SKRIPSI
RASIONALITAS DI BALIK PERLAKUAN
MASYARAKAT TERHADAP HEWAN KERBAU DI
DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN, KECAMATAN
MANGGIS, KABUPATEN KARANGASEM, BALI
Oleh : MADE WIDANA
1201605002
PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
i
SKRIPSI
RASIONALITAS DI BALIK PERLAKUAN
MASYARAKAT TERHADAP HEWAN KERBAU DI
DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN, KECAMATAN
MANGGIS, KABUPATEN KARANGASEM, BALI
Oleh : MADE WIDANA
1201605002
PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
ii
RASIONALITAS DI BALIK PERLAKUAN
MASYARAKAT TERHADAP HEWAN KERBAU DI
DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN, KECAMATAN
MANGGIS, KABUPATEN KARANGASEM, BALI
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Antropologi pada
Fakultas Ilmu Budaya Univeristas Udayana
Disusun oleh : MADE WIDANA
1201605002
PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena atas berkat dan rahmat beliau akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Rasionalitas di Balik Perlakuan Masyarakat
terhadap Hewan Kerbau di Desa Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis,
Kabupaten Karangasem, Bali” ini tepat pada waktu yang diharapkan penulis.
Penulisan skripsi ini menjadi syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan
Strata 1 Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.
Penelitian ini direncanakan saat semester VI pada mata kuliah Seminar
Antropologi. Penulis mulai mencari inspirasi tujuan penulisan pada bulan Agustus
2015 yang bertepatan dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di lokasi yang sama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap rasionalitas tersembunyi atau
pemikiran-pemikiran yang tidak disadari oleh masyarakat di balik perlakuan
khusus terhadap hewan kerbau di Desa Tenganan Pegringsingan.
Bahan-bahan yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah
hasil penelitian lapangan yang dilakukan di Desa Tenganan Pegringsingan selama
tujuh bulan dari Bulan Desember 2015 sampai Bulan Juni 2016. Penulis
pertama-tama melakukan perijinan dan pendekatan kepada kepala desa dan pemuka adat,
selanjutnya mencari data dari segenap komponen masyarakat mulai dari perangkat
desa, para tetua, teruna dan daha, begitu pula pada warga biasa. Sebelumnya
penulis juga melakukan observasi mengenai kegiatan warga yang dapat
viii
penulis dengan metode wawancara. Hasil wawancara tersebut dikumpulkan dalam
fieldnote serta data rekaman audiovisual, sehingga memudahkan penulis dalam
penyusunan skripsi. Penelitian mengenai kerbau di Desa Tenganan Pegringsingan
merupakan penelitian pertama, akan tetapi penulis juga mendapat banyak inspirasi
melalui tulisan-tulisan mengenai penelitian di Desa Tenganan Pegringsingan.
Penelitian ini adalah salah satu penelitian multidisipliner, oleh karena itu penulis
juga melakukan wawancara dan kerja sama dengan dosen-dosen Jurusan Biologi,
Fakultas MIPA, Universitas Udayana, sehingga penulis dapat menganalisis data
yang diperoleh di lapangan.
Penulis menyadari dalam proses penyusunan skripsi ini banyak
mendapatkan dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A.
selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana beserta staff di
lingkungan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.
2. Dr. Drs. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si dan Aliffiati, S.S M.Si yang
sudah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, selalu meluangkan
waktu setiap penulis melakukan bimbingan, dan manjadi contoh yang
sangat baik bagi penulis.
3. Dosen-dosen yang bertugas sebagai penguji proposal dan skripsi penulis,
Dr. Drs. Putu Sukardja, M.Si, Drs. Made Pantja, M.A , dan Dra. A.A Ayu
Murniasih, M.Si yang sudah memberikan dukungan moril dan masukan
ix
4. Seluruh dosen Program Studi Antropologi yang juga memberikan
semangat kepada penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih khususnya kepada Dr. Dra. Ni Made Wiasti, M.Hum selaku
pembimbing akademik yang sudah membimbing dengan sabar. Terima
kasih pula kepada Dra. Ida Ayu Alit Laksmiwati, M.Si dan Drs. Ida Bgs.
Gde Pujaastawa, M.A yang selalu menjadi contoh bagi penulis selama ini.
5. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada alm kakek tercinta yang
mendorong penulis untuk tetap melanjutkan pendidikan. Terima kasih pula
kepada orang tua I Wayan Pardiasa, Ni Wayan Sugi, dan Ni Wayan Ariani
yang menjadi pendukung utama penulis menyelesaikan pendidikan S1 ini.
Terima kasih pula kepada kakak I Wayan Suardika dan adik I Nyoman
Sudi Antara. Terima kasih tidak terhingga pula penulis ucapkan kepada
bibi Jero Nyoman Ratni yang senantiasa menemani penulis dalam keadaan
apapun. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga
besar yang sudah mendukung selama ini.
6. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan,
Antropologi angkatan 2012 : Diah, Octawinanda, Mustika, Yuliani,
Nugrahaningari, Hartawan, Ekayani, Yanti, Angel, Fransi, Pandu, Yosua,
Zania, dan Antara. Terima kasih untuk kebersamaannya selama ini.
Terima kasih pula kepada adik kelas yang selalu support luar biasa : Putra,
Cokin, Ade, Arya, Fauzi, Dika, Windu, Dicna, Wredy, Dini, Zarah, Sarah,
Ayu Lala, Candra, Dewa Tresna, Yiyin, dan Gek Upik. Terima kasih pula
x
Arysta dan keluarga, Elly, Erna, Ari Trisna dan keluarga, Wahyu P, Panji,
Dian, Awan, Mega, Andi, Juliantika, Bintang, Ratih, , Nopiyanti, Siwi,
The Moglong, Eka Putri, Kak Ita, Linda, Angga, Gung Sri, Bli Goblah,
Rio dan sahabat-sahabat penulis di bisnis Oriflame.
7. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada seluruh masyarakat Desa
Tenganan Pegringsingan yang sudah menerima penulis dengan ikhlas
khususnya kepada keluarga Bapak Putu Arsa yang sangat mengerti dan
mendukung terselesaikannya skripsi ini.
8. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman KKN Desa
Tenganan Periode Agustus 2015 : Yogik, Srigati, Indra Yogi, Gus Indra,
Putra Krisnha, Intan, Mita, Losiani, Gunarta, Agus, Dedik, Bayu, Putri,
Dode, Laras, Tebo, Riska, Vita, Gilland, Sasmi, Yuda, Oka, Upa,
Bastanta, Gus Eka, Ari Martina, Ema, dan Chaky yang memberi semangat
bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Tidak ada satu katapun yang bisa penulis panjatkan selain bersyukur
karena semua cita-citanya dapat terwujud. Semoga semua informan, orang tua,
sahabat, dan penulis selalu dalam lindungan Tuhan dan senantiasa mendapatkan
limpahan rahmatNya.
Tegallalang, September 2016
xi
When You Believe !!
Aku berjalan seolah kaki ini akan selalu membawaku menuju damai
Bibir selalu berucap, seakan “memaksa” Tuhan selalu mendengar dan mewujudkan segala doa
Hati dan rasa selalu aku “PAKSA” untuk meyakini segala pilihan dapat kupertanggung jawabkan..
Modal? Aku tak punya apa-apa…
Kepada orang tua, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang telah mendahuluiku.. Terima kasih telah menjadi “alarm” saat aku tidak yakin
Terima kasih telah mendorong aku untuk menjadi seseorang yang lebih dihormati
Terima kasih atas segala hal yang membuatku sampai ada pada titik ini
Aku pernah berjalan, ketika tak seorangpun ada menjadi penyemangat
Aku pernah kecewa, seolah-olah menjadi pribadi yang paling tidak berguna
Aku pernah terpuruk, ketika kondisi benar-benar menyakitkan
Tapi, terima kasih…
Terima kasih untuk diriku sendiri, yang terus berjalan melawan “badai”
Terima kasih atas kebaikanku untuk diriku..
Terima kasih karena mempertanggung jawabkan pilihan..
xii ABSTRAK
Kerbau mempunyai peranan penting dalam aktivitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kebudayaan Indonesia, kerbau di samping sebagai alat bantu menyelesaikan aktifitas manusia, juga sering diperlakukan secara lebih khusus. Hampir di seluruh daerah di Indonesia kerbau menjadi salah satu hewan ternak yang diunggulkan masyarakat. Daging dan air susu kerbau menjadi makanan dan minuman yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Berbeda halnya dengan di Desa Tenganan Pegringsingan, kerbau menjadi salah satu hewan yang dihormati oleh masyarakat. Seolah-olah kerbau menjadi hewan yang sangat istimewa bagi masyarakat.
Penelitian ini menggunakan tiga teori yaitu : teori totem, teori fenomenologi, dan teori fungsionalisme manifest dan laten. Ketiga teori ini menjadi relevan untuk menganalisis permasalahan seperti disebutkan terdahulu. Yang pertama, teori totem akan menguraikan bentuk-bentuk keakraban yang terlihat antara masyarakat dengan kerbau, baik dari bentuk perlakuan sehari-hari terhadap kerbau dan perlakuan-perlakuan khusus. Selanjutnya, teori fenomenologi menganalisa kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan terkait dengan perlakuan yang mereka lakukan terhadap hewan kerbau. Teori terakhir, yaitu teori fungsionalisme yaitu teori manifest dan fungsi laten yang dikemukakan oleh Robert K. Merton. Teori ini akan mendalami fungsi-fungsi tersembunyi di balik perlakuan masyarakat terhadap hewan kerbau.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Perlakuan secara lahiriah terdiri dari perlakuan sehari-hari terhadap kerbau dan reproduksi kerbau. Selanjutnya perlakuan secara simbolik terdiri dari ritus-ritus insidental, pura-pura terkait dengan kerbau, fungsi kerbau, dan kearifan lokal. Rasionalitas di balik perlakuan masyarakat terhadap hewan kerbau adalah: fungsi kerbau sebagai perekat hubungan sosial, upaya menjaga keaslian ras kerbau, makna pelestarian budaya, kearifan ekologi, proteksi penyakit, dan ikatan emosional antara manusia dan kerbau.
Kesimpulan penelitian ini, pertama menjabarkan bentuk-bentuk perlakuan masyarakat terhadap hewan kerbau di Desa Tenganan Pegringsingan. Kedua yaitu mengungkap rasionalitas di balik perlakuan masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan terhadap hewan kerbau. Saran untuk merespon permasalahan tersebut adalah : (1) pemerintah, masyarakat lokal, dan pihak terkait hendaknya mengambil langkah tegas, karena tujuannya untuk kembali meningkatkan populasi kerbau, (2) hendaknya dilakukan upaya pengaturan pakan ternak kecukupan gizi dan memutus penurunan populasi kerbau, (3) masyarakat hendaknya melakukan pengamanan terhadap keberadaan kerbau.
xiii
ABSTRACT
Buffalo has important roles in mass activities for fulfilling the life needs. In Indonesian culture, buffalo is treated in special treatment, besides it is used to help people’s activities. Almost in all the area of Indonesia, buffalo is one of live
stocksthat is considered to be superior. The flesh and the milk are becoming food
which contain high nutrition. It is kind of different thing in Tenganan Pegringsingan village, buffalo becomes an animal which is respected by the society as the special one.
The research used three theories; Totem theory, Phenomenology Theory, and Functionalism Manifest and Latent Theory. These theory are relevant to the research problems which were mentioned before. The first theory would explain about the types of familiarity that had been seen between the local people and the buffalos, whether it is types of daily treatments or special treatments. Further, treatment to the buffalo and its reproduction. Then, symbolic treatment consists of incidentals rites, holy temples related to buffalos, the function of buffalo, and the local wisdom. The rationalities of the society treatment are: the function of buffalo as social relationship adhesive, the effort of maintaining the original race of buffalo, the meaning of cultural conservation, ecology wisdom, disease protection, and emotional relation between human beings and buffalo.
The conclusion of this research are first, explains the types of society treatment towards the buffalo in Tenganan Pegringsingan village. Second, reveals the rationalities of the local people treatment. There are some suggestions to respond those problems: (1) the government, local people and related side should take a distinct step to increase back the population of buffalo, (2) there should be an arrangement effort to the nutritious livestock woof and stop decreasing the population of buffalo, (3) the society should do some efforts to achieve security towards the existence of buffalo.
xiv DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERNYATAAN GELAR ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8
1.4 Kerangka Teori dan Konsep ... 8
1.4.1 Kerangka Teori ... 8
1.4.1.1 Teori Totem ... 9
1.4.1.2 Teori Fenomenologi ... 11
xv
1.4.2 Kerangka Konsep ... 13
1.4.2.1 Konsep Rasionalitas ... 13
1.4.2.2 Konsep Perlakuan ... 14
1.4.2.3 Konsep Masyarakat ... 15
1.4.2.4 Konsep Kerbau ... 15
1.4.2.5 Desa Tenganan Pegringsingan ... 16
1.5 Model Penelitian ... 17
1.6 Metode Penelitian ... 19
1.6.1 Lokasi Penelitian ... 20
1.6.2 Jenis dan Sumber Data ... 21
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 22
1.6.3.1 Teknik Penentuan Informan ... 22
1.6.3.2 Teknik Observasi ... 25
1.6.3.3 Wawancara ... 27
1.6.3.4 Studi Kepustakaan ... 28
1.6.4 Analisis Data ... 29
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 31
2.1 Keadaan Geografis dan Pola Perkampungan ... 31
2.1.1 Keadaan Geografis ... 31
2.1.2 Sistem Pemerintahan Desa dan Pola Perkampungan ... 33
2.2 Angka-angka Demografi ... 40
2.2.1 Jumlah Penduduk ... 40
2.2.2 Mata Pencaharian Hidup ... 41
2.2.3 Pendidikan ... 43
2.3 Sistem Organisasi Sosial ... 46
xvi
2.3.2 Sekeha Teruna ... 49
2.3.3 Sekeha Daha ... 51
2.4 Beberapa Jenis Ritus Lokal ... 53
2.4.1 Upacara Dewa Yadnya ... 54
2.4.2 Upacara Manusa Yadnya ... 58
2.4.3 Upacara Pitra Yadnya ... 60
2.4.4 Upacara Bhuta Yadnya ... 63
2.4.5 Upacara Pitra Yadnya ... 64
2.5 Kosmologi dan Kepercayaan Totem ... 64
2.5.1 Kosmologi ... 64
2.5.2 Kepercayaan Totem ... 66
BAB III HEWAN KERBAU DALAM KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN .... 71
3.1 Keberadaan Kerbau di Desa Tenganan Pegringsingan ... 71
3.1.1 Asal-usul Kerbau di Desa Tenganan Pegringsingan ... 71
3.1.2 Populasi dan Reproduksi ... 79
3.1.2.1 Populasi Kerbau ... 79
3.1.2.2 Reproduksi Kerbau ... 80
3.1.3 Klasifikasi Kerbau ... 81
3.2 Fungsi Kerbau Bagi Masyarakat Desa Tenganan Pegringsingan ... 85
3.2.1 Fungsi Sosial Budaya ... 85
3.2.2 Fungsi Religius ... 98
3.2.2.1 Ritus-ritus Insidental Terkait dengan Kerbau ... 98
3.2.2.2 Pura Kandang dan Pura Raja Purana ... 103
3.2.3 Fungsi Kerbau Sebagai Sarana Pengobatan ... 108
xvii
3.3.1 Menghormati Kerbau Sebagai Jero Gede ... 112
3.3.2 Menjaga Kerbau Sebagai Binatang Ternak ... 114
BAB IV KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN TERKAIT DENGAN PERLAKUAN TERHADAP HEWAN KERBAU ... 117
4.1 Kearifan Lokal Terkait Kesinambungan Hubungan Sosial Religius ... 117
4.1.1 Etika Masyarakat Melaksanakan Upacara terkait Hewan Kerbau ... 117
4.1.2 Menjaga Kesinambungan Hubungan Sosial ... 126
4.2 Kearifan Lokal Terkait Cara Masyarakat Untuk Mempertahankan Keaslian Ras Kerbau ... 127
4.2.1 Perkawinan Sekerabar (Inbreeding) ... 129
4.2.2 Kecukupan Komposisi Pakan ... 133
4.2.3 Ketidakberimbangan Populasi Kerbau ... 138
4.3Kearifan Lokal Terkait dengan Ekologi ... 140
4.4 Kearifan Lokal Terkait dengan Pelestarian Budaya ... 144
4.5 Kearifan Lokal Terkait Proteksi Penyakit dan Proteksi Ancaman Magis.. 147
4.5.1 Proteksi Penyakit ... 147
4.5.2 Proteksi Ancaman Magis ... 148
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 151
5.2 Saran ... 153
DAFTAR PUSTAKA ... 157
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Luas Wilayah Desa Tenganan Pegringsingan ... 34
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Desa Tenganan ... 40
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Desa Tenganan Pegringsingan ... 41
Tabel 2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Matapencaharian ... 42
Tabel 2.5 Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 43
Tabel 2.6 Krama Desa Tenganan Pegringsingan ... 47
Tabel 3.1 Populasi Kerbau dari Tahun ke Tahun ... 79
Tabel 3.2 Kerbau Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2016 ... 80
Tabel 3.3 Pembagian Daging Kerbau Berdasarkan Jabatan ... 93
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Lokasi Desa Tenganan Pegringsingan ... 32
Gambar 2.2 Susunan Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Organisasi Pemerintahan Desa Tenganan, Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem ... 33
Gambar 2.3 Peta Desa Tenganan Pegringsingan Berdasarkan Pemanfaatan Lahan ... 35
Gambar 2.4 Pola Pemukiman Desa Tenganan Pegringsingan ... 36
Gambar 2.5 Rumah Tradisional Desa Tenganan Pegringsingan ... 37
Gambar 2.6 Struktur Organisasi Krama Desa Tenganan Pegringsingan ... 48
Gambar 2.7 Struktur Organisasi Sekeha Teruna ... 51
Gambar 2.8 Struktur Organisasi Daha ... 52
Gambar 2.9 Pura Taikik ... 69
Gambar 3.1 Banten Pengalo ... 76
Gambar 3.2 Wawancara dengan Jero Kubayan Desa Ngis ... 77
Gambar 3.3 Kerbau di Desa Tenganan Pegringsingan ... 83
Gambar 3.4 Proses Nyikat oleh Krama Desa ... 88
Gambar 3.5 Proses Ngairang di Pura Raja Purana ... 89
Gambar 3.6 Mati Ombo Sang Hyang ... 91
Gambar 3.7 Kerangka Kerbau ... 92
Gambar 3.8 Kerangka Kerbau Berdasarkan Bebalungan ... 95
Gambar 3.9 Sarana Upakara pada Upacara Tumpek Kandang ... 101
Gambar 3.10 Jero Pasek Memercikkan Isi Banten Taenan kepada Kerbau ... 103
Gambar 3.11 Pelinggih Pura Kandang dan Pohon Besar (Pelinggih Penganon) 105 Gambar 3.12 Pura Raja Purana ... 107
xx
Gambar 4.1 Mati Ombo Sang Hyang ... 122
Gambar 4.2 Partisipasi Warga Desa Ngis saat Pesangkepan bersama
Krama Desa ... 125
xxi GLOSARIUM
adat : aturan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu
akambuhan : upacara bayi saat berusia 42 hari
akelan : terdiri atas enam buah
aku : saya
angkab nasi : sarana untuk mengantarkan jenasah ke kuburan
antroposentris : melihat permasalahan dari sudut kepentingan manusia
aukud : satu ekor
awangan : halaman
awangan tengah : halaman depan rumah
awig-awig : peraturan desa yang tertulis
ayam kelimbing : sarana untuk mengantarkan jenasah ke kuburan
bahan tebenan : bertugas sebagai penyarikan (sekretaris) yang
berganti setiap bulannya.
bale agung : bangunan suci untuk upacara keagamaan dan
sosialisasi
bale buga : bangunan suci untuk membuat sarana upacara
bale gegirang : bangunan suci yang terbuat dari pohon gegirang
bale panggungan : tempat meletakkan sesaji
bale patemu : tempat sekeha teruna bersosialisasi
bale patemu kaja : tempat sekeha teruna bersosialisasi yang terletak di
utara desa bale patemu kelod
: tempat sekeha teruna bersosialisasi yang terletak di selatan
bale patemu tengah : tempat sekeha teruna bersosialisasi yang terletak di
tengah-tengah desa
xxii
adat memiliki ikatan satu khayangan tiga dalam desa
adat itu sendiri.
banten pangendek : sesaji untuk permakluman terhadap dewa dalam
rangkaian upacara
banten pengalo : sesaji yang dipersembahkan oleh masyarakat Desa
Ngis saat berlangsungnya pesangkepan.
banten penglawad : sarana upacara yang dipersembahkan Tumpek
Kandang terhadap hewan kerbau
banten tumpek : sarana upacara yang dipersembahkan Tumpek
Kandang
bhatara : manifestasi Tuhan dalam agama Hindu
bhuana agung : dalam konsep masyarakat Desa Tenganan
Pegringsingan berarti pekarangan desa.
bhuana alit : dalam konsep masyarakat Desa Tenganan
Pegringsingan berarti (manusia dan komponen pekarangan rumah).
bhuta yadnya : upacara yang dipersebahkan kepada bhuta kala
biu : pisang
bungsil : buah kelapa yang masih sangat kecil
cacah : sarana upacara untuk mengantarkan jenasah ke
kuburan
ceheng : daging kerbau yang terletak pada bagian tulang kaki
depan di antara pukuh dan cengel
cekeng : daging kerbau yang terletak di tulang punggung
kerbau.
xxiii
dadia : kelompok kekerabatan yang terdiri atas perkumpulan
rumah tangga yang berasal dari satu nenek moyang.
dadua : dua
daha cerik : daha yang bertugas membuat sarana upacara
desa pekraman :
disebut juga desa adat, kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang terikat dalam satu kesatuan wilayah dan Pura Khayangan Tiga
dewa yadnya : Korban suci yang dilakukan dengan tulus untuk para
dewa
dipusung : keadaan rambut diikat ke atas
don pukuh : daging kerbau yang terletak tepat di atas rusuk kerbau
final stock : bibit hewan untuk dijual
fitness : Kebugaran (dalam hewan)
gambelan gong : alat musik tradisional Bali
gatih nengah : asrama untuk kelompok daha kelompok kedua
gatih nyoman : asrama untuk kelompok daha kelompok ketiga
gatih wayah : asrama untuk kelompok daha kelompok pertama
gegumuk : bagian atas kuburan yang dibentuk
gihing tegeh : daging kerbau yang terletak di atas rusuk kerbau
gen : unit pewarisan sifat bagi organisme hidup gen resesif : gen pembawa sifat buruk
heterozigot : Terdiri atas beberapa gen yang berbeda homozigot : terdiri dari dua gen yang sejenis
i badan meso : nama khas sebuah pohon wani
icon : lambang
injin : beras ketan putih
inbreeding : perkawinan sekerabat (hewan)
jaga satru : penjagaan dari segala penjuru arah
xxiv
jaran : kuda
jeg-jeg ai : matahari tepat berada di atas
jelanan awang : jalan depan atau pintu masuk
jelanan tebe : jalan belakang atau pintu keluar
jepun pamugehan : pohon kemboja tempat kerbau diikat
jero : istilah dalam bahasa Bali untuk menyebut seseorang
yang tidak dikenal dan dihormati
Jero Gede : istilah untuk menyebut kerbau
jinah bolong : uang logam khas Bali
kain gringsing : kain khas Desa Tenganan Pegringsingan
kaja : utara
kamen : Kain untuk menutupi tubuh bagian bawa
kasta : Pembagian kelompok seseorang berdasarkan
golongan
kayehan kaje kauh : tempat pemandian suci
kebo : kerbau
kelian desa : pimpinan harian dalam krama desa yang bertugas
sebagai perencana dan ketua kegiatan.
kelod : selatan
kepus sawen : upacara bayi karena tali pusar sudah terlepas
keris pajenengan : keris khusus untuk menyemblih kerbau
ketan barak : beras ketan hitam
ketungan : simbolisasi kegiatan dalam upacara kematian
kiput : daging pada bagian ini tidak terlalu banyak. Letaknya
berdekatan dengan mekabang dan lebih tepatnya pada tulang ekor.
kliang cicipan : jabatan ketua umum dalam sekeha teruna
kosmologi : ilmu pengetahuan tentang seluk beluk alam
krama desa : organisasi desa dimana anggotanya terdiri dari
xxv
Desa Tenganan Pegringsingan.
krama gumi pulangan
:
istilah untuk menyebut sepasang suami istri yang tidak lagi menjabat menjadi dalam krama desa di Desa Tenganan Pegringsingan.
kus-kus : kukus
legayang : maaf
lekad : lahir
lelipi selan bukit : mitos mengenai ular penjaga hutan
line breeding : perkawinan sekerabat (hewan)
lokalistik : bersifat kedaerahan
luanan : kedudukan paling tinggi dalam krama desa yang ada
di Desa Tenganan Pegringsingan yang bertugas sebagai penasehat.
luh : perempuan
lungsur : mengambil
mabersih : bersih-bersih
mabung : menari tari abuang
maceniga don apah karang : pembersihan pekarangan rumah
magelang bayi : upacara saat bayi berusia 3 bulan
makabang : daging kerbau yang terletak di bagian persendian
tulang paha bagian atas yang berdekatan dengan
cekeng.
makemit : tidur di tempat suci
maluaran : lambang orang yang meninggal
mancawalikrama : salah satu bagian dari upacara bhuta yadnya yang
datangnya setiap 10 (sepuluh) tahun sekali.
mandusang sawa : memandikan jenasah
manusa yadnya : upacara yang dilakukan secara tulus untuk manusia
mapalung pakolem : upacara dalam agama Hindu yang mempersembahkan
sesaji ke dalam air, air laut maupun air danau
xxvi
masig-sig mambuh : proses penyucian
matan tulang : daging kerbau yang terletak pada persendian paha
atas bagian belakang yang berhubungan dengan pikang-pikang magebyoran.
mati ombo sanghyang : disemblihnya kerbau untuk upacara
matulung : membantu dalam kegiatan sosial religius
maturing : mempersembahkan
maulu ke tengan : orientasi antara arah mata angina di bagian
tengah-tengah desa. Tujuannya adalah untuk mencapai keseimbangan
mayunan : bermain ayunan
meajak-ajakan : Perekrutan anak laki-laki menjadi teruna
mebabi barak : upacara pergantian jabatan dalam krama desa
medaha : proses anak-anak perempuan menjadi remaja
mekare-kare : perang pandan
melalung : telanjang
meli : membeli
memek : ibu
memunjung : mempersembahkan sesaji kepada orang meninggal
mendem pedagingan : upacara yadnya untuk memfungsikan dan
menghidupkan bangunan atau pelinggih-pelinggih suci pada sebuah pura.
menyama braya : membantu dalam kegiatan sosial religius
metuakan : meminum tuak secara berkelompok
mepamit : mohon ijin untuk pulang
merem : tidur
mesakapan beling : upacara bayi dalam perut ibu
mesanggah gedebong : upacara untuk memohon perlindungan dan
kemakmuran
mesanggah jumu : upacara di halaman depan rumah dengan
xxvii
mesanggah tengah : upacara di bale agung dengan mempersembahkan dua
ekor babi hitam dan seekor sapi
mesuryak : berteriak
meten : kamar tidur
metruna : Proses menjadi remaja bagi laki-laki
metruna nyoman : tradisi sakral yang harus diikuti oleh anak laki-laki di
Desa Tenganan Pegringsingan sebagai bentuk peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja.
mobot : hamil
muani : laki-laki
muhu-muhu : menetralisir alam dari kekuatan gaib
muhun : upacara yang berlangsung setahun setelah upacara
kematian
muja : mempersembahkan sesaji
mulakayu : proses pembersihan secara sakral
nampah ombo : Menyemblih atau memotong kerbau
nebus : pembersihan jenasah
neduh : upacara khusus di sawah
nelahang : upacara yang dilaksanakan setelah tiga hari kematian
seseorang
nelubulanin : upacara saat bayi berusia tiga bulan
nengah : Seksi perlengkapan
nenten : tidak
ngaben : upacara pembakaran jenasah di Bali
ngairang : prosesi mengitari kerbau pada kuil-kuil tertentu
sebelum kerbau disemblih
ngajeng : makan
ngambul : marah
ngejuk ombo : menangkap kerbau
xxviii
ngelah : punya
ngetus jambot : memotong rambut bayi
ngolasin : upacara saat bayi berusia sebelas hari
ngoyang : menghabisan
ngujang aji : kegiatan bersih desa yang bersifat sakral
ngusaba kapat : upacara yang berlangsung saat sasih kapat
ngusaba kasa : upacara yang berlangsung saat bulan pertama
ngusaba sambah : upacara yang berlangsung saat bulan kelima
nira : saya
nuwur : membawa
nyambutin : upacara yang dilakukan setelah sebelas hari masa
nelahang
nyikat : pembuatan kain untuk keperluan upacara
nyoman : seksi perhubungan masyarakat
nyoman dadua :
jabatan dalam sekeha teruna yang bertugas sebagai seksi perlengkapan.
nyondong : membawakan nyanyian suci
ogoh-ogoh : boneka raksasa sebagai simbol bhuta kala
ombo sanghyang : kerbau suci
padi gaga : padi yang ditana di lahan kering
pagedongan : kandang
pakekipuan : tempat kerbau berkubang
panca yadnya : lima korban suci yang dilakukan denga tulus
pande : nama depan dari keluarga besar warga pande
panggung-panggungan : panggung sebagai tempat upacara
panglong : hari sebelum hari Purnama
parent stock : bibit induk
pawisik : bisikan gaib
pawiwahan : upacara pernikahan umat Hindu di Bali
xxix
pelinggih : tempat suci
pemalu : daging kerbau yang terletak pada kaki belakang, di
atas sendi lutut
pemangku : orang suci untuk umat Hindu
pempatan : perempatan jalan
pengangon : pengembala
pengenep : wakil ketua
penyakap : tenaga pekerja
penyarikan : sekretaris
pepaga : sarana untuk membawa jenasah ke kuburan
pesangkepan : rapat sakral
pikang-pikang : daging kerbau yang terletak di atas tulang paha atas
bagian belakang
piodalan : upacara agama
pipis : uang
pitra yadnya : korban suci untuk para leluhur
pukuh : daging kerbau bagian depan. Lebih tepatnya pada
bagian lengan atas yang hampir terhubung dengan tulang leher.
Pura Kandang : tempat pemujaan terhadap hewan kerbau
Pura Raja Purana : tempat pemujaan terhadap dewa pemilik kerbau
purnama : bulan penuh
rahina : hari
rahinan / piodalan : upacara dalam agama Hindu
rambu solo : upacara pemakaman adat di Tana Toraja
rsi yadnya : upacara khusus untuk orang suci
rumah tongkonan : rumah khas Tanah Toraja
sabuk : ikat pinggang
salah pati : kematian tidak wajar
sampet : kain suci yang dibuat oleh krama desa
xxx
sanggah : kuil pemujaan di masing-masing rumah
sanggah cucuk : tempat untuk pecaruan
sanggah kaja : kuil suci yang bertempat pekarangan rumah bagian
sasih desta : bulan kesebelas perhitungan kalender khas Tenganan
sasih kanem : bulan keenam perhitungan kalender khas Tenganan
sasih kapat : bulan keempat perhitungan kalender khas Tenganan
sasih kapitu : bulan ketujuh perhitungan kalender khas Tenganan
sasih karo : bulan kedua perhitungan kalender khas Tenganan
sasih kasa : bulan pertama perhitungan kalender khas Tenganan
sasih kasanga : bulan kesembilan perhitungan kalender khas
Tenganan
sasih katiga : bulan ketiga perhitungan kalender khas Tenganan
sasih kawulu : bulan kedelapan perhitungan kalender khas Tenganan
sasih sada : bulan keduabelas perhitungan kalender khas
Tenganan
sasih sambah : bulan kelima perhitungan kalender khas Tenganan
saya ngis : utusan dari Desa Ngis
seda : mati
sedajan rurung : sebelah Utara jalan
segehan : sesaji untuk bhuta kala
sekah : lambang orang meninggal
sekeha daha : sekeha daha adalah organisasi sosial tradisional yang
xxxi
sekeha teruna : sekeha teruna adalah organisasi sosial tradisional
yang diperuntukkan kepada para remaja laki-laki yang bertugas dalam pendukung utama krama desa dalam melaksanakan tradisi desa dan berupacara agama.
sema : kuburan
semida : serabut kelapa yang dibakar sebagai sarana upacara
sesadep : sarana untuk upacara kematian
setra : kuburan
tambelapu duluan : jabatan seseorang dalam krama desa yang bertugas
melaksanakan keputusan-keputusan desa. Selain itu juga bertugas secara bergiliran menjadi utusan desa untuk mengundang luanan dalam pesangkepan.
tambelapu tebenan : jabatan seseorang dalam krama desa yang bertugas
melaksanakan keputusan-keputusan desa. Selain itu juga bertugas secara bergiliran menjadi utusan desa untuk mengundang luanan dalam pesangkepan.
tamping takon : orang yang bertugas sebagai penerima pertanyaan
yang berkaitan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh krama desa kemudian memberikan keputusan yang mutlak tidak dapat diganggu-gugat.
tapak dara : pertemuan arah mata angina kaja-kelod (utara selata)
dan kangin-kauh (timur barat).
taun abayan : padi
tedong bonga : istilah masyarakat Tanah Toraja untuk menyebut
xxxii
tedong pudu : istilah masyarakat Tanah Toraja untuk menyebut
kerbau berwarna hitam.
tedong sambao : istilah masyarakat Tanah Toraja untuk menyebut
kerbau berwarna abu-abu dan putih
tegalan : kebun
ternak inbreed : hewan hasil perkawinan sekerabat atau sedarah
tiang : saya
tipat : ketupat
tirta : air suci
titi mamah : bagian dari kepala dan daging kerbau dijadikan sarana
dalam upacara pembakaran jenasah di Bali. Tujuannya sebagai jembatan untuk orang yang meninggal menuju kehidupan selanjutnya.
Tri Hita Karana : tiga penyebab kebahagiaan
tuak : minuman yang mengandung alkohol. Bahan baku
yang biasa dipakai adalah: beras atau cairan yang
diambil dari tanaman seperti nira pohon enau atau
nipah, atau legen dari pohon siwalan atau tal, atau
sumber lain
tubuhan : pohon-pohon yang dihiasi dengan buah
tugelan matan tulang : daging kerbau yang terletak di bawah matan tulang.
Pada bagian ini terdapat cukup banyak daging karena merupakan bagian dari paha atas.
tumpek kandang : disebut juga Tumpek Uye, yaitu upacara untuk
penghormatan terhadap hewan
tumpeng : sarana upacara yang terbuat dari nasi yang dibentuk
uduan guling : sesaji berbahan utama daging babi guling
uduan siap : sesaji berbahan utama daging ayam
uduan tipat : sesaji berbahan utama ketupat
xxxiii
ulam upakara : daging untuk upacara
ulu teben : daerah suci dan daerah kotor
ungguan : Tuhan
upakara : sesaji atau sarana upacara
upakara caru : sesaji untuk bhuta kala
usada : pengobatan
usuk : rusuk
wedal : diminta untuk menyumbangkan secara wajib