• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang tak terpisahkan dari kehidupan demokrasi pasca Orde Baru di dua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sarana yang tak terpisahkan dari kehidupan demokrasi pasca Orde Baru di dua"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Studi ini mengkaji hasil pemilu legistatif tahun 2009 dan 2014, sebagai sarana yang tak terpisahkan dari kehidupan demokrasi pasca Orde Baru di dua komunitas Kauman dan Sangkrah Kota Solo. Proses pemilu dalam suasana penuh keterbukaan, kebebasan berpendapat dan berorganisasi, akan tetapi partai politik peserta pemilu dan preferensi politik di Kauman dan Sangkrah mengingatkan pada pola politik aliran di era 1955. Di Sangkrah menjadikan partai politik nasionalis sekuler memperoleh suara mayoritas. Sedangkan di Kauman dikenal sebagai komunitas santri, sebagai basis partai politik aliran keislaman.

Studi ini menempatkan arti pentingnya teori tentang pandangan dunia1 dan pola kebudayaan2 di komunitas masyarakat Jawa.3 Geertz mengkategorikan masyarakat Jawa menjadi tiga sub budaya dalam partisipasi terhadap penghayatan agama Islam,6 yaitu abangan, santri dan priyayi.7 Faith (1989) Indonesia memiliki budaya politik yang dominan yaitu aristokrasi Jawa dan wiraswasta

1 Pandangan dunia mengandung berbagai gagasan tentang kepercayaan dan ritus religius yang

saling meneguhkan. Pandangan dunia secara emosional dibuat dapat diterima dengan sebuah gambaran tentang masalah masalah aktual dari cara hidup yang merupakan suatu ekspresi otentik. (Geertz: Kebudayaan dan Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1992, hal. 10). Pandangan dunia mengenai kenyataan apa adanya, konsep tentang alam, diri dan masyarakat

2 Pola-pola kebudayaan adalah sistem simbol sebagai sumber informasi yang ekstrinsik ke dalam

(menuju) dunia inter subyektif dari pemahaman bersama. Pola kebudayaan menyediakan berbagai program. Seperti pranata (keraton) sebagai proses sosial dan psikologis yang membentuk tingkah laku publik. (Geertz: Kebudayaan dan Agama,Kanisius, Yogyakarta, 1992, hal. 10)

3 Jawa adalah kelompok etnik terbesar di Asia Tenggara, dengan jumlah populasi lebih dari empat

puluh persen dari dua ratus delapan puluh juta penduduk Indonesia, sebagaian besar orang Jawa atau hampir 90% persen penduduknya beragama Islam, namun secara kultural berbeda-beda dalam penghayatan terhadap Islam.

6

Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, Pustaka Jaya,1981 Jakarta.

7 Ajaran Islam sebagai dasar pokok dari tingkah laku manusia dalam segala segi, abangan adalah

kaum tani Jawa. Priyayi adalah kaum aristokratnya, bagi abangan dan priyayi agama hanya salah satu aspek dari kehidupan yang lebih kurang.

(2)

2 Islam.8Koentjaraningrat (1994) berpendapat bahwa religi orang Jawa terbagi dalam agama Jawi yang bersifat sinkritis menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu dan Islam. Sedangkan santri yaitu mengakui dan menjalankan ajaran Islam lebih taat.9 Mulder (2001) membagi varian pemeluk dalam Islam menjadi orang putihan abangan. Putihan yaitu seseorang menjalankan peribadatan Islam dengan sungguh-sungguh dan abangan orang yang tidak menjalankan peribadatan Islam.10 Kemudian Woodward (2008) membagi masyarakat di Jawa sebagai masyarakat Islam, Islam normatif dan kebatinan.11

Pola-pola makna dan pengetahuan di masyarakat Jawa oleh Geertz direproduksi menjadi kristalisasi ideologi yang terekspresi dalam bentuk sikap-sikap masyarakat dan dalam kadar tertentu mampu menuntun masyarakat untuk melakukan tindakan atau perubahan.12 Ideologi merupakan pencarian sebuah kerangka simbolis yang merumuskan, memikirkan, mereaksi terhadap masalah-masalah politis.13 Ia merupakan perwujudan strategi dengan memberikan tanggapan terhadap ketegangan kultural, sosial dan psiko-politis. Kemudian berusaha untuk merepresentasikan situasi-situasi atau ketegangan sosial yang sulit dipahami untuk direproduksi menjadi lebih bermakna, ideologi itu merupakan

8 Faith dalam Nazaruddin Sjamsudin, Integrasi Politik di Indonesia, Jakarta, Gramedia, 1989.

Hal 34

9

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, Jakarta , 1994

10 Mulder, Mistisisme Jawa: Ideologi Indonesia, LKiS, Jogjakarta, 2001, hal. 7

11 Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan, LKiS, Jogjakarta,

2008, hal. 3

12 Geertz, Politik Kebudayaan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta 1992, hal 73. 13

Dalam bentuk nasionalisme, marxisme, liberalisme, populisme, rasisme, kaisarisme, ekklesiatisisme, atau berbagai tradisionalisme yang dibangun kembali (campur aduk) yang sangat giat dilakukan. (Geertz, Politik Kebudayaan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta 1992, hal 34).

(3)

3 peta, matriks atau cetak biru tentang kenyataan sosial yang problematis.14 Artinya ideologi merupakan demensi kebudayaan yang membenarkan, mengacu pada bagian kebudayaan yang secara aktif memusatkan diri kemapanan dan pertahanan pola-pola kepercayaan nilai. Ideologi cenderung menjadi tumpukan tradisi yang bersaing, secara kebetulan menjadi kerangka-kerangka politis, direka menjadi kerangka kerja organis memperkembangkan peradaban- peradaban.15 Deversitas kebudayaan dan agama Jawa mempresentasikan keberagaman dan membentuk dasar bagi struktur sosial dan organisasi politik.16

Pengorganisasian partai politik tumbuh dan berkembang sejak jaman pergerakan nasional seiring dengan proses pembentukan negara Indonesia yang berawal dari politik etis.17 Pemerintah kolonial Belanda mengindoktrinisasi pendidikan dan kebudayaan barat kepada penduduk pribumi yang dirancang sebagai elit baru yang memimpin masyarakat Indonesia. Gagasan politik asosiasi adalah bahwa Jawa (Indonesia) yang modern tidak akan menjadi negara Indonesia Islam atau Indonesia adat maka Indonesia yang disebut westernized Indonesia. Indonesia yang dibaratkan.18

Bagi Geertz, pemilihan umum adalah arena memasukkan kesadaran politis modern ke dalam masyarakat, memberikan rangsangan dan pemeliharaan permasalahan pemerintahan tentang berbagai kepentingan rakyat atau sebagai dasar untuk melihat peristiwa masa depan. Akan tetapi sebagian besar perasaan

14 Geertz, Politik Kebudayaan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1992, hal. 32-33. 15 Ibib, hal 63.

16 Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, LKiS, Jogjakarta, 2008, hal

45-46.

17 Shiraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Grafiti, Jakarta, 1997. 18 Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan, Jepang,

(4)

4 kolektif yang melembaga pada dasarnya masih tetap bersifat primordial. Berbagai macam kepentingan memperhatikan yang diasimilasikan atau disosialisasikan dengan ikatan-ikatan primordial.19 Untuk itu perlu dilihat orang tua-orang tua, tokoh tradisional, ke adat-adat atau legenda atau kecendikiawan sekuler, ke generasi penerus ke peristiwa yang sedang berlangsung atau media massa.20 Artinya setiap kontestasi partai politik dalam pemilihan umum dilatarbelakangi dengan simbol kultural dan perasaan simbolik politik itu, kemudian oleh Geertz simbol kultural (primordial ) di reproduksi menjadi ideologi partai politik yang lebih dikenal sebagai teori politik aliran.

Persaingan diantara aliran-aliran politis,dengan menyajikan usaha-usaha penggambaran dari hal-hal yang tidak terlihat ke dalam perubahan konseptual yang direproduksi menjadi bentuk-bentuk kultural yang tampak, sebagai bentuk perjuangan untuk meraih kekuasaan, tempat, privilege, kemakmuran, nama baik, dan segala sesuatu yang lainnya sebagai imbalan-imbalan nyata dalam hidup .21

Oleh karena itu, Gaffar menguatkan pendapat Geertz pola pembentukan dukungan dan mobilisasi politik setiap periode pemilu lebih tepat menggunakan pendekatan kultural daripada pendekatan struktural.22 Maka organisasi pergerakan di awal bad XX dapat dipahami sebagai produksi dari spesifikasi kebudayaan yang terdiri dari seluruh aspek sosial dan budaya. Identitas setiap organisasi merupakan produk dari katagori sosial dan keberadaanya terkait erat dengan katagorisasi budaya dan akulturasi.23

19 Geertz, Politik Kebudayaan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1992, hal. 92. 20Ibid, hal. 72.

21 Geertz , Politik Kebudayaan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1992, hal. 73.

22 Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,hal. 95-96. 23

Di awali oleh Budi Utomo yang secara pengorganisasian menerapkan pola rasionalisasi Barat (Eropa). Namun tetap mencita-citakan kekuatan ekonomi dan budaya Jawa sebagai bangunan sosialnya. Kemudian Sarekat Islam sebagai partai Islam pertama yang menyadari nilai Islam sebagai ideologi alternatif. Indische Partij yang didirikan oleh tiga serangkai Douwes Dekker,

(5)

5 Pada awal abad XX bermunculan berbagai organisasi pergerakan, kemudian di era kemerdekaan Indonesia proses pembentukan partai politik yang pertama ditandai dengan dikeluarnya maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945 tanggal 16 Oktober 1945.24 Adalah serangkian proses berbagai aliansi partai politik sebagai cerminan ideologi atau kepercayaan yang mempresentasikan serangkain aliansi di mana suatu kelompok berposisi terhadap pemimpin yang mengutamakan kepentingan nasional. Jadi legitimasi kultural, diperoleh melalui aneka ragam kehendak dan tujuan yang heterogen untuk secara bersama-sama mencapai satu tujuan tunggal tentang pandangan dunia yang adil dan alamiah. Geertz memaknainya sebagai berananeka aliran politik terekspresi dalam bentuk partai-politik yang beridentitas Islam, Nasionalis dan Komunis dan pada hakekatnya semakin memperjelas polarisasi kebudayaan partai politik di Indonesia.

Bagi Geerzt partai politik merupakan peneguhan atau penanggalan konsepsi umum tentang pandangan dunia. Suatu aspek perjuangan ideologi atau kepercayaan yang melibatkan transformasi pemahaman melalui kritik terhadap

Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat, dengan tujuan memperjuangkan suatu nasionalisme Hindia Timur untuk mencapai kemerdekaan dari kolonialisme. Keanggotaanya terbuka bagi semua orang yang menganggap tanah Hindia sebagai tanah airnya tanpa membedakan ras dan warna kulit. Kemudian berdirilah Perhimpunan Indonesia (PI). Dengan ideologi sosialisme untuk mencapai Indonesia Merdeka, dengan strategi untuk mencita-citakan perubahan politik, suatu masyarakat yang adil dan manusiawi akan tumbuh dan berkembang melalui upaya-upaya masa rakyat yang tertindas secara ekonomi. Pada tahun 1914 berdirilah Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) yang beberapa tahun kemudian bermetamorfosa menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menjadi gerakan politik paling radikal dan ideologi marxisme memikat bagi pergerakan. Setelah era PKI munculah Partai Nasional Indonesia (PNI), didirikan pada 4 Juli 1927 yang dipimimpin oleh Sukarno. PNI memberikan perspektif baru yang menyatukan gerak politik kepartaian berbagai jenis orientasi. (Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Grafiti, Jakarta. 1997, A.K. Pringgodigwo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1984, hal. 12, William, Arit dan Bulan Sabit: Pemberontakan Komunis 1926 di Banten, Syarekat, Yogyakarta,2003, hal 3).

24Meminjam pendapat Gramci berdirinya partai politik sebagai akibat dari kebijakan direspon

dengan pendirian partai politik dan sebagai ekspresi budaya yang termanisfestasikan dalam aliran-aliran ideologi. Poros ini dipahami sebagai representasi ide, makna dan praktik ideologi di Indonesia. Meskipun masing-masing kelompok ideologi mengklaim sebagai kebenaran yang universal, namun realitasnya beridentitas kelompok sosial tertentu. (Barker, op.cit, hal. 62).

(6)

6 ideologi atau kepercayaan yang lain.25 Penyederhanaan partai politik di era Orde Baru menggunakan pendekatan basis massa kultural yang telah direproduksi menjadi ideologi.26 Partai politik dikelompokan menjadi tiga kategori partai politik yang beridentitas nasionalis, Islam (spiritual) dan kekaryaan .27

Dalam perspektif legitimasi Orde Baru, strategi produksi kebijakan dengan yang mengekspresikan berbagai sumber daya (kultural dan ekonomi) dengan melakukan upaya agar partai-partai politik berkelompok sesuai pola pemikiran penguasa. Namun pada akhirnya partai-partai politik dapat berperan aktif atau menerima secara sadar dengan kepatuhan terhadap konstruksi penyederhanaan partai politik sesuai ikatan ideologis sampai berakhirnya dominasi Orde Baru, pada 19 Mei 1999.

Berakhirnya Orde Baru lahirlah orde yang menamakan dirinya Orde Reformasi, memunculkan perubahan kebijakan dengan diawali proses wacana di ruang publik. Para tokoh politik mengorganisasikan diri dan membangun wacana melalui opini di masyarakat. Kebebasan untuk mengembangkan diri dan memperdebatkan tentang arah dan tujuan masyarakat pasca tumbangnya Orde Baru.

25

Misalnya Masyumi merupakan representasi partai politik yang berideologi Islam bertujuan untuk mengimplemantasikan Islam secara utuh, meskipun dalam perkembangnnya kemudian partai ini juga terpolarisasi berbagai pemahaman yang berbeda, dengan diawali ketidak sepakatan dengan keluarnya PSII pada tahun 1947, kemudian disusul oleh Nahdatul Ulama tahun 1952 sebagai representasi Islam tradisionalis. Di sisi yang lain Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan kelompok partai yang tidak mendasarkan agama dan beraliran nasionalis, sosialis dan komunis. (Deliar Noer,

Partai Islam di Pentas Nasional, Jakarta: Grafiti Pers, 1987 )

26Isu-isu atas nama Islam menjadi semangat penumbangkan Orde Lama, sehingga kemenangan

Orde Baru kemenangan Islam. Dapat dipahami jika isu ideologi Islam dalam hal ini adalah Piagam Jakarta sempat mengemuka di samping mendirikan Masyumi ataupun Partai Islam Indonesia. Pemerintah Orde Baru tidak mengijinkan semua aspirasi, tapi justru melakukan kontrol lebih kuat terhadap kekuatan terhadap kekuatan politik. (Dhurorudin Mashad, Akar

Konflik Politik Islam di Indonesia, Jakarta, Pustaka Al-Kausar, hal. 82).

27

Produk dari kebijakan tersebut pada 4 Maret 1970 terbentuk golongan nasionalis sebagai gabungan dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Selanjutnya dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dan disisi lain empat; partai Islam Nahdatul Ulama NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan Perti menggabungkan diri dalam kelompok spiritual yang selanjutnya dinamakan diri Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sedangkan Golkar sebagai partai pemerintah yang berbentuk kekaryaan berasaskan Pancasila.

(7)

7 Reformasi adalah proses secara terus menerus untuk menemukan konsensus sosial dan politik, dengan membedakan antara satu diskursus dengan diskursus lain. Era reformasi menawarkan kemungkinan bagi perluasan diri dan perbaikan kondisi masyarakat melalui berbagai perbandingan antara berbagai hal aktual yang berlainan. Reformasi menumbuh kembangkan pemikiran-pemikiran sebagai arena tumbuh dan menguatnya pandangan dunia yang menarik untuk perbaikan sosial politik, hal ini terjadi karena semakin berkembangnya diskursus yang di ruang publik sehingga dapat menambah pilihan kebijakan yang lebih sesuai dengan kondisi dan situasi bagi munculnya keyakinan dan keiinginan yang dimunculkan oleh berbagai wacana yang ada di masyarakat. Akibatnya lebih mendorong dan mendengarkan suara kelompok-kelompok di luar struktur kekuasaan yang dimungkinkan telah mengalami penderitaan atau ketidakadilan sosial, di mana penghindaran dari penderitaan dan ketidakadilan diimani sebagai nilai kebaikan politik tertinggi.28

Meskipun demikian kelahiran partai politik29 di era reformasi merupakan bagian dari apa yang disinyalir Geertz sebagai kelanjutan dari berbagai aliran ideologi. Berbagai kekuatan yang memperebutkan Islam sebagai basis sosial sekaligus ideologi bisa dikategorikan berbagai kelompok. Secara klasik terdapat di katagorikan ke dalam, sinkritisme di satu sisi serta Islam tradisional dan modern di sisi yang lain.30

28 Ibid, hal. 396.

29

Pertama, kelompok nasionalis yang mendapat kelembagaan melalui PDI Perjuangan, PNI Marhanis, Partai Patriot Pancasila, Partai Pelopor dengan basis sosial pemilih dalam masyarakat bertumpu pada kaum abangan yang menjadi basis sosial Partai Nasional Indonesia. Kedua, Partai Golkar, Partai Demokrat sekalipun secara ideologi berdasarkan Pancasila dan didukung oleh infrastruktur yang sudah mapan, sumber daya manusia yang kuat dan kesatuan basis material merupakan elemen yang akan mendukung eksistensi partai ini. Ketiga, kekuatan politik Islam yang menemukan kelembagaan dalam beberapa partai PBB, PKS, PAN, PPP.

30

(8)

8 Proses dinamika kepartaian dapat di satu sisi dipahami dalam konteks strategi di mana pandangan dunia dan kekuasaan kelompok sosial sebagai panutan masih dipelihara baik Pancasila ataupun Islam dan disi lain dilihat secara relasional dan inheren yang tidak selalu terjadi kestabilan proses negoisasi ulang.

Oleh karena itu, budaya politik sebagai lahan perbedaan ideologi dan perjuangan mencapai pemaknaan-pemaknaan. Ide kultural kepartaian tercermin dalam partai politik cenderung mengikuti struktur sosial di Jawa yang oleh Geerzt dikatagorikan menjadi tiga aliran abangan, santri dan priyayi. Kemudian banyak digunakan oleh para pakar politik untuk memahami dinamika pilihan politik masyarakat dalam pemilihan umum.

Studi ini berusaha untuk menelusuri dinamika politik aliran meskipun politik aliran dalam rentang empat dekade otoritarianisme Orde Baru, secara sistematis telah membatasi kebebasan partai politik dan hak berpolitik masyarakat. Namun hasil pemilihan umum di era pasca Orde Baru yang dilaksanakan dengan penuh semangat berdemokrasi, partai politik peserta pemilu maupun hasil pemilu tahun 2009 dan 2014 ternyata tidak jauh berbeda dengan pemilu 1955.

Kehadiran era reformasi begitu mendadak dan bahkan tidak terprediksi sebelumnya, disambut dengan antusias oleh masyarakat Indonesia. Bahkan melahirkan 141 partai politik dengan sistem demokrasi liberal. Kelahiran partai politik merupakan paradoks orde baru sebagai orde dengan pendekatan deparpolisasi dan depolitisasi yang sangat massif yang hanya mengenal tiga

(9)

9 partai Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia.

Otoritarianisme selama empat dekade, baik di era demokrasi terpimpin maupun demokrasi Pancasila ala Orde Baru, secara subtansi mampu membatasi kebebasan berpolitik, akan tetapi ekspresi dari partai-partai masa lalu, kembali memasuki ranah politik setelah tahun 1998. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI–P) sebagai kelanjutan dari Partai Nasional Indonesia (PNI) adalah partai nasionalis sekuler mengidentifikasikan dengan pada kharisma Soekarno. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan kelanjutan dari partai pendahulunya yaitu Nahdatul Ulama (NU), menggunakan sebagian besar jaringan pedesaan dan para kyai-kyai kharismatik di pondok-pondok pesantren. Sedangkan modernis Masyumi memiliki penerus yaitu PBB , sebagian PPP , PAN , PKS.

Meskipun politik aliran yang terjadi belakangan ini berbeda dengan yang ada pada tahun 1950-an, namun secara umum masih terstruktur ke dalam sistem partai. Membedakan antara abangan dan santri, seperti disampaikan oleh Geertz bagaikan membedakan antara pengikut sekularis dan Islam politik. Tidak kalah penting adalah katagorisasi penataan sistem partai secara keseluruhan sejak tahun 1998 dengan memisahkan antara sekuler dan Islam. Untuk memahami secara memadai tentang partai politik Indonesia Pasca Orde Baru sejak tahun 1998 apakah masih dapat dijelaskan dengan mengacu pada pengertian tentang aliran.

Pemilu 2009 dan 2014, partai politik peserta pemilu dapat dikatagorikan menjadi partai politik sekuler dan Islam. Meskipun terdapat beberapa perbedaan dengan Pemilu 1955. Namun realitasnya politik aliran masih tetap lestari dalam

(10)

10 sistem kepartaian. Memunculkan pertanyaan, bagaimana realitas politik aliran dalam pemilu legislatif pasca Orde Baru? Apakah ada pergeseran preferensi politik di Sangkrah dan Kauman ditinjau dari perspektif politik aliran dalam pemilu pasca Orde Baru ?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah dikemukakan di atas. Penelitian ini betujuan untuk memahami dinamika politik aliran dalam pemilu legislatif tahun 2009 dan 2014 di tingkat lokal dan pergeseran preferensi politik di Kampung Sangkrah dan Kauman ditinjau dari perspektif politik aliran dalam pemilu pasca Orde Baru.

C. Manfaat Penelitian

Pemahaman teoritik yang dihasilkan dalam studi ini diperolehnya yang lebih komprehensif tentang proses terjadinya politik aliran di era demokrasi Pasca Orde Baru .

Studi ini fokus pada politik aliran yang cenderung konsisten setelah mengalami beberapa kali pemilihan umum bagi pemilih yang berlatar belakang ideologi partai Sekuler dan Islam meskipun dihadapkan sistem politik yang secara elementer telah mengalami perubahan-perubahan.

Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat mengisi kajian tentang politik aliran di kota Solo dan melalui penelitian ini pula diharapkan dapat diperoleh sumbangan pemikiran konstrukstif mengenai preferensi politik aliran yang telah dikembangkan sebagai alat analisis sejak pemilihan umum 1955.

(11)

11

D. Sistematika Penulisan

Penulisan disajikan dalam tujuh bab. Bab pertama merupakan pendahuluan berisikan latar belakang masalah atau konteks penelitian, masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab dua menyajikan analisis kajian pustaka yang relevan dengan penelitian ini. Tujuannya adalah untuk mengetahui perkembangan penelitian studi ini, yaitu politik aliran pasca Orde Baru dengan mendiskusikan beberapa teori politik aliran dan ideologi partai politik yang berguna membuka perspektif dan wawasan penelitian. Untuk mendapatkan pemecahan terhadap fokus studi ini, penulis menggunakan metode induksi kualitatif dengan menempatkan subyek penelitian sebagai sumber untuk memahami data sebagaimana yang dipahami oleh aktor sosial.

Bab tiga akan menjelaskan tentang sistem kepartaian Indonesia di era pasca Orde Baru. Partai-partai politik tidak sepenuhnya didirikan atas dasar keyakinan agama tertentu. Partai politik terbagi ke dalam dua kategori, yakni partai sekuler yaitu Partai Golkar, PDI P, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Hanura,Partai Nasdem. Sedangkan Partai Islam yaitu PKB, PPP, PAN dan PKS. Namun demikian beberapa partai baru merupakan metamorfosis dari partai-partai lama, seperti PDI-P merupakan kelanjutan PNI, PKB kelanjutan dari partai-partai NU, adapun PPP, PAN, PKS adalah kelanjutan partai Masyumi.

Bab empat merupakan deskripsi kota Solo khususnya kebudayaan orang Solo. Kebudayaan memiliki makna penting dalam penelitian ini, karena berkaitan dengan kesadaran subyektif masyarakat dan pandangan dunia. Dijelaskan proses

(12)

12 perkembangan pembentukan kota Solo dari jaman kerajaan, kolonial dan sampai kemerdekaan. Bab lima, mendeskripsikan karakter sosial ekonomi dua kampung yang menjadi obyek dalam penelitian ini yaitu kampung Sangkrah dan Kauman.

Bab enam membahas tentang nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Kauman dan Sangkrah dalam merespon proses pemilu pasca Orde Baru. Bab ini memuat perbedaan karakter atau nilai-nilai komunitas Kauman dan Sangkrah dalam merespon isu-isu politik dalam pemilihan umum. Sedangkan bab tujuh merupakan kesimpulan politik aliran dan masa depan politik aliran pasca Orde Baru .

Referensi

Dokumen terkait

Relasi keruangan merupakan kemampuan untuk memahami bentuk suatu benda atau bagian – bagian dari benda tersebut serta memahami hubungan antara bagian yang satu

Dalam penelitian ini bentuk penelitian yang digunakan yaitu studi hubungan ( interrelationship studies ) untuk mengetahui hubungan antara kemampuan membaca pemahaman

This current research examined the effect of different amount of coastal sediment on nutrient availability and maize production on Entisols, West Kalimantan.. The

[r]

Analisis Ija>rah dan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2012 Terhadap Pemilik Kartu Parkir Berlangganan Yang Masih Ditarik Biaya di Gateway Waru Sidoarjo

2) Benda wakaf dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang panjang, tidak habis dalam sekali pakai, hal ini dikerenakan wakaf itu lebih mementingkan manfaat dari

Penelitian yang dilakukan oleh Burger dan Cannistra ini menyatakan, meskipun angka respon terhadap bevacizumab tunggal adalah rendah pada beberapa jenis tumor namun

Model belajar Hebb disebut sebagai Hebbian Learning dengan cara pengulangan stimulus yang sama sehingga respon otak akan semakin cepat dalam