DAFTAR ISI
PERNYATAAN……….……..………. i
KATA PENGANTAR………... ii
UCAPAN TERIMA KASIH………. iii
ABSTRAK………. iv
DAFTAR ISI……….. v
DAFTAR TABEL ………..….……… vii
DAFTAR GAMBAR………. viii
DAFTAR GRAFIK………... ix
DAFTAR LAMPIRAN………. X BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1
B. Rumusan Masalah ……… 9
C. Tujuan Penelitian ……….. 9
D. Manfaat Penelitian ……… 9
E. Struktur Organisasi Laporan ...………. 11
BAB II : LANDASAN TEORETIS KETERAMPILAN BERBICARA DAN ALAT PERMAINAN ULAR TANGGA A. Perkembangan Bahasa Anak Taman Kanak-Kanak ..…………. 12
B. Keterampilan Berbicara Anak Taman Kanak-Kanak ... 23
C. Media Pembelajaran Anak Taman Kanak-Kanak ……... 33
D. APE (Alat Permainan Edukatif).………... 38
BAB III : METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian..………...……... 45
B. Desain Penelitian.……….………... 46
C. Prosedur Penelitian …..……….…... 50
D. Definisi Operasional..………... 51
F.
G. Teknik Pengumpulan Data…..………
58
H. Analisis Data………... 60
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……….………. 62
1. Kondisi Awal (Prasiklus)………. 62
2. Proses Penerapan Penggunaan Alat Permainan Ular Tangga untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak……….……….. 66
3. Peningkatan Keterampilan Berbicara Anak setelah Menggunakan Alat Permainan Ular Tangga……….……… 107
B. Pembahasan.……….. 122
1. Kondisi Keterampilan Berbicara Anak Sebelum Digunakan Alat Permainan Ular Tangga………. 122
2. Implementasi Penggunaan Alat Permainan Ular Tangga untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak………. 126
3. Peningkatan Keterampilan Berbicara Anak setelah Menggunakan Alat Permainan Ular Tangga………. 133
BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan………. 136
B. Rekomendasi………... 138
PUSTAKA RUJUKAN………. 141
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Penggunaan Alat Permainan Ular Tangga untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara…………. 54 3.2 Instrumen Penelitian Keterampilan Berbicara Anak……….. 56 4.1 Keterampilan Berbicara Anak pada Kondisi Awal (Prasiklus)…. 63 4.2 Langkah –Langkah Pembelajaran pada Siklus I………... 69 4.3 Keterampilan Berbicara Anak dengan Penggunaan Alat
Permaianan Ular Tangga (Siklus I)……… 79
4.4 Langkah –Langkah Pembelajaran pada Siklus II………. 92 4.5 Keterampilan Berbicara Anak dengan Penggunaan Alat
Permainan Ular Tangga (Siklus II)………... 99 4.6 Peningkatan Keterampilan Berbicara Anak dengan Penggunaan
Alat Permainan Ular Tangga (Pra Siklus -Siklus I- Siklus
II)……… 107
DAFTAR GAMBAR
Gambar
3.1 Alur Penelitian………... 47
3.2 Papan Permainan Ular Tangga……….……… 53
4.1 Anak bercerita tentang balok profesi dengan kata-kata yang terbatas……… 65 4.2 Anak hanya terpaku ketika guru bertanya……….………. 66
4.3 Anak dapat menyebutkan nama benda ………. 84
4.4 Anak dapat bercerita dengan kata ganti aku……….. 85
4.5 Anak menjawab guru dengan suara yang pelan ….………... 85
4.6 Guru memperlihatkan gambar buah-buahan………... 95
4.7 Guru memperkenalkan & mendemonstrasikan cara bermain ular tangga……… 96 4.8 Anak melakukan pembicaraan dengan lancar……… 104
4.9 Anak menjawab pertanyaan guru yang diawali kata “mengapa”…….………. 104
DAFTAR GRAFIK
Grafik
4.1.1 Keterampilan Berbicara Anak Setiap Aspek Penilaian (Pra Siklus)… 115 4.1.2 Keterampilan Berbicara Anak Setiap Aspek Penilaian (Siklus I)….. 115 4.1.3 Keterampilan Berbicara Anak Setiap Aspek Penilaian (Siklus
II)……….
116
4.1.4 Peningkatan Keterampilan Semua Anak Setelah Digunakan
Permainan Ular Tangga………..
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Satuan Kegiatan Harian 144
2 Pedoman Observasi Kinerja Guru 153
3 Daftar Cek Subjek Penelitian 155
4 Keterampilan Berbicara Setiap Anak dalam Nilai Masing-Masing Kategori
167
5 Surat Keterangan
- SK Pembimbing
- Surat Izin Penelitian
176
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak usia dini adalah anak yang unik, dan memiliki karakteristik khusus,
salah satunya adalah mempunyai rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap
banyak hal (Solehuddin 1997:40). Rasa ingin tahu pada anak, biasanya
diungkapkan dalam bentuk memperhatikan, membicarakan, dan mempertanyakan
berbagai hal yang dilihat dan didengarnya, terutama terhadap hal-hal yang baru.
Rasa ingin tahu dan antusias terhadap segala sesuatu yang berada di
lingkungannya ini akan diungkapkan melalui kata-kata yang diucapkannya
dengan berbicara. Dengan berbicara, anak dapat menyampaikan keinginan,
pikiran, harapan, permintaan, dan lain-lain untuk kepentingan pribadinya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Tarigan (1983:15) yang menyatakan bahwa berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Hui Ling Chua, seperti dikutip Masitoh
(2011:222) mengemukakan bahwa “berbicara pada anak usia dini merupakan
kemampuan untuk mengekspresikan ide atau gagasan mereka dan mengerti atau
faham tentang pikiran orang lain”. Dengan demikian anak pada usia ini telah
dan pada usia ini pula anak sudah dapat menceritakan pengalamannya yang
mungkin saja sangat „sederhana‟ kepada guru, teman sebaya, maupun orang lain.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Hurlock (1990:82) yang mengatakan
bahwa ada dua fungsi berbicara untuk berkomunikasi yaitu kemampuan untuk
mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain, sehingga dapat menangkap maksud
yang ingin dikomunikasikan orang lain, serta kemampuan untuk berkomunikasi
dengan orang lain sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti oleh lawan
bicaranya. Dengan demikian, maka anak prasekolah harus didorong untuk mampu
mengerti apa yang dikatakan dan diucapkan orang lain, sehingga dapat merespon
apa yang dibicarakan teman sekelompoknya dan mempertahankan komunikasi
bersama mereka.
Komunikasi antara anak akan terjadi jika anak memiliki keterampilan
berbicara yang cukup optimal. Untuk menguasai keterampilan berbicara, anak
belajar untuk pertama kalinya dengan lingkungan keluarga, khususnya dengan
orang tua. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dapat
menumbuhkembangkan keterampilan berbicara anak, dan merupakan
pembelajaran bahasa yang alamiah dan model pertama yang ditiru anak (Syaodih,
2008:32). Tatkala masih berusia anak-anak, dorongan untuk meniru orang lain itu
amat kuat. Kemampuan imitasi anak menjadi modal penting dalam perkembangan
bahasanya. Anak senang meniru bunyi-bunyi tertentu ataupun ucapan orang-orang
di sekitarnya. Masitoh dkk. (2007) mengungkapkan bahwa anak memperoleh
pengetahuan dan kemampuan tidak hanya dari kematangan, tetapi justru
proses belajar anak. Dengan demikian lingkungan harus menyediakan input yang
cukup untuk memfasilitasi perkembangan berbicara ini.
Ketika anak memasuki usia prasekolah yaitu pada tingkat Taman
Kanak-Kanak, teman sebaya sangat berperan dalam mengembangkan bahasanya
(Hurlock 1990:112). Hal ini mengimplikasikan perlunya anak memiliki
kesempatan yang luas dalam menentukan interaksi dengan teman-temannya.
Ketika berinteraksi dalam kegiatan belajar dan bermain, anak-anak akan berbicara
untuk mengungkapkan keinginannya, dan secara tidak langsung anak belajar
meningkatkan keterampilan berbicaranya (Syaodih 2008:30).
Akan tetapi, pada kenyataannya, pengembangan keterampilan berbicara
anak di taman kanak-kanak belum maksimal dan cenderung mengalami hambatan.
Tidak semua anak memiliki dan mampu menguasai kecakapan ini.
Ketidakmampuan anak berkomunikasi secara lisan ini dikarenakan beberapa
alasan. Selain karena adanya keterbatasan dari anak itu sendiri, juga disebabkan
oleh kegiatan pembelajaran yang kurang memperhatikan aspek-aspek
perkembangan.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan, yaitu di sebuah
Raudhathul Atfal, di lingkungan peneliti, beberapa aktivitas pembelajaran di kelas
terlihat adanya kegiatan yang kurang memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan keterampilan berbicara. Beberapa aktivitas tersebut diantaranya
dalam penyampaian materi pada kegiatan inti yang diberikan melalui metode
ceramah, demonstrasi, bercakap-cakap, dan lain-lain serta pada kegiatan penutup
sejumlah anak. Beberapa anak mengalami kesulitan atau relatif terlambat jika
dibandingkan dengan teman sebayanya dalam mengembangkan keterampilan
berbicara.
Rendahnya keterampilan berbicara pada anak kelompok B ini, terlihat
ketika guru (peneliti) bercakap-cakap kepada beberapa anak. Mereka hanya
mengangguk, atau menggelengkan kepala, tersenyum, serta mengangkat bahu
atau mengangkat kedua belah tangan. Anak-anak sulit mengemukakan
pendapatnya walaupun dengan kalimat sederhana, kemudian tidak mau
memberikan informasi ketika dimintai pendapatnya tentang sesuatu benda atau
masalah. Mereka hanya berdiam diri dan menunduk; mengemukakan pendapat
pun hanya sebatas dua tiga kata, kalimat yang diucapkannya kalimat yang pendek.
Selain hal itu, anak sulit menjawab pertanyaan yang diberikan; mereka hanya
tersenyum sambil memandang temannya. Kemudian mereka akan memberikan
jawaban sedikit dengan terbata-bata atau menjawab tidak tahu. Peneliti juga
menangkap bahwa mereka belum berani untuk bertanya dan sulit mengungkapkan
pengalaman sederhana. Mereka memiliki keinginan untuk bertanya terhadap apa
yang tidak dimengerti, tetapi mereka lebih memilih untuk diam dan mengelak atas
permintaan yang diajukan guru. Kemudian, ketika mereka diminta
mengungkapkan pengalaman, mereka berbicara tersendat-sendat, sehingga guru
harus membantu mengarahkannya. Begitu pula dengan jumlah kosa kata yang
dimiliki anak-anak juga masih terbatas, sehingga mereka hanya menggunakan
Rendahnya keterampilan berbicara anak seperti yang telah diuraikan di
atas, disebabkan oleh kemampuan anak itu sendiri yang kurang terstimulus atau
karena faktor media dan metode yang digunakan oleh guru. Penggunaan media
oleh guru tampak masih terbatas. Guru hanya mempergunakan media yang itu-itu
saja, sehingga ketertarikan anak terhadap materi yang disampaikan kurang. Selain
itu, media yang tersedia kualitas maupun kuantitasnya terbatas, jumlahnya belum
memadai dibandingkan dengan jumlah anak. Akibatnya, tidak semua anak dapat
menggunakan alat-alat belajar tersebut secara bersama-sama. Oleh karena itu,
penggunaan media harus dilakukan secara bergiliran. Dampak lain dari kondisi ini
adalah menurunnya minat anak untuk terus terlibat dalam proses pembelajaran
apalagi kalau mereka harus mengeksploprasi bagian-bagian lain dari topik
pembelajaran yang sedang disampaikan.
Metode pembelajaran yang digunakan di RA tersebut merupakan metode
yang cukup bervariasi, hanya terkadang guru kurang jeli melihat peluang
penggunaan metode tersebut, sehingga metode yang digunakan kurang sesuai
dengan tujuan kegiatan pembelajaran. Beberapa metode yang masih digunakan
berupa metode bernyanyi, bercerita, tanya jawab, ceramah, bercakap-cakap.
Sesekali digunakan metode proyek, dan permainan. Sebagian metode yang
digunakan nampaknya kurang melibatkan anak dalam kegiatan pembelajaran,
keterlibatan guru lebih dominan (teacher-centred). Hal ini terlihat dalam metode
ceramah, guru menerangkan tema yang digunakan hari itu dan anak duduk manis
memperhatikan guru. Setelah selesai guru berceramah, kemudian guru bertanya
mempersilahkan anak yang aktif untuk menjawab dan merespon segala hal yang
ditanyakan guru, tetapi kurang memberikan kesempatan kepada anak yang pasif.
Mereka hanya berdiam diri dan tidak berani menjawab ataupun memberikan
pendapatnya.
Metode permainan tidak sering diberikan kepada anak secara khusus dan
hanya diberikan pada kesempatan tertentu. Misalnya pada perayaan tujuh belas
Agustusan, dan pada kegiatan muatan lokal. Metode ini dapat memberikan
pengalaman yang menarik bagi anak dalam memahami konsep, menguatkan
konsep yang dipahami, atau memecahkan masalah. Metode ini dapat bermanfaat
karena dapat mengembangkan motivasi intrinsik, memberikan kesempatan untuk
berlatih mengambil keputusan, dan mengembangkan pengendalian emosi bila
menang atau kalah, serta lebih menarik dan menyenangkan sehingga
memudahkan anak untuk memahami bahan pelajaran yang disajikan (Jubaedah
2011). Sayangnya tidak semua anak mengikuti kegiatan muatan lokal ini,
sehingga permainan tersebut hanya dapat diikuti oleh beberapa anak saja.
Permainan yang digunakan di sekolah itu dapat dilakukan dengan atau
tanpa bantuan alat permainan. Jika menggunakan alat permainan, alat permainan
tersebut diusakan yang dapat mendukung terlaksananyapermainan secara optimal
yaitu alat permainan yang khusus dirancang dengan mengikuti persyaratan
tertentu, yang biasa dikenal dengan nama Alat Permainan Edukatif (APE).
Penggunaan alat permainan edukatif (APE) yang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan anak dalam suasana bermain dapat membantu
bagi anak merupakan cara yang tepat untuk belajar. Anak bisa aktif melakukan
perbuatan secara sukarela, tanpa paksaan. Ketika bermain, anak merasa senang,
karena mereka diberi kesempatan berekspresi dan mengeksplorasi. Selain itu,
bermain memiliki masa mula, tengah, dan akhir. Bermain juga bersifat simbolik,
bermakna, dan ada peraturannya. Oleh karena itu, guru perlu merancang „belajar
bermain‟ dengan baik sehingga aktivitas bermain tersebut mampu menjadikan
bermain sebagai suatu kebiasaan yang menyenangkan. Dengan demikian, suasana
bermain harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan. Hal itu tentu saja
harus disesuaikan dengan karakteristik anak yang masih senang bermain.
Salah satu alat permainan edukatif yang dapat digunakan di Taman
Kanak-Kanak adalah permainan ular tangga. Sriningsih (2009:98) berpendapat bahwa
permainan ular tangga dapat diberikan untuk anak usia 5-6 tahun untuk
menstimulasi berbagai bidang pengembangan seperti kognitif, bahasa, dan sosial.
Keterampilan berbahasa yang dapat distimulasi melalui permainan ini misalnya
kosakata naik turun, maju mundur, ke atas ke bawah dan lain sebagainya. Sejauh
pengamatan penulis, bermain dengan media permainan ular tangga merupakan
salah satu permainan yang menarik perhatian. Permainan jenis ini sampai
batas-batas tertentu mampu menumbuhkan minat anak untuk berperan serta dalam
proses pembelajaran, dan berguna sebagai alat untuk menghindari verbalisme
dalam penyampaian materi pembelajaran. Pengamatan di lapangan ini masih
memerlukan pembuktian lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis memilih jenis
Permainan ini secara khusus dipilih mengingat karakteristik permainan itu
sendiri yang memungkinkan terjadinya interaksi yang intensif dari para pihak
yang memainkan permainan itu. Peraturan permainannya sedikit berbeda dengan
ular tangga yang sudah ada. Peraturan tersebut yaitu setelah melempar dadu dan
mendapatkan nilai dadu, anak dapat menggerakkan bidak dari satu kotak ke kotak
lainnya sesuai dengan hitungan nilai dadu yang diperolehnya. Kotak ini berukuran
10 cm x 10 cm yang diberi gambar berwarna-warni sesuai dengan tema yang
digunakan di RA. Bidak anak berhenti setelah hitungan nilai dadu berakhir, dan
anak diharuskan menyebutkan dan menjelaskan nama, ciri-ciri, kegunaan, dan
mengungkapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan gambar yang di tempati
bidaknya atau ditempati bidak temannya. Dengan cara seperti ini, keterampilan
berbicara anak diharapkan dapat distimulasi dengan baik.
Dari gambaran di atas, penulis mencoba melakukan penelitian tentang
upaya meningkatkan keterampilan berbicara anak Taman Kanak-Kanak dengan
menggunakan alat permainan edukatif ular tangga dan mengemasnya dalam judul
Penggunaan Alat Permainan Ular Tangga untuk Meningkatkan Keterampilan
Berbicara Anak Taman Kanak-Kanak. (Penelitian Tindakan Kelas pada Anak
Raudhatul Athfal (RA) Kelompok B di Parongpong Bandung Barat). Gambaran
lebih lanjut tentang masalah, tujuan dan manfaaat dari penelitian pada topik
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dituangkan ke dalam pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana keterampilan berbicara anak di RA sasaran sebelum menggunakan
alat permainan ular tangga?
2. Bagaimana implementasi penggunaan alat permainan ular tangga di RA
sasaran?
3. Bagaimana keterampilan berbicara anak di RA sasaran setelah menggunakan
alat permainan ular tangga?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Memperoleh gambaran mengenai keterampilan berbicara anak di RA sasaran
sebelum menggunakan alat permainan ular tangga.
2. Mengetahui implementasi penggunaan alat permainan ular tangga untuk
meningkatkan keterampilan berbicara anak di RA sasaran.
3. Memperoleh gambaran mengenai keterampilan berbicara anak di RA sasaran
setelah menggunakan permainan ular tangga.
D. Manfaat Penelitian
Setelah menerapkan/menggunakan alat permaianan ular tangga, penelitian
ini diharapkan dapat berkontribusi baik secara teoretik maupun secara praktik,
1. Secara Teoretik
a. Menambah khasanah keilmuan terutama berkenaan dengan penerapan
permainan edukatif ular tangga dalam upaya meningkatkan keterampilan
berbicara anak Taman Kanak-Kanak.
b. Dapat dipakai sebagai kajian lebih mendalam bagi penulis-penulis
selanjutnya yang sifatnya lebih luas dan mendalam baik dari sisi wilayah
maupun substansi permasalahannya.
c. Dapat dijadikan kajian apakah penerapan alat permainan ular tangga
memang tepat dan pas untuk dikembangkan pada anak Taman
Kanak-Kanak, sehingga dapat menarik peneliti yang lain untuk mengembangkan
lebih lanjut.
2. Secara Praktik
a. Untuk anak didik, manfaat yang diperoleh dapat berupa suasana belajar
yang menyenangkan karena dilakukan dengan permainan yang menarik.
Selain itu, proses dan hasil penelitian juga diharapkan mampu
meningkatkan keterampilan berbahasa lisan yang lebih baik dan lebih
lancar.
b. Bagi guru, manfaatnya berupa tuntunan dan fasilitasi alat bantu dalam
mengembangkan keterampilan bicara anak yang dilakukan melalui
permainan ular tangga. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memotivasi guru untuk menciptakan jenis-jenis permainan yang
menggunakan alat permainan edukatif (APE) lain yang lebih kreatif,
E. Struktur Organisasi Laporan
Urutan penulisan dari skripsi ini terdiri dari Bab I yaitu pendahuluan,
berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
struktur organisasi laporan; Bab II yaitu Landasan teoretis tentang keterampilan
berbicara dan alat permainan ular tangga; Bab III terdiri dari metode penelitian
berisi lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, definisi
operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data;
Bab IV yaitu hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari kondisi awal
sebelum digunakan alat permainan ular tangga, implikasi penggunaan alat
permaiana ular tangga, dan peningkatan keterampilan berbicara anak setelah
digunakan alat permainan ular tangga; Bab V kesimpulan dan saran; serta pustaka
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan subjek
Lokasi penelitian penggunaan alat permainan ular tangga adalah sebuah
Raudhatul Athfal. Raudhatul Athfal ini berada di Kecamatan Parongpong
Kabupaten Bandung Barat. Adapun subjek penelitian berjumlah 16 orang anak
dengan usia berkisar 5-6 tahun pada kelas B2 semester II.
RA tersebut dijadikan lokasi penelitian karena ditemukan masalah dalam
keterampilan berbicara sejumlah anak yang belum optimal dibandingkan dengan
teman lain sekelasnya. Sekolah ini terdiri dari tiga kelas yaitu satu kelas A dan
dua kelas B dengan jumlah seluruh anak mencapai 50 orang. Mereka datang dari
latar belakang yang berbeda. Sementara itu, jumlah personil di RA ini sebanyak
sembilan orang, yang terdiri dari seorang kepala sekolah, enam orang guru,
seorang administrasi, dan seorang penjaga sekolah. Latar belakang pendidikan
guru adalah S1, D3, D1, dan SMA.
Mengingat pentingnya keterampilan berbicara dalam perkembangan anak,
maka peneliti mengangkat masalah yang ditemukan di kelas B2 tersebut untuk
dijadikan sebagai penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan alat
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian penggunaan alat
permainan ular tangga untuk meningkatkan keterampilan berbicara ini merupakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK yang digunakan dalam desain penelitian
ini bersifat partisipan yang berbentuk siklus. Dikatakan bersifat partisipan, karena
dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti terlibat langsung dengan subjek
peneliti yang dilihat dari segi interaksinya dalam proses pembelajaran. Dalam hal
ini peneliti berperan sebagai pelaksana mulai dari tahap perencanaan,
persiapan-persiapan penelitian, pelaksanaan PTK Siklus I, menganalisis dan mensintesis
setelah pelaksanaan tindakan, kemudian merefleksikan semua kegiatan yang telah
berlangsung dalam Siklus I. Kemudian merencanakan tahap modifikasi, koreksi
dan penyempurnaan pembelajaran untuk Siklus II. Kegiatan ini berlangsung
hingga mendapatkan hasil signifikan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil
yang signifikan ini adalah setelah anak mengalami peningkatan minimal 50% dari
aspek penilaian keterampilan berbicara yang digunakan.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti langsung,
didasari oleh pernyataan Mc Niff (2010:16) yang memandang bahwa PTK sebagai
bentuk penelitian yang reflektif yang dilakukan oleh pendidik sendiri. Sejalan
dengan pernyataan di atas, Chien (1990, dalam Muslihuddin, 2009:73)
berpendapat bahwa PTK partisipan dilakukan oleh orang yang akan melaksanakan
penelitian dan harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai
dengan hasil penelitian berupa laporan. Peneliti berkolaboratif dengan pihak guru
Model penelitian tindakan kelas yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah model yang dikembangkan oleh John Elliot. Riset aksi model John Elliot
(Muslihuddin, 2009: 71) menjelaskan bahwa prosedur penelitian tindakan kelas
dipandang sebagai siklus yang terdiri dari komponen perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi yang selanjutnya akan diikuti dengan siklus berikutnya.
Alur yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Berdasarkan gambar alur penelitian tindakan kelas di atas, terdapat 4
(empat) tahap yang lazim dilalui dalam model penelitian ini. Tahap tersebut
dijabarkan dalam langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan PTK sebagai
berikut:
Perencanaan Pengamatan
Pelaksanaan
Refleksi Siklus 1
Perencanaan Pengamatan
Pelaksanaan
Refleksi Siklus 2
1. Perencanaan
Tahap ini merupakan tahap awal dalam melaksanakan PTK, dimana
peneliti dan guru melakukan beberapa perencanaan yang berkaitan dengan waktu,
dan langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan. Tahap
perencanaan ini terdiri dari menyiapkan rancangan pembelajaran melalui
permainan ular tangga yang diterapkan di RA tersebut, membuat skenario
pembelajaran dan Satuan Kegiatan Harian (SKH), menyiapkan pedoman
observasi keterampilan berbicara anak, dan menyiapkan media permainan ular
tangga
.
2. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan kegiatan nyata atau implementasi penggunaan alat
permainan ular tangga di kelas untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak.
Dengan demikian, segala persiapan harus dipastikan sudah lengkap dan guru
harus ingat dan taat pada apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan . Pada
tahap ini, guru berperan sebagai fasilitator, motivator, observator dan evaluator
terhadap kegiatan yang tengah berlangsung.
3. Pengamatan/Observasi
Tahap ini dilaksanakan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
Pada tahap ini guru dan peneliti, berperan sebagai observer dan evaluator. Guru
dan peneliti bersama-sama mengamati dan mendokumentasikan (mencatat dan
penggunaan alat permainan ular tangga. Hasil pengamatan ini akan dijadikan
bahan analisis dan dasar refleksi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Pengamatan dilaksanakan dengan menggunakan perekam seperti kamera,
dan video kamera. Hal ini diperlukan untuk “pengamatan balik” dan agar
penilaian anak dapat terjamin seobjektif mungkin karena dikhawatirkan peneliti
dan guru kurang dapat mengingat kejadian-kejadian yang telah berlangsung dalam
proses pembelajaran.
4. Refleksi
Pada tahap ini, peneliti dan guru mendiskusikan hasil dari pengamatan
tahap-tahap sebelumnya, kemudian dievaluasi, dianalisis dan dipertimbangkan
apakah keberhasilan dari keterampilan berbicara anak telah tercapai dengan hasil
sesuai dengan kriteria tingkat keterampilan berbicara anak yang sudah dijadikan
acuan, ataukah masih perlu diadakan revisi terhadap kegiatan tersebut.
Pencatatan lapangan dilakukan pada tahap refleksi, dengan mencatat
seluruh kejadian yang berlangsung saat proses penggunaan alat peramainan ular
tangga sampai kepada hal-hal unik yang terjadi di luar perkiraan. Pedoman
pencatatan ini diambil dari hasil pengamatan peneliti dan guru.
Tahap ini sangat penting untuk dilaksanakan, karena hasil analisis data dan
catatan lapangan pada saat pelaksanaan dapat memberikan arah bagi perbaikan
pada siklus selanjutnya, seandainya fokus keterampilan berbicara anak belum
Refleksi dilakukan dalam setiap siklus, mulai dari siklus ke satu sampai
siklus keberhasilan yang diharapkan tercapai. Dengan demikian akan diperoleh
data yang menunjukkan adanya keharusan untuk melakukan perbaikan. Siklus
akan berhenti apabila sudah diperoleh suatu justifikasi dari gagasan umum awal
dan tema penelitian yang ditindaki serta perbaikan sudah tercapai yaitu adanya
peningkatan keterampilan semua anak sebesar minimal 50%.
C. Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian Tindakan
Kelas. Dikatakan penelitian tindakan kelas karena pelitian ini merupakan suatu
pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam
sebuah kelas (Arikunto, 2010:130). Masih menurutnya, PTK merupakan metode
dan proses untuk menjembatani antara teori dan praktek, dan dapat mengkaji
permasalahan secara praktis, bersifat situasional dan kontekstual, serta bertujuan
menentukan tindakan yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Kegiatan yang dimunculkan ini adalah untuk memperbaiki kelemahan yang
terjadi di dalam sebuah kelas. Pendapat di atas dapat dipahami bahwa penelitian
tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses
dan hasil pembelajaran yang optimal.Masalah di RA yang diteliti adalah kurang
optimalnya keterampilan pada sejumlah anak di kelas B2, maka penelitian
difokuskan pada peningkatan keterampilan berbicara anak taman kanak-kanak
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Menurut Syaodih (2005: 60), penelitian kualitatif adalah suatu
penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas, sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran, secara
individual maupun kelompok. Demikian pula pendapat Moleong (1998, dalam
Arikunto 2010:22) yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tampilan
yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan
benda-banda yang diamati sampai detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat
dalam dokumen atau bendanya (sumber data). Sumber data penelitian kualitatif
adalah manusia atau orang dan yang bukan manusia.
D. Definisi Operasional
Definisi Oprasional merupakan suatu definisi dari variabel penelitian yang
dapat dioperasionalkan atau dapat menjadi arahan untuk pelaksanaan di dalam
peneiltian. Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara adalah suatu kemampuan mengucapkan bunyi
artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan kita sehingga maksud pembicaraan
dapat dipahami oleh orang lain (Tarigan 1983:15).
Sejalan dengan pendapat Hurlock (1990:85), keterampilan berbicara ini
keterampilan berbahasa antara lain aspek pelafalan, tatabahasa, kosa kata,
kefasihan, isi pembicaraan, dan pemahaman yang diturunkan dalam beberapa
kriteria penilaian.
Keterampilan berbicara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan anak untuk berkomunikasi mengucapkan kata-kata atau kalimat
sederhana melalui alat ucap yang dapat dikategorikan sebagai bahasa anak untuk
menyatakan keinginan, permintaan, pendapat, pikiran dan perasaannya terhadap
apa yang dilihat dan dialaminya kepada orang lain sebagai lawan bicara. Dengan
berbicara, anak dapat berinteraksi dengan lingkungan, dapat menambah dan
meningkatkan pelafalan, kosa kata, struktur tata bahasa, dan kefasihan anak dalam
berbicara. Hal ini merupakan aspek-aspek keterampilan berbicara yang dinilai
dalam penelitian yang dimaksud.
2. Alat Permainan Ular Tangga
Alat permainan adalah semua alat bermain yang dapat digunakan oleh
peserta didik untuk memenuhi naluri bermainnya dan memiliki berbagai macam
sifat, seperti bongkar pasang, mengelompokkan, memadukan, mencari
padanannya, merangkai, membentuk, atau menyusun sesuai dengan bentuk
aslinya.
Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan
oleh 2 (dua) orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil
dan di beberapa kotak digambar sejumlah "tangga" dan "ular" yang
ular tangga, jadi setiap orang dapat menciptakan ukuran papan permainan ular
tangga, dengan jumlah kotak, ular, dan tangga sesuai yang diinginkan. (Ahmad
Haris, 2010)
Yang dimaksud dengan alat permainan ular tangga dalam penelitian ini
adalah permainan yang terdiri dari kotak-kotak kecil yang berwarna-warni
berukuran 10 cm x 10 cm. Di setiap kotak berisi gambar-gambar benda (tokoh
kartun dan buah-buahan), dan terdapat beberapa gambar ular dan tangga yang
menghubungkan antara kotak satu dengan kotak yang lainnya. Peraturan
permainannya sedikit berbeda dengan ular tangga yang sudah ada. Peraturan
tersebut yaitu setelah melempar dadu dan mendapatkan nilai dadu, anak dapat
menggerakkan bidak dari satu kotak ke kotak lainnya sesuai dengan hitungan nilai
dadu yang diperolehnya. Bidak siswa berhenti setelah hitungan nilai dadu
berakhir, dan siswa diharuskan menyebutkan dan menjelaskan nama, ciri-ciri,
kegunaan, dan mengungkapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan gambar
yang di tempati bidaknya atau ditempati bidak temannya.
Gambar: 3.2 Papan permainan ular
E. Instrumen Penelitian
Definisi instrumen menurut Arikunto (2010:203) adalah “suatu
alat/fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpumkan data, agar
pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap,
dan sistimatis sehingga lebih mudah diolah”. Dalam penelitian ini, instrumen
yang digunakan adalah pedoman observasi yang di dalamnya terdiri dari
aspek-aspek keterampilan berbicara yang harus diamati disertai dengan skala penilaian
berupa kategori kurang (dengan nilai 1), cukup (dengan nilai 2), dan baik (dengan
nilai 3) yang masing-masing mempunyai kriteria penilaian pada setiap aspeknya.
Hasil skala penilaian yang diperoleh dari hasil observasi terhadap keterampilan
berbicara anak dijadikan dasar bagi keberhasilan penelitian.
Instrumen penelitian berasal dari kisi-kisi instrumen yang terdiri dari dua
variabel dan dalam empat sub variable yaitu aspek keterampilan berbicara. Aspek
keterampilan dirumuskan dalam indikator yang dijabarkan ke dalam pernyataan
(aspek penilaian keterampilan berbicara). Kisi-kisi instrumen penelitian tersebut
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Penggunaan Alat Permainan Ular Tangga untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara
Variabel Sub Variabel
Deskripsi Indikator Pernyataan Teknik Pengumpul an Data Instru men Sumber Data Keteram pilan Berbicara
Lafal Menggambar kan kemampuan anak dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa, (sulit dipahami muncul Menyebutkan nama benda sesuai dengan gambar
1. Anak dapat menyebutkan nama gambar yang ditempati oleh bidaknya 2. Anak dapat
menyebutkan
Observasi Daftar Cek
dan mudah dipahami) Menirukan suara/kata sesuai dengan gambar Dapat menjawab pertanyaan menggunakan kata apa, mengapa, dimana, berapa, bagaimana yang mempunyai ciri-ciri tertentu sesuai dengan gambar
3. Anak dapat menirukan kembali 2-4 urutan kata
4. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata “Apa” 5. Anak dapat
menjawab pertanyaan yang diawali kata “Mengapa” 6. Anak dapat
menjawab pertanyaan yang diawali kata “Dimana” 7. Anak dapat
menjawab pertanyaan yang diawali kata “Berapa” 8. Anak dapat
menjawab pertanyaan yang diawali kata “Bagaimana”
Kosa Kata Menggamba rkan tingkat penguasaan/j umlah kosa kata yang sudah dimiliki anak (sangat terbatas- luas) Menyebutkan sebanyak-banyak nya nama benda Menyebutkan sebanyak-banyak nya kegunaan suatu benda
9. Anak dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda
10. Anak dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya kegunaan benda
Observasi Daftar Cek
Tata Bahasa
Menggamba rkan kemampuan anak dalam menyusun struktur kata dan kalimat dalam bahasa yang diamati (rancu- sangat tertib atau teratur)
Menyampaikan pengalaman / kejadian di sekitarnya secara sederhana
Memberi keterangan/infor masi tentang sesuatu hal
11. Anak dapat menceritakan tentang kejadian di sekitarnya secara sederhana
12. Anak dapat memberi keterangan/i nformasi tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan gambar
Observasi Daftar Cek Anak Kefasih an Menggamba rkan kemampuan dalam mengungkap kan gagasan, ide,
pendapat tentang hal yang sedang dibicarakan (terbata-bata- lancar atau fasih)
Bercerita menggunakan kata ganti aku, saya dll
Melengkapi kalimat
sederhana yang sudah dimulai guru
Mau
mengungkapkan pendapat secara sederhana
13. Anak dapat berceritera dengan kata ganti aku, saya
14. Anak dapat melanjutkan kalimat sederhana yang telah dimulai guru
15. Anak dapat mengungkap kan pendapatnya mengenai gambar
Observasi Daftar Cek Anak Penggu naan AlatPer mainan Ular Tangga Persiapan permainan ular tangga Menunjukka n aktivitas yang dilakukan guru untuk melengkapi seluruh alat yang diperlukan untuk permainan ular tangga Tersedianya alat-alat permainan 1. Menyediaka n papan permainan ular tangga 2. Menyediaka
n dadu 3. Menyediaka
n wadah untuk mengocok dadu 4. Menyediaka
n bidak
Observasi Daftar Cek Guru Pelaksana an kegiatan pengguna an alat permainan ular tangga Menjelaskan langkah-langkah penggunaka n alat permainan ular tangga Pelaksanaan proses penggunakan alat permainan ular tangga sesuai dengan langkah-langkah yang sudah dipersiapkan 5. Menjelaskan alat permainan ular tangga 6. Membagi kelompok 7. Menjelaskan
prosedur dan aturan
Observasi Daftar Cek
permainan ular tangga 8. Memberi
kesempatan kepada anak untuk bertanya tentang cara bermain ular tangga 9. Membimbin
g/ mengatur/ mengarahkan / memberi petunjuk pada anak dalam melaksanaka n permainan
Evaluasi Menilai keberhasilan proses penggunaka n alat permainan ular tangga dengan berbagai metode Penggunaan metode bercakap-cakap dan tanya jawab
10. Guru mengajukan pertanyaan kepada anak yang berkaitan dengan alat permainan ular tangga 11. Guru membantu anak mengarahkan jawaban dari pertanyaan yang diajukannya
Observasi Daftar Cek
Guru
Tabel: 3.2 Instrumen Penelitian Keterampilan Berbicara Anak
Aspek Penilaian
Frekuensi dan Kategori
Kriteria
Baik Cukup Kurang
1. Anak dapat menyebutkan nama gambar yang ditempati oleh bidaknya
Baik (B) : Ucapan mudah dipahami
Cukup (C) : Sekali-sekali timbul kesukaran memahami Kurang (K) : Susah dipahami 2. Anak dapat menyebutkan nama benda yang
mempunyai ciri-ciri tertentu sesuai dengan gambar 3. Anak dapat menirukan kembali 2-4 urutan kata
4. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata “Apa”
F. Teknik Pengumpulan Data
Setelah menentukan instrumen penelitian, maka langkah selanjutnya
adalah teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh adalah data jenis kualitatif,
sehingga hasil penelitian harus dipaparkan melalui deskripsi khusus tentang data
yang diperoleh. Adapun teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Arikunto (2010:199) mengemukakan bahwa “observasi adalah kegiatan
pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah
6. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata “Dimana”
7. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata “Berapa”
8. Anak dapat menjawab pertanyaan yang diawali kata “Bagaimana”
9. Anak dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda
Baik(B): Ucapan mudah dipahami
Cukup (C) : ucapan anak yang dipahami, namun sekali-sekali timbul kesukaran dalam menyebutkan benda yang dimaksud
Kurang (K) : Susah dipahami 10. Anak dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya
kegunaan benda
11. Anak dapat bercerita tentang kejadian disekitarnya secara sederhana
Baik (B) : Menggunaan kata-kata dan ungkapan dengan baik
Cukup(C):Sering menggunakan kata yang salah dan kata-kata yang amat terbatas
Kurang(K):Sering
menggunakan kata yang salah menyebabkan pembicaraan sukar dipahami
12. Anak dapat memberi keterangan / informasi tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan gambar
13. Anak dapat berceritera dengan kata ganti aku, saya Baik (B) : Pembicaraan lancar
Cukup (C) : Kelancaran sering mengalami gangguan
Kurang (K) : Kecepatan dan kelancaran tampaknya diganggu oleh kesulitan bahasa
14. Anak dapat membuat kalimat sederhana mengenai gambar
mencapai sasaran”. Menurut Wiriaatmadja (2005: 105 dalam Siska, 2011)
observasi harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
a) Memperhatikan fokus penelitian, kegiatan apa yang harus diamati apakah
yang umum atau yang khusus
b) Menentukan kriteria yang diobservasi, dengan terlebih dahulu mendiskusikan
ukuran-ukuran apa yang digunakan dalam pengamatan.
Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data dan
gambaran tentang keterampilan berbicara anak kelas B2 sebelum dan sesudah di
terapkan alat permainan ular tangga.
Alat pengumpul data yang digunakan pada saat observasi adalah lembar
instrumen observasi yang berisi pernyataan yang menggambarkan
komponen-komponen atau aspek-espek keterampilan berbicara anak, dan pedoman observasi
pada aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
papan ular tangga.
2. Catatan Lapangan (field note)
Sumber informasi yang sangat penting dalam penelitian ini adalah catatan
lapangan (field note) yang dibuat oleh peneliti/mitra peneliti yang melakukan
pengamatan atau observasi. (Wiriaatmadja, 2005:25 dalam Siska, 2011).
Catatan lapangan dibuat secara deskriptif pada saat refleksi, berisi tentang
kegiatan pembelajaran, suasana kelas, interaksi guru dengan anak serta iklim
keterampilan berbicara anak dengan menggunakan alat permainan ular tangga
sedang berlangsung. Adapun catatan lapangan diambil dari data hasil observasi.
3. Dokumentasi foto
Untuk memperkaya data pada saat penelitian tindakan kelas, peneliti
menggunakan media lain seperti foto dan pengambilan video. Peneliti akan
mendokumentasikan gambar-gambar foto atau video ketika proses pembelajaran
meningkatkan keterampilan berbicara anak dengan menggunakan alat peramainan
ular tangga berlangsung. Media ini berfungsi sebagai dokumentasi suasana kelas,
menggambarkan detail tentang peristiwa-peristiwa penting yang terjadi ketika
PTK dilakukan, serta sebagai alat untuk mengingatkan topik bahasan ketika
membuat catatan lapangan.
G. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan
teknik analisis deskriptif persentase. Menurut Arikunto (2010:132) analisis
merupakan usaha memilih, memilah, membuang, menggolongkan, serta
menyusun ke dalam kategorisasi, mengklasifikasikan data untuk menjawab
pertanyaan pokok : (1) tema apa yang dapat ditemakan pada data, (2) seberapa
jauh data dapat mendukung tema/arah/tujuan penelitian.
Teknik analisis deskriptif kualitatif merupakan teknik analisis data untuk
menggambarkan suatu keadaan. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta, sifat,
atau hubungan antar fenomena yang diselidiki. Teknik deskriptif kualitatif
digunakan untuk menganalisis penggunaan alat permainan ular tangga oleh guru.
2. Analisis Deskriptif Persentase
Teknik analisis deskriptif persentase merupakan analisis data berdasarkan
persentase dari data yang ada. Setelah data diperoleh dari hasil pengamatan, dan
dokumentasi, maka data dianalisis dengan analisis kualitatif melalui beberapa
tahapan analisis sebelum ditarik ke dalam sebuah kesimpulan penelitian. Pada
tahap analisis data ini, setiap aspek keterampilan berbicara anak di deskripsikan
sebagai hasil pengamatan dari setiap anak, kemudian dilakukan penilaian atau
penafsiran melalui katagori tingkat keterampilan berbicara. Dari penilaian ini
didapatkan skor yang dibuat ke dalam persentase yang kemudian divisualisasikan
melalui tabel dan grafik. Adapun perhitungan persentase sebagai berikut :
Keterangan: P : Nilai dalam persen
R : Jumlah Skor Rata-Rata
SM : Skor maksimal
R
P = --- X 100%
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang “Penggunaan Alat Permainan Ular
Tangga untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak Taman Kanak-kanak”
di sebuah Raudhatul Athfal (RA) di Parangpong Bandung Barat, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil pembelajaran berbahasa, khususnya keterampilan berbicara pada anak,
masih rendah. Pembelajaran dilaksanakan lebih berpusat kepada guru
(teacher-centred), sehingga perkembangan anak khususnya dalam
keterampilan berbicara kurang terstimulasi dengan baik. Begitu pula dengan
metode yang digunakan kurang bervariasi, misalnya metode yang biasa
digunakan dalam kegiatan pembelajaran adalah metode ceramah,
bercakap-cakap, dan tanya jawab. Metode-metode ini sering membuat anak kurang
dapat berekspresi dan bereksplorasi. Hal ini menjadi penyebab kurang
optimalnya keterampilan berbicara kelas B2 RA tersebut.
2. Implementasi penggunaan alat permainan ular tangga telah berhasil
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran berbahasa (berbicara) secara
lebih aktif. Setiap langkah dari permainan ini memberikan peluang kepada
anak untuk berpartisipasi, sehingga hal itu memungkinkan stimulasi
berkomunikasi. Dengan permainan ini, masing-masing anak terlibat aktif
Peraturan peramainan ular tangga dalam penelitian ini tidak berbeda jauh
dengan permainan ular tangga yang sudah ada hanya ada sedikit tambahan
dimana ketika bidak milik anak menempati gambar yang sesuai dengan nilai
dadu yang telah dilemparkannya, anak diminta untuk menyebutkan nama
benda, kegunaan benda, ciri benda yang ditempati bidaknya atau bidak
temannya. Selanjutnya anak menjawab pertanyaan apa, berapa, dimana,
mengapa, bagaimana tentang gambar yang ada di papan ular tangga.
Adapun hambatan yang dialami peneliti dalam pelaksanaan siklus I antara lain
kakunya peraturan yang dibuat oleh guru dikarenakan guru lupa akan skenario
pembelajaran.
3. Setelah implementasi alat permainan ular tangga pada proses pembelajaran,
keterampilan berbicara anak mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Peningkatan ini bukan hanya terjadi pada hampir semua aspek-aspek
keterampilan berbicara (lima belas dari enam belas aspek mengalami
peningkatan), tetapi juga dialami oleh semua anak yang menjadi subjek
penelitian ini (peningkatan sebesar 68 % sampai dengan 92 % dari
keseluruhan aspek keterampilan berbicara anak). Peningkatan ini, misalnya,
tampak pada adanya rasa percaya diri yang lebih baik ketika mengucapkan
dan mengungkapkan pendapatnya, penggunaan kata-kata dan kalimat yang
lebih jelas, lebih tersusun tata bahasanya, kosa kata yang beragam, serta
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis sampaikan saran berkenaan
dengan dengan penggunaan alat permainan ular tangga untuk meningkatkan
keterampilan berbicara anak, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Kepala Sekolah
a) Program pembelajaran berbahasa dalam aspek keterampilan berbicara
anak lebih ditingkatkan lagi dengan menggunakan metode-metode dan
media yang menarik dan bervariasi, sehingga keterampilan berbicara anak
lebih terstimulasi dan berkembang secara optimal.
b) Mendukung upaya guru dalam menggunakan metode dan media yang
tepat untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak.
c) Menjaga dan menjalin komunikasi dan kerjasama yang baik dengan guru
supaya dalam pengembangan peningkatan keterampilan berbicara anak
mendapatkan hasil yang optimal.
d) Memberikan pengarahan atau himbauan secara bertahap kepada orang tua
akan pentingnya mengembangkan dan melatih keterampilan berbicara
anak sejak dini melalui suatu permainan yang menarik dan bermakna bagi
anak.
e) Memberikan dan menyediakan fasilitas yang mendukung terlaksanya
metode bermain itu dengan memfasilitasi media pembelajaran yang
2. Bagi Guru
a) Dalam merencanakan penggunaan alat permainan ular tangga, sebaiknya
direncanakan dengan seksama, baik pemilihan topik ataupun gambar yang
akan dijadikan papan ular tangga, serta bidak yang digunakan dirancang
semenarik mungkin dan sesuai dengan prosedur atau langkah-langkah
permainannya.
b) Pembelajaran dilakukan berpusat padaanak (child-centred) bukan
berpusat pada guru (teacher-centred). Guru hanya berperan sebagai
fasilitator, motivator dan evaluator bagi anak, sehingga anak akan terlibat
aktif dalam suatu kegiatan dan mereka dapat mengeksplor semua potensi
yang ada pada dirinya.
c) Guru hendaknya dapat menciptakan suasana yang nyaman, kondusif, dan
menyenangkan dengan memilih dan memilah metode dan media yang
akan digunakan dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak.
d) Guru hendaknya tanggap kepada pembicaraan anak, sehingga dapat
mengoreksi kesalahan yang dilakukan anak dalam berbicara yang tidak
menggunakan bahasa yang benar.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a) Keterampilan berbicara anak merupakan aspek yang sangat penting bagi
perkembangan anak, oleh karena itu diharapkan ada penelitian selanjutnya
mengenai ketrampilan berbicara anak dengan menggunakan metode dan
b) Penggunaan alat permainan ular tangga dapat menjadi sumber inspirasi
bagi peneliti lain untuk dijadikan bahan penelitian dalam meningkatkan
PUSTAKA RUJUKAN
Ahmad Haris. (2010). [Online]. Tersedia:
(http://gonggoitem.wordpress.com/2010/01/27/free-games-ular-tangga-2/). [4 Maret, 2011]
Arikunto, Suharsimi. (2010). Pendidikan Tindakan Kelas. Jakarta: Rineke Cipta.
Boedi. (2010). Definisi-Dan-Kedudukan-Bahasa-Indonesia. [Online]. Tersedia: http://boeditea.web.id/2010/03/31/definisi-dan-kedudukan-bahasa-indonesia/). [10 Februari, 2011]
Dhieni, Nurbiana. (2006). Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Eliyawati, Cucu. (2005). Pemilahan dan Pengembangan Sumber Belajar untuk
Anak Usia Dini.Jakarta: DIKTI.
Elliot, Alison J. (1981). Child Language. Australia: Cambridge University Press.
Feez, Susan. (2010). Montessory and Early Childhood. London: SAGE.
Hartati, Tatat. (Tanpa Tahun). Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia di Sekolah Dasar Kelas Rendah.[Online]. Tersedia: BBM_2
http://file.upi.edu/Direktori/DualModes/Pendidikan_Bahasa_Dan_Sastra_Indo nesia_Di_Sekolah_Dasar_Kelas_Rendah/Bbm_2.pdf [26 Februari 2011)
Hurlock, Elizabert B. (1990). Psikologi Perkembanagan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Khucay, Minda. (Tanpa Tahun). Ular Tangga dengan peningkatan visual dan
interaktifitas. [Online]. Tersedia:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28400/5/Chapter%20I.pdf [2 Januari 2012]
Jubaedah, siti. (2011). Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak Tk
Melalui Penggunaan Media Boneka Tangan.Skripsi pada Program Sarjana
UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Masitoh. (2007). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka.
McNiff. Jean & Whitehead Jack. (2010). Doing and Writing Action Research. London: SAGE.
Muslihudin. (2009). Kiat Sukses Melakukan Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rizqi Press.
Riech, Feter A. (19860). Language Development. New Jersey: Prentice-Hall.
Sadiman, Arif. (2007). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Salsa. (2009). Bermain Ular Tangga. [Online]. Tersedia: http://bundagaluh.wordpress.com /2009/02/08/bermain ular tangga. [12 Juni 2011]
Siska, Yulia. (2011). Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) Dalam
Meningkatkan Keterampilan Sosial Dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Thesis Magister pada Program Pasca Sarjana UPI. Bandung. Tidak
dipublikasikan.
Solehuddin, M. (1997). Konsep Pendidikan Prasekolah. Bandung: FIP UPI.
Sriningsih. (2009). Pembelajaran Matematika Terpadu AUD. Bandung: Pustaka Sebelas.
Sugianto, Ike R. (2011) Kemampuan Bicara Anak. [Online]. Tersedia: [ http://ummukautsar.wordpress.com/2011/04/01/mengecek-kemampuan-bicara-anak-sesuai-usia/ [16 September 2011]
Suhartono. (2005). Pengembangan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Syaodih, Ernawulan. (2008). Bimbingan di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Dikti Depdiknas.
Tarigan, Henry Guntur. (1983). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Yusuf, L N, Syamsu. (2009). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wikipedia. Ular Tangga. [Online]. Tersedia: