SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Manajemen
Oleh :
0412010020 / EM
LUQMAN NAWANG K.
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
i
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengaruh Ekuitas Merek dan Minat Beli Minuman
Ringan Bersoda Coca Cola di Surabaya Utara.”
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam rangka menyelesaikan studi dan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata-1
di Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin N, MM., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS., Ketua Program Studi Manajemen
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu. Dra. Ec. Dwi Widajati, MM., yang telah mengarahkan dan meluangkan
waktu guna membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
5. Seluruh staf Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah
ii
7. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, terimakasih.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang menbangun akan penulis terima dengan senang
hati demi sempurnanya skripsi ini.
Surabaya, Juni 2010
iii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Penelitian Terdahulu ... 8
2.2. Landasan Teori ... 10
2.2.1. Konsep Pemasaran ... 10
2.2.2. Pengertian Perilaku Konsumen ... 10
2.2.2.1.Pengertian Perilaku Konsumen ... 11
2.2.2.2.Presepsi Konsumen ... 12
2.2.2.3.Sikap Konsumen ... 13
2.2.3. Strategi Pemasaran ... 15
iv
2.2.4.1.Pengertian Minat Beli ... 18
2.2.5. Merek ... 20
2.2.5.1.Ekuitas Merek ... 24
2.2.5.2.Asosiasi Merek ... 27
2.2.5.2.1. Nilai atau Manfaat Asosiasi ... 27
2.2.5.2.2. Tipe Asosiasi ... 29
2.2.5.2.3. Daya Dukung Asosiasi-asosiasi Merek ... 32
2.2.5.2.4. Keunikan Asosiasi-asosiasi Merek .... 33
2.2.5.2.5. Interaksi Antara Karakteristik Asosiasi-asosiasi Merek ... 34
2.2.5.2.6. Kesesuaian Asosiasi-Asosiasi Merek ... 34
2.2.5.3.Strategi Merek ... 35
2.2.6. Konsep Ekuitas Merek (Brand Equity) ... 38
2.2.7. Kesadaran Merek (Brand Awareness) ... 39
2.2.8. Asosiasi Merek (Brand Association) ... 39
2.2.9. Kesan Kualitas (Perceived Quality) ... 40
2.2.10. Kesetiaan Merek (Brand Loyalty) ... 41
2.2.11. Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Minat Beli ... 42
v
3.1. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel ... 46
3.1.1. Definisi Operasional Variabel ... 46
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 49
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 49
3.2.1. Populasi ... 49
3.2.2. Sampel ... 50
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 50
3.3.1. Jenis Data ... 50
3.3.2. Sumber Data ... 51
3.3.3 Pengumpulan Data ... 51
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 51
3.4.1. Teknik Analisis SEM ... 51
3.4.2. Asumsi Model (Structural Equation Model) ... 53
3.4.3. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 56
3.4.4. Pengujian Model dengan One-Step Approach ... 56
3.4.5. Pengujian Model dengan Two-Step Approach ... 56
3.4.6. Evaluasi Model ... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 63
vi
4.2.2. Deskripsi Variabel Ekuitas Merek (X) ... 66
4.2.3. Deskripsi Variabel Minat Beli (Y) ... 69
4.3. Deskripsi Hasil Analisis Dan Uji Hipotesis ... 70
4.3.1. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas ... 70
4.3.2. Evaluasi atas Outlier ... 71
4.3.3. Deteksi Multicollinierity dan Singularity ... 72
4.3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 73
4.3.5. Pengujian Model Dengan One-Step Approach ... 76
4.3.6. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 78
4.4. Pembahasan ... 79
4.4.1. Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Minat Beli ... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
5.1. Kesimpulan ... 81
5.2. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA
vii
Tabel 3. 1. Kriteria Goodness of Fit Indices ... 59
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 65
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65
Tabel 4.3. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Kesadaran Merek(X1) ... 66
Tabel 4.4. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Asosiasi Merek (X2) ... 67
Tabel 4.5. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Kesetiaan Merak (X3) ... 68
Tabel 4.6. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Minat Beli (Y) 69 Tabel 4.7. Hasil Pengujian Normalitas ... 71
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Outlier Multivariate ... 72
Tabel 4.9. Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis ... 73
Tabel 4.10. Pengujian Reliability Consistency Internal ... 74
Tabel 4.11. Construct Reliability & Variance Extrated ... 76
Tabel 4.12. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices ... 77
viii
Gambar 2.2 Ekuitas Merek ... 26
Gambar 2.3 Nilai Asosiasi Merek ... 28
Gambar 3.1 Model Pengukuran Faktor brabd awareness ... 53
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2 Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Ekuitas Merek (X) dan
Minat Beli (Y)
Lampiran 3. Hasil Pengujian Normalitas
Lampiran 4 Hasil Pengujian Outlier
Lampiran 5 Hasil Pengujian Validitas Standardize faktor loading dan
construct dengan confirmatory factor analysis
Lampiran 6 Hasil Pengujian Reliabilitas Consistency Internal
Lampiran 7 Hasil Pengujan Construct Reliability dan Variance Extraced
Luqman Nawang K.
ABSTRAKSI
Kesadaran merek mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian dengan mengurangi tingkat resiko yang dirasakan atas suatu merek yang diputuskan untuk dibeli. Semakin kecil tingkat perceived risk suatu merek, semakin besar keyakinan pelanggan atas keputusan pembeliannya. Kesadaran kualitas menunjukkan keunikan tertentu suatu merek dibanding, merek produk pesaing. Dengan keunikan inilah pelanggan memilliki alasan pembelian (reason to buy) dan membuatnya yakin dan percaya diri atas keputusan pembeliannya.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ekuitas merek terhadap minat beli minuman ringan bersoda Coca Cola (Studi Kasus pada Pelajar SMU di Surabaya Barat).
Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar SMU yang pernah berkeinginan untuk mengkonsumsi minuman ringan bersoda Coca Cola. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Multi Stage
Cluster Random Sampling, sehingga sampel yang digunakan adalah 120 responden. Teknik analisis digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM).
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Structural Equation
Modeling (SEM) diperoleh kesimpulan bahwa Ekuitas merek berpengaruh positif terhadap minat beli minuman ringan bersoda Coca Cola di Surabaya.
1.1. Latar Belakang Masalah
Merek bukan hanya sebuah nama, simbol, gambar atau tanda yang
tidak berarti. Merek merupakan identitas sebuah produk yang dapat dijadikan
sebagai alat ukur apakah produk itu baik dan berkualitas. Konsumen melihat
sebuah merek sebagai bagian yang paling penting dalam sebuah produk, dan
merek dapat menjadi sebuah nilai tambah dalam produk tersebut (Kotler,
2004:285). Karena itu merek merupakan aset penting dalam sebuah bisnis.
Meskipun merek bersifat intangible, tapi nilai sebuah merek lebih dari pada
sesuatu yang tangible.
Persaingan di era globalisasi akan semakin mengerahkan system
perekonomian ke arah yang pada akhirnya memposisikan pemasar untuk
selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Salah satu aset untuk
mencapai hal itu adalah produk yang dewasa ini berkembang menjadi
sumber aset terbesar bagi perusahaan. Dalam kondisi pasar yang konpetitif
preferensi dan loyalitas pelanggan adalah kunci kesuksesan. Dengan
demikian, pemasaran dewasa ini merupakan pertempuran persepsi konsumen
dan tidak lagi sekedar pertempuran produk.
Karena Merek bukan hanya sebuah nama, simbol, gambar atau tanda
yang tidak berarti. Merek merupakan identitas sebuah produk yang dapat
Konsumen melihat sebuah merek sebagai bagian yang paling penting dalam
sebuah produk, dan merek dapat menjadi sebuah nilai tambah dalam produk
tersebut (Kotler, 2004:285).
Brand disebut juga dengan pelabelan, brand memiliki kekuatan untuk
membantu penjualan. Demikian pula bahwa brand dihubungkan dengan
sebuah kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang
dipercaya tidak saja untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun dapat
memberikan kepuasan yang lebih baik dan jaminan. Brand banyak
membantu perusahaan besar menguasai pasar, konsumen justru lebih hafal
nama brand dari pada merek barang itu sendiri. (Soemanagara, 2006:98)
Dari komunikasi, merek bisa menjanjikan sesuatu, bahkan lebih dari
janji, merek juga mensinyalkan sesuatu (brand signaling). Merek akan
mempunyai reputasi jika ia memiliki kualitas dan karisma. Agar memiliki
karisma, merek harus mempunyai aura, harus konsisten, kualitasnya harus
dijaga dari waktu ke waktu, selain tentunya juga harus mempunyai
kredibilitas.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan
penetrasi pasar dan reinforce product atau jasa salah satunya dilakukan
dengan cara branding. Istilah ini cukup popular dikalangan marketing karena
memberikan efek yang besar terhadap peningkatan penjualan. Branding
adalah sebuah usaha untuk memperkuat posisi produk dalam benak
kosnumen yang dilakukan dengan cara menambah equity dari nama
Salah satu merek atau produk yang dominan dalam pasar di Indonesia
sebagai salah satu contoh adalah minuman ringan bersoda, konsumen
membeli minuman ringan bersoda ini dapat saja bukan air sodanya yang
diharapkan, karena produk ini terlebih dahulu popular sebelumnya, sehingga
apapun merek minuman ringan bersoda telah banyak dipasaran. Berikut ini
adalah data peringkat produk minuman ringan bersoda yang terdapat pada
Majalah SWA berikut ini:
Tabel 1.1.
Peringkat Minuman Ringan Bersoda Tahun 2006 s/d 2008
No. Tahun Peringkat Total Skor Sumber: Majalah SWA 2006 s/d 2008
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa peringkat
minuman ringan bersoda pada tahun 2006 minuman ringan bersoda merek
Coca Cola menduduki peringkat pertama dengan total skor kepuasan sebesar
167,5 %, tetapi pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 minuman ringan
kedua dalam peringkat merek-merek paling memuaskan berdasarkan ICSA
Index di majalah SWA dengan total skor kepuasan pada tahun 2007 sebesar
37,0 % dan tahun 2008 sebesar 31,4 % dibawah peringkat Fanta.
Tingginya minat konsumen terhadap produk tersebut juga disebabkan
karena Coca-Cola menyadari bahwa sebagai merek yang menjadikan kawula
muda sebagai target pasar utama tersebut mau tidak mau harus terus
beradaptasi terhadap perkembangan di lingkungan konsumennya, sehingga
menargetkan untuk tetap relevan dengan konsumen pada masa tertentu.
Sebagaimana yang dilakukan oleh PT Coca-Cola Indonesia (CCI) yakni
dengan menggelar event-event di sekolah-sekolah dengan harapan
membangun kebiasaan calon konsumen untuk melihat dan menerima
informasi mengenai produk Coca-Cola secara maksimal agar mampu
meningkat minat beli dari berbagai segmen konsumen, dengan adanya
tingkat kepuasan yang tinggi dari konsumen maka konsumen tersebut juga
akan membeli produk untuk yang kedua kalinya serta mempunyai minat
yang lebih untuk selalu mengkonsumsinya.
Sehingga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa "Brand equity
can affect customer's confidence in the purchase decision" (Aaker 1991:16).
Kesadaran merek mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan
pembelian dengan mengurangi tingkat resiko yang dirasakan atas suatu
merek yang diputuskan untuk dibeli. Semakin kecil tingkat perceived risk
suatu merek, semakin besar keyakinan pelanggan atas keputusan
pembeliannya. Kesadaran kualitas menunjukkan keunikan tertentu suatu
merek dibanding, merek produk pesaing. Dengan keunikan inilah pelanggan
percaya diri atas keputusan pembeliannya. Aaker (1991:112) menyatakan
bahwa asosiasi merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas
keputusan pembelian melalui penciptaan kredibilitas merek yang balk di
benak pelanggan. Merck dengan kredibilitas yang balk menciptakan
kepercayaan yang besar atas merek tersebut.
Asosiasi merek juga dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan
atas keputusan pembelian melalui penciptaan benefit association yang positif
di benak pelanggan. Positive beliefit association on mampu memberikan
reason to hung yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas
keputusan pembelian Schiffman & Kanuk (2000:141) menambahkan bahwa
brand association yang postif mampu menciptakan citra merek yang sesuai
dengan keinginan sehingga dapat menciptakan rasa percaya diri pelanggan
atas keputusan pembelian merek tersebut. Aaker (1991:40) menyatakan
bahwa tingkat brand loyalty tinggi, yaitu komitmen pelanggan yang kuat atas
merek dapat menciptakan rasa percaya diri yang besar pada pelanggan saat
mengambil keputusan pembelian (Assael, 1992:89).
Karena Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek
yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah
atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada
perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker (2001:165), ekuitas merek dapat
dikelompokkan dalam 4 kategori: 1. Kesadaran Merek (Brand Awareness), 2.
Asosiasi Merek (Brand Associations), 3. Persepsi Kualitas (Perceived
Ekuitas merek berhubungan dengan nama merek yang dikenal, kesan
kualitas, asosiasi merek yang kuat dan asset-asset lainnya seperti paten dan
merek dagang. Jika pelanggan tidak tertarik pada satu merek dan membeli
karena karakteristik produk, harga kenyamanan, dan dengan sedikit
mempedulikan merek, kemungkinan ekuitas merek rendah. Sedangkan jika
para pelanggan cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapkan pada
para pesaing yang menawarkan produk yang lebih unggul, misalnya dalam
hal harga dan kepraktisan maka merek tersebut memiliki ekuitas yang tinggi.
(Aida, 2007:146)
Keinginan konsumen untuk membeli suatu produk dengan merek
tertentu didasarkan atas informasi yang diberikan oleh produsen. Karena
konsume lebih banyak memberikan pertimbangan pada informasi yang
mereka terima secara bersamaan dengan peningkatan keterlibatan dalam
setiap pembelian. Ketika konsumen menunjukkan minat yang tinggi dan
konsisten terhadap sebuah produk dan seringkali menghabiskan waktunya
untuk memikirkan tentang produk tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini mengambil
judul: Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Minat Beli Minuman Ringan
Bersoda Coca Cola (Studi Kasus pada Pelajar SMU di Surabaya Utara).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan
minuman ringan bersoda Coca Cola di Surabaya (Studi Kasus pada Pelajar
SMU di Surabaya Utara) ?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah : Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ekuitas merek
terhadap minat beli minuman ringan bersoda Coca Cola (Studi Kasus pada
Pelajar SMU di Surabaya Utara).
1.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan perusahaan yang berkaitan
dengan produknya.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan untuk dapat melihat
sejauhmana ekuitas merek dari produk yang dihasilkan dikenal oleh
konsumen.
3. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk dapat
membuat strategi pemasaran yang lebih efektif yang dapat membangun
ekuitas merek produknya untuk dapat meningkatkan minat beli
2.1. Penelitian Terdahulu
Untuk penelitian dengan masalah perluasan merek (brand extension)
memang sudah ada yang melakukan pada penelitian sebelumnya. Seperti
penelitian ini dengan topic mengenai “ANALISIS PENILAIAN
KONSUMEN TERHADAP EKUITAS MEREK COFFEE SHOPS DI
SURABAYA.
Seiring dengan berkembangnya jaman, masyarakat kota pada saat ini
mengalami perubahan gaya hidup (lifestyle). Salah satu manifestasi gaya
hidup modern saat ini adalah kebiasaan kelompok masyarakat tertentu yang
nongkrong di cafe atau coffee shops. Bisnis coffee shop mengalami
perkembangan, dimana di hampir semua shopping mall utama di Surabaya
terdapat empat coffee shop yang perkembangannya lebih dominan
dibandingkan merek lain yaitu Coffee Bean & Tea Leaf (dari Amerika),
Dome (dari Australia), serta merek lokal seperti Kafe Excelso.
Kesimpulan mengenai kesadaran merek (brand awareness) Starbucks
merupakan coffee shop yang menjadi the top of mind - Brand Awareness.
Dengan demikian, Starbucks merupakan coffee shop utama dari berbagai
coffee shop yang diingat pertama kali oleh responden. Kesimpulan mengenai
asosiasi merek (brand associations) Excelso merupakan coffee shop yang
diberikan responden kepada suatu merek dinilai sangat baik dan semakin
banyak, dampaknya adalah semakin positif dan kuat image yang terbangun
pada merek tersebut. Excelso yang merupakan bisnis lokal dapat mempunyai
asosiasi merek yang lebih positif dibandingkan dengan Starbucks yang
merupakan bisnis skala internasional. Kesimpulan mengenai kesan kualitas
(perceived quality) Starbucks merupakan coffee shop yang menjadi the best
of Perceived Quality, artinya Starbucks dinilai paling mampu memberikan
produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diharapkan konsumennya.
Kesimpulan mengenai loyalitas merek (brand loyalty) Starbucks merupakan
coffee shop yang menjadi the strongest of Brand Loyalty. Hal ini ditunjukkan
bahwa mayoritas konsumen Starbucks bersedia untuk datang kembali,
merekomendasikan kepada orang lain, mengajak orang lain dan membeli
produk Starbucks lebih.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Fauzan dan Gunarsih
(2004) dengan Judul : Pengaruh Atribut Produk dan Minat Konsumen
Terhadap Loyalitas Konsumen, permasalahan : Apakah minat konsumen dan
atribut produk berpengaruh terhadap loyalitas konsumen AJB Bumiputera
1912 ?, dan hasil yang didapatkan adalah berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, disimpulkan bahwa variabel manfaat inti, produk dasar, produk
yang diharapkan, produk yang ditingkat, produk potensial, dan minat
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Konsep Pemasaran
Pemasaran berperan dalam memusatkan semua kegiatan organisasi
yang diarah untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dalam
rangka mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Kotler (2000 : 19) menyebutkan konsep pemasaran
(marketing concept) merupakan kunci untuk organisasi, yaitu perusahaan
menjadi lebih efektif dari pada pesaqing dalam menciptakan, menyampaikan,
dan mengkomunikasikan nilai pelanggan (customer value) pada pasar
sasaran yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Secara sederhana, konsep pemasaran menyatakan bahwa suatu
organisasi harus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen agar dapat
menguntungkan. Untuk menerapkan konsep pemasaran, perusahaan harus
memahami dan tetap dekat dengan konsumen dalam menyajikan produk serta
pelayanan yang baik, yang akan dibeli dan diguankan oleh konsumen (Peter
dan Olson, 2002 : 3).
2.2.2. Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung
terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan
jasa, termasuk protes keputusan yang mendahuluhi(Engel, Balckwell,
Miniard, 1994:3).
Loundon dan Bitta lebih menekankan kosumen sebagai suatu proses
adalah proses pengambil keputusan yang mensyaratkan aktivas individu
untuk mengevaluasi, memperoleh, mengguanakan, atau mengatur barang dan
jasa (Simamora, 2002 : 2) Menurut Kotler dan Amstrong (1997)
mengantikan perilaku konsumen sebagi perilaku pembelian konsumen akhir,
baik individu maupun ruamh tangga, yang membeli produk untuk konsumsi
personal.
2.2.2.1.Model Perilaku konsumen
Model perilaku konsumen menurut Assael (1995 : 14) terdapat tiga
factor yang berpengaruh pada proses pengambilan keputusan seorang
konsumen yaitu :
1. Faktor Individu (individual consumer)
Pemilihan suatu produk / merek dipengaruhi oleh motivasi untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan, persepsi terhadap atribut produk,
proses belajar berdasrkan pengalaman, sikap terhadap produk, iklan,
wiraniaga, perusahaan, dan gaya hidup konsumen sehari-harinya.
2. Pengaruh Lingkungan (environment influences)
Lingkungan yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan
konsumen adalah keluarga, kelas sosial, kelompok referensi dan budaya.
3. Strategi Pemasaran (market strategies)
Proses pembelian seorang konsumen dipengaruhi juga oleh alas an
membeli. Saat pembelian, dan situasi saat membeli. Ketiga factor
dilakukan perusahaan. Adapun strategi pemsaran itu sendiri meliputi
strategi produk, harga, promosi, dan distribusi.
Ketiga factor di atas merupakan suatu proses pemecahan masalah,
dengan konsumen sebagi pemecahan masalahnya. Setelah proses pembelian
terjadi akan terjadi umpan balik bagi konsumen maupun bagi pemasar. Bagi
konsumen umpan balik ini berupa evaluasi dan kemungkinan melakukan
pembelian ulang. Sedang umpan balik pemasar adalah berupakritik atau
komplain dari konsumen.
Gambar 2.1.
Model Sederhana Dari Perilaku Konsumen
Feedback to consumer Postpurchase Evaluation
Feedback to marketer Development of marketing strategis
Sumber : Assael, (1995 : 14)
2.2.2.2.Presepsi Konsumen
Menurut Assael (1995 : 44) persepsi didefinisikan sebagi suatu cara
yang dilakukan konsumen dalam memilih, mengorganisasi, dan
rangsangan yang diterima. Stimuli pemasaran meliputi semua komunikasi
dan stimuli fisik yang dirancang untuk memikat konsumen. Produk dan
komponen-komponennya (kemasan, isi, dan cirri fisik lainnya) merupakan
stimuli primer. Komunikasi merupakan stimuli primer. Komunikasi
merupakan stimuli sekunder yang disajikan dalam bentuk kata-kata, gambar,
dn symbol atau dalam bentuk stimuli lainnya yang berkaitan dengan Produk
(harga, toko, tenaga penjual) (Assael,1995 :186).
Menurut Kotler dan Amstrong (1997), persepsi adalah proses, yang
dengan proses itu konsumen memilih, mengorganisasi, dan
menginterpretasikan stimuli untuk membentuk gambaran dunia yang penuh
arti. Stimuli adalah sikap input yang dapat ditangkap oleh indera, seperti
produk, kemasan, merek, iklan, haraga dan lain-lain. Stimuli tersebut
diterima oleh pancaindera, seperti mata, telinga, mulut, hidung dan kulit.
2.2.2.3.Sikap konsumen
(Gordon Allport) sikap adalah mempelajari kenderungan
memberikan tanggapan pada suatu obyek atau kelompok obyek baik
disenangi secara konsisten (dalam Sutisna,2001 : 99). Keyakinan-keyakinan
dan pilihan konsumen (preference) Atas suatu merek merupakan sikap
konsumen. Dalam banyak hal, sikap terhadap merek tertentu sering
mempengaruhi apakah konsumen akan membeli atau tidak. Sikap positif
terhadap merek akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian
terhadap merek itu, sebaliknya sikap negatif akan menghalangi konsumen
Menurut Schifman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa sikap
adalah ekspresi perasaan (inner feeling), yang mencerminkan apakah
seseorang senang atau tidak, suka atau tidak suka, dan setuju atau tidak
terhadap obyek. Obyek yang dimaksud bisa berupa merek, layanan,
pengecer, perilaku tertentu, dan lain-lain. Sedang menurut Paul dan Olson
(1999) menyatakan bahwa sikap adalah evaluasi konsep secara menyeluruh
yang dilakukan oleh seseorang. Evaluasi adalah tanggapan pada tingkat
intensitas dan gerakan relatif rendah (dalam Simamora : 152-153).
Sikap berguna bagi pemasaran dalam banyak cara. Sikap ini kerap
digunakan untuk menilai keefektifan kegiatan pemasaran. Sikap dapat pula
membantu mengevaluasi tindakan pemasaran sebelum dilaksanakan di dalam
pasar. Sikap juga berhasil dalam membentuk pangsa pasar dan memilih
target pasar (Engel, Blacwell, dan Miniard, 1994 : 337). Menurut Assael
(1995 : 267) sikap memiliki tiga komponen yaitu:
1. Komponen kognitif /Berpikir : kepercayaan merek (brand belief)
Komponen ini menunjukkan pengetahuan dan keyakinan seseorang
terhadap suatu atribut manfaat (benefit) dan suatu obyek (persepsi).
Umumnya persepsi akan membentuk kepercayaan.
2. Komponen Afektif / Perasaan : evaluasi merek (brand evaluation)
Komponen ini akan menunjukan perasaaan dan keseluruhan evaluasi
3. komponen Konatif / Tindakan : maksud untuk membeli (intention to buy)
Komponen ini menunjukan kecenderungan seseorang atau konsumen
untuk bertindak suatu obyek.
Dari tiga komponen sikap, evaluasi merek adalah pusat dari telaah
karena evaluasi merek merupakn ringkasan dari kecenderungan konsumen
untuk menyenangi atau tidak menyenangi merek tertentu. Kepercayaan
merek datang sebelum dan mempengaruhi evaluasi merek, dan evaluasi
merek terutama menentukan perilaku kehendak. Dalam faktanya, evaluasi
merek sesuai dengan definisi dari sikap terhadap merek yaitu untuk
mengevaluasi merek baik disenagi atau tidak disenagi (Sutisna,2001 : 101).
2.2.3. Strategi Pemasaran
Menurut David. W. Cravens (1996 : 78) mendefinisikan strategi
pemasaran sebagi analisis strategi pengembangan dan pelaksanaan kegiatan
dalam strategi penetuan pasar sasaran bagi produk pada tiap unit bisnis,
penetapan tujuan pemasaran, dan pengembangan, pelaksanaan, serta
pengelolaan strategi progam pemasaran, penentuan posisi pasar yang
dirancang untuk dirancang untuk memenuhi keinginan konsumen pasar
sasaran.
2.2.3.1.Strategi Produk
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke sesuatu
pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan (David.W. Cravens, 1994 :
mobil), jasa (misalnya salon dokter), orang (seperti artis, selebriti), tempat
(misalnya tempat wisata), organisasi (misalnya Yayasan Jantung Indonesia),
dan gagasan (misalnya cara memasak yang praktis).
Menurut Philip Kotler (2000 : 449) menyatakan bahwa ada lima
tingkat produk dalam merencanakan penawaran pasar. Tiap tingkat
menambahkan lebih banyak nilai pelanggan dan kelimanya membentuk suatu
hierarki nilai pelanggan.
Tingkatan produk tersebut yaitu:
1. Manfaat inti (core benefit)
Yaitu jasa atau manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh pelanggan.
Misalnya seorang tamu hotel membeli “istirahat dan tidur , atau pembeli
alat bor membeli “lubang”. Pemsar harus memandang dirinya sendiri
sebagai pemberi manfaat.
2. Produk dasar (basic product)
Pada tahap ini pemasar harus mengubah manfaat inti itu menjadi produk
dasar. Jadi sebuah kamar hotel mencakup tempat tidur, kamar mandi,
handuk, meja tulis, meja rias, dan lemari pakaian.
3. Produk yang diharapkan (expected product)
Yaitu serangkaian atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli
ketika.
4. Produk yang ditingkatkan (augmented product)
Yaitu pemasar menyiapkan produk yang ditingkatkan yang dapat
sebuah hotel dapat meningkatkan produknya dengan menyertakan satu
set televisi dalam kamar, makana pagi, pelayanan kamar yang cepat, dan
sebagainya.
5. Produk potensial (potencial product)
Yaitu mencakup semua peningkatan dan transfrormasi yang akhirnya
akan dialami produk tersebut di masa depan. Di sinilah perusahaan secara
agresif mencari berbagai cara baru untuk memuaskan pelanggan dan
membedakan tawaranya.
2.2.3.2.Strategi Diversifikasi
Menurut Fandy Tjiptono (1997 : 132) diversifikasi adalah upaya
mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang baru, atau keduanya,
dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas,
dan fleksibilitas. Diversifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
1. Diversifikasi konsentris
Yaitu produk-produk baru yang diperkenalkan memiliki kaitan atau
hubungan dalam hal pemasaran atau teknologi dengan produk yang sudah
ada. Contoh, My Salon memproduksi sosis dan juga membuat pentol.
Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk melakukan diversifikasi
konsentris, yaitu mendirikan perusahaan baru atau bisa pula melalui
merjer atau akusisi.
2. Diversifiakasi horizontal.
Yaitu perusahaan menambah produk-produk baru ayng tidak berkaitan
sama. Contoh, Fiesta, Sozzis, Rolado yang mengeluarkan produk yang
sama yaitu sosis .
3. Diversifikasi konglomerat.
Yaitu produk-produk yang dihasilkan sama sekali baru, tidak memiliki
hubungan dalam hal pemasaran atau teknologi dengan produk yang sudah
ada dan dijual kepada pelanggan yang berbeda. Contoh, Canon yang
memproduksi mesin fotocopy juga memasuki pasar kamera, computer,
dan printer.
2.2.4. Minat Beli
2.2.4.1.Pengertian Minat Beli
Minat beli menurut Assael (1998) merupakan kecenderungan
konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang
berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan
konsumen melakukan pembelian.
Minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana
konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk
yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli
merupakan pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan
rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat
diperlukan oleh para pemesar untuk mengetahui minat beli konsumen
terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi
menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen di masa
Bearman (2001) mengemukakan bahwa tumbuhnya minat beli
seseorang diakibatkan oleh unsur-unsur yang terdiri dari 3 tahapan:
1. Rangsangan
Rangsangan merupakan suatu syarat untuk ditujukan untuk mendorong
atau menyebabkan seseorang bertindak.
2. Kesadaran
Kesadaran merupakan sesuatu yang memasuki pemikiran seseorang.
Kesadaran dipengaruhi oleh produk dan jasa itu sendiri.
3. Pencarian Informasi
Aspek pencarian informasi ini terbagi menjadi 6 bagian, yaitu :
• Informasi intern
Bersumber dari pribadi konsumen itu sendiri dalam memilih produk
ataupun jasa yang dapat memuaskan dirinya
• Informasi ekstern
Informasi yang diperoleh dari luar konsumen itu, misalnya melalui
iklan ataupun sumber sosial (teman, keluarga, dan kolega).
• Memastikan sifat yang khas dari pemilihan yang ada.
Konsumen membandingkan beberapa produk yang sejenis kemudian
memilih salah satu produk yang dianggap mampu memuaskannya.
• Pemilihan alternatif
Tahap ini dilakukan jika konsumen menghadapi pilihan yang sulit
• Pembelian
Suatu tahap dimana konsumen benar-benar bertindak untuk
melakukan pembelian atas barang atau jasa yang telah dipilihnya.
• Tempat dimana membeli
Tempat pembelian merupakan salah satu pertimbangan konsumen
dalam melakukan pembelian. Perusahaan yang memiliki Corporate
Image yang baik di mata konsumen akan merangsang konsumen
untuk melanjutkan pembeliannya.
Mehta (1994:66) mendefinisikan minat beli sebagai kecenderungan
konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang
berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan
konsumen melakukan pembelian. Indikator dari minat beli yaitu : (Fauzan
dan Gunarsih, 2004:8)
a. Ketertarikan pada promosi
b. Keinginan memakai produk
c. Pengaruh lingkungan konsumen
2.2.5. Merek
Menurut American Marketing Associattion (dalam Kotler, 2000 :
460) mendefinisikan merek sebagi berikut :
Keegan, Moriarty, dan Duncan (1995 : 318) mendevinisikan merek
sebagai satu kumpulan yang kompleks dari citra, janji, dan pengalaman
dalam pikiran konsumen yang menghadirkan janji oleh perusahaan tentang
produk tertentu. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara
konsisten memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu pada pembeli.
Nilai dari suatu merek muncul dari presepsi dan asaosiasi positif yang
dipegang oleh seseorang dan tidak hanya terdiri dari idwe tentang fungsi
perasaan dan asosiasi (Keegan, Moriarty, dan Duncan, 1995 : 145).
Merek dapat memiliki enam tingkatan pengertian : (Kotler, 2000 :
460)
1. Atribut (attributes)
Suatu merek membawa atribut-atribut dalam benak konsumen Merek
mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Mercedes memberi kesan
sebagi mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik,
tahan lama, bergengsi tinggi.
2. Manfaat (benefits)
Artribut harus diterjemahkan ke dalam manfaat fungsional dan
emosional. Atribut “tahan lama” dapat diterjemahkan menjadi manfaat
fungsional. Atribut “mahal” mungkin diterjemahkan menjadi manfaat
emosional.
3. Nilai (Value)
Merek yang menyatakan sesuatu tentang nilai yang dimiliki oleh
produsen. Jadi Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan
4. Budaya (culture)
Merek juga mewakili kriteria budaya tertentu. Mercedes mewakili
budaya Jerman : terorganisasi, efisien, bermutu tinggi.
5. Kepribadian (personality)
Mercedes mencerminkan pimpinan yang masuk akal (orang), singa yang
memerintah (binatang), atauistana yang agung (obyek).
6. Pemakai (user)
Merek menunjukkan konsumen mana yang membeli atau menggunakn
produk tersebut.
Suatu merek mempunyai lima komponen (Assael, 1993 : 393-400)
1. Nama merek (brand name)
Nama merek merupakan indicator inti yang mendasar dari merek, basis
untuk kesadaran maupun usaha-usaha komunikasi. Bahkan sering kali
nama merek bisa menghasilkan asosiasi-asosiasi yang mampu
menggambarkan merek tersebut. Dengan kata lain, nama merek bisa
membentuk esesnsi dari konsep suatu merek (Aaker, 1997: 277).
2. Simbol (symbol)
Simbol adalah bagian yang penting dari suatu merek yang mempunyai
bentuk yang unik. Suatu simbol dapat mengkomunikasikan
asosiasi-asosiasi atau bahkan atribut-atribut yang spesisfik (Aaker, 1997). Sebuah
symbol bisa dengan sendirinya menciptakan kesadaran, asosiasi, dan rasa
suka atau perasaan mempengaruhi loyalitas atau kesan kualitas (Aaker,
3. Pengemasan (the package)
Pengemasan mencakup kegiatan-kegiatan dalam mendesain dan
memproduksi kontainer atau pembungkus untuk suatu produk. Fungsi
utama kemasan adalah untuk membungkus dan melindungi produk.
Selain itu, kemasan juga berfungsi untuk menarik perhatian, menjelaskan
produk, hingga membuat penjualan (Aaker. 1997: 287)
4. The warranty
Pernyataan tertulis yang menggambarkan komitmen perusahaan untuk
mengganti atau memperbaiki produk yang rusak / cacat.
5. Citra merek (brand image)
Keseluruhan kesan yang terbuentuk dalam benak konsumen oleh
karakteristik fisik merek, nama, symbol, keriaasan, dan reputasi untuk
jasa.
Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari produk,
dan pamberian merek dapat menambah nilai produk tersebut (Kotler dan
Amstrong, 1997: 267). Pemberian merek dapat bernilai bagi perusahaan dan
pelanggan.
Keuntungan pemberian merek bagi perusahaan (Assael, 1993: 400) :
1. Bila nama merek diasosiasikan dengan produk yang sukses, hal ini akan
menarik loyalitas pelanggan
2. Merek yang telah membangun dasar loyalitas konsumen telah
3. Merek dengan loyalitas konsumen juga memlihara pendukung distribusi
lebuih mudah.
4. Merek yang kuat dapat diturunkan dengan menerapkannya pada spin-offs
dalam lini produk.
Keuntungan pemberian merek (branding) bagi konsumen
1. Nama merek mengidentifikasi manfaat produk sehingga konsumen
mengetahui apa yang akan mereka peroleh.
Konsumen tidak perlu kawatir tentang variasi dalam isi dan kualitas dari
satu pembeli ke pembelian berikutnya.
2. Branding memfasilitasi belanja.
Penghargaan nama merek mengijinkan konsumen untuk membeli dengan
sedikit waktu yang diperlukan untuk membandingkan dan mencari
informasi.
3. Nama merek juga memberikan informasi kepada konsumen
Konsumen ingat rasa, isi, harga, dan kinerja suatu merek. Konsumen
ingat merek mana yang memuaskan mereka dan mana yang tidak. Karena
hal inilah branding membentuk kesempatan bagi konsumen untuk
menjadi loyal pada merek.
2.2.5.1.Ekuitas Merek
Menurut David. A. Aaker (1996: 2-3) Ekuitas Merek (Brand Equity)
adalah seperangkat aset dan stabilitas merek yang berkaitan dengan suatu
diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para
pelanggan perusahaan.
1. Loyalitas merek (brand loyalty)
Merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan dengan suatu merek
produk.
Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya
pelanggan beralih ke merek produk lain, terutam jika pada merek tersebut
didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain.
2. Kesadaran merek (brand awaranes)
Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori
produk tersebut.
3. Kesan kualitas (perceive quality)
Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas /
keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang berkenaan dengan
maksud yang diharpkan oleh pelanggan.
4. Asosiasi merek (Assosiation brand)
Segala kesan yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan
ingatannya mengenai suatu merek.
5. Aset-aset merek lainnya (other proprietary brand asset)
Gambar 2.2. Ekuitas Merek
Sumber : A Aaker, Manajemen Ekuitas merk, Mitra utama, 1997: 405
EKUITAS
Memikat para pelanggan baru
1. menyadarkan
Familiaritas / rasa suka
Tanda tentang
Membantu proses / penyusunan Informasi
Diferensiasi / posisi Alasn untuk mebeli
Menciptakn sikap / perasaan Positif
1.Interprensi / proses
2.2.5.2.Asosiasi Merek
Pengertian asosiasi merek menurut Aaker (1997: 160) adalah segala
hal “berkaitan” dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi itu tidak
hanya eksis, namun juga memilik suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada
suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau
penampakan untuk mengkomunikasikannya. Berbagi asosiasi yangt diingat
konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau
brand image di dalam benak konsumen. Secara sederhana, penelitian brand
image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen.
2.2.5.2.1. Nilai atau Manfaat Asosiasi
Nilai yang mendasari sebuah merek sering kali merupakan
sekumpulan asosiasi, dengan kata lain merupakan makna merek tersebut bagi
khalayak. Asosiasi-asosiasi menjadi pijakan dalam keputusan-keputusan
pembelian dan loyalitas merek. Ada banyak sekali kemungkinan asosiasi,
dan suatu variasi asosiasi-asosiasi bisa memberikan nilai. Macam-macam
asosiasi memberikan nilai bagi perusahaan dan para pelanggannya
Gambar 2.3. Nilai Asosiasi Merek
Sumber : Aaker, David A. 1997. Manajemen Ekuitas merek. Terjemahan. Jakarta. Penerbit Mitra Utama.
Beberapa manfaat atau nilai dari asosiasi tersebut adalah :
1. Help process/retrieve information (membantu proses penyusunan
informasi)
Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu
mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasiyang dapat dengan
mudah dikenal oleh pelanggan.
2. Differentiate (membedakan)
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha
pembedaan suatu merek.
3. Reason tu buy (Alasan pembelian)
Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat
bagi konsumen (Customer benefit) yang dapat memberiakn alasan Asosiasi Merek
Membantu proses penyusunan informasi
Diferensiasi / porsi
Alasan untuk membeli
Menciptakan sikap / perasaaan positif
spesifikasi bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek
tersebut.
4. Create positive attitude/feeling (Menciptakan sikap atau perasaan positif)
Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada
gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi
tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalamn mereka
sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang
lain daripada yang lain.
5. Basisfor extention (Landasan perluasan)
Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan
menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah
produk baru, atau dengan menghadirkan alas an untuk membeli produk
perluasan tersebut.
2.2.5.2.2. Tipe Asosiasi
Menurut Aaker (1997: 167) ada sebelas tipe asosiasi.
Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan
berbagi hal berikut :
1. Product attributes (Atribut produk)
Mengasosiasikan atribut karakteristik suatu produk merupakan strategi
positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi
seperti ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat
Misalkan, apa yang tercermin dalam kata mobil Mercedes pasti berbeda
dari kata yang tercermin dalam kata mobil Suzuki.
2. Intangibles attribute (Atribut tak berwujud)
Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya
persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang
mengikhtisarkan serangkaian atribut obyekktif.
3. Customer’s benefit (Manfaat bagi pelanggan)
Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi
pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya. Contoh,
mobil Mercedes dengan nyaman dan aman dikendarai (suatu karakteristik
produk) dan memberikan kepuasan mengemudi pada pelanggan (suatu
manfaat pelanggan). Manfaat bagi pelanggan dibagi menjadi dua, yaitu
rational benefit (manfaat rasional) dan psychological benefit (manfaat
psikologis). Manfaat rasional berkaitan erat dengan atribut dari produk
yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang
rasional. Manfaat psikologis sering kali merupakan konsekuensi ekstrem
dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang
ditimbulkan ketika membeli atau menggunak merek tersebut. Misalkan
dalam merek produk Intel Inside terkandung manfaat processor komputer
yang cepat.
4. Relative Price (Harga relatif)
Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali
5. Application (Penggunaan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan
penggunaan atau aplikasi tertentu.
6. User/Customer (Pengguna/pelanggan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan
sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. Misalnya
Dimension kiddies dikaitkan dengan pemakaian anak-anak.
7. Celebrity/person (orang terkenal/Khalayak)
Mengaitkan orang terkenal dengan atau artis dengan sebuah merek dapat
mentransfer asosiasi kuat yang dimilki oleh orang terkenal ke merek
tersebut.
8. Life style/personality (Gaya hidup kepribadian)
Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh para
pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik
gaya hidup yang hampir sama. Misalnya Nagat menverminkan
kepribadian yang maskulin, kuat dan berani.
9. Product class (Kelas produk)
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. Misalnya,
Volvo mencerminkan nilai berupa prestise, performa tinggi, keamanan,
dan lain-lain.
10.Competitors (Para pesaing)
Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan
11.Country/geographic area (Negara/wilayah geografis)
Sebuah Negara dapat menjadi symbol yang kuat asalkan memiliki
hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemapuan. Contoh,
Prancis diasosiasikan dengan metode pakaian dan parfum. Asosiasi
tersebut dapat dieskploitasikan dengan mengkaitkan merek pada sebuah
Negara. Contoh lain Mercedes mencerminkan budaya Jerman yang
berkualitas tinggi, konsisten tinggi, dan keseriusan tinggi.
2.2.5.2.3.Daya Dukung Asosiasi-asosiasi Merek
Keberhasilan progam pemasaran dapat dilihat dari pencptaan
asosiasi-asosiasi merek yang positif. Karena asosiasi-asosiasi tersebut
merupakan bahan evaluasi konsumen dalam usahanya memuaskan kebutuhan
dan keinginan mereka.
Asosiasi-asosiasi yang positif akan membuat konsumen percaya
merek memiliki atribut dan manfaat, yang dapat diperoleh dengan membeli
merek itu. Keadaan ini akan membentuk sikap positif konsumen terhadap
merek secara menyeluruh.
MacKenzie seperti dikutip Keller (1993: 5) meringkas bukti
penelitian yang menyatakan bahwa, komponen penilaian evaluatif (evaluatif
judgment) dari model sikap expectancy-value (yakni, persepsi konsumen
terhadap favorability suatu atribut) adalah berhubungan secara konseptual
maupun empiris pada kepentingan atribut (attribute importance). Dengan
kata lain, konsumen jarang memandang suatu atribut sebagai sangat baik atau
sangat sulit untuk menciptakan asosiasi yang menguntungkan / positif bagi
suatu atribut yang tidak penting
Walaupun demikian tidak semua asosiasi merek memiliki nilai
dalam sebuah keputusan pembelian atau konsumsi. Sebagai contoh,
konsumen seringkali memiliki sebuah asosiasi dari produk atau warna
kemasan di dalam ingatannya. Walaupun asosiasi ini dapat memudahkan
pengenalan atau penyadaran kualitas produk suatu merek. Teatpi selalu
dianggap sebagai faktor yang penting dalam suatu keputusan pembelian.
Menurut Day, Shocker, Srivastava pengevaluasian dari asosiasi-asosiasi bisa
dinilai penting pada situasi tetapi tidak pada situasi yang lain sebagi contoh,
kecepatan dan efisiensi pelayanan bisa menjadi sangat penting ketika
konsumen sedang terburu-buru, tetapi akan memiliki dampak kecil apabila ia
tidak terlalu terburu-buru.
2.2.5.2.4.Keunikan Asosiasi-asosiasi Merek
Asosiasi-asosiasi merek bisab dipakai secara sendirian ataupun
bersama-sama dengan merek-merek lain pesaing. Esensi dari positioning
merek adalah merek memiliki keunggulan bersaing berkelanjutan atau
proposisi penjualan yang unik memberikan konsumen alasan yang
mendorong mereka untuk membeli merek tersebut (Keller, 1993 : 6).
Perbedaan-perbedaan ini dapat dikomunikasikan secara eksplisit melalui
perbandingan langsung dengan para pesaing ataupun ditunjukan secara
Lebih jauh, perbedaan-perbedaan ini dapat didasarkan pada atribut-atribut
yang bersifat produk-related ataupun non-produk-related.
2.2.5.2.5.Interaksi Antara Karakteristik Asosiasi-asosiasi Merek.
Sifat kualitatif dan tingkat abstraksi dari asosiasi-asosiasi merek akan
mempengaruhi daya dukung, kekuatan, dan keunikannya. Sebagi contoh,
atribut-atribut yang berhubungan dengan citra seperti tipe pengguna situasi
penggunaan bisa menciptakan asosiasi-asosiasi yang unik dengan mudah.
Secara kontras, asosiasi-asosiasi yang bersifat abstrak (missal,
manfaat-manfaat dan khususnya sikap-sikap) cenderung untuk dievaluasi karena
kandungan makna yang tertanam didalamnya. Karena adanyanya sifat
evaluatif tersebut maka asosiasi-asosiasi yang bersifat abstrak cenderung
tahan lebih lama dan lebih mudah diakses dalam ingatan daripada informasi
atribut dasar. Penelitian telah menunjukkan bahwa sikap-sikap yang
terbentuk dari perilaku langsung atau pengalaman akan lebih mudah diakses
daripada sikap-sikap yang didasarkan pada informasi atau bentuk-bentuk tak
langsung dari perilaku (Keller, 1993:6).
2.2.5.2.6.Kesesuaian Asosiasi-Asosiasi Merek
Daya dukung dan kekuatan suatu asosiasi merek dapat dipengaruhi
oleh asosiasi-asosiasi merek lain di dalam ingatan. Kesesuaian disini
didefinisikan sebagi kemampuan suatu asosiasi merek untuk berbagi isi
makna dengan asosiasi merek lain. Kesesuaian bisa mempengaruhi :
2. Seberapa mudah asosiasi-asosiasi tambahan dapat dihubungkan kepada
merek yang terdapat didalam ingatan.
Secara umum, informasi yang kandungan maknanya konsisten
dengan asosiasi-asosiasi merek yang telah ada seharusnya lebih mudah
dipelajari dan diingat daripada informasi yang tidak berhubungan, walaupun
kadang-kadang informasi tidak diharapkan dan konsisten dengan merek
bahkan dapat membawa pada penggabungan pemrosesan yang lebih
menguatkan asosiasi-asosiasi dariapda informasi yang konsisten (Keller,
1993: 7).
Karenanya, konsumen mungkin sekali akan memiliki ekspetasi
bahwa suatu produk atau jasa yang mepunyai asosiasi lain. Jadi, kekuatan
dari sebuah asosiasi merek bergantung pada bagaimana kandungan asosiasi
itu berhubungan dengan kandungan asosiasi lainnya.
2.2.5.3.Strategi Merek
Suatu perusahaan mempunyai lima pilihan strategi merek yaitu:
(Kotler, 2000: 413-417)
1. Perluasan lini (line extension): nama merek yang sudah ada diperluas ke
ukuran baru atau rasa baru dalam kategori produk yang sama.
Perluasan lini terdiri dari perkenalan item tambahan dalam kategori
produk yang sama dibawah nama merek yang sama, seperti rasa baru,
bentuk baru, warna baru, tambahan bahan, dan ukuran kemasan.
Perluasan lini mempunyai resiko hilangnya arti khusus dari suatu nama
trap”. Resiko lainnya adalah banyak produk perluasan lini yang mungkin
tidak dapat terjual cukup banyak untuk menutup biaya pengembangan
dan promosinya. Selai itu walaupun penjualannya cukup besar, penjualan
tersebut mungkin mengakibatkan berkurangnya penjualan untuk produk
lini lain. Perluasan lini disebut berhasil jika penjualannya diperoleh dari
merebut pangsa pasar pesaing, bukan dari mengkanibalkan produk lini
lain. Tetapi perluasan lini juga mempunyai sisi positif, yaitu kesempatan
yang lebih besar untuk bertahan daripada produk dengan merek baru.
2. Perluasan merek (brand extensions): nama merek yang sudah ada
diperluas pada kategori produk baru.
Strategi perluasan merek memberikan sejumlah keuntungan. Merek yang
sudah ada, yang sangat dihargai, akan memberikan pengakua dan
penerimaan atas produk baru. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk
memasukkan jenis produk baru dengan lebih mudah. Perluasan merek
menghemat banyak biaya iklan yang diperluakan untuk membiasakan
konsumen dengan suatu merek baru. Tetapi strategi ini juga beriko.
Produk baru mungkin megecewakan pembeli sehingga merusak penialian
mereka atas produk lain perusahaan. Merek yang sudah ada mungkin
kurang sesuai dengan produk baru tersebut. Merek yang sudah ada dapat
kehilangan positioning-nya dalam benak konsumen karena perluasan
3. Multi merek (multi brands): nama merek baru diperkenalakan dalam
kategori produk yang sama.
Kadang-kadang perusahaan melihat multibrands sebagai cara untuk,
membentuk tampilan atau daya tarik lain untuk motif pembelian lainnya.
Hal ini juga memungkinkan perusahaan untuk memperoleh ruang jual
distributor yang lebih banyak. Strategi yang dilakukan oleh perusahaan
mungkin karena perusahaan ingin melindungi merek utama dengan
menciptakan merek sampingan. Kelemahan utama dari multibrands
adalah bahwa masing-masing merek hanya memperoleh pangsa pasar
yang kecil, dan tidak satupun yang benar-benar menguntungkan.
Perusahaan akan menghabiskan sumber dayanya untuk berbagi merek
dari bukannya membangun beberapa merek saja yang betu-betul
menguntungkan.
4. Merek baru (new brands): nama merek baru untuk produk dengan
kategori baru.
Ketika perusahaan meluncurkan produk jenis baru, perusahaan mungkin
mendapatkan bahwa tidak ada satupun merek yang dimilikinya yang
tepat untuk produk tersebut. Perusahaan lebih baik menciptakan nama
baru. Atau perusahaan mungkin merasa bahwa kekuatan merek lamanya
sudah menurun dan dibutuhkan merek baru.
5. Cobrands (Merek bersama): suatu bentuk kerjasama merek yang saling
menguntungkan, yang terdiri dari dua atau lebih nama merek yang sudah
yang lain akan memperkuat preferensi atau intensitas pambelian.
Cobranding mempunyai beberapa bentuk, yaitu: ingrediernt cobranding,
same-company cobranding, joint venture cobranding, dan
multiple-sponsor cobranding.
2.2.6. Konsep Ekuitas Merek (Brand Equity)
Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang
berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada
perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker (2001:165), ekuitas merek dapat
dikelompokkan dalam 5 dimensi: (Widjaja, 2007:90)
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
2. Asosiasi Merek (Brand Associations)
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
4. Loyalitas merek (Brand Loyalty)
Ekuitas merek berhubungan dengan nama merek yang dikenal, kesan
kualitas, asosiasi merek yang kuat dan asset-asset lainnya seperti paten dan
merek dagang. Jika pelanggan tidak tertarik pada satu merek dan membeli
karena karakteristik produk, harga kenyamanan, dan dengan sedikit
mempedulikan merek, kemungkinan ekuitas merek rendah. Sedangkan jika
para pelanggan cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapkan pada
para pesaing yang menawarkan produk yang lebih unggul, misalnya dalam
hal harga dan kepraktisan maka merek tersebut memiliki ekuitas yang tinggi.
2.2.7. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Aaker (1991:60) mendefinisikan kesadaran merek adalah
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat
kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.
Kesadaran merek dapat membantu mengkaitkan merek dengan
asosiasi yang diharapkan oleh perusahaan, menciptakan familiarity
pelanggan pada merek dan menunjukkan komitmen kepada pelanggannya.
Pelanggan cenderung membeli merek yang sudah dikenal dan beranggapan
bahwa merek yang sudah dikenal kemungkinan bisa diandalkan dan
kualitasnya bisa dipertanggungjawabkan. (Aida, 2007:147)
Kesanggupan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali
bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Hasil
pengukuran ini dapat dibagi menjadi tiga indikator, yaitu: (Widjaja, 2007:92)
1. Brand recall, definisi operasionalnya adalah merek yang disebut oleh
responden tanpa dibantu dengan daftar merek.
2. Brand recognition, definisi operasionalnya adalah merek yang disebut
oleh responden setelah dibantu dengan daftar merek yang ada dalam
kuisioner.
3. Top of mind, definisi operasionalnya adalah merek yang disebut pertama
kali oleh responden.
2.2.8. Asosiasi Merek (Brand Association)
Menurut Aaker (2001:167) asosiasi merek adalah segala sesuatu yang
terhadap suatu merek. Ditambahkan oleh Susanto (2004:133) hal-hal lain
yang penting dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukan fakta
bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas
sosial, dan peran professional; atau, yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi
yang memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan
produk tersebut, toko yang menjual produk atau wiraniaganya.
Asosiasi merek merupakan segala sesuatu yang berkaitan langsung
maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek,
yakni pencitraan suatu merek yang tercermin dari kesan tertentu sehubungan
dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga,
pesaing, selebritis, dan lain-lain. Indikator asosiasi merek yaitu:
1. Brand Strength (kekuatan merek), definisi operasionalnya adalah asosiasi
yang berhubungan dengan kekuatan yang diteliti.
2. Brand Favorability (kesukaan merek), definisi operasionalnya adalah
asosiasi yang berhubungan dengan kesukaan terhadap yang diteliti yang
terbentuk di benak responden.
3. Brand Uniqueness (keunikan merek), definisi operasionalnya adalah
asosiasi yang berhubungan dengan keunikan merek yang tercipta dari
asosiasi strength dan favorability, yang ada di benak responden yang
membuat sebuah menjadi berbeda.
2.2.9. Kesan Kualitas (Perceived Quality)
Menurut Susanto (2004:129), kesan kualitas dapat didefinisikan
suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Lebih
lanjut, menurut Aaker (1991:91), apabila kesan kualitas adalah untuk
dimengerti dan diatur,
Kesan kualitas yang positif di pikiran pelanggan dapat memberikan
berbagai keuntungan bagi pengembangan merek, misalnya menciptakan
positioning yang jelas dan membuka peluang bagi perluasan merek. (Aida,
2007:147)
Sedangkan kesan kualitas pada dimensi jasa / servis, diukur melalui :
a. Reliability (keterandalan), definisi operasionalnya adalah kemampuan
karyawan untuk menampilkan suatu pelayanan yang dapat diandalkan
dan akurat.
b. Responsiveness (ketanggapan), definisi operasionalnya adalah kesediaan
karyawan untuk membantu konsumen dan menyediakan pelayanan yang
cepat.
c. Assurance (jaminan), definisi operasionalnya adalah pengetahuan dan
kemampuan karyawan untuk menumbuhkan keyakinan dan rasa percaya
diri konsumen terhadap pelayanan restoran.
d. Empathy (empati), definisi operasionalnya adalah perhatian dan
karyawannya terhadap konsumennya secara individu.
e. Tangibles (bentuk fisik), definisi operasionalnya adalah tampilan dari
fasilitas fisik, peralatan dan personil atau karyawan.
2.2.10.Kesetiaan Merek (Brand Loyalty)
Menurut Ford (2005:132), loyalitas merek dapat dilihat dari seberapa
Loyalitas merek tidak dapat terjadi tanpa melalui tindakan pembelian
dan pengalaman menggunakan suatu merek. Hal ini membedakan loyalitas
merek dengan elemen ekuitas merek lainnya dimana pelanggan memiliki
kesadaran merek, kesan kualitas dan asosiasi merek tanpa terlebih dahulu
membeli dan menggunakan merek. (Aida, 2007:148)
Tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek dicerminkan
dengan frekuensi pembelian produk suatu merek yang lebih banyak
dibandingkan dengan produk yang sama dengan merek lain. Indikator
loyalitas merek yaitu:
a. Friend of brand Buyer (pembeli yang menyukai merek), definisi
operasionalnya adalah pembeli yang menganggap sebagai teman karena
pembeli mempunyai asosiasi, pengalaman, atau perceived quality (kesan
kualitas) yang tinggi dan terdapat perasaan emosi yang terkait.
b. Committed Buyer (pembeli komit), definisi operasionalnya adalah
pembeli yang mempunyai kebanggaan menjadi konsumen.
2.2.11.Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Minat Beli
Pengaruh ekuitas merek terhadap minat beli sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa "Brand equity con affect customer's confidence in the
purchase decision" (Aaker 1991:16). Kesadaran merek mempengaruhi rasa
percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian dengan mengurangi tingkat
resiko yang dirasakan atas suatu merek yang diputuskan untuk dibeli.
Semakin kecil tingkat perceived risk suatu merek, semakin besar keyakinan
pelanggan atas keputusan pembeliannya. Kesadaran kualitas menunjukkan
keunikan inilah pelanggan memilliki alasan pembelian (reason to buy) dan
membuatnya yakin dan percaya diri atas keputusan pembeliannya.
Aaker (1991:112) menyatakan bahwa asosiasi merek dapat
mempengaruhi rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian melalui
penciptaan kredibilitas merek yang balk di benak pelanggan. Merck dengan
kredibilitas yang balk menciptakan kepercayaan yang besar atas merek
tersebut. Asosiasi merek juga dapat mempengaruhi rasa percaya diri
pelanggan atas keputusan pembelian melalui penciptaan benefit association
yang positif di benak pelanggan. Positive beliefit association on mampu
memberikan reason to hung yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri
pelanggan atas keputusan pembelian Schiffman & Kanuk (2000:141)
menambahkan bahwa brand association yang postif mampu menciptakan
citra merek yang sesuai dengan keinginan sehingga dapat menciptakan rasa
percaya diri pelanggan atas keputusan pembelian merek tersebut. Aaker (
1991:40) menyatakan bahwa tingkat brand loyalty tinggi, yaitu komitmen
pelanggan yang kuat atas merek dapat menciptakan rasa percaya diri yang
besar pada pelanggan saat mengambil keputusan pembelian (Assael,
1992:89).
Karena Brand Equity menunjukkan keunikan tertentu suatu merek
dibanding, merek produk pesaing. Dengan keunikan inilah pelanggan
memilliki alasan pembelian (reason to buy) dan membuatnya yakin dan
percaya diri atas keputusan pembeliannya. Sehingga kesimpulannya Brand
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah serta tujuan
penelitian maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Diduga
ekuitas merek berpengaruh positif terhadap minat beli minuman ringan
46
3.1. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel
3.1.1. Definisi Operasional Variabel
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian
ini maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel Ekuitas Merek (X)
Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang
berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah
atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada
perusahaan atau pelanggan. Menurut Aaker (2001:165), ekuitas merek
dapat dikelompokkan dalam 5 dimensi: (Widjaja, 2007:90) :
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesanggupan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali
bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.
Hasil pengukuran ini dapat dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu:
(Widjaja, 2007:92):
a. Brand recall, merupakan merek pilihan utama yang dipilih oleh
b. Brand recognition, merupakan merek yang disebut oleh
konsumen sebagai merek yang terkenal.
c. Top of mind, merupakan merek yang disebut pertama kali oleh
responden.
2. Asosiasi Merek (Brand Association)
Asosiasi merek merupakan segala sesuatu yang berkaitan langsung
maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu
merek, yakni pencitraan suatu merek yang tercermin dari kesan
tertentu sehubungan dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut
produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain. Indikator
asosiasi merek yaitu:
a. Brand Strength (kekuatan merek), merupakan keungulan yang
dimiliki oleh sebuah merek produk.
b. Brand Favorability (kesukaan merek), merupakan kesukaan
konsumen terhadap sebuah merek produk.
c. Brand Uniqueness (keunikan merek), merupakan keunikan yang
dimiliki oleh merek yang tercipta yang membuat sebuah menjadi
berbeda.
3. Kesan Kualitas (perceive quality)
Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas /
maksud yang diharpkan oleh pelanggan. Indikator dari kesan
kualitas yaitu:
a. Karakteristik produk merupakan elemen dalam produk yang
mempunyai kesan baik di mata konsumen.
b. Kesesuaian dengan Spesifikasi merupakan suatu pilihan
konsumen untuk selalu membeli produk tersebut.
c. Ketahanan merupakan daya tahan yang dimiliki oleh suatu
produk dibandingkan dengan merek lainnya.
b. Y = Minat Beli / Intention (I)
Merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau
mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur
dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian. Indikator
yang digunakan untuk mengukur minat pembelian adalah (Fauzan dan
Gunarsih, 2004:8):
• Ketertarikan pada promosi (Y1
Merupakan ketertarikan pelanggan terhadap suatu merek dikarenakan
promosi yang dilakukan
)
• Keinginan memakai produk (Y2
Merupakan keinginan dari pelanggan untuk mengkonsumsi merek