KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH (STUDI KASUS PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG DAHU)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Seni Rupa
FPBS
Oleh:
Yuda Syah Putra 0901412
JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH (STUDI KASUS PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG DAHU)
Oleh Yuda Syah Putra
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Yuda Syah Putra 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
YUDA SYAH PUTRA
KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH (STUDI KASUS SENI PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG
DAHU)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing 1
Dr. Ayat Suryatna, M.Si.
NIP. 196401031989011001
Pembimbing 2
Dr. Zakarias S. Soeteja, M.Sn.
NIP. 196707241997021001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Bandi Sobandi, M.Pd.
KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH (STUDI KASUS PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG DAHU)
SKRIPSI
Diajukan oleh:
Yuda Syah Putra NIM. 0901412
Bandung, Desember 2013
DISETUJUI dan DISAHKAN oleh PENGUJI
Penguji I
Drs. Maman Tocharman, M.Pd
NIP. 194812251974121001
Penguji II
Dra. Titi Soegiarti, M.Pd
NIP. 195509131985032001
Penguji III
Dadang Sulaeman, S.Pd.,M.Sn
ABSTRACT
ABSTRAK
Seni pertunjukkan Buaya Putih ada sekitar tahun 90-an dan sebelumnya bernama Buaya Mangap. Seiring dengan berkembangnya zaman seni pertunjukkan Buaya Putih mengalami banyak perubahan dan perkembangan dari segi fungsi dan tata cara penyajian, tentu saja berbagai perubahan yang terjadi dari fungsi serta unsur-unsur lainnya terutama pada bahan dan unsur-unsur visual pada Buaya Putih sangat menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah secara khusus dalam bentuk pertanyaan. Pertama, Bagaimana bentuk, proses dan teknik pembuatan properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu? Kedua, Makna apa yang terkandung dalam setiap unsur
visual properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung
Curug Dahu?. Dengan tujuan penelitian, untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk serta proses dan teknik yang digunakan dalam pembuatan properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu. Serta untuk mengetahui dan mendeskripsikan makna yang terkandung dalam setiap unsur
visual pada properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di
DAFTAR ISI
PERNYATAAN... i
ABSTRAK... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
BAB. I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian... 3
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 4
E. Sistematika Penulisan... 5
BAB. II LANDASAN TEORI... 7
A. Tinjauan Umum Kriya... 7
1. Pengertian Kriya dan Perkembangannya... 7
2. Fungsi kriya... 8
3. Sistem Perancangan... 12
B. Nilai Estetik Kriya... 15
1. Teori Estetika... 15
2. Estetika Timur... 17
3. Struktur Seni... 19
BAB. IIIMETODE PENELITIAN... 29
A. Waktu dan Tempat Penelitian... 29
B. Metode Penelitian... 30
C. Teknik Pengumpulan Data... 30
D. Instrumen Penelitian... 32
E. Prosedur dan Tahapan Penelitian... 34
BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN... 36
A. Gambaran Umum Kabupaten Serang... 36
1. Sejarah Singkat... 36
2. Letak geografis ... 39
3. Bahasa dan Budaya... 41
4. Corak Kehidupan Masyarakat... 41
B. Gambaran Umum Seni Pertunjukkan Buaya Putih di Kampung Curug Dahu Kabupaten Serang... ... 42
1. Bentuk, Proses dan teknik pembuatan Buaya Putih di
Kampung Curug Dahu... 52
2. Bahan dan Peralatan yang digunakan dalam Membuat Buaya Putih... 58
3. Makna yang Terkandung dalam Unsur Visual Buaya Putih di Kampung Curug Dahu... 63
D. Pembahasan Hasil Penelitian... 75
1. Bentuk, Proses dan Teknik Pembuatan... 82
2. Makna yang Terkandung dalam Unsur Visual Properti Buaya Putih... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 106
A. KESIMPULAN... 106
B. SARAN... 108
DAFTAR PUSTAKA... 110
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1. Model kajian berdasar unsur denotasi dan konotasi... 19 3.1. Instrumen Penelitian... 32 4.1. Proses dan Teknik Pembuatan Buaya Putih di kampung Curug
Dahu... 53 4.2. Bahan yang digunakan dalam pembuatan Buaya Putih... 58 4.3. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan Buaya Putih ... 61 4.4. Fungsi dan Makna dibalik Bahan yang digunakan dalam pembuatan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Karakter Garis... 20
Gambar 2.2. Bentuk berupa Garis... 22
Gambar 2.3. Bidang... 23
Gambar 2.4. Tekstur... 24
Gambar 2.5. Roda Warna... 24
Gambar 3.1. Peta Kecamatan Padarincang... 29
Gambar 4.1. Peta Kabupaten Serang... 40
Gambar 4.2. Peta Kecamatan Padarincang... 40
Gambar 4.3. Visualisasi Buaya Putih... 42
Gambar 4.4. Pertunjukan Buaya Putih... 63
Gambar 4.5. Buaya Putih... 76
Gambar 4.6. Perubahan Bahan Dari Pelepah Rumbia Menjadi Kayu Randu... 82
Gambar 4.7. Letak Penempatan Buah Pinang... 83
Gambar 4.8. Bentuk Kerangka Punggung... 84
Gambar 4.9. Bentuk Perut... 84
Gambar 4.10. Bentuk Ekor Buaya Putih... 85
Gambar 4.11. Bentuk Kaki Buaya Putih... 85
Gambar 4.12. Pembentukan Kepala Buaya Putih... 86
Gambar 4.13. Menyatukan bagian kepala dengan bambu sebagai kerangka utama Buaya Putih... 87
Gambar 4.14. Pembentukan kaki... 88
Gambar 4.15. Membentuk kerangka Buaya Putih... 88
Gambar 4.16. Memberi Hiasan-hiasan pada kerangka... 89
Gambar 4.17. Kerangka Buaya Putih... 90
Gambar 4.18. Bahan Kepala Buaya putih... 91
Gambar 4.19. Daun Sirih... 92
Gambar 4.20. Jambe (buah pinang)... 93
Gambar 4.21. Ijuk... 94
Gambar 4.22. Warna pada kepala Buaya Putih... 95
Gambar 4.23. Warna pada daun Sirih... 96
Gambar 4.24. Warna pada buah pinang... 97
Gambar 4.25. Ijuk di kepala Buaya Putih... 97
Gambar 4.26. Bentuk Kepala buaya Putih... 98
Gambar 4.27. Janur Kuning... 99
Gambar 4.28. Bambu... 100
Gambar 4.29. Kayu... 101
Gambar 4.30. Pelepah Rumbia... 101
Gambar 4.31. Warna pada Punggung Buaya Putih... 102
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keputusan Penelitian Lampiran 2. Daftar Istilah
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia adalah negera kepulauan yang banyak memiliki ragam suku, adat,
agama dan budaya yang berbeda beda. Beragam budaya yang dimiliki bersama
berjalannya waktu terus berkembang dan menumbuhkan suatu budaya yang baru
yang merupakan percampuran satu budaya dengan budaya yang lain, hal ini
didasari oleh perasaan dan kehendak untuk berkreasi dan terlihat memiliki
karakter atau ciri khas yang berbeda dari yang lain. Meskipun kebudayaan yang
ada memiliki karekter dan perbedaan yang banyak terpengaruh dari luar namun
karakter bangsa Indonesia sangat kuat, karena setiap kebudayaan yang muncul
telah melewati proses yang panjang. Namun, harus diimbangi dengan
melestarikan kesenian/kebudayaan yang lama yang semakin hari semakin
dilupakan.
Berbagai bentuk kebudayaan dan kesenian yang dimiliki setiap daerah di
Indonesia menjadikannya sebuah daya tarik yang bisa terus digali dan
dikembangkan serta dimanfaatkan sebagai aset pariwisata yang tak ternilai
harganya, ini bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia sendiri dengan
memperkenalkan setiap kesenian yang ada.
Salah satu wilayah yang kaya akan budaya dan memiliki karakter yang kuat
adalah provinsi Banten yang merupakan salah satu provinsi termuda di Indonesia.
Provinsi Banten saat ini memiliki 4 kabupaten dan 4 kota sejak terbentuknya
provinsi Banten pada tahun 2000 lalu, kabupaten dan kota tersebut yaitu
kabupaten Pandeglang, Serang, Lebak, Tangerang dan Kota Serang, Tangerang,
Cilegon, dan Tangerang selatan. Dari 4 kabupaten dan 4 kota Banten memiliki
beragam kesenian dan kebudayaan seperti kesenian Cokek, kesenian Goong
Rancag, kesenian Gambang Keromong, kesenian Tanjidor, kesenian Patingtung,
teater Ubrug, kesenian Debus, seni pertunjukkan Buaya Putih dan banyak lagi.
Kesenian dan kebudayaan tersebut menjadi salah salah satu aset berharga yang
2
Potensi seni budaya yang ada dan berkembang di Banten sangatlah kaya serta
memiliki karakter dan ciri khas tersendiri, namun potensi-potensi seni budaya
Banten belum banyak digali dan dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata.
Kurangnya penggalian dan pembinaan terhadap seni budaya Banten menjadi salah
satu hal penyebab kurang dikenal dan belum menjadi salah satu daya tarik wisata
di Banten. Masyarakat terutama di Banten harus menyadari bahwa Banten
memiliki aset potensi seni budaya daerah yang unik, yang dapat dikembangkan
dan dilestarikan secara optimal. Seni budaya daerah tersebut dapat dijual kepada
wisatawan karena memiliki nilai estetis yang tinggi dan dapat mensejahterakan
masyarakat terutama para pelaku seni.
Banyak seni budaya yang masih perlu digali keunikan dan keragamannya
misalkan dari potensi potensi seni budaya yang ada seperti musik tradisional, seni
pertunjukan tradisional, seni rupa dan seni tari tradisional yang terdapat di Banten
baik mengkaji bentuk visual, narasi, audio dan lainnya. Sehingga seni budaya
yang ada di Banten mudah untuk dipublikasikan dan dikenal terutama wisatawan
dan masyarakat Banten sendiri.
Salah satu kesenian daerah yang memiliki keunikan dan nilai estetis yang
tinggi adalah kesenian pertunjukkan Buaya Putih yang berkembang di kampung
Curug Dahu desa Kadubereum kecamatan Padarincang kabupaten Serang.
Kehidupan masyarakat Banten terutama di Padarincang memang sangat unik
dibandingkan dengan kehidupan di perkotaan hal ini ditunjang dengan lingkungan
alam yang asri serta memegang tradisi yang kuat. Alam Padarincang yang asri nan
indah dikelilingi oleh pegunungan dan persawahan yang luas dan subur dangan
panorama yang sangat indah nan menawan. Wilayah Padarincang terletak di 37
kilometer dari ibukota kabupaten Serang, wilayah ini dikenal sebagai daerah
penghasil buah dan hasil pertanian yang sangat unggul terutama beras kewalnya
dan buah durian yang rasanya sangat lezat .
Seni pertunjukkan Buaya Putih ada sekitar tahun 90-an dan sebelumnya
bernama Buaya Mangap. Iringan Buaya Putih ini biasanya dilakukan dalam
kegiatan mengirimkan bahan-bahan keperluan hajat-an yang menjadi ciri khas
3
pohon bambu yang dibentuk rangka mirip seekor buaya dengan panjang mencapai
8 sampai 10 meter, dengan dihiasi janur kelapa dan seni pertunjukan Buaya Putih
ini dimainkan secara keseluruhan oleh 40 orang. Keunikan dari pertunjukkan
Buaya Putih salah satunya adalah bahan yang digunakan dalam pembuatan
properti Buaya Putih dimana sebagian besar bahan yang digunakan diambil dari
alam dan hasil tani warga setempat.
Namun seiring dengan berkembangnya zaman Seni pertunjukkan Buaya Putih
mengalami banyak perubahan dan perkembangan dari segi fungsi dan tata cara
penyajian, yang sebelumnya kesenian ini fungsinya hanya di pertunjukan untuk
mengirimkan bahan bahan keperluan hajatan dalam pesta pernikahan saja. Selain
itu dalam seni pertunjukkan Buaya Putih memiliki keunikan pada properti yang
digunakan, seperti bahan, teknik pembuatan, makna dan unsur visual lainnya.
Tentu saja berbagai perubahan yang terjadi dari fungsi serta unsur unsur lainnya
terutama pada bahan dan unsur visual pada Buaya Putih di kampung Curug Dahu
sangat menarik untuk diteliti.
Sedikitnya catatan tertulis mengenai seni pertunjukkan Buaya Putih membuat
informasi-informasi mengenai seni pertunjukkan tersebut semakin sulit didapat.
Akibatnya secara perlahan keberadaan seni pertunjukkan Buaya Putih semakin
sulit untuk dikenal, dan bahkan tidak mustahil akan hilang. Melihat kondisi
tersebut peneliti mengangkat Seni pertunjukkan Buaya Putih sebagai objek
penelitian dalam karya ilmiah penulis. Dengan tujuan penelitian untuk mengetahui
dan mendeskripsikan mengenai seni pertunjukan Buaya Putih agar masyarakat
mengetahui bagaimana teknik pembuatan, unsur visual, serta fungsi dan makna
yang terkandung dalam seni pertunjukkan buaya Putih. Dengan adanya penulisan
penelitian ini, menjadi informasi tambahan tertulis sehingga informasi mengenai
seni pertunjukan Buaya Putih yang perlahan mulai hilang tetap terjaga. Selain itu
ini merupakan dedikasi dari penulis karena pertunjukkan Buaya Putih adalah
warisan budaya dari daerah penulis.
Dari latar belakang di atas penulis termotivasi dan tertarik untuk mengangkat
kesenian tradisional Buaya Putih sebagai objek penelitian mengenai “ Kajian
4
masyarakat Curug Dahu) ”. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan dan
mengidentifikasi proses, teknik, bahan, bentuk dan warna, struktur serta makna
yang terdapat pada visual kesenian Buaya Putih.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis mencoba
merumuskan masalah, yang menjadi fokus penelitian yaitu:
Analisis bentuk dan makna yang terkandung dalam setiap unsur visual
properti buaya putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih. Secara khusus
masalah penelitian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk, proses dan teknik pembuatan properti Buaya Putih dalam
seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu?
2. Makna apa yang terkandung dalam setiap unsur visual properti Buaya Putih
dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan
seni pertunjukkan Buaya Putih agar masyarakat mengetahui teknik pembuatan,
komponen visual, serta fungsi dan makna yang terdapat dalam kesenian
tradisional Buaya Putih. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Mengetahui dan mendeskripsikan bentuk serta proses dan teknik yang
digunakan dalam pembuatan properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan
Buaya Putih di kampung Curug Dahu.
2. Mengetahui dan mendeskripsikan makna yang terkandung dalam setiap unsur
visual pada properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di
kampung Curug Dahu.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Bagi penulis
a. Penulis mendapatkan pengetahuan secara tertulis dan praktis tentang
5
b. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai proses pembuatan
properti seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu.
2. Bagi jurusan Pendidikan Seni Rupa
a. Di harapkan dengan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan
bagi penelitian lanjutan mengenai seni pertunjukkan Buaya Putih.
b. Memberikan informasi tambahan mengenai seni pertunjukkan Buaya
Putih.
3. Bagi masyarakat
a. Untuk menambah apresiasi dan memotivasi masyarakat untuk
memberdayakan dan melestarikan kebudayaan/kesenian daerah.
b. Untuk menambah wawasan tentang proses pembuatan properti seni
pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu.
4. Bagi dunia pendidikan
a. Sebagai informasi dan pengetahuan mengenai kesenian daerah baik
mengenai proses pembuatan, bahan maupun bentuk Buaya Putih dalam
seni pertunjukkan di kampung Curug Dahu
b. Sebagai pengayaan ilmu terutama dalam kajian visual seni pertunjukkan
Buaya Putih
E. Sistematika Penulisan
1. BAB 1. Pendahuluan
Dalam bab ini berisi pembahasan tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi, hipotesis, serta sestematika
penulisan.
a. Latar Belakang Penelitian
b. Rumusan Penelitian
c. Tujuan Penelitian
d. Manfaat Penelitian
e. Sistematika Penulisan
6
Dalam kajian pustaka ini berisi teori teori utama dan teori teori turunannya
dalam bidang yang dikaji, Penelitian terdahulu yang relevan, dan posisi teoritik
peneliti yang berkenaan dengan masalah yang di teliti.
3. Bab III. Metode Penelitian
Dalam bab ini membahas mengenai waktu, tempat penelitian, instrumen
penelitian, pendekatan dan metode penelitian, serta teknik pengumpulan data,
prosedur dan tahap tahap penelitian.
4. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam bab ini medeskripsikan hasil penelitian meliputi komponen visual dan
makna serta fungsi yang terkandung dalam kesenian tradisional Buaya Putih di
kampung Curug Dahu desa Kadubereum kecamatan Padarincang kabupaten
Serang.
5. Bab V. Kesimpulan dan Saran
Bab ini akan mengemukakan kesimpulan hasil pembahasan yang telah di ulas
di bab IV serta temuan dan pandangan penulis dalam seluruh unsur yang telah di
29
BAB III
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan relatif sangat singkat kurang lebih enam bulan
dan penelitian lapangan dilaksanakan dalam beberapa kali kunjungan. Kunjungan
dilakukan pada hari sabtu, 16 maret 2013, hari minggu 14 april 2013, hari jumat
dan sabtu 3-4 mei 2013.
2. Tempat Penelitian
Tempat yang dijadikan penelitian ini Terletak di Desa Kadu Bereum,
Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Wilayah kecamatan
Padarincang terletak pada 109o – 110o BT dan 6o – 7o LS dengan ketinggian
450m – 500m dari permukaan laut dan Luas wilayah kurang lebih : 99, 12 km
serta berjumlah 13 Desa yang salah satunya adalah desa Kadu Bereum
30
Wilayah Kecamatan Padarincang terletak 37 KM dari Ibukota Kabupaten
Serang wilayah ini adalah sebagai paru-parunya Ibukota provinsi Banten.
Memiliki batas-batas wilayah disebelah utara berbatasan langsung dengan laut
jawa, disebelah selatan dengan wilayah kabupaten Lebak dan Pandegelang,
disebelah barat dengan laut selat sunda dan di sebelah timurnya dengan wilayah
kabupaten Tangerang. Dan luas wilayahnya yang mencakup luas 187.600 hektar,
terdiri atas dataran rendah pantai, dataran rendah bukan pantai dan daerah
pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 0-700 meter diatas permukaan laut.
B. Metode Penelitian
“Metode lebih menekankan kepada strategi, proses, dan pendekatan dalam memilih jenis, karakteristik, serta dimensi ruang dan waktu dari data yang di
perlukan.” (Sudjana, 2011:52). Metode sangat penting dan membantu dalam suatu penelitian karena metode merupakan cara yang penting dalam mencapai suatu
tujuan.
“Secara umum, penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu.” (Sukmadinata, 2011:5). Dalam Bab ini penelitian penulis
mengumpulkan sumber yang berupa fakta dan data yang berkaitan dengan judul
skripsi: KAJIAN VISUAL PROPERTI SENI PERTUNJUKKAN BUAYA PUTIH
(STUDY KASUS PERTUNJUKKAN MASYARAKAT CURUG DAHU).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Karena data yang dihasilkan berupa kata atau lisan
dari orang-orang yang berkaitan dengan seni pertunjukkan Buaya Putih.
“penelitian deskriptif (descriptive research) ditujukan untuk mendeskripsikan
suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya.”(Sukmadinata, 2011:18).
“penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari
sudut atau perspektif partisipan.”(Sukmadinata, 2011:94).
C. Teknik Pengumpulan Data
“Ada beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, angket,
observasi, dan studi dokumenter.” (Sukmadinata, 2011:216) Dalam pelaksanaan
31
Banyak tidaknya data yang dikumpulkan, akan mempengaruhi hasil
penelitian, Agar hal tersebut dapat dicapai penulis telah mempersiapkan teknik
pengumpulan data sesuai dengan penjelasan di atas, adapun langkah-langkah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara adalah teknik yang secara langsung digunakan di lapangan
dengan tujuan mendapatkan informasi dari orang/tokoh yang dianggap memiliki
pengetahuan tentang objek yang diteliti. Objek yang diteliti penulis adalah Buaya
Putih dalam seni pertunjukkan di kampung Curug Dahu.
Menurut Rohidi (2011: 208) bahwa:
Wawancara adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang kejadian yang oleh peneliti tidak dapat diamati sendiri secara langsung, baik karena tindakan atau peristiwa yang terjadi di masa lampau atau karena peneliti tidak diperbolehkan hadir di tempat kejadian itu.
“Wawancara atau interviu (interview) merupakan salah satu bentuk teknik
pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif
dan deskriptif kuantitaif.”(Sukmadinata, 2011:216)
Secara fisik Wawancara sendiri terbagi menjadi 2 macam:
a. Wawancara terstruktur
Arikunto (2002: 132) menurutnya: Interviu/wawancara terstruktur terdiri
dari serentetan pertanyaan dimana pewawancara tinggal memberikan check (√) pada pilihan jawaban yang telah disiapkan. Sedangkan menurut Nyoman Kutha
Ratna (2010:230) bahwa: wawancara terstruktur sering disebut juga wawancara
baku, terarah, terpimpin, didalamnya susunan pertanyaan sudah ditentukan
sebelumnya.
Dalam penelitian wawancara terstruktur memudahkan dan lebih efektif
dalam mencatat hasil wawancara. Karena sebelumnya sudah disiapkan
pedoman/pertanyaan wawancara.
b. Wawancara tidak terstruktur
Menurut Nyoman Kutha Ratna (2010:230) bahwa: wawancara tak
32
menurut Rohidi (2011:208) bahwa Secara tipikal, wawancara mendalam lebih
menyerupai percakapan dibandingkan wawancara yang terstruktur secara formal.
Wawancara dilakukan tanpa pedoman wawancara, dalam hal ini untuk
mendapatkan informasi lebih mendalam tentang objek penelitian serta digunakan
sebagai pendahuluan dalam penelitian.
2. Observasi
Di dalam pengertian Psikologik, Arikunto (2002:133) mengungkapkan,
observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan
terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Sesuai
penjelasan diatas mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba, dan pengecap.
3. Dokumentasi
“Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang
tertulis.”(Arikunto, 2002:135). Berdasar penjelasan diatas penulis melaksanakan metode dokumentasi dengan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku,
majalah, dokumen dan catatan-catatan lainnya.
D. Instrumen Penelitian
Menentukan dan menyusun instrumen dalam penelitian sangatlah penting,
seperti yang dikatakan Arikunto (2002:136) bahwa:
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Dengan demikian bisa dikatakan dalam penelitian diperlukan alat atau
instrumen yang diterapkan dalam metode penelitian agar mendapatkan data yang
lebih baik. Adapun instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Instrumen Penelitian
NO ACUAN PENELITIAN DESKRIPSI PENELITIAN
1 Aspek Visual Buaya Putih a. Bahan
33
2 Aspek Makna Simbolik Buaya
Putih
a. Bahan b. Bentuk c. Warna
a. Daftar kerangka pertanyaan wawancara
Daftar kerangka pertanyaan ini dibuat dengan tujuan agar wawancara yang
dilakukan dapat terfokus pada permasalahan yang ingin ditanyakan. Wawancara
dilakukan dengan koresponden yang dianggap memiliki informasi lebih banyak
dan dapat dipercaya. Adapun daftar wawancara yang saya laksanakan terlampir.
b. Recorder dan Kamera foto
Recorder adalah alat perekam suara, alat ini digunakan untuk
mempermudah dalam wawancara sehingga informasi yang didapatkan jelas dan
mempercepat dalam proses wawancara tersebut. Selain itu mempermudah dalam
penyusunan karena informasi yang didapat bisa diputar berulang-ulang.
Sedangkan kamera foto berfungsi sebagai alat dokumentasi berupa
gambar, yang digunakan dalam merekam momen, mendokumentasikan karya,
serta proses kreatif dalam pembuatannya dan bukti proses observasi agar data
34
E. Prosedur dan Tahapan Penelitian
Kajian Visual Properti Seni Pertunjukkan Buaya Putih (Studi Kasus Pertunjukkan Masyarakat Kampung Curug Dahu)
Tujuan Penelitian:
1. Mengetahui dan
mendeskripsikan Proses dan teknik yang
digunakan dalam pembuatan properti seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu.
2. Mengetahui dan
mendeskripsikan makna yang terkandung dalam setiap unsur visual seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu.
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu?
2. Makna apa yang
terkandung dalam setiap unsur Visual properti Buaya Putih dalam seni pertunjukkan Buaya Putih di kampung Curug Dahu?
Kesimpulan dan Saran
Pengumpulan Data:
1. Wawancara 2. Observasi 3. dokumentasi
Analisis Data:
1. Menganalisis proses dan teknik yang digunakan dalam pembuatan Buaya Putih di kampung Curug Dahu 2. Menganalisis makna yang terkandung dalam unsur –
35
Dalam tahapan penelitian dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Tahap Pra-lapangan
Persiapan awal yang dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi masalah yang
diteliti, lalu merumuskan masalah, studi pendahuluan dengan melakukan survei ke
lokasi, memilih pendekatan melalui metode penelitian, kemudian menentukan
sumber data. Proposal dibuat yang kemudian di ajukan dan dikonsultasikan untuk
mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan dan dosen pembimbing
yang sesuai dengan apa yang diteliti. Setelah dikonsultasikan dan disetujui dosen
pembimbing kemudian diajukan ke fakultas untuk mendapatkan SK (Surat
Keputusan)
2. Tahap kegiatan lapangan
Mengumpulkan data berupa catatan lapangan dan obeservasi secara
keseluruhan lalu menyaring data-data yang diperlukan sesuai dengan fokus
penelitian kemudian mendeskripsikan untuk memecahkan permasalahan yang
diteliti. Ketika berada dilapangan pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara kepada warga dan tokoh masyarakat yang memiliki hubungan
terhadap objek yang diteliti, observasi dilakukan sendiri sehingga peneliti dapat
terlibat langsung, kemudian mendokumentasikan apa yang dibutuhkan dalam
penelitian.
3. Analisis Data
Pada tahapan ini peneliti mengumpulkan semua catatan baik tertulis maupun
gambar dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi. Kemudian dikelompokan
sesuai tujuan dan masalah penelitian. Apabila ada data yang masih diragukan
peneliti melakukan pengecekan ulang kelapangan. Membahas dan
mendeskripsikan temuan-temuan dari hasil peneliian dalam bentuk karya ilmiah
106
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
Berdasar data-data yang berhasil dihimpun dan dianalisis oleh penulis,
dihasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Kesenian Buaya Putih ada sekitar tahun 1990-an namun sebelumnya
bernama Buaya Mangap, asal-usul kesenian Buaya Mangap sendiri tidak
diketahui secara pasti kapan, darimana, dan oleh siapa kesenian itu dibuat.
Perubahan nama menjadi Buaya Putih yang sebelumnya bernama Buaya Mangap
karena ingin memperhalus makna yang sebelumnya dianggap memiliki makna
yang kurang baik. Perubahan nama Buaya Putih juga diiringi dengan perubahan
pada bagian kepala dimana awalnya kepala buaya terbuat dari 2 pelapah rumbia
(kirai) yang dibuat menyerupai kepala buaya lalu berubah menggunakan kayu
randu yang di ukir dan dibentuk menyerupai kepala buaya alasan perubahan yang
terjadi pada kepala buaya putih karena agar lebih menayerupai bentuk buaya asli
sehingga menambah nilai estetis pada penampilannya.
Pemilihan nama Buaya Putih adalah hasil musyawarah tokoh masyarakat
Curug Dahu dimana nama Buaya Putih memiliki makna yang lebih halus dan baik
serta sesuai dengan fungsinya sebagai seni pertunjukkan dalam pesta pernikahan.
Hewan Buaya yang menjadi simbol tidak ada legenda atau mitos dibalik
pengambilan nama Buaya namun masyarakat setempat mengenal Buaya atau
hewan yang hanya memiliki satu pasangan saja selama hidupnya, juga
masyarakat setempat mengenal Buaya berdasarkan sifat alami hewan tersebut
dalam habitatnya merupakan hewan yang bertanggung jawab, ketika bertelur
buaya akan membuat sarang dan menempatkan telur-telurnya dalam tempat yang
tersembunyi dan akan terus menjaga telur-telur tersebut sampai menetas, setelah
menetas pun induk buaya akan terus menjaga anak-anak Buaya tersebut. Menurut
narasumber pengantin diharapkan akan bertahan menjalin hubungan seumur
hidupnya juga akan bertanggung jawab dengan pernikahan dan anak yang akan
106
pada kesenian Buaya Putih diambil karena warna Putih dikenal memiliki makna
yang baik dan sesuai dengan fungsi sebagai seni pertunjukan dalam pesta
pernikahan yang bermakna sakral, suci, jujur, seperti hal nya warna putih yang
dikenal masyarakat setempat bahwa warna putih melambangkan sesuatu hal yang
sangat sakral, dan suci.
Pembahasan penelitian ini menitik beratkan pada properti Buaya Putih,
sehingga masalah masalah pokok yang diangkat dalam penelitian ini mengenai
bentuk, proses dan teknik pembuatan serta unsur visual yang terkandung dalam
properti Buaya Putih.
1. Bentuk, proses dan teknik pembuatan
Bentuk pembuatan buaya putih diadopsi dari bentuk hewan buaya pada
umumnya dan besar-kecilnya ukuran disesuaikan dengan pesanan yang diminta
oleh calon pengantin pria. bentuk yang dibuat terlihat menghindari bentuk realistis
dari bentuk hewan buaya, hal tersebut menunjukkan dalam pembuatannya
mendapat pengaruh sangat kuat dari agama Islam. Namun bentuk yang diolah
oleh pengrajin terlihat estetis meskipun para pengrajin tidak memiliki keahlian
khusus. Proses dan teknik yang digunakan dalam pembuatan properti seni
pertunjukan Buaya Putih masih menggunakan cara yang tradisional artinya masih
menggunakan tangan dan alat-alat tradisional. Peralatan yang digunakan
merupakan alat pertukangan yang sudah akrab dengan kehidupan masyarakat
setempat seperti pisau, golok, gergaji, palu, paku dan pahat. Proses pembuatan
dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan dari alam sekitar kampung Curug
Dahu sampai dengan mengolah bahan-bahan tersebut menjadi kerangka buaya.
Bahan-bahan yang digunakan seperti bambu, daun sirih, buah pinang, ijuk,
pelepah rumbia, janur kuning dan kayu randu diambil dari alam lingkungan
masyarakat kampung Curug Dahu. Dalam pembuatannya dilakukan oleh warga
sekitar dengan sukarela dan bergotong-royong. Bentuk, proses dan teknik,
pembuatan buaya putih merupakan refleksi keadaan masyarakat kampung Curug
Dahu dan juga merupakan sarana pengikat hubungan masyarakat terutama budaya
106
2. Makna yang terkandung dalam setiap unsur visual properti Buaya Putih
Kesenian Buaya Putih merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan
Islam yang tumbuh dan berkembang di kampung Curug Dahu. Hal ini terlihat dari
bentuk-bentuk yang ditampilkan menghindari bentuk realistis dari bentuk hewan
buaya pada umumnya. Bahan-bahan yang digunakan memiliki fungsi yang
berguna untuk berbagai keperluan pernikahan, seperti daun sirih setelah
digunakan dalam pembuatan properti buaya putih dapat dibagikan kepada ibu-ibu
yang membantu memasak didapur pemilik pesta pernikahan. Daun sirih tersebut
digunakan untuk menginan bersama dengan buah pinang. Ijuk dapat digunakan
sebagai tali dan bahan pembuatan sapu serta bambu dan kayu untuk keperluan
memasak. Selain itu bahan-bahan seperti ijuk, daun sirih, buah pinang, dan janur
merupakan simbol dari harapan dan rasa syukur kepada Allah SWT. Buaya Putih
selain sebagai simbol dalam seni pertunjukkan pernikahan, juga sebagai properti
dan alat untuk membawa seserahan pernikahan. Buaya Putih juga merupakan
simbol kedudukan sosial terlihat dari besar kecilnya Buaya Putih dan banyaknya
bahan seserahan menyimbolkan status mempelai laki-laki. Warna yang terdapat
dalam setiap bahan, memiliki perlambangan dan makna khusus seperti warna
putih, melambangkan kesucian, kemurnian dan sakral. Begitu juga dengan
warna-warna seperti kuning pada janur melambangkan keagungan, warna-warna hijau pada
bambu dan daun sirih, melambangkan kesuburan dan warna hitam pada ijuk,
melambangkan kerahasiaan serta merah atau jingga pada buah pinang, memberi
kesan hidup, segar dan semangat.
B. SARAN
Fungsi seni tradisi yang selama ini sudah mengalami pergeseran
hendaknya disikapi dengan kearifan bersama oleh seluruh pihak. Bedasarkan hasil
dan pengamatan selama penelitian di lapangan, ada beberapa saran dan masukan
dimana sebagai generasi muda dan penerus bangsa akan terus menjaga dan
melestarikan kesenian tradisional sebagai kekayaan dan kebanggan. Selain itu
peneliti berharap kesenian Buaya Putih dapat diangkat dan di publikasikan untuk
106
Dengan demikian, peneliti akan memberikan saran dan masukan kepada
pihak-pihak tertentu yang terkait, diantaranya :
1. Bagi pengrajin Buaya Putih hendaknya terus berusaha untuk terus
mengembangkan kemampuannya dan mewariskan pengetahuan dalam
proses pembuatan Buaya Putih kepada generasi muda, serta
mempertahankan nilai-nilai yang ada dalam proses pembuatannya seperti
dengan tetap mempertahankan bahan-bahan alami yang digunakan serta
budaya gotong-royong yang ada didalamnya. Membuat miniatur Buaya
Putih sebagai cinderamata yang bernilai ekonomi dan sebagai alat untuk
mengenalkan kesenian Buaya Putih.
2. Bagi dunia Pendidikan, baik sekolah maupun lingkungan Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Kesenian Buaya Putih dapat menjadi studi
banding terhadap kesenian yang tersebar di indonesia, serta menjadi
informasi dan bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
3. Bagi Masyarakat setempat agar meningkatkan rasa kepedulian dengan
mengelola dan melestarikan serta bangga akan kesenian tradisional Buaya
Putih sebagai warisan leluhur.
4. Bagi Pemerintah kabupaten Serang khususnya, serta umumnya
instansi-instansi terkait untuk memperhatikan keberadaan kesenian tradisional,
karena selain sebagai identitas yang memiliki nilai luhur kesenian
tradisional dapat menjadi daya tarik wisata yang tentu dapat berdampak
106
DAFTAR PUSTAKA
Achadiati. (1992). Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Banten
(Cetakan Pertama). Jakarta : Multiguna.
Aryo, S. (2009). Ornamen Nusantara. Semarang: Dahara Prize.
Darmaprawira W.A, Sulasmi. (2002). WARNA Teori dan Kreativitas
Penggunaanya. Bandung: ITB.
Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Serang. (2009). Profil Seni Budaya
Banten. Serang: Dinas Kebudayaan Kabupaten Serang
Irawan, B. & Tamara, P. (2013). Dasar-dasar Desain. Jakarta: Griya Kreasi
Kartika, D.S. (2007). Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi 2009).
Jakarta : Rineka Cipta.
Krisnanto, S. et al. (2009). Seni Kriya dan Kearifan Lokal. Dalam Lintasan
Ruang dan Waktu. Tanda Mata Untuk Prof. Drs. Gustami, SU.
(Cetakan 1). Yogyakarta: B.I.D ISI Yogyakarta.
Ratna, N.K. (2010). Metodologi penelitian kajian budaya dan ilmu sosial
humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rohidi, T.R. (2012). Metodologi penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima
Nusantara.
Sachari, A. (2005). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga.
Suharsimi, A. (2002). Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sanyoto, E.S. (2009) Nirmana Elemen-elemen Seni dan Desain (Edisi kedua).
Yogjakarta: Jalasutra
Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Warsono. Et al.(2003). Bunga Rampai Kajian Seni Rupa. Dalam Kenangan
Purnatugas Prof. Drs. Suwaji Bastomi (Edisi 1). Semarang: Unnes
106
Internet :
Sape’i, I. (2012). Kesenian Tradisional Buaya Putih Padarincang, [Online].
Tersedia :
http://buayaputih-enday.blogspot.com/2012/06/kesenian-tradisional-buaya-putih.html [ 2 januari 2013]
Yudoseputro, W. (1983) Seni Kerajinan Indonesia. Untuk SMIK. (Edisi
Pertama). ... Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
....(...). Era Kesultanan, [Online]. Tersedia :
http://www.bantenprov.go.id/r-ead/article-detail/era-kesultanan/94/era-kesultanan.html [ 2 januari
2013]
....(2011). Sejarah Serang Banten, [Online]. Tersedia:
DAFTAR PUSTAKA
Achadiati. (1992). Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Banten
(Cetakan Pertama). Jakarta : Multiguna.
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Aryo, S. (2009). Ornamen Nusantara. Semarang: Dahara Prize.
Bambang, I. & Priscilla, T. (2013). Dasar-dasar Desain. Jakarta: Griya Kreasi
Darsono, S.K. (2007). Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.
Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Serang. (2009). Profil Seni Budaya
Banten. Serang: Dinas Kebudayaan Kabupaten Serang
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi 2009).
Jakarta : Rineka Cipta.
Krisnanto, S. et al. (2009). Seni Kriya dan Kearifan Lokal. Dalam Lintasan
Ruang dan Waktu. Tanda Mata Untuk Prof. Drs. Gustami, SU.
(Cetakan 1). Yogyakarta: B.I.D ISI Yogyakarta.
Ratna, N.K. (2010). Metodologi penelitian kajian budaya dan ilmu sosial
humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rohidi, T.R. (2012). Metodologi penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima
Nusantara.
Sachari, A. (2005). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta : Erlangga.
Sadjiman, E.S. (2009) Nirmana Elemen-elemen Seni dan Desain (Edisi kedua).
Yogjakarta: Jalasutra
Sape’i, I. (2012). Kesenian Tradisional Buaya Putih Padarincang, [Online].
Tersedia :
http://buayaputih-enday.blogspot.com/2012/06/kesenian-tradisional-buaya-putih.html [2 januari 2013]
Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sulasmi W.A, Darmaprawira. (2002). WARNA Teori dan Kreativitas
Warsono. Et al.(2003). Bunga Rampai Kajian Seni Rupa. Dalam Kenangan
Purnatugas Prof. Drs. Suwaji Bastomi (Edisi 1). Semarang: Unnes
Pers.
Wiyoso, Y. (1983) Seni Kerajinan Indonesia. Untuk SMIK. (Edisi Pertama). ...
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
....(...). Era Kesultanan, [Online]. Tersedia :
http://www.bantenprov.go.id/r-ead/article-detail/era-kesultanan/94/era-kesultanan.html [2 januari
2013]
....(2011). Sejarah Serang Banten, [Online]. Tersedia: