut kekuasaan atau ketidakberdayaan yang dapat berubah melalui sebuah proses. Hal ini sejalan dengan teori berorientasi sosial menekankan bahwa proses pemberdayaan harus dinamis, melibatkan interaksi antara individu-perilaku, persepsi, perasaan, keterampilan, akses ke sumber daya dan struktur dan aktivitas sosial (McCubbin

& Cohen, 2003).

Sumardjo (2003) menekankan pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses, meliputi pengembangan kesempatan, pengembangan motivasi/kemauan, dan proses pengembangan kemampuan masyarakat untuk

BAB 2

TEORI DAN KONSEP

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(18)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 7 dapat mengakses sumber daya sehingga dapat meningkatkan kapasitas dan masa depannya sendiri melalui partisipasi.

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses perbaikan pada masyarakat yang saling terkait (Mardikanto & Soebiato, 2012), meliputi 1) perbaikan kelembagaan di masyarakat sehingga kelompok masyarakat memiliki partisipasi aktif dan memiliki jejaring dalam kemitraan, 2) perbaikan usaha, dengan harapan bahwa jika kelembagaan masyarakat baik maka memiliki implikasi terhadap perbaikan bisnis dari lembaga tersebut, 3) perbaikan pendapatan, yakni usaha atau bisnis yang baik dan berkembang maka akan memberikan perbaikan pendapatan masyarakat, 4) perbaikan lingkungan akan lebih optimal jika kelompok masyarakat itu memiliki pendapatan yang baik sehingga tidak ada lagi praktik pengrusakan lingkungan dengan alasan kemiskinan, dan 6) perbaikan kehidupan .

Tujuan pemberdayaan adalah mewujudkan masyarakat yang berdaya, memiliki kekuatan atau kemampuan. Kemampuan berdaya ini memiliki kedekatan makna dengan kemandirian. Kemandirian dalam konteks pemberdayaan masyarakat bermakna sebuah kondisi pada masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan, serta melakukan sesuatu yang mereka pandang tepat dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang dimiliki (Widjajanti, 2011).

Jika target pemberdayaan masyarakat itu adalah mewujudkan kemandirian masyarakat maka konsep pemberdayaan masyarakat tidak bisa dipisahkan dengan konsep partisipasi. Partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keterlibatan, keikutsertaan masyarakat secara aktif dengan alasan tertentu sehingga turut berperan serta dalam suatu kegiatan.

Tabel 1. Tipologi Partisipasi Tipologi

Partisipasi

Karakteristik

Partisipasi Pasif Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi. Informasi bersifat sepihak oleh pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat.

(19)

8 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI Partisipasi

dengan cara memberikan informasi

Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian melalui penggunaan kuesioner atau sejenisnya. Temuan tidak disampaikan atau dibahas dengan kelompok masyarakat dan tidak ada pengaruh dari partisipan.

Partisipasi melalui konsultasi

Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, pemilik program mendengarkan dan membangun pandangan-pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi tanggapan-tanggapan masyarakat, dan tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama.

Partisipasi karena insentif material

Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya; masyarakat tidak dilibatkan dalam rancangan atau proses pembelajarannya; masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang disediakan/diterima habis.

Partisipasi fungsional

Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek; pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati; pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar (fasilitator, dsb.) tetapi pada saatnya mampu mandiri.

Partisipasi interaktif

Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru atau penguatan kelembagaan yang telah ada; partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik; kelompok- kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan

(20)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 9 Partisipasi atas

mobilisasi sendiri

Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki; masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumber daya yang dibutuhkan; masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumber daya yang ada.

Sumber: (Bass et al., 1995) Teori pemberdayaan menekankan pada dua hal yakni proses dan outcome, kedua hal itu penting. Proses pemberdayaan merupakan kegiatan yang membantu masyarakat dalam meningkatkan keterampilan sehingga mereka dapat mandiri dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan. Hal yang fundamental dari proses adalah proses untuk mendapatkan kendali, mengetahui sumber daya yang dibutuhkan, dan memahami secara kritis lingkungan sosial seseorang.

Proses memberdayakan bukan hanya terdapat pada level komunitas, melainkan harus juga dilakukan pada level individu, dan organisasi. Proses pemberdayaan pada level individu dapat berupa pelibatan individu dalam organisasi, sementara proses pemberdayaan pada level organisasi dapat berupa berbagi kepemimpinan dan pengambilan keputusan, dan proses pemberdayaan pada level komunitas dapat berupa pemberian akses terhadap sumber daya.

Pemberdayaan pada level individu berkaitan dengan aspek psikologi, meliputi kepercayaan terhadap kompetensi seseorang, upaya dalam melakukan kontrol, dan memahami lingkungan sosial politik yang terjadi. Proses pemberdayaan pada level individu meliputi pengalaman untuk menggunakan kontrol melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian masalah tertentu. Hal ini memerlukan keterampilan kognitif seperti pengambilan keputusan, mengelola sumber daya dan bekerja dengan pihak lain untuk kepentingan umum. Gambaran tentang proses dan hasil pemberdayaan pada berbagai level disajikan pada Tabel 1.

(21)

10 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI Tabel 2. Level dan Proses Pemberdayaan Masyarakat Level

Pemberdayaan

Proses Hasil

Individu − Belajar dalam membuat keputusan

− Mengelola sumber daya

− Bekerja dengan pihak lain

− Memahami kontrol

− Kesadaran kritis

− Perilaku berpartisipasi

Organisasi − Peluang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan

− Berbagi

tanggungjawab

− Berbagi kepemimpinan

− Bersaing secara sehat untuk sumber daya

− Jaringan dengan organisasi lain

− Pengaruh terhadap kebijakan

Komunitas − Akses terhadap sumber daya

− Struktur

pemerintahan yang terbuka

− Toleransi untuk keberagaman

− Koalisi organisasi

− Kepemimpinan yang pluralistik

− Keahlian penduduk dalam berpartisipasi

(Widjajanti, 2011) menegaskan keberdayaan masyarakat ditentukan oleh beberapa variabel pemberdayaan. Keberdayaan masyarakat dalam konteks ini merupakan kondisi masyarakat yang memiliki daya, kekuatan atau kemampuan untuk mengidentifikasi potensi atau masalah serta dapat menentukan alternatif pemecahannya secara mandiri. Keberdayaan ini diukur melalui tiga aspek yakni kemampuan dalam pengambilan keputusan, kemampuan untuk memanfaatkan usaha untuk masa depan, dan kemandirian. Variabel yang dapat menentukan keberdayaan ini meliputi a), modal fisik (physical capital) merupakan fasilitas atau aset pendukung yang digunakan sebagai alat atau pendukung dalam proses pencapaian tujuan. Modal fisik ini dapat berupa sarana dan prasaran produksi,

(22)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 11 sarana prasarana komunikasi, sarana prasarana transportasi, sarana prasarana pendidikan dan lain-lain; b) modal manusia (human capital) merupakan aset yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu tertentu. Indikator modal manusia ini dapat berupa pendidikan, tingkat kesehatan, kemampuan membangun interaksi hubungan antara sesama; c) modal sosial (sosial capital) merupakan norma atau nilai yang dipahami bersama oleh masyarakat yang dapat memperkuat jaringan sosial/kerja yang positif dalam mewujudkan ketercapaian tujuan bersama. Indikator modal sosial meliputi jaringan kerja, tingkat kepercayaan terhadap sesama, ketaatan terhadap norma, kepedulian terhadap sesama, dan keterlibatan dalam aktivitas organisasi sosial; d) kemampuan pelaku pemberdayaan adalah kapasitas yang dimiliki oleh pelaku pemberdayaan yang dapat memberdayakan masyarakat. Indikator kemampuan pelaku pemberdayaan dapat berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan; dan e) proses pemberdayaan merupakan siklus atau proses melibatkan masyarakat untuk bekerjasama dalam kelompok formal ataupun nonformal untuk melakukan kajian bersama, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi terhadap program yang telah direncanakan bersama. Indikator variabel ini meliputi kualitas dan kuantitas keterlibatan masyarakat dalam semua tahapan kegiatan, mulai dari analisis masalah, perencanaan program, pelaksanaan program, serta keterlibatan dalam kegiatan evaluasi secara berkelanjutan.

2.2 Konsep Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Pengelolaan Kawasan Konservasi

Kebijakan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan di Indonesia saat ini semakin menguat, dengan terbitnya Undang-undang Cipta Kerja Tahun 2020 dan peraturan turunannya (PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan). Perubahan kebijakan pengelolaan hutan memberikan peluang besar bagi masyarakat untuk berperan dalam pengelolaan hutan. Peran unit pengelola hutan bukan lagi sebagai aktor tunggal dalam pengelolaan hutan tetapi unit pengelola hutan memiliki peran sebagai fasilitator, termasuk juga memfasilitasi pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

Kebijakan pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia juga sedang mengalami perubahan mendasar baik dari aspek tujuan pengelolaan, tata kelola dan teknik pengelolaan, posisi masyarakat serta pendanaan (Soekmadi, 2003).

Tujuan pengelolaan kawasan konservasi bukan hanya untuk konservasi dan

(23)

12 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI perlindungan satwa liar semata, tetapi tujuan pengelolaan kawasan konservasi saat ini adalah bagaimana mengintegrasikan tujuan konservasi, nilai budaya masyarakat, dan tujuan ekonomi. Ini penting diformulasikan dalam sebuah strategi pengelolaan. Dengan begitu, tata kelola pengelolaan kawasan konservasi perlu melibatkan para pihak yang berkepentingan, terutama masyarakat setempat. Sistem pengelolaan hutan yang dulu mengabaikan opini dan pendapat masyarakat atau bahkan memusuhi masyarakat tidak bisa diterapkan lagi. Pola pengelolaan kawasan konservasi sebisa mungkin mengakomodasi kepentingan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan, atau pengelolaan kawasan konservasi itu dikembangkan melalui kearifan lokal (local knowledge) yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan, juga masyarakat setempat atau pemerintah desa setempat maka pendanaan untuk pengelolaan kawasan konservasi dapat berasal dari berbagai sumber.

Secara umum pemberdayaan dipahami sebagai pembagian kekuasaan (power). Akan tetapi, dalam konteks pengelolaan kawasan konservasi, pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai pelibatan masyarakat yang dirancang oleh unit pengelola hutan dengan tujuan melahirkan komitmen dan peningkatan kontribusi masyarakat pelestarian kawasan konservasi yang sejalan dengan kepentingan masyarakat. Dengan begitu, pemberdayaan masyarakat sesungguhnya merupakan sebuah pendekatan dalam pengelolaan hutan. Karena pemberdayaan itu merupakan sebuah pendekatan maka pertimbangan utama dalam mengembangkan pendekatan pengelolaan hutan adalah kelestarian fungsi kawasan.

Pendekatan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan dipercaya dapat mengatasi situasi masalah pada kawasan konservasi di Indonesia.

Karakteristik masalah pada kawasan konservasi di seluruh Indonesia adalah high exclusion cost, yang berarti bahwa kawasan hutan dan masyarakat di sekitarnya merupakan satu kesatuan yang sulit dipisahkan, dan pemerintah memiliki kapasitas yang terbatas dalam memantau secara keseluruhan kawasan hutan (high information cost).

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi merupakan juga sebuah proses yang pada akhirnya dapat mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kegiatan yang mendukung kelestarian kawasan konservasi, sebagaimana tercantum dalam

(24)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 13 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.43/MENLHK/

SETJEN/KUM.1/6/2017. Bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi meliputi 1) pengembangan desa konservasi, 2) pemberian akses dalam pemanfaatan sumber daya hutan, 3) fasilitasi kemitraan, 4) pemberian izin pengusahaan jasa wisata alam, dan 5) pembangunan pondok wisata.

Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses yang memerlukan rencana, strategi atau peta jalan agar kemandirian dan kesejahteraan masyarakat yang mendukung kelestarian kawasan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Pemberdayaan masyarakat dalam kawasan hutan tidak hanya pada program pemberian akses masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya hutan. Pemberian akses kepada masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya hutan harus didukung lebih awal dengan kegiatan pengembangan kapasitas dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kelestarian kawasan konservasi.

Pengembangan kapasitas masyarakat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, penguatan kelembagaan, dan perubahan sikap masyarakat. Jika tidak, pemberian akses bisa menjadi ancaman terhadap sumber daya hutan dalam kawasan konservasi.

Konsep pemberdayaan yang ajukan oleh (Wilkinson, 1998) dapat diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi. Proses kegiatan pemberdayaan meliputi 1) berbagi informasi, 2) proses mengatasi masalah secara bersama, 3) pemberian kewenangan dan pada akhirnya, dan 4) self-management.

Berbagi Informasi

Komponen utama pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan adalah informasi dan komunikasi. Penyampaian informasi dan komunikasi ini merupakan tanggung jawab pengelola khususnya di tingkat resort. Pendekatan komunikasi yang dapat diterapkan dalam proses pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi meliputi komunikasi ke bawah (downward communication), yakni komunikasi dari pengelola kawasan konservasi ke masyarakat setempat.

Pendekatan ini digunakan untuk memberikan Informasi dan pemahaman kepada masyarakat lokal tentang pentingnya fungsi dan manfaat kawasan konservasi, termasuk juga sistem pengelolaan atau zonasi/blok kawasan konservasi, dan mengapa masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan kawasan konservasi.

(25)

14 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI Dalam proses komunikasi, penting juga untuk mendengarkan pandangan masyarakat lokal. Ini disebut dengan pendekatan komunikasi dari bawah (upward communication). Pendekatan ini berguna untuk mendengarkan opini atau pendapat masyarakat terkait dengan pengelolaan dan sumber daya pada kawasan konservasi dan masalah-masalah atau dampak dari kebijakan pengelolaan kawasan konservasi yang telah diterapkan.

Terkait dengan pemecahan masalah dalam pengelolaan kawasan konservasi pendekatan komunikasi yang dapat diterapkan adalah komunikasi dua arah atau disebut juga sebagai a horizontal communication.

Menemukan Solusi Bersama

Situasi masalah dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah ketidaksesuaian penggunaan/pemanfaatan sumber daya antara aturan formal pengelolaan kawasan konservasi dengan kepentingan masyarakat (Massiri et al., 2016a). Masalah dalam pengelolaan kawasan konservasi bukan hanya merupakan tanggung jawab unit pengelola karena masalah terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi menimbulkan dampak bagi masyarakat setempat. Meskipun masyarakat memanfaatkan lahan pada kawasan konservasi untuk kepentingan pemenuhan hidupnya, masyarakat lokal ternyata memiliki nilai-nilai atau motivasi ekologi dalam memanfaatkan sumber daya hutan.

dengan begitu, pemecahan masalah pada kawasan konservasi yang terkait dengan masyarakat lokal akan dapat diselesaikan melalui komunikasi dua arah (a horizontal communication) antara masyarakat dengan unit pengelola.

Pendekatan komunikasi ini membutuhkan kesabaran sehingga kedua belah pihak dapat menemukan solusi bersama atas masalah yang dihadapi.

Memberikan kewenangan

Memberikan kewenangan kepada pihak tertentu atau kelompok masyarakat merupakan salah satu bentuk insentif untuk meningkatkan kinerja.

Pemberian akses secara legal kepada masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya hutan dapat juga dipandang sebagai bentuk strategi yang dapat menumbuhkan insentif (dorongan) masyarakat dalam pelestarian sumber daya hutan. Hanya saja, pengelola tidak boleh berhenti pada pemberian kewenangan saja. Pemberian kewenangan juga harus ditopang segera dengan kegiatan

(26)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 15 penguatan kapasitas dan pembentukan sikap yang sejalan dengan nilai-nilai konservasi.

Pembentukan sikap

Pemberdayaan juga disebut sebagai proses psikologi. Masyarakat dilatih atau diberikan pendidikan sehingga mereka merasa dipercaya dan diberdayakan.

Dalam proses pembentukan sikap ini dilakukan dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan serta menanamkan nilai-nilai konservasi kepada kelompok masyarakat sasaran. Target kegiatan ini adalah mengubah dan membentuk sikap dan perilaku masyarakat agar dapat mendukung kelestarian sumber daya hutan pada kawasan konservasi. Hal penting dalam kegiatan ini adalah bagaimana pengelola mengatur dapat memastikan tanggung jawab, hubungan dan peran baru, pada gilirannya dapat memaksa secara tidak sadar perubahan perilaku terhadap kelompok masyarakat sasaran.

Self-management

Self-management adalah kondisi dalam pengelolaan institusi lokal atau kelompok masyarakat memiliki otonomi dalam mengatur dan merancang pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Pemberdayaan masyarakat pada kondisi ini dalam praktiknya tidak melemahkan kendali unit pengelola kawasan konservasi secara keseluruhan, akan tetapi mengatur kembali mekanisme tata kelola kawasan konservasi dan peran unit pengelola adalah sebagai fasilitator dengan memastikan fungsi kawasan tetap terjaga.

Self-management merupakan tingkatan partisipasi tertinggi, karena memberikan kewenangan dan otonomi yang besar bagi kelompok masyarakat.

Kewenangan dan otonomi yang besar ini diharapkan menjadi pendorong bagi kelestarian kawasan hutan. Dengan begitu, desain prinsip Ostrom (1999) dapat digunakan sebagai panduan dalam menjalankan self-management dalam pengelolaan kawasan konservasi.

Prinsip 1. Kejelasan wilayah pengelolaan. Prinsip ini menguatkan bahwa pada kelembagaan lokal, terdapat aturan yang jelas yang dipahami oleh masyarakat lokal tentang batas wilayah, sumber daya apa yang bisa dimanfaatkan dan siapa yang boleh dan tidak boleh memanfaatkan.

(27)

16 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI Prinsip 2. Kesesuaian. Prinsip ini menjelaskan a) kesesuaian antara aturan lokal

yang diterapkan dengan nilai-nilai di masyarakat, dan b) kesesuaian antara biaya dengan manfaat yang diterima oleh pihak yang terlibat.

Prinsip 3. Pengaturan kolektif. Pada tataran lokal anggota masyarakat memiliki peluang untuk berpartisipasi dalam merumuskan aturan-aturan lokal terkait pemanfaatan sumber daya hutan. Partisipasi anggota masyarakat ini juga menjadi kekuatan kontrol dalam menentukan arah dan bentuk pemanfaatan sumber daya hutan.

Prinsip 4. Monitoring. Proses monitoring terhadap kondisi sumber daya hutan dijalankan secara akuntabel, terutama kegiatan monitoring hutan yang dijalankan oleh kelembagaan lokal dapat terpercaya.

Akuntabilitas ini dikuatkan dengan bukti laporan dan penguasaan teknologi dalam kegiatan monitoring sehingga hasil monitoring sumber daya hutan itu bisa diketahui dan diakui oleh semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan. Kegiatan monitoring yang dijalankan oleh kelembagaan lokal terbukti dapat meminimalisir biaya.

Prinsip 5. Penerapan Sanksi. Terdapat aturan yang dipatuhi terkait dengan pelanggaran dalam pemanfaatan sumber daya. Pengguna sumber daya atau anggota kelompok masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap aturan operasional yang telah ditetapkan dapat dijatuhi sanksi secara tegas, sehingga mampu menciptakan efek jerah bagi pelanggar.

Prinsip 6. Mekanisme penyelesaian resolusi konflik. Terdapat mekanisme penyelesaian konflik baik di antara kelompok masyarakat sebagai pengguna masyarakat maupun mekanisme konflik antara masyarakat dengan pengelola kawasan konservasi

Prinsip 7. Pengakuan hak dalam mengatur. Unit pengelola harus mengakui semua hak masyarakat lokal termasuk juga hak untuk bagi kelembagaan lokal untuk merancang aturan operasional dalam pemanfaatan sumber daya hutan. prinsip ini merupakan prinsip dasar dalam memberikan otonomi bagi kelembagaan lokal dalam menjalankan self- management di tingkat lokal. Pada kondisi ini unit pengelola memiliki peran sebagai fasilitator yang mengarahkan agar kelestarian fungsi kawasan konservasi dapat berjalan.

(28)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 17

Skema Perhutanan

Sosial

Fungsi Kawasan

Sumber Daya yang Boleh Dimanfaatkan

Pengelola Jangka Waktu

HTR HP Kayu Kelompok Tani 25 Tahun

HKm HP, HL HP = Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu

Kelompok Tani 25 Tahun Prinsip 8. Bagian dari sistem pengelolaan. Kelembagaan lokal yang mengatur pemanfaatan sumber daya hutan (termasuk juga kelembagaan hutan adat) merupakan bagian dari sistem pengelolaan (nested enterprises).

2.3 Skema Pelibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi.

Skema pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan dipayungi oleh kebijakan perhutanan sosial. Perhutanan sosial merupakan bentuk pengelolaan hutan lestari pada kawasan hutan (hutan negara dan hutan hak/adat) yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat.

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat semakin menguat dengan terbitnya kebijakan baru pengelolaan hutan di Indonesia, terutama setelah pemerintah menerbitkan UU No 11 Tahun 2021 tentang cipta kerja dan peraturan pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan, serta peraturan turunannya, khususnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 9 Tahun 2021 tentang pengelolaan perhutanan sosial. Peluang masyarakat mengelola sumber daya hutan dalam kawasan hutan telah terbuka melalui skema perhutanan sosial. Peran masyarakat bukan lagi hanya sebagai pihak yang diberikan akses dalam pemanfaatan sumber daya hutan, akan tetapi masyarakat diberikan kewenangan dalam mengelola hutan dalam kawasan hutan.

Terdapat lima skema perhutanan sosial meliputi1) hutan desa,2) hutan kemasyarakatan, 3) hutan tanaman rakyat, 4 hutan adat, dan 5 Kemitraan kehutanan.Namun, hanya dua skema perhutanan sosial yang boleh diterapkan pada kawasan konservasi yakni skema hutan adat dan kemitraan kehutanan.

Dalam kawasan konservasi, skema kemitraan ini secara spesifik dinamakan dengan kemitraan konservasi dan memiliki sedikit perbedaan dengan skema kemitraan kehutanan.

Tabel3. KonsepSkemaPengelolaanPerhutananSosial

(29)

18 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI HL; Hasil hutan bukan

kayu

HD HP, HL HP = Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu HL = Hasil Hutan Bukan Kayu, wisata alam, pemanfaatan air

LPHD 25 Tahun

HA HP. HL,

HK

HP = Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu HL dan HK = Hasil hutan bukan kayu, wisata alam,

Lembaga Hukum Adat

Long Enduring (selamanya), selama kelembagaan adat masih kuat dan dipatuhi.

Kemitraan HP. HL, HK

HP = Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu HL = Hasil Hutan Bukan Kayu, Pemanfaatan air HK = Hasil Hutan Bukan Kayu, Wisata Terbatas, Budidaya tradisional, Perburuan tradisional.

Sharing peran dan tanggung jawab

25 Tahun, sedangkan khusus kemitraan konservasi jangka waktunya adalah 5-10 Tahun

Hutan Adat

Hutan adat merupakan bentuk pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan oleh masyarakat hukum adat. hutan adat merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap eksistensi kelembagaan hukum adat yang dipandang terbukti dan mampu melestarikan sumber daya hutan di wilayahnya. Dasar atas pengakuan pemerintah sehingga memberikan hak pengelolaan kepada suatu masyarakat hukum adat adalah bahwa budaya dan

(30)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 19 nilai-nilai yang ada di masyarakat tersebut tumbuh dan mengakar dari interaksi masyarakat dengan sumber daya alam dan hutan di sekitarnya, Atas dasar ini diyakini bahwa keberadaan masyarakat hukum adat melalui perangkat adat, aturan dan norma serta kearifan lokal yang hidup di masyarakat secara terus menerus (long enduring) mampu mewujudkan kelestarian hutan sumber daya hutan.

Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang disebutkan pada UU No. 32 Tahun 2009 adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena; 1) adanya ikatan asal usul leluhur, 2) adanya ikatan kuat dengan lingkungan hidup, dan 3) adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum.

Skema hutan adat merupakan bentuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat (community based forest management). Skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini dapat berjalan jika kelembagaan lokal memiliki kapasitas yang kuat dan nilai-nilai dan kearifan lokal yang ada sejalan dengan tujuan konservasi. Oleh karena itu, peran unit pengelola hutan dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat tetap dibutuhkan, khususnya sebagai fasilitator dalam memastikan bahwa kelestarian fungsi kawasan tetap utuh dan terjaga.

Kemitraan Konservasi

Kemitraan kehutanan yang diterapkan pada kawasan konservasi disebut sebagai kemitraan konservasi. Kemitraan konservasi adalah kerja sama antara kepala unit pengelola kawasan konservasi atau pemegang izin pada kawasan konservasi dengan masyarakat setempat. Kelompok masyarakat setempat yang melakukan kerja sama ini disebut dengan mitra konservasi.

Ide awal dari kemitraan konservasi merupakan strategi resolusi konflik atas pemanfaatan sumber daya hutan dalam kawasan konservasi.

Karakteristik kawasan konservasi di Indonesia adalah high exclusion cost, atau sulit untuk mengeluarkan masyarakat dalam mengakses sumber daya hutan, karena sejak dahulu sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi, banyak kawasan di Indonesia merupakan ruang untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat. Tidak hanya itu, budaya masyarakat di sekitar kawasan, itu tumbuh dan berkembang dari adanya interaksi masyarakat dengan hutan di sekitarnya.

(31)

20 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI Di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, kemitraan konservasi berbasis masyarakat merupakan tindak lanjut dari kesepakatan konservasi masyarakat (KKM) yang telah diinisiasi LSM di banyak desa sekitar kawasan TNLL, sejak awal tahun 2000-an. Isu yang muncul dalam inisiasi KKM saat itu adalah 1) akses masyarakat dalam kawasan konservasi, 2) pelibatan masyarakat dalam penge- lolaan kawasan, dan 3) penguatan kontrol kelembagaan lokal dalam pengelolaan hutan. KKM saat itu tidak berjalan optimal karena regulasi yang ada belum mendukung pengelolaan hutan berbasis masyarakat, apalagi pada kawasan konservasi (Massiri, 2019).

Keberlanjutan KKM mulai menguat di TNLL sejak terbit Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017, tentang Pemberdayaan masyarakat dan Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang petunjuk teknis kemitraan konservasi. Ruang lingkup kemitraan konservasi meliputi hal yakni 1. Kemitraan konservasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat, 2) kemitraan konservasi dalam rangka pemulihan ekosistem, dan dan 3) Pembinaan, pengendalian, monitoring, dan evaluasi.

Kemitraan konservasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat merupakan kerjasama antara pengelola kawasan konservasi dengan kelompok masyarakat dalam bentuk pemberian akses legal kepada masyarakat dalam memungut hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, perburuan tradisional untuk jenis yang tidak dilindungi, pemanfaatan tradisional sumber daya tradisional perairan terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi, dan pemanfaatan terbatas pada kawasan konservasi.

Kemitraan konservasi dalam rangka pemulihan ekosistem merupakan bentuk kerja sama dalam rangka pemulihan ekosistem yang mengalami kerusakan pada kawasan konservasi akibat perbuatan manusia dan daya alam.

Tujuan kemitraan ini adalah mengembalikan fungsi ekosistem kembali atau mendekati ekosistem aslinya. Dengan begitu, lokasi kemitraan ini difokuskan pada zona rehabilitasi atau yang mengalami kerusakan.

Kemitraan konservasi dalam rangka pemulihan ekosistem dapat dipandang sebagai strategi jangka benah. Jangka benah adalah waktu yang dibutuhkan untuk membangun hutan atau mengembalikan kondisi hutan mendekati kondisi aslinya. Oleh karena itu, dalam bentuk kemitraan ini adalah maksimal 10 tahun atau satu daur. Oleh karena itu kemitraan ini, pihak mitra dalam hal ini

(32)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 21 masyarakat menyatakan sepakat untuk tidak menambah lagi areal garapan kebun di dalam kawasan dan bersedia menanam tanaman kehutanan di dalam kebun masyarakat di dalam kawasan konservasi.

(33)

22 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI

BAB 3

METODE DAN PENDEKATAN

DALAM MENYUSUN RENCANA STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

3.1 Kerangka Kerja dalam Menyusun Rencana dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi harus direncanakan dengan baik agar rangkaian program pemberdayaan masyarakat dapat terintegrasi program pengelolaan kawasan konservasi, termasuk juga dengan kegiatan-kegiatan teknis yang dilaksanakan di tingkat Resort. Organisasi pengelola kawasan konservasi memiliki tanggung jawab menyusun rencana dan strategi pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan.

Tipe pendekatan dalam menyusun atau merumuskan perencanaan dan strategi pemberdayaan masyarakat akan menentukan bentuk program yang direncanakan. Dalam penyusunan strategi pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi TNLL, tipe perencanaan yang diterapkan adalah peren- canaan rasional partisipatif. Perencanaan rasional partisipatif adalah modifikasi perencanaan rasional yang bersifat top down agar mudah diterima oleh masyarakat dan dapat dilaksanakan secara rasional. Pendekatan rasional digunakan melalui penggunaan tools dan teknologi serta analisis ilmiah agar dapat mengungkap fakta dan memetakan fenomena yang ada dan selanjutnya program-program telah disusun secara rasional dibahas secara partisipatif khususnya dengan masyarakat untuk mendapatkan input atas program yang diajukan.

Penyusunan rencana pemberdayaan masyarakat di Taman Nasional Lore Lindu dimulai dengan tahap eksplorasi situasi daerah kawasan TN Lore Lindu dan wilayah penyangga, seperti: kondisi biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat, serta data dan informasi pendukung lainnya. Sebelum tahapan eksplorasi dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan kajian literatur (literatur review) terhadap data dan informasi yang tersedia termasuk peta dasar untuk

(34)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 23 menjadi basis dalam penyusunan desain eksplorasi yang efektif dan efisien. Selain itu, diskusi intensif dengan masyarakat dan berbagai pihak juga diselenggarakan untuk merumuskan pendekatan yang paling memungkinkan dalam tahapan eksplorasi dan keseluruhan proses penyusunan Rencana Pemberdayaan Masyarakat.

Gambar 1. Pendekatan dalam Merumuskan Strategi dan Program Pemberdayaan Masyarakat pada Kawasan Konservasi

Hasil pengumpulan data lapangan selanjutnya diolah dan dikaji untuk memperoleh data terbaru yang menggambarkan situasi aktual daerah penyangga meliputi situasi ketergantungan, situasi sosial, dan budaya, persepsi, dan partisipasi masyarakat, sumber penghidupan (livelihood), dan situasi para pihak.

Data yang bersifat kompleks tersebut selanjutnya dianalisis secara cermat untuk dapat mengungkap isu-isu utama terkait pengelolaan kawasan konservasi, dan selanjutnya dikelompokkan ke dalam faktor internal dan eksternal pengelolaan kawasan konservasi TNLL. Dibutuhkan keahlian dan kolaborasi pengetahuan dalam merumuskan isu-isu utama terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi. Rencana strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan TNLL disusun oleh staf Balai Besar TNLL melibatkan pegawai dari bidang wilayah hingga resort, serta melibatkan pihak ahli (expert).

Data spasial

Kegiatan Strategi pemberdayaan

Analisis S W O T FGD

Program prioritas Analisis USG

(Urgency, seriousness, and

growth)

Kondisi fisik- ekologi

Kondisi Sosio-ekonomi-

budaya Studi

liratur

(35)

24 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI Pelibatan ahli dalam penyusunan rencana dan strategi pemberdayaan di TNLL ditujukan untuk membantu pengelola dalam merasionalkan masalah atau isu utama, membantu pengelola dalam menganalisis faktor internal dan eksternal terkait pemberdayaan masyarakat dan merumuskan program secara sistematis dan ilmiah. Peran ahli dalam hal ini adalah sebagai peneliti. Peneliti terlibat dalam proses perumusan pemberdayaan masyarakat.

3.2 Kebutuhan Data dalam Menyusun Rencana Pemberdayaan Masyarakat Data yang dibutuhkan dalam merumuskan strategi dan kegiatan operasional pemberdayaan masyarakat pada kawasan konservasi bersifat holistik agar dapat mengungkap fakta dan masalah yang sebenarnya, sehingga rumusan rencana kegiatan dan strategi pemberdayaan yang disusun tepat sasaran, dapat dilaksanakan dan menyelesaikan masalah. Data yang dibutuhkan dalam menyusun rencana dan strategi pemberdayaan masyarakat meliputi data spasial, kondisi fisik ekologi, kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan data-data pendukung. Data pendukung meliputi dokumen rencana pengelolaan jangka panjang, laporan kegiatan program pengelolaan yang telah dilaksanakan sebelumnya, aturan formal terkait pengelolaan kawasan konservasi, dan data statistik desa. Data spasial meliputi kondisi tutupan lahan pada kawasan, peta zonasi data biofisik kawasan meliputi, topografi, kelerengan dan jenis tanah dan batuan. Sementara itu data kondisi fisik ekologi meliputi kondisi flora dan fauna, khususnya yang bersifat endemik atau yang dilindungi. Kondisi sosial-ekonomi budaya masyarakat meliputi interaksi masyarakat terhadap sumber daya hutan, tingkat pendapatan masyarakat sekitar kawasan, eksistensi kelembagaan lokal, budaya dan kearifan masyarakat lokal terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan dan aktor yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap pengelolaan kawasan konservasi.

3.3 Metode Analisis dalam Merumuskan Strategi dan Menjabarkan Program Pemberdayaan Masyarakat

Analisis faktor internal (internal factor analysis/IFAS) dan analisis faktor eksternal (external factor analysis/EFAS) dilakukan oleh ahli bersama tim penyusun menggunakan data yang ada terkumpul. Untuk menajamkan analisis faktor internal dan eksternal maka dilanjutkan pembahasan bersama tim penyusun menggunakan metode Focussed Group Discussion (FGD). Pendekatan FGD merupakan pendekatan dalam penelitian kualitatif bertujuan menemukan

(36)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 25 makna dari tema atau masalah yang ditemukan, sehingga tidak terjadi kesalahan pemaknaan dari sebuah masalah yang dirumuskan (Bungin, 2015).

Hasil pemetaan faktor internal dan eksternal terkait pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi TNLL selanjutnya dianalisis menggunakan analisis SWOT (Kekuatan/Strength, Kelemahan Weakness, Peluang/Opportunities dan ancaman/Threat). Analisis SWOT berguna dalam management strategik (Heene et al., 2010). Analisis SWOT adalah analisis yang membandingkan antara faktor eksternal dengan faktor internal. Kekuatan dan kelemahan dikelompokkan ke dalam faktor internal sementara peluang dan ancaman dikelompokkan ke dalam faktor eksternal.

Perumusan strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi TNLL dilakukan dengan menggunakan matriks SWOT, mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Terdapat empat kelompok pilihan rumusan strategi berdasarkan matriks SWOT yakni, 1) strategi memanfaatkan peluang yang ada dengan mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki, 2) strategi mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada, 3) strategi mengatasi ancaman dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki, dan 4) strategi mengatasi ancaman dengan meminimalkan kekuatan.

Tabel 4. Matriks SWOT

External Factors Analysis (EFAS)

Internal Factors Analysis (IFAS) Kekuatan

(Strengths)

Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Oppurtunities) Strategi (S-O)

Strategi memanfaat- kan peluang dengan mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki

Strategi (W-O) Strategi mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang tersedia Ancaman (Treaths) Strategi (S-T)

Strategi mengatasi ancaman dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki

Strategi (W-T) Strategi mengatasi

ancaman dengan meminimalkan kelemahan

(37)

26 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI Hasil rumusan strategi pemberdayaan dijabarkan ke dalam program- program kegiatan dalam lima tahun. Pemilihan skenario atau strategi pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui FGD (Focussed Group Discussion) yang melibatkan berbagai pihak seperti Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, Masyarakat, dan LSM. Pendekatan yang digunakan untuk menetapkan program prioritas adalah menerapkan analisis USG (Urgency, Seriousnees, dan Growth) melalui teknis penskalaan 1 sampai 5.

Untuk mengoptimalkan keberhasilan strategi dan program pemberdayaan masyarakat yang ditetapkan maka dilanjutkan dengan analisis peran. Analisis peran dilakukan dengan mengidentifikasi kepentingan para pihak dan menganalisis kapasitas dan peran para pihak dalam mendukung program pemberdayaan masyarakat di kawasan konservasi TNLL.

(38)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 27

BAB 4

ISU STRATEGIS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TNLL

su strategis dalam pengelolaan kawasan konservasi digali untuk mengungkap dan menetapkan target dan mengalokasikan prioritas, serta menentukan kebijakan yang akan diambil. Berdasarkan hasil analisis data kondisi fisik-ekologi, sosial ekonomi dan budaya masyarakat, data spasial, studi literatur dan hasil diskusi kelompok melalui FGD dirumuskan beberapa isu strategis terkait pengelolaan kawasan konservasi TNLL.

4.1 Penguatan Dukungan Masyarakat dan Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi

Dalam konteks pengelolaan kawasan taman nasional, Peran unit pengelola Balai Besar TNLL adalah menjalankan fungsi tata kelola, sebagaimana diamanatkan dalam PP 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Tugas dan fungsi unit pengelola adalah menyusun perencanaan, melaksanakan koordinasi, melaksanakan fasilitasi, melaksanakan pemantauan, evaluasi, pengawasan dan pengendalian terkait dengan pengelolaan hutan, melaksanakan bimbingan teknis, dan pendampingan dan pembinaan kepada kelompok tani atau pengelola perhutanan sosial.

Banyak pihak yang berkepentingan terhadap sumber daya dalam kawasan TNLL. Kepentingan masyarakat dan para pihak itu terhadap kawasan TNLL ada yang sejalan dengan tujuan konservasi namun terdapat juga bentuk kepentingan yang tidak sejalan dengan tujuan konservasi. Kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Pengelola TNLL terkait isu ini adalah:

1. Cakupan wilayah pengelolaan yang cukup luas

Luas wilayah pengelolaan Kawasan Konservasi TNLL adalah

215.733,7

Ha.

Secara administrasi, kawasan konservasi ini terletak di dua kabupaten, yakni Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi. Wilayah TNLL yang berada di Kabupaten Sigi

I

(39)

28 STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI yakni seluas 112.792,08 ha (52,28%), sedangkan di Kabupaten Poso adalah seluas 102.941,62 ha (47,72%).

Gambar 2. Peta wilayah pengelolaan TNLL

Wilayah yang luas ini menimbulkan konsekuensi dalam pengelolaan di antaranya membutuhkan sumber daya yang besar, biaya informasi dan kontrol yang tinggi. Pengelolaan sumber daya alam dengan situasi seperti ini membutuhkan strategi pengelolaan yang tepat, dan tidak boleh hanya mengandalkan semata pada kekuatan internal organisasi.

2. Akomodasi kepentingan masyarakat, para pihak, dan kepentingan kelestarian fungsi kawasan

Pengelolaan kawasan TNLL menerapkan pendekatan zonasi. Prinsip utama pengelolaan kawasan menerapkan pendekatan zonasi adalah mengatur hubungan manusia atau para pihak dengan sumber daya dalam kawasan TNLL melalui penetapan atau mengklasifikasikan wilayah dan menentukan bentuk pemanfaatannya. Zona atau ruang ditentukan berdasarkan hasil analisis spasial pengelompokan sumber daya yang mempunyai kemampuan dan karakteristik yang sama, dengan tujuan memberikan arah pengelolaan dan perencanaan menyeluruh pada suatu wilayah, yang membagi wilayah tersebut ke dalam zona- zona yang sesuai dengan peruntukan dan kegiatan yang bersifat saling

(40)

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI 29 mendukung (compatible) serta memisahkannya dari kegiatan yang saling bertentangan (incompatible) (Rustiadi et. al, 2004).

Zonasi pengelolaan TNLL dibagi ke dalam 6 zona yakni zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi, dan zona khusus.

Tiap zona tersebut memiliki peruntukan baik untuk kepentingan pelestarian fungsi kawasan maupun untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar kawasan TNLL.

Penetapan zonasi ini mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan para pihak. Saat ini telah banyak usulan dari masyarakat yang ada di desa penyangga untuk mendapatkan izin mengambil air bersih yang sumbernya dari dalam kawasan TNLL dimana in take pada sebagian usulan tersebut berada di dalam kawasan TNLL. Selain itu kehadiran masyarakat lokal /tradisional di sekitar kawasan yang telah turun temurun mengambil manfaat dari kawasan TNLL perlu diakomodir melalui penyediaan zona tradisional yang dapat memberikan man- faat ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya serta menjamin legitimasi keberada- annya dalam jangka panjang. Gambaran tentang zona pengelolaan TNLL disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Zonasi Pengelolaan TNLL

Referensi

Dokumen terkait

 Pasien wanita 18 tahun datang dengan keluhan nyeri telan sejak 1 tahun yang lalu, hilang timbul, Pada pemeriksaan pembesaran dikedua tonsil tapi tidak hiperemia,

Begitu juga pada software Systems Applications Product in Data Processing (SAP) dibandingkan terhadap pemakaian software yang lama dalam segi penggunaan aplikasi dalam

Tim penguji ujian akhir disertasi terdiri dari delapan orang yaitu: Pimpinan sidang (Direktur/Wadir 1/Wadir 2/ KPS) yang ditunjuk untuk mewakili), Promotor (satu orang)

Tujuannya adalah untuk mengetahui perkembangan penelitian studi ini, yaitu politik aliran pasca Orde Baru dengan mendiskusikan beberapa teori politik aliran dan ideologi

komersial pada tahun 1975. Kantor pusat Perusahaan terletak di Jl. Raya Cakung Cilincing KM 3,5 Jakarta 14130, sedangkan cabang-cabang Perusahaan terletak di

Uji t digunakan untuk mengetahui kelayakan hair tonic ekstrak buah apel dan madu untuk melembapkan kulit kepala berdasarkan skor penilaian sebelum dan sesudah

Perlakuan komposisi pemberian abu vulkanik Gunung Sinabung, arang sekam padi dan kompos jerami berpengaruh tidak nyata terhadap produksi umbi bawang merah,

Hasil dari analisa data menunjukkan bahwa : Pertama, inovasi yang dilakukan dosen dalam meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa dalam proses pembelajaran pada