• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SEJARAH YANG BERBASIS RELIGI DAN BUDAYA DI KAWASAN BANTEN LAMA : Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SEJARAH YANG BERBASIS RELIGI DAN BUDAYA DI KAWASAN BANTEN LAMA : Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama: Suatu

Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu x

(2)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama: Suatu

Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu xi

c. Pengumpulan Data dengan Dokumen ... 116

F. Pengujian Validitas dan Relibilitas Penelitian Kualitatif... 133

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 140

B. Deskripsi Hasil-Hasil Penelitian ... 150

1. Kondisi Kekinian Pembelajaran Sejarah yang dilaksanakan oleh Guru- Guru di Banten Lama pada Umumnya... 150

2. Nilai-nilai Religi dan Budaya dapat Digali dan Ditransformasikan dari Sejarah Kawasan Banten Lama ... 159

3. Implementasi Pembelajaran Sejarah Berbasis Religi dan Budaya dengan Pendekatan Transformatif di SMA... 164

(3)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama: Suatu

Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu xii

LAMPIRAN... 301

RIWAYAT HIDUP (CV)

Encep Supriatna dilahirkan di Kecamatan Jiput Kabupaten Pandeglang, lahir tanggal 5 Januari 1976, anak pertama dari pasangan H. Saepudin dan Hj. Hujaemah dari empat bersaudara. Encep Supriatna dibesarkan dalam lingkungan keluarga guru yang taat beribadah dan didikan yang “keras”, dari sang nenek Hj. Jahroh (Alm) dan kakeknya H. Arman (Alm). Setamat dari SDN Sikulan 1, ia melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah berbasis agama yaitu; Pondok Pesantren Daar El Qolam Gintung Balaraja Tangerang, Pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah dilaluinya selama enam tahun hingga tahun 1996 di pesantren yang sama, dan karena permintaan kiayinya ia harus mengabdi terlebih dahulu selama satu tahun di almamaternya hingga tahun 1997.

(4)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama: Suatu

Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

(5)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Topolski (1990) pengertian sejarah ada tiga pengertian dasar: (1) sejarah sebagai peristiwa-peristiwa masa lalu (past event, res gestae); (2) sejarah sebagai pelaksanaan riset yang dilakukan oleh seorang sejarawan; (3) sejarah sebagai suatu hasil dari pelaksanaan riset semacam itu, yaitu seperangkat pernyataan-pernyataan tentang peristiwa-peristiwa masa lalu atau sering sering juga disebut historiografi. Akan tetapi istilah historiografi itu sendiri dapat mempunyai arti lain yaitu sejarah penulisan sejarah (history of historical writing). Dalam dua pengertian terakhir merujuk sejarah sebagai suatu disiplin ilmiah. Tafsiran sejarah ini seperti telah disebutkan di atas, berevolusi lambat-laun mengikuti perkembangan refleksi terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu dan perkembangan disiplin sejarah sebagai hasil rekontruksi peristiwa-peristiwa itu (Topolski, 1990: 53-55).

(6)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2 ajaran Buddha tentang kebaikan, perdamaian, dan kebenaran merupakan refleksi berbagai nasihat yang datang dari banyak tokoh yang berfikir dalam kesunyian dari abad ke abad. Kepribadian atau tokoh hanyalah titik puncak gerakan yang besar dan merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari dalam sejarah yang berdimensi evolusi, pertumbuhan, dan perkembangannya (Kochhar, 2008: 11).

Sejarawan sekaligus sosiolog Toynbee mendeskripsikan sebab-sebab muncul, tumbuh, dan gulung tikarnya kebudayaan dari kesejarahan. Ia menekankan sisi “intelligible” (semacam penalaran) studi sejarah di mana peradaban muncul bila manusia

menghadapi situasi yang sulit yang menantang sehingga tumbuh kegiatan-kegiatan kreatif untuk melakukan usaha-usaha yang tak terduga dalam proses “challenge and reponse”. Melalui tantangan itu muncullah peradaban, dan apabila terus kreatif maka

akan menumbuhkan tanggapan yang makin canggih dengan kreativitas yang makin optimal (Sutrisno, 2004: 70).

Rangsangan-rangsangan kebudayaan terus diasah dan dipertajam yang secara lahiriah berupa penguasaan keadaan luar dan secara batiniah berupa artikulasi diri dalam “self-determination” yang progresif. Peradaban akan runtuh bila gagal memunculkan

(7)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 3 demokrasi pun dihayati dengan semangat nilai feodal dan paternalistik. Transformasi budaya menghasilkan involusi budaya menurut Geertz (1984), dualisme feodal dan modern terus-menerus menjadi kendala proses integrasi budaya maupun nilai (Sutrisno, 2004: 71).

Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia juga tidak terlepas dari proses evolusi, pertumbuhan dan kemajuan budaya. Perkembangan budaya dan kehidupan beragama di Indonesia akan sangat menarik apabila ditulis menjadi salah satu tema dalam penulisan sejarah. Apalagi dewasa ini bangsa Indonesia sedang mengalami masa transisi dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri di zaman modern ini. Masyarakat modern atau modern society yang lazim dijadikan rujukan ideal adalah masyarakat modern yakni sebuah tatanan sosial yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) terbuka terhadap gagasan baru dan berani menguji coba metode dan teknik baru, (2) siap menyatakan dan bahkan berbeda pendapat, (3) berorientasi pada masa kini dan mendatang daripada masa silam, (4) menghargai ketepatan waktu, (5) melakukan perencanaan demi efisiensi, (6) percaya akan sains dan teknologi, dan (7) melihat pentingnya pemerataan keadilan, (Al-Wasilah, 2009: 2).

(8)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 4 khususnya yang berdimensi religi dan budaya perlu adanya transformasi nilai. Selanjutnya Lenski (1966: 306) berpendapat bahwa kalau dalam masyarakat agraris, kekuatan yang membentuk nasib manusia biasanya dipikirkan dengan ciri-ciri personal, dan agama yang dominan bercorak theistic, maka dalam masyarakat industrial agama-agama baru yang memahami kekuatan-kekuatan itu sebagai impersonal telah berkembang (Lenski, 1966: 307). Agama baru yang berkembang itu dapat bersifat persuasif seperti humanisme, atau bercorak koersif, seperti pada komunisme. Aliansi antara agama dan negara jarang sekali terjadi dalam masyarakat industri. Oleh karena industrialisasi adalah penerapan secara rasional ilmu pengetahuan dalam produksi, maka proses rasionalisasi kemudian juga menurunkan status agama sebagai petunjuk yang benar tentang realitas. Adanya realitas baru buatan manusia yang artifisial, rujukan agama yang selalu menunjuk kepada realitas pertama dan kedua, yaitu Tuhan dan alam semesta tidak lagi mempunyai daya panggil yang kuat (Kuntowijoyo, 2006: 141-142).

(9)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 5 Islam memiliki dinamika dalam timbulnya desakan pada adanya transformasi sosial secara terus menerus, yang akan berakar juga pada misi ideologisnya yakni cita-cita untuk menegakkan amr ma’ruf dan nahyi munkar dalam masyarakat di dalam kerangka keimanan kepada Tuhan. Sementara amr ma’ruf berarti humanisasi dan emansipasi, nahyi munkar merupakan upaya untuk liberasi, karena kedua tugas itu berada dalam kerangka keimanan, maka humanisasi dan liberasi merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dari transendensi.

Sejak abad ke-17 Banten terkenal dengan religiusitas masyarakatnya, aspek religiusitas ini masih dapat dilihat dalam praktik-praktek peribadan dan juga ritual keagamaannya yang tidak lepas dari kehidupan modern yang ditandai oleh erkembangnya industrialisasi. Datangnya perkembangan industrialisasi ini yang membawa nilai-nilai modernisasi oleh generasi muda dianggap tidak perlu lagi memperlajari budaya bangsanya sendiri yang kaya akan kearifan lokal dan telah berabad-abad lamanya dipraktekan oleh nenek moyang mereka. Sungguh amat disayangkan apabila nilai kekayaan tradisi dan budaya ini dibiarkan begitu saja tanpa “disentuh”, untuk

dikembangkan dan diwariskan kepada generasi mudanya dalam hal ini adalah para siswa di sekolah.

(10)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 6 memperbaharui dan memperkaya nilai-nilai yang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Dalam banyak hal tidak diragukan lagi kemampuan budaya lokal dalam menjaga kelangsungan hidupnya, melindungi, dan menyempurnakan serta mewariskan kearifan tradisinya, ternyata sejalan dengan logika dan kaidah keilmuan modern pengelolaan sumber daya alam misalnya, di kalangan masyarakat yang merujuk pada nilai-nilai tradisi sangat memperhatikan kelestarian dan keseimbangan alam.

Terpeliharanya keseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam, sesama manusia dan dengan Tuhan Yang Maha Esa merupakan pelajaran berharga bagi manusia modern saat ini dalam menghadapi porak-porandanya berbagai bentuk kehidupan sosial. Contoh-contoh tersebut tidak berlebihan jika dijadikan sebagai bukti empirik yang dilakukan masyarakat lokal dalam menghadapi tekanan global dan kebijakan nasional yang tidak mempertimbangkan nilai-nilai tradisi dan lokal. Sementara itu untuk menghadapi dilema dehumanisasi dalam keberlanjutan nilai-nilai universal yang manusiawi sebagai dampak kebijakan nasional masa lalu yang mengingkari paham “bhineka tunggal ika,” dan terjadinya proses globalisasi yang menganut paham

kapitalisme tunggal. Maka pilihan bagi Indonesia yang termasuk negara berkembang saat ini adalah merevitalisasi dan mereinterpretasi sistem budaya lokal. Sejalan itu dilakukan pula revitalisasi aturan-aturan nasional dan lokal yang menjadi panduan birokrasi dan stakeholders berperilaku. Dengan merujuk pada sistem pengetahuan dan teknologi yang

(11)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 7 Di kalangan akar rumput (grass-roots) saat ini, budaya lokal itu masih dipahami sebagai local level decision making, seperti dalam bidang pertanian, kesehatan, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan aktivitas sosial lainnya, khususnya di desa dan di daerah pinggiran kota. Fenomena yang jelas dari kearifan tradisi dalam mendayagunakan sumber daya alam dan sosial yang ternyata bersifat dinamis. Melalui proses perjalanan waktu yang panjang mereka memperkaya pengetahuannya sejalan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Untuk itu diperlukan daya adaptasi dan efektivitas sistem pengetahuan dan teknologi bagi masyarakat di dunia ini. Dalam banyak hal tidak diragukan lagi kemampuan manusia menunjang kelangsungan hidupnya, sistem budaya yang dimilikinya itu dilindungi dan terus disempurnakan melalui dialog dan interaksi dengan pengetahuan lain dan diwariskan dari generasi ke generasi yang berdasarkan kajian yang ada sejalan dengan logika dan kaidah ilmu pengetahuan modern (Adimihardja, 2008: 80-83).

(12)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 8 sejalan dengan kesepakatan masyarakat dunia yang terus menerus diaktualisasikan melalui berbagai pertemuan ilmiah dan secara nasional melalui otonomi daerah untuk melaksanakan amanah pembangunan manusia yang berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan yang adil dan beradab (Adimihardja, 2008: 109-111).

Banten sebagai komunitas kultural sebagaimana dinyatakan di atas, dapat diamati dan ditelusuri melalui unsur-unsur kebudayaannya, khususnya melalui dimensi fisik atau kelakuan (perbuatan) masyarakatnya. Unsur-unsur kebudayaan tersebut memang ada pada kebudayaan Banten, yang berarti Banten sebagai komunitas kultural benar adanya. Pengamatan untuk ini dilakukan dengan melihat sisi-sisi tradisi dan sisa-sisa peninggalan fisik (artefak) di daerah Banten yang secara simbolik dapat diobservasi dan diinterpretasi. Apalagi sisa-sisa tradisi dan sisa-sisa peninggalan fisik budaya itu menurut Ambari (2009) sarat dengan ciri dan pengaruh kebudayaan Islam. Artefak itu dapat kita lihat sampai sekarang dengan adanya reruntuhan keraton Surosowan, keraton Kaibon, Mesjid Agung Banten, Menara/Mercusuar Mesjid Agung Banten, bangunan Tiyamah, dan

museum situs purbakala Banten Lama. Sedangkan untuk unsur-unsur peninggalan

(13)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 9 Banten adanya ”Panjang Mulud” hingga ramai-ramai berziarah ke makam Sultan Banten dan masjid Banten Lama.

Saat peringatan Maulid, berbagai sumbangan baik dalam bentuk barang maupun uang tunai juga ada. Mereka yang mampu diharapkan banyak menyumbang untuk kemakmuran masjid atau mushola. Kadang sumbangan ini dilanjutkan ke yayasan yang dikelola oleh pengurus masjid atau mushola. Di kawasan Banten Lama, bulan Mulud menjadi salah satu bulan yang ramai jumlah peziarahnya. Berbagai kalangan masyarakat dari Banten luar Banten berziarah ke makam Sultan Banten dan Masjid Agung Banten Lama.

Untuk merekonstruksi sejarah Banten yang akan tradisi sebagaimana dikemukakan oleh Kartodirdjo (1994), bahwa pada abad ke-18 dan 18 kehidupan masyarakat Banten telah banyak melakukan kontak dengan masyarakat mancanegara. Adanya intekasi yang intensif melalui jalan perdagangan dan diplomasi, sudah tentu proses interaksi yang mengikuti pola-pola komunikasi dalam jangka waktu tertentu mendorong ke arah integrasi antara daerah atau antar unsur-unsur sosial. Interaksi antara unit terjadi lewat komunikasi mulai dari hubungan perkawinan, perang, perampokan, perbudakan, sampai pelayaran, perdagangan, diplomasi, dan persekutuan.

(14)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 10 termasuk berlangsungnya perdagangan internasional (Emporium). Terjadinya komunikasi antar bangsa baik dengan Barat maupun utara menimbulkan aliran besar kultural yang membawa ideologi, sistem kepercayaan, sistem politik dan berbagai unsur kebudayaan lainnya seperti sastra, kesenian, filsafat dan sebagainya, hal ini apabila mengacu pada pendapat dari Anthony Giddens (2000:32) dalam bukunya “The Third Way” (Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial) yang merujuk pada perkembangan perekonomian yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengakibatkan munculnya industrialisasi di sektor ekonomi dan demokrasi di bidang politik.

Hal ini dikuatkan pula oleh pendapat Dahana, yang dimuat di Harian Kompas edisi, 3/06/2011.

“Bahwa Indonesia merupakan kawasan terunik dalam sejarah yang bahkan tidak dapat disamakan begitu saja dengan kawasan sejenis, seperti Mediterania di pertigaan Afrika, Eropa, dan Asia. Pembentukan suku bangsa yang ada tak pernah melalui sebuah dominasi dari kekuatan atau kekuasaan satu suku atau etnik tertentu. Tidak juga oleh Jawa yang kebetulan berpenduduk paling banyak dan memiliki kegiatan sosio-ekonomi-politik-kultural yang paling aktif saat itu. Itulah sebabnya, setiap etnik atau suku bangsa dapat mengembangkan kualitas dan kebudayaannya masing-masing, seta melahirkan karya-karya terbaiknya. Semua itu dihasilkan oleh sebuah kondisi masyarakat di mana multikulturalisme adalah keniscayaan, sebuah takdir yang diterima (given), dan menciptakan interkulturalisme yang tidak tertandingi masa mana pun hingga hari ini, dan multikulturalisme tersebut mampu mengembangkan sebuah ikatan yang tak terputus secara kultural, diikuti oleh produk-produk ekonomi, sosial, atau politiknya. Ikatan itu dibangun lewat kesadaran. Mereka terikat dan bekerjasama dalam proses pematangan dan pendewasaan, ikatan primordial itu kendatipun berbeda-beda tapi terangkai dalam sebuah ikatan simbol sebagaimana dikatakan oleh Empu Prapanca dalam bentuk slogan pendek: Bhineka Tunggal Ika (Dahana; Kompas, 3/06/2011).

Itulah fundamen persatuan kita yang disilakan dalam Pancasila, yang lebih tepat diformulasikan sebagai “persatuan (dari keberagaman bangsa) Indonesia”. Tanpa

(15)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 11 gunanya. Tanpa kesadaran akan dasar realitas historis-kultural ini, kita akan mudah dipecah oleh kepentingan-kepentingan sempit yang membuat konflik tiada henti hingga mengerahkan kekerasan sekalipun. Maka, sebuah ilusi apabila kita bicara idea atau simbol kultural yang diadopsi begitu saja untuk menjelaskan dan memproyeksikan kesatuan dan kemajuan bangsa tanpa memperhitungkan realitas primordial yang mengendap di balik kulit peradaban artifisial kita sekarang ini. Maka hal ini ditanyakan lagi oleh Dahana dalam tulisannya sebagaimana berikut:

“……Pertanyaannya sekarang mengapa hal itu bisa terjadi, karena, pertama, kita menerima kulit itu sebagai isi (esensi). Kedua, kita tidak mengakui psikologi kultural kita yang skizofrenik. Ketiga, karena kita tidak berani mengekspresikan jati diri primordial itu: menganggapnya kuno, terbelakang, beku, klenik, dan memalukan. Padahal dalam diri yang “kuno” itu kekuatan kita sebenarnya. Artinya, sungguh bukan suatu kesalahan bila Anda (dengan khusyuk dan setia) menjadi Bali, Banten, Banjar, atau Madura. Tidak juga keliru juga anda (dengan khusyuk dan setia) menganut agama apa saja. Karena ketika anda atau kita secara sejati menjalaninya dan menjadi apa yang diidealkannya oleh satu kesatuan etnik atau kepercayaan, sesungguhnya Anda sudah menjadi Indonesia, (Dahana, Kompas; 3/06/2011).

(16)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 12 Kreatifitas sejarah yang mula-mula muncul sebagai kekuatan spiritual (iman) telah mampu memobilisasikan umat Islam dalam perjalanan sejarah yang panjang sejak dari jaman kekhalifahan, kerajaan-kerajaan, dan perlawanan terhadap penetrasi imperialisme Barat. Peradaban baru kini telah muncul dalam arena sejarah Islam yang oleh Toynbee (1889-1975) dimasukkan dalam tradisi Judeo Cristian itu telah menembus lebih jauh dari jangkauan dunia Barat, sampai ke India, Tiongkok, dan Indonesia yang dalam sejarah dikenal dengan Dunia Timur dan peradaban Timur. Dalam keadaannya yang sekarang, peradaban Islam menjelma ke dalam setidak-tidaknya lima zone budaya: Arab, Iran, Turki, Melayu, dan Afrika hitam. Kelima zone tersebut masih dapat ditambahkan daerah-daerah muallaf di Eropa, Amerika, dan Asia lainnya, (Hossein Nasr, 1977:15-33).

Nilai-nilai peninggalan kebudayaan Islam itu masih dapat kita saksikan sampai sekarang terutama peninggalan kerajaan-kerajaan Islam di seluruh nusantara termasuk di daerah Banten, khazanah peninggalan Islam yang “kaya” akan sejarah masa lalu

(17)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 13 sesuai dengan karakteristik di daerahnya masing-masing terutama dengan dinamika budaya lokal setempat yang dapat diangkat menjadi sumber, bahan atau materi pembelajaran sejarah lokal.

Namun acapkali cita-cita besar tersebut kandas di tangan guru yang berkedudukan sebagai “director of learning”, tidak mampu menyajikan pembelajaran yang menarik

bagi siswa, sehingga dalam pembelajaran sejarah siswa merasakan adanya kebosanan, tidak menarik, parsial, dan hampa akan nilai, sebagaimana yang disinggung oleh Soemantri (2001:84), dalam pembelajaran sejarah, masih banyak guru yang menggunakan metode ekspositori dalam menyampaikan pelajaran IPS. Metode ceramah yang tidak menarik, membuat siswa menjadi pasif dan tidak merangsang daya pikir siswa, metode konvensional ini dalam pemakaiannya hendaknya dibatasi, dan sebaiknya guru lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan kemampuannya untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Suwarma (2001:36) dalam penelitiannya mengemukakan para siswa kurang tertarik dengan pendidikan IPS antara lain karena kurang dirasakan kegunaannya, dan kurang menarik siswa karena dinilai sebagai pelajaran lunak dan hapalan.

Demikian pula penelitian yang telah dilakukan oleh Rochiati (1992), mengemukakan bahwa salah satu kelemahan guru sejarah dalam pembelajarannya adalah kurang nampak upaya mengaktifkan siswa, atau “mentolelir budaya diam” yang

(18)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 14 perlu lebih ditingkatkan. Kemudian hasil penelitian Sutarjo dalam Darsono (2008) yang meneliti faktor kegagalan pendidikan ilmu-ilmu sosial disebabkan karena guru hanya menjejalkan informasi-informasi hapalan dan tidak menyentuh pembentukan watak, moralitas, sikap, atau proses berfikir peserta didik (Darsono, 2008: 74).

Kritik umum yang sering dilontarkan kepada pendukung nilai edukatif sejarah bahwa dalam penanaman nilai-nilai sejarah melalui proses pendidikan itu yang lebih ditonjolkan adalah pencapaian tujuan-tujuan edukatif yang bersifat ekstrinsik/instrumental. Padahal dari teori belajar kita mengetahui bahwa yang lebih utama adalah nilai intrinsiknya. Penekanan sifat ekstrinsik yaitu berupa “learning

capacity” dalam pendidikan sejarah akan lebih mengarahkan pada pemahaman nilai sejarah sebagai landasan bagi pembentukan manusia sebagai makhluk intelektual yang kritis dan rasional (Widja, 2002: 58).

Di sini siswa diperankan bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif, tetapi sebagai pembangun pengetahuan dan sikap yang aktif melalui cara pandang secara akademik terhadap realita. Tampaknya pandangan konstruktivisme yang menitikberatkan pada “process af knowing” akan menjadi salah satu pilar dan “social studies” pada abad

ke-21 tersebut, menggeser pandangan behaviorisme yang mengasumsikan pengetahuan ada di luar dari manusia dan menempatkan siswa sebagai “recipient” dari pengetahuan.

Akan tetapi dalam penelitian ini juga selain konstruktivisme sebagai pilar dalam menjembatani “learning process”, diperlukan juga pilar perenialisme yang

menitikberatkan pada “Penanaman nilai-moral pada diri siswa”, karena sesuai dengan

(19)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 15 dari tujuannya, setiap mata pelajaran sosial memiliki tujuan yang bervariasi. Tujuan Mata pelajaran Sejarah di SMA berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22-24 tahun 2006 menjelaskan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.

2. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan

3. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau

4. Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang

5. Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.

(20)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 16 keragaman sosial-budaya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia. Pengajaran sejarah juga bertujuan agar siswa menyadari adanya keragaman pengalaman hidup pada masing-masing masyarakat dan adanya cara pandang yang berbeda terhadap masa lampau untuk memahami masa kini dan membangun pengetahuan serta pemahaman untuk menghadapi masa yang akan datang.

Untuk itu Toffler (1981:48) seorang futurolog, dalam bidang pendidikan, ia menyarankan untuk membangun “super-industrial education system”. Salah satu ciri

(21)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 17 Sejalan dengan itu Laue (dalam Widja) menganjurkan inti pendidikan sejarah masa depan yang menurutnya sesuai dengan abad penyatuan global adalah pendidikan sejarah yang (1) menekankan sejarah global (universal), bukan pada sejarah nasional, apalagi sejarah lokal; (2) mengembangkan kepekaan moral untuk meningkatkan kesetiakawanan umat manusia; dan (3) yang mampu mempersiapkan generasi baru bagi kehidupan masa depan (Widja, 2002:29).

Pendapat di atas tentunya menimbulkan pertanyaan besar, jika hanya sejarah global yang diajarkan di sekolah, lalu bagaimana dengan jati diri siswa itu sendiri di tengah kehidupan global? Hal inilah yang menjadi dilema bagi pendidikan sejarah. Pada satu sisi sejarah dituntut untuk menuntun siswa ke masa depan dalam kehidupan global sehingga sejarah harus mengacu pada sejarah global dan di sisi lain sejarah juga harus menumbuhkan kepribadian nasional siswa melalui pelajaran sejarah nasional, agar dalam kehidupan global generasi muda kita memiliki jati diri yang pasti. Bagaimana pun kita masih membutuhkan sejarah nasional sebagai basis serta sumber kekuatan diri bangsa tersebut. Bisa saja sejarah global dikembangkan, sesuai dengan tuntutan gelombang megatrend yang tidak bisa dihindarkan, tetapi kelihatannya sejarah global harus dilihat

sebagai perluasan wawasan sejarah nasional, bukan untuk menggantikannya.

(22)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 18 peneliti, merencanakan penelitian mengenai; “Implementasi pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama”, yang merupakan suatu kajian transformatif pembelajaran yang berbasis nilai-nilai religi dan budaya di Sekolah Menengah Atas (SMA). Penelitian akan dilakukan mengingat bahwa di Banten sekarang ini terjadi tari menarik antara kehidupan yang religius dengan kehidupan sekuler, begitu juga antara melestarikan budaya lokal dengan kehidupan global yang sudah terlanjur masuk tanpa bisa dibendung. Hal ini menimbulkan kegamangan bagi para generasi muda untuk memegang nilai yang mana yang mereka harus pegang erat. Di sinilah perlunya transformasi nilai-nilai religi dan budaya tradisional tersebut, untuk diadaptasikan dengan kepentingan kehidupan modern sekarang ini. Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi kekinian pembelajaran sejarah yang dilaksanakan oleh guru-guru di Banten Lama pada umumnya?

2. Nilai-nilai religi dan budaya yang seperti apa dapat digali dan ditransformasikan dari sejarah kawasan Banten Lama?

(23)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 19 4. Bagaimanakah dampak pembelajaran sejarah dengan memanfaatkan nilai-nilai religi dan budaya di kawasan Banten Lama terhadap para siswa di Sekolah Menengah Atas?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum dari penulisan penelitian ini adalah secara akademis mengembangkan wacana ilmu agar terjadi sharing informasi dan pemikiran dalam konteks dialog imperatif saintifik sehingga pengembangan ilmu terus berkembang secara simultan. Manfaat praktisnya adalah untuk memenuhi dalam syarat penyelesaian studi pada jenjang strata tiga pada Program Studi Pendidikan IPS Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Adapun tujuan khususnya sebagaimana rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan proses pembelajaran Sejarah yang saat ini dikembangkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Banten.

b. Menggali dan mencari makna dari nilai-nilai religi dan budaya yang dapat diangkat untuk ditransformasikan pada pembelajaran sejarah di persekolahan.

c. Mengimplementasikan pembelajaran sejarah yang berbasis nilai-nilai religi dan budaya dengan pendekatan transformatif yang dapat diangkat dan disajikan dalam pembelajaran sejarah di tingkat persekolahan.

(24)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 20

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, maupun teoretis terhadap individu yang melakukan penelitian, objek, dan institusi di mana subjek menjalankan tugas sehari-hari. Sementara itu manfa’at khususnya adalah sebagaimana berikut:

1. Untuk mengembangankan konsep pendidikan Sejarah yang lebih adekuat, komprehensif, menarik dan menantang bagi siswa dan guru di sekolah.

2. Untuk menggali dan mencari makna yang postif dari nilai-nilai sejarah dan budaya peninggalan masa lalu direlevansikan dengan tantangan kehidupan masa sekarang sebagai warisan budaya bagi generasi muda.

3. Untuk mengembangkan dan menafsirkan konsep pembelajaran sejarah dengan pendekatan transformasi warisan budaya dan religi, konsep, proposisi, teori, dalam hubungan dengan konteks sosial budaya masyarakat Banten.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat juga bermanfaat bagi para pemikir dan peneliti lebih lanjut, apabila didapatkan dalam penelitian ini terdapat aspek-aspek yang belum tergali dengan sempurna.

E. Klarifikasi Konsep

a. Implementasi pembelajaran sejarah, yang dimaksud di sini adalah: pelaksanaan

(25)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 21 karakteristik daerah Banten. Sedangkan sejarah di sini menurut R.G. Collingwood (1888-1943) menegaskan bahwa sejarah berurusan dengan peristiwa-peristiwa unik (berlawanan dengan generalisasi ilmu-ilmu sosial) dan bahwa sejarawan harus memahami masa lalu dari dalam (sementara ilmuwan sosial menjelaskan dari luar), ((Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, Adam Kuper & Jessica Kuper, 2008:440).

b. Pembelajaran sejarah yang berbasis religi, adalah pembelajaran sejarah yang

dilaksanakan oleh guru di SMA dengan memanfaatkan sumber pembelajaran berbasis religi dari kawasan Banten Lama. Sedangkan religi di sini diartikan adalah ritual acara keagamaan yang masih dipraktekan oleh masyarakat sekitar Banten Lama, juga oleh siswa di Sekolah Menengah Atas. Ritual keagamaan adalah rangkaian perilaku yang relatif tetap; sebagai akibatnya ritual tidak bersifat individual dan juga tidak ad hoc. ritual di sini bisa dilihat dalam bentuk pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari siswa di sekolah seperti: Sholat lima waktu, membaca kitab Suci Al-Qur’an, membaca do’a sebelum memualai pembelajaran di kelas, puasa sunah pada hari senin dan kamis, atau pengajian bersama setiap hari jum’at di Musholla sekolah. Sementara religi di sini

menurut beberapa ahli antropologi membedakan dua tipe agama, agama rakyat (folk religion) dan agama teologis resmi (official theological religion), mengapa dipisahkan

(26)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 22

c. Pembelajaran sejarah berbasis budaya, adalah pembelajaran sejarah yang

memanfaatkan nilai-nilai budaya dari kawasan Banten Lama yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh Masyarakat Banten, kendatipun tidak seluruh aspek kebudayaan yang akan peneliti tampilkan di dalam penelitian ini, hanya unsur budaya yang dapat disisipkan dalam proses pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas. Secara umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Makna ini sesungguhnya kontras dengan istilah kebudayaan yang sehari-hari yang hanya merujuk pada bagian tertentu warisan sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian dan itu yang penulis maksudkan dalam penelitian ini. Istilah colere yang berarti ”berkembang atau tumbuh”. Kajian historis yang sangat baik mengenai istilah kebudayaan dapat ditemukan pada Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions Karya Kroeber dan Kluckhohn (Koentjaraningrat, 2000).

d. Transformasi nilai-nilai, Kata transformasi berasal dari bahasa latin “transformare”,

yang artinya mengubah bentuk. Secara etimologi (asal-usul tata bahasa) menurut Komaruddin (1984:285) menyebutkan bahwa transformasi adalah “perubahan bentuk

atau struktur, (konversi dari suatu bentuk kebentuk yang lain)”. Secara terminologi (istilah) kata transformasi memiliki multi-interpretasi. Keberagaman tersebut dikarenakan berbedanya sudut pandang dan kajian. Sebagai bahan kajian penulis menyodorkan beberapa pendapat dan pandangan para pakar, baik yang menyentralkan kajiannya pada disiplin keilmuan sosiologi, antropologi, maupun bahasa. Dalam buku yang berjudul Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Kuntowijoyo secara eksplisit menyebutkan

(27)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 23 dunia (Kuntowijoyo, 1999: 18). Karena dengan memahami perubahan setidaknya dua kondisi/keadaan yang dapat diketahui, yakni keadaan pra-perubahan dan pasca-perubahan.

Sedangkan pengertian “nilai” menurut Kamus Besar bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Edisi Keempat, Depdiknas (2008:963), sesuai dengan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai etik, yaitu nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misal kejujuran, nilai yang berhubungan dengan akhlak, nilai yang berkaitan dengan benar-salah yang dianut oleh golongan masyarakat.

e. Kawasan Banten Lama. Kawasan ini adalah berupa sisa-sisa peninggalan keraton

Kesultanan Banten. Letaknya di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, kira-kira 11 Km arah utara Kota Serang dengan luas kurang lebih 15 Ha. Bangunan utama yang terdapat di lokasi pariwisata sejarah dan religi ini terdiri atas: Ruang utama Mesjid agung Banten Lama, serta ruang tambahan sisi utara, Tiyamah dan Paviliun, Menara yang dahulu berfungsi untuk mengumandangkan adzan, dan sekaligus memantau lawan yang datang dari arah utara. Sedangkan komplek makam para Sultan Banten yang terletak di sisi utara mesjid Agung Banten Lama, dan terakhir Museum Purbakala Banten Lama menjadi sarana edukatif bagi siswa-siswi yang datang dari berbagai sekolah yang ada di Banten maupun luar Banten yang memuat benda-benda peninggalan masa kerajaan Banten, seperti mata uang kuno, keramik dan guci dari China, gerabah dan lain sebagainya. Museum ini terletak di sebelah timur mesjid bersebelahan dengan situs keraton Surosowan (Sigit Julian, 2004: 1-4).

(28)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

(29)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

(30)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

106

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode dan Teknik Penelitian

Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan kualitatif, dengan dipilihnya pendekatan kualitatif ini, karena permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini lebih cocok atau relevan dengan pendekatan kualitatif karena masalah yang diteliti bersifat etnografik yang membutuhkan observasi dan wawancara untuk mengungkap kebermaknaan secara interpretatif sehingga akan terungkap jawabannya apabila digunakan dengan pendekatan ini. Penelitian kualitatif ini dijelaskan lebih jauh oleh Creswell, (1998: 15) sebagai berikut:

Qualitative research is an inquiry process of understandiong based on distint methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports detailed

views of informants, and conducts the study in a natural setting”,

Metode penelitian kualitatif adalah metode yang menggunakan inquiry dalam proses pemahaman berbeda dengan metode tradisional, yang menggunakan inquiry yang mengeksplorasi masalah sosial dan kemanusiaan. Para peneliti menentukan masalah yang rumit, memberikan gambaran yang utuh, kata-kata yang utuh, dan melaporkan secara detail pandangan informan, dan prosedur penelitian dalam latar yang lebih alami.

(31)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

107 kepercayaan, persepsi, pemikiran baik orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan. Penelitian kualitatif bersifat induktif; peneliti membiarkan permasalahan yang muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk diinterpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetil disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan.

(32)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

108 Pendekatan kualitatif berawal dari adanya filsafat postpositivisme sering juga disebut sebagai paradigma interpretatif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif (reciprocal). Penelitian kualitatif dilakukan pada obyek yang alamiah. Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut.

Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri untuk menjadi peneliti, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih luas dan bermakna. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam situasi sosial pendidikan yang diteliti, maka teknik pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan dan simultan. Analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis dan teori. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna. Generalisasi dalam penelitian kualitatif dinamakan transferability (Sugiyono, 2007: 15).

(33)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

109 a. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and

researcher is the key instrument.

b. Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of word of pictures rather than number.

c. Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products.

d. Qualitative research tend to analyze their data inductively. e. “Meaning” is of essential to the qualitative approach.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan di sini bahwa penelitian kualitatif itu; dilakukan pada kondisi yang alamiah. Penelitian kualitatif lebih bersikap deskriptif. Penelitian kualitatif lebih menekankan baik pada proses maupun pada produk, penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif dan terakhir penelitian kualitatif menekankan pada makna.

Sementara itu Erickson dalam Susan Stainback (2003) menyatakan bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif adalah sebagai berikut.

a. Intensive, long term participation in field setting

b. Careful recording of what happens in the setting by writing field notes and interview notes by collecting other kinds of documentary evidence

c. Analytic reflection on the documentary records obtained in the filed

d. Reporting the result by mean of detailed descriptions, direct quotes from interview, and interpretative commentary.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif. Peneliti ikut berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi. Melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara utuh dan mendalam mengenai “Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama (Suatu Kajian Transformatif

(34)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

110 bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru di wilayah Banten dapat memanfaatkan nilai-nilai religi dan budaya yang berada di daerahnya. Nilai-nilai religi dan budaya tersebut diangkat dan disajikan secara infusing ke dalam materi pembelajaran di kelas yang disesuaikan dengan SK-KD-nya.

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif metode penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bertolak dari pandangan positivisme. Penelitian kualitatif berangkat dari filsafat konstruktivisme, yang memandang kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif, dan menuntut interpretatif

berdasarkan pengalaman sosial. “Reality is multilayer, interactive and a shared social

experience interpretation by individuals” (McMillan and Schumacker, 2001). Peneliti

kualitatif memandang kenyataan sebagai konstruksi sosial, individual atau kelompok menarik atau memberi makna kepada suatu kenyataan dengan mengkonstruksinya. Orang membentuk konstruksi untuk mengerti kenyataan-kenyataan dan dia memahami konstruksi sebagai suatu sistem pandangan, persepsi atau kepercayaan. Dengan perkataan lain, persepsi seseorang adalah apa yang dia yakini sebagai “nyata” baginya dan terhadap hal itulah tindakan, pemikiran, dan perasaannnya diarahkan (McMillan and Schumacker, 2001).

(35)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

111 yang kompleks dan arah bagi penelitian selanjutnya. Penelitian lain memberikan ekplanasi (kejelasan) tentang hubungan antara peristiwa dengan makna terutama menurut persepsi partisipan (McMillan and Schumacker, 2001).

Lincoln and Guba (1985) melihat penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bersifat naturalistik Inquiry. Penelitian ini bertolak dari paradigma naturalistik bahwa

“kenyataan itu berdimensi jamak, peneliti dan yang diteliti bersifat interaktif, tidak bisa

dipisahkan, suatu kesatuan terbentuk secara simultan, dan bertimbal-balik, tidak mungkin memisahkan sebab dengan akibat, dan penelitian ini melibatkan nilai-nilai. Peneliti mencoba memahami bagaimana individu mempersepsi makna dari dunia sekitarnya. Melalui pengalaman kita mengkonstruksi pandangan kita tentang dunia sekitar, dan hal ini menentukan bagaimana kita berbuat (Lincoln and Guba, 1985:189).

Metode penelitian kualitatif ini digunakan karena alat pengumpulan datanya melalui beberapa cara antara lain observasi, dengan cara observasi ini peneliti dapat menginterpretasikan fenomena-fenomena orang mencari makna dari fenomena tersebut. Para peneliti kualitatif juga dapat membuat suatu gambaran yang kompleks, dan

menyeluruh dengan deskripsi yang detail dari “kaca mata”, para informan. Peneliti

kualitatif dapat mengadakan diskusi terbuka tentang nilai-nilai yang mewarnai narasi, peneliti juga dapat secara interaktif mendeskripsikan konteks dan studi, mengilustrasikan pandangan yang berbeda dari fenomena, dan secara berkelanjutan merevisi pertanyaan berdasarkan pengalaman dari lapangan.

(36)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

112 Teknik adalah sesuatu cara operasional yang seringkali bersifat rutin, mekanis, atau spesialistis untuk memperoleh dan menangani data dalam penelitian. Jadi pola dan tata langkah prosedural itu dilaksanakan dengan cara-cara opersional dan teknis yang lebih rinci, cara-cara itulah yang mewujudkan teknik, (Supardan, 2008:42). Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participan observation), wawancara mendalam ( In depth interview) dan dokumentasi. Chaterine Marshall & Gretchen B. Rossman, (1995) mengatakan bahwa

the fundamental methods relied on by qualitaive researchers for gathering information

are, participant in the setting, direct observation, in-depth interviewing, document

review”.

Nasution (1988) mengatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Sementara itu, Marshall (1995)

menyatakan bahwa” through observation, the researcher learn abouth behavior and the

meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku,

dan makna dari perilaku tersebut. Sementara Susan Stainback (1988) mengatakan dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

(37)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

113 dan (3) pemeliharaan rangkaian terbukti. Sehubungan dengan itu, penggunaan data yang dianjurkan adalah berdasarkan enam data sumber data, yakni: (1) dokumentasi, (2) rekaman arsip, (3) wawancara, (4) observasi langsung, (5) observasi partisipan dan (6) perangkat fisik. Sehubungan dengan hal pengambilan data, dalam penelitian ini maka peneliti akan menggunakan beberapa tiga teknik utama yakni: (1) Teknik Wawancara, (2) Teknik Observasi, dan (3) Pencatatan dan Penggunaan Dokumen. Ketiga teknik pengumpulan data ini akan digunakan untuk memperkaya temuan sekaligus sebagai Triangulasi.

3. Teknik Wawancara

Sugiyono (2002) mendefinsikan wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Sementara Stainback (1988) mengemukakan bahwa dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.

Teknik wawancara yang akan digunakan adalah wawancara mendalam (in-depth interview) dan terbuka (open-ended) dan tidak terstruktur, atau bila diperlukan dalam

(38)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

114 antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara akan dilakukan kepada semua informan seperti para Juru Kunci di Banten Lama, dan Banten Girang, baik informan kunci maupun informan pendukung seperti para guru-guru dan para siswa dari tiga sekolah tersebut. Wawancara kepada masyarakat dilakukan kepada pengurus

”kenadziran”, di kawasan Banten Lama, para peziarah dan pengunjung situs sejarah

Banten Lama. Sementara itu wawancara di sekolah diarahkan pada guru-guru terutama yang terkumpul di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejarah, siswa kelas XI di beberapa SMA Negeri 1,2 dan 3 di Kota Serang. Waktu wawancara dilakukan sejak bulan oktober hingga bulan november 2010.

4. Teknik Observasi

Chaterine Marshall dan Gretchen B. Rossman (1995) mengatakan bahwa ”the fundamental methods relied on by qualitaive researchers for gathering information are,

participant in the setting, direct observation, in-depth interviewing, document review”.

Nasution (1988) mengatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Sementara Marshall (1995) menyatakan

bahwa” through observation, the researcher learn abouth behavior and the meaning

attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan

makna dari perilaku tersebut. Sementara Stainback (1988) mengatakan dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

(39)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

115 terutama dimaksudkan untuk memahami gejala proses sosial dan interaksi sosial di kalangan masyarakat Banten Lama terutama fenomena transformasi nilai-nilai religi dan budaya dari zaman dahulu yang masih dilestarikan hingga sekarang, di sekolah dan di masyarakat luar sekolah, terutama yang terkait dengan transformasi nilai-nilai agama dan religi. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah perilaku masyarakat, terutama kehidupan sosial budaya dan terutama religi/ritual keagamaan.

Observasi langsung sangat diperlukan terutama untuk menghasilkan pemaknaan-pemaknaan dari simbol-simbol religi yang diabstraksikan dalam bentuk perilaku masyarakat. Di persekolahan secara umum yang akan diamati adalah; mengkaji pembelajaran sejarah, kurikulum sekolah yang digunakan, sarana dan prasarana yang digunakan, metode yang digunakan guru, evaluasi pembelajaran yang digunakan, sumber dan media pembelajaran, perilaku fisik siswa di lingkungan sekolah, masyarakat sekitar sekolah, komite sekolah, hubungan sekolah dan komite sekolah. Dalam observasi juga menurut Spradley (1980) dinamakan situasi sosial, yang terdiri atas tiga komponen yaitu (1) place (tempat), (2) actor (pelaku), dan (3) activities (aktivitas). Objek, perbuatan atau tindakan (event), yaitu rangkaian aktivitas (activity) yang dikerjakan orang-orang, urutan kegiatan, tujuan (goal) yang ingin dicapai orang-orang dan terakhir emosi yang dirasakan dan diekspresikan oleh orang-orang.

5. Pengumpulan Data dengan Dokumen

(40)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

116 gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Bogdan

(1982) mengatakan ”In most tradition of qualitatif research, the phrase personal

document is used broadly to refer to any fisrt person narrative prodused by an individual

which describe his or her own actions, experiences and beilief”.

Di sisi lain, Maleong (1996) mengatakan bahwa pencacatan dan penggunaan dokumen sangat relevan untuk setiap penelitian kualitatif. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian di sini termasuk pula berbagai jenis arsip, surat-surat, dokumen-dokumen, artefak-artefak, dokumen administrasi, laporan peristiwa, hasil-hasil kebijakan pemerintah (SK-SK), hasil penelitian terdahulu, buku-buku terbitan pemerintah daerah, dan sebagainya. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain buku Benda

cagar Budaya Banten terbitan dari Dinas pendidikan Provinsi Banten, bukun ”Cuplikan

Sejarah Proses Islamisasi di Banten” , ” buku Ragam Pusaka Banten”, dan kemudian SK

-SK dari Provinsi Banten, Surat edaran dinas pendidikan provinsi Banten, juga dokumen yang ada di museum sejarah dan nilai Purbakala di Banten Lama.

B. Subjek dan Lokasi Penelitian

(41)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

117 Di samping itu, dalam kegiatan pembelajarannya ketiga sekolah yang disebutkan di atas itu sudah menambahkan kegiatan-kegiatan keagamaan dan kegiatan ekstrakulikuler yang bernuansa budaya lokal Banten. Sebelum pembelajaran dimulai

seperti pengajian, ta’lim, kultum, sholat berjama’ah, diadakannya kantin jujur, kelas

jujur, pembacaan asmaul husna menjelang masuk kelas sebelum pembelajaran dilakukan juga ceramah umum dengan mendatangkan ustadz/ustadzah ke sekolah dalam waktu-waktu tertentu.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua lokasi yakni; masyarakat dalam hal ini komunitas masyarakat di kawasan Banten pada umumnya, dan penduduk di sekitar kawasan Banten Lama pada khususnya, kemudian untuk lokasi sekolah, yaitu SMA Negeri 1, SMAN 2, SMAN 3 Kota Serang Provinsi Banten. Sekolah-sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang bisa dibilang favorit dan terbaik sampai saat sekarang. Mengapa disebut favorit dan terbaik? Karena lulusan dan capaian hasil nilai ujian mereka tinggi dan lulusannya banyak yang memasuki perguruan tinggi favorit di seluruh Indonesia setiap tahun peminatnya selalu membludak untuk memasuki ketiga sekolah tersebut. Lokasi SMAN 1 Kota Serang dengan lokasi yang strategis yaitu di tengah Kota Serang, jalan Jenderal Sudirman, Cipare Serang, tepat berhadap-hadapan dengan Kantor Polresta Kota Serang Provinsi Banten. Sedangkan subjek penelitian di sekolah terdiri atas guru-guru pemangku mata pelajaran sejarah dan siswa kelas XI di tiga Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di Kota Serang yaitu; SMA Negeri 2 Cipocok Jaya, SMA Negeri 1, dan SMA Negeri 3 Taktakan.

(42)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

118 dari Kota Serang. Bangunan utama Mesjid Agung Banten Lama yang terdapat di lokasi pariwisata sejarah dan religi ini terdiri atas: Ruang utama Mesjid Agung Banten Lama, serta ruang tambahan sisi utara, tiyamah dan paviliun, menara yang dahulu berfungsi untuk mengumandangkan adzan, dan sekaligus memantau lawan yang datang dari arah utara, komplek makam yang terletak di sisi utara mesjid Agung Banten Lama dan terakhir Museum Purbakala Banten Lama.

C. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Pendahuluan.

(43)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

119 pandangan mengenai belajar. Hasil telaah kajian literatur berikut kerangka teoritis yang dipakai dalam penelitian sebagai berikut:

Teori yang digunakan dalam penelitian kualitaif ini, berdasarkan studi literatur sebagai studi pendahuuan ditemukan bahwa menurut perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi self discovery ; dan ia melakukan moral authority atas murid-muridnya, karena ia adalah

seorang professional yang qualified dan superior dibandingkan muridnya. Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan serba tidak menentu seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik (Wora, 2006: 27).

(44)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

120 dalam proses Islamisasi di kawasan ini juga menjadi concern peneliti, pembelajaran dengan materi-materi ini belum nampak diajarkan oleh guru di sekolah.

Setelah melakukan melakukan kajian literatur, langkah selanjutnya yang lakukan adalah memulai melaksanakan penelitian dengan terlebih dahulu mengurus administrasi (surat-menyurat) untuk melakukan observasi awal ke lokasi penelitian, dalam tahap ini, surat pengantar untuk pengambilan data dari Sekolah Pasca Sarjana yang dalam hal ini di keluarkan oleh Asdir 1 bidang akademik, yaitu Bapak Prof.Dr. Didi Suryadi, M.Ed.,(sekarang menjadi Direktur SPs UPI) surat dari SPs ini mutlak diperlukan untuk dilayangkan kepada pihak-pihak terkait dalam penelitian dalam hal ini yaitu; Para kepala sekolah, pengurus kenadziran Banten Lama, petugas Museum Purbakala Banten Lama, Kuncen Banten Girang yaitu bapak Abu Hasan.

Berbekal surat pengantar dari SPs UPI, langkah pertama yang peneliti lakukan adalah menemui kepala dinas pendidikan Provinsi Banten untuk meminta rekomendasi kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten, dalam hal ini diwakili oleh Kabid PMPTK, yang memberikan rekomendasi yaitu dari Bapak Dr. Ajak Moeslim, M.Pd. (sekarang menjabat Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten) Setelah mendapat surat dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten, peneliti membawa surat tersebut kepada Dinas Pendidikan Kota Serang, setelah menghadap kepala dinas pendidikan Kota Serang, peneliti mendapat disposisi untuk diantar ke sekolah oleh pengawas tingkat SMA, dalam hal ini yang diberi tugas oleh kepala dinas adalah bapak Drs.H. Maman Abd. Rachman.

(45)

Encep Supriatna, 2012

Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama:

Suatu Kajian Transformatif Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA.

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

121 Arif Hidayat. M.Pd., seraya memberikan surat permohonan pengambilan data dan rekomendasi dari dinas pendidikan Provinsi Banten. Setelah itu, oleh Bapak Deni kami dipertemukan dengan guru mata Pelajaran Sejarah, yaitu Ibu Siti Khodijah, S.Pd., dan Ibu Nengsih Husaeni, S.Pd., setelah membuat komitmen perihal jadwal penelitian. Peneliti melanjutkan observasi awal dan pengurusan perizinan ke SMAN 1 Kota Serang. Di sekolah ini peneliti dengan bapak pengawas diterima langsung oleh Bapak kepala sekolahnya yaitu Bapak Drs. Aziz Haidir, M.Pd. Setelah berbincang sebentar peneliti pun segera menjelaskan tujuan maksud kedatangan yaitu untuk melakukan penelitian dan pengambilan data dalam hal ini observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah, berikut perwakilan siswanya. Peneliti mendapatkan jawaban dari bapak Kepala Sekolah bahwa pada prinsipnya mereka tidak keberatan asal kegiatan penelitian tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Selanjutnya bapak Kepala Sekolah memanggil guru mata pelajaran sejarah yaitu Bapak Yudi Yuriansyah, S.Pd., dan Bapak Kepala Sekolah menjelaskan maksud kedatangan peneliti. Bapak Yudi Yuriansyah siap membantu dalam memberikan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini sekaligus memfasilitasi siswa untuk diwawancara sesuai kebutuhan.

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum kajian naskah Sejarah Cikundul ini bertujuan untuk memperkenalkan aspek budaya yang terkandung dalam sastra klasik kepada masyarakat luas agar mereka lebih

Mengacu persoalan Kawasan Kota Lama Semarang dan relevansinya bagi daya tarik wisata sejarah budaya, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana model

Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Serang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kawasan Peninggalan Se jarah dan Kepurbakalaan Banten Lama Sebagai Taman

Studi tentang debus dan dzikir mulud yang dikaitkan dengan seni budaya Islam lokal di Banten, termasuk di Indonesia, serta kajian seni budaya Banten termasuk

Studi tentang debus dan dzikir mulud yang dikaitkan dengan seni budaya Islam lokal di Banten, termasuk di Indonesia, serta kajian seni budaya Banten termasuk

Hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai implementasi kebijakan revitalisasi dan konservasi bangunan bersejarah kawasan kota lama di kota Semarang dapat di

Oleh karenanya pendekatan kawasan cagar budaya lebih tepat untuk diterapkan pada kawasan yang memiliki nilai sejarah tinggi dan penting, salah satunya kawasan Pasar Lama

Terdapat 3 indikator penting dari kriteria pengelolaan dan pelestarian kawasan cagar budaya di Kota Lama Tangerang yang belum terimplentasikan dengan baik yaitu: 1 pembinaan kawasan