• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Prinsip Prinsip University Governance Berlandaskan Tri Hita Karana di Universitas Mahasaraswati Denpasar - Bali T2 922009103 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Prinsip Prinsip University Governance Berlandaskan Tri Hita Karana di Universitas Mahasaraswati Denpasar - Bali T2 922009103 BAB IV"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

97

BAB IV

PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP UNIVERSITY GOVERNANCE

DAN TRI HITA KARANA

DI UNIVERISTAS MAHASARASWATI DENPASAR

4.1. Pelaksanaan Prinsip-Prinsip University Governance Di Universitas Mahasaraswati

Pelaksanaan prinsip-prinsip university governance tidak dapat di-pisahkan dari sejarah dan filsafat yang dibangun dan diyakini oleh per-guruan tinggi. Setiap perper-guruan tinggi memiliki tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Salah satu tujuan yang paling penting adalah memastikan kelangsungan hidup perguruan tinggi itu sendiri. Mengelola perguruan tinggi melalui tata kelola perguruan tinggi yang baik (good university governance) adalah cara untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.

4.1.1. Pelaksanaan Prinsip Transparansi di Universitas Mahasaraswati Denpasar

(2)

98

4.1.1.1. Keterbukaan bidang keuangan

Pelaksanaan prinsip transparansi dan keterbukaan bidang keuangan di Universitas Mahasaraswati masih diperuntukkan bagi pihak internal yayasan dan universitas, khususnya rektor dan jajarannya karena yang menjadi pendamping ketika rektor menyampaikan laporan pada yayasan setiap tahun. Terkait dengan hal ini, Dekan Fakultas Teknik memberikan pernyataan sebagai berikut:

“Kita sebagai pendamping saja kan, rektor yang presentasi. Kadang ada beberapa masukan dari yayasan. Pembina, pengawas, pengurus, yayasan semua hadir. Rektor pertama menyampaikan, hanya presentasi saja karena laporan tertulisnya kan sudah masuk sebelumnya ke yayasan. Presentasinya ya Tri Drama Perguruan Tinggi dan keuangan. Kita tidak dapat laporan secara tertulis, hanya mendengar presentasi itu saja, intinya rangkuman dari laporan dekan-dekan semua.”

Pernyataan Dekan Fakultas Teknik di atas menunjukkan bahwa dekan tidak mendapatkan laporan secara tertulis karena secara struktural laporan ditujukan oleh rektor pada yayasan. Dekan fakultas hanya memiliki pemahaman atas garis besar laporan yang merupakan rangkuman dari lapor-an serupa ylapor-ang dibuat oleh deklapor-an fakultas untuk diserahklapor-an pada rektor. Selain itu, dekan juga mengetahui isi laporan tersebut karena mendampingi rektor ketika melakukan presentasi laporan kepada pihak yayasan.

Terkait dengan keterbukaan informasi kepada masyarakat, Dekan Fakultas Hukum mengungkapkan:

“Memang belum ada laporan yang dapat diakses oleh masyarakat. Sedang menuju ke arah itu. Selama ini laporan hanya disampaikan waktu presentasi ke yayasan. Sebelumnya dilaporkan ke rapat senat dulu kemudian baru dilaporkan ke rektor, rektor ke yayasan. Sistemnya langsung presentasi ke yayasan. Kita para dekan rapatkan dulu, minta laporan dulu dari bagian-bagian di fakultas. Kemudian laporan dari para dekan dikompilasi, selanjutnya dibahas wakil dekan.”

(3)

99 Denpasar. Hal ini berkaitan dengan otonomi pengelolaan keuangan yang diberikan pada dekan, sehingga transparansi juga hanya berkaitan dengan wewenang yang terbatas tersebut. Hal demikian dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:

“Masalah keuangan urusan pimpinan pada yayasan. Laporan keuangan untuk dekan ya hanya berkaitan dengan dana yang diberikan pada kami dan pengelolaannya, gaji per bulan berapa, transport dosen berapa, ya pengeluaran yang rutin. Jadi dosen berapa kali mengajar, gaji berapa. Saya rasa hanya itu untuk yang transparansi keuangan. Dapat diakses, tidak. Kita hanya diberikan dana barangkali 30% itu (dari SPP dll), untuk gaji dosen, transport, pembelajaran.”

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa unsur transparansi yang dirasa menjadi bagian wewenang dekan adalah sebatas transparansi penggunaan dana yang diberikan pada fakultas saja, yaitu 30% dari dana yang diperoleh. Pada sisi lain, adapula dana yang secara langsung dianggarkan untuk mahasiswa sebagaimana dapat dilihat pada kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian berikut:

“Secara transparan, dalam bentuk laporan itu ya. Dari fakultas diberi dana itu 5.000 per kepala per mahasiswa perbulan, tapi itu nanti dipakai, semua tanggung jawab kalau pertemuan dengan rektor dan dekan. Laporan bisa diakses di bagian keuangan itu saja. Belum ada online. Sudah menuju arah ke sana, tapi belum. Karena perlu proses ya. Laporan dari universitas ya tidak dapat, hanya mendengar saja waktu rapat “.

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat fakultas unsur transparansi keuangan juga sebatas masih ditujukan bagi kepentingan internal saja. Laporan belum dapat diakses oleh publik secara luas, meskipun telah ada proses menuju ke arah tersebut. Terkait dengan belum dapat diaksesnya laporan keuangan oleh pihak eksternal, Kepala LPPM mengungkapkan:

(4)

100

penghibah. Pada sisi lain penerima hibah juga buat laporan. Untuk pajak kita potongkan di depan. Monev internal eksternal kita potong. Monev internal diselenggarakan oleh LPPM, ada poin-poinnya. Kalau eksternal dari dikti “.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa transparansi laporan ke-uangan diwujudkan secara kelembagaan. Artinya memang tidak untuk di-tujukan bagi berbagai pihak secara individual. Sementara itu, masing-masing unit dalam universitas kemudian hanya berfokus pada transparansi di bagiannya saja.

Lebih lanjut, menurut pihak kopertis, unsur transparansi pengelola-an dpengelola-ana seharusnya tidak sebatas pada pelaporpengelola-an pengelolapengelola-an keupengelola-angpengelola-an dari universitas kepada yayasan. Lebih dari itu, pihak yayasan juga dinilai me-miliki tanggung jawab untuk mewujudkan transparansi atas dana yang di-kelolanya. Berikut kutipan wawancara dengan Kopertis 8 yang menunjukkan hal tersebut:

“Transparan, banyak PTS tidak transparan karena keuangan diatur oleh yayasan. Ini tidak transparannya. Apalagi ada aturan sekian persen ke yayasan, sekian persen ke rektorat. Itu kan tidak transparan. Untuk apa sekian persen dana yang masuk ke yayasan. Harusnya yayasan kalau ke pengurus boleh, tetapi kalau ke pendiri, Pembina, itu yang tidak boleh. Hanya saja pengurus ini tidak berdaya, pendiri ini yang berkuasa karena dia mendirikan. Pengurus hanya pegawai biasa. Kalau terjadi masalah dengan pengadilan misal ya pengurus yang berhadapan. Selama ini banyak yang ke pendiri, pembina, itu tidak transparannya. Ini merupakan konflik umum di seluruh Indonesia” .

(5)

101 yayasan juga tidak secara jelas dilaporkan penggunaannya, berbeda dengan dana yang dikelola rektorat dimana transparansinya lebih terjaga.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa secara garis besar unsur transparansi penggunaan dana telah dilaksanakan, akan tetapi informasinya hanya diperuntukkan bagi yayasan saja.

4.1.1.2. Keterbukaan sistem dan prosedur penerimaan mahasiswa baru Keterbukaan pada bidang penerimaan mahasiwa baru dilakukan baik lewat informasi langsung maupun lewat on line yang bisa diakses oleh masyarakat. Seluruh persyaratan penerimaan mahasiwa baru telah di-informasikan, termasuk biaya-biaya yang dikeluarkan baik biaya kuliah, SPP, dan juga uang pembangunan.

Pernyataan dari Badan Eksekutif Mahasiswa menunjukkan bahwa pelaksanaan penerimaan mahasiwa baru telah dilakukan secara transparan dengan menyatakan:

“Ya untuk penerimaan mahasiwa baru telah dilakukan secara transparan dan seluruh informasi mengenai penerimaan baik syarat dan juga biaya- biaya kami calon mahasiwa dapat meng-akses lewat website dan pendaftaran melalui online dan seluruh biaya yang akan dibayarkan sesuai dengan informasi yang terdapat didalam informasi yang diberikan melalui website”.

Penerimaan mahasiwa baru yang transparan itu juga dinyatakan oleh salah satu orang tua yang anaknya melanjutkan kuliah ke Universitas Mahasaraswati sebagai berikut:

“kami sebagai orang tua merasa senang dan tenang karena semua informasi tentang penerimaan mahasiswa baru yang diberikan UNMAS sangat jelas lewat website yang tersedia dan kami juga sudah bisa menyiapkan dana kuliah karena informasi biaya telah secara jelas diinformasikan”.

(6)

102

4.1.1.3. Keterbukaan prosedur rekrutmen SDM

Proses rekrutmen pada dasarnya merupakan usaha yang sistematis yang dilakukan pihak manajemen guna lebih menjamin bahwa tenaga kerja yang diterima adalah tenaga kerja yang dianggap paling tepat, baik dengan kriteria yang telah ditetapkan ataupun jumlah yang dibutuhkan, sehingga dengan diperolehnya tenaga kerja yang tepat akan dapat meningkatkan kinerja yang optimal dan dapat menunjang tercapainya tujuan organisasi. Tentang perekrutan dosen dan karyawan di Universitas Mahasaraswati telah dituangkan dalam peraturan kepegawaian tetang rekrutmen dosen dan pegawai. Semua syarat-syarat telah terdapat didalam peraturan dan selanjut-nya pihak universitas menggunakan peraturan itu sebagi acuan untuk melakukan perekrutan. Dalam perekrutan juga harus sepengetahuan yayasan untuk mengetahui kemampuan yayasan dalam memberi gaji. Berikut pernyataan yang diberikan oleh Yayasan:

“Dosen itu ada DPK, kemudian ada dosen yayasan. Ada dosen tetap yayasan, ada dosen kontrak tetap. Dia dikontrak untuk waktu tetentu tapi gajinya sama dengan dosen tetap yayasan. Nanti pertiga tahun. Andai kata setelah 3 tahun kondisi keuangan kita merosot nanti kita stop dulu. Sejauh kita butuh dan mampu membayar kita lanjut aja terus. Perekrutannya terbuka sekali. Jumlahnya terserah, sesuaikan dengan kemampuan. Kalau kebutuhan, kan universitas yang tahu. Makanya kita angkatlah dulu baru kita sesuaikan dengan keuangan. Pengangkatan itu diumumkan, terbuka semua. Yayasan berperan tapi nggak secara teknis, kita menyarankan saja angkat sesuai kebutuhan dan sesuaikan kemampuan membayar”.

Perekrutan tenaga dosen dan karyawan diserahkan kepada Univeristas berdasarkan usulan dari fakultas yang mengajukan kebutuhan pegawai dan dosen kepada universitas. Selanjutnya yang melakukan proses rekrutmen adalah pihak universitas dengan melibatkan fakultas. Pelaksanaan perekrutan dilakukan secara transparan, seperti diungkapkan oleh Dr. Wiryawan, dosen Fakultas Hukum:

(7)

103

sama. Karyawan juga direkrut dalam proses seperti itu, kalau dosen honorer dengan melihat kompetensi yang dimiliki oleh dosen tersebut. Misal kalau di fakultas hukum dosen honorer seorang pengacara. Dalam perekrutan karyawan dan dosen, untuk meluluskan dan tidak meluluskan universitas masih meminta pertimbangan dari pihak fakultas. Dan masalah pengumuman secara terbuka lewat mass-media, dalam hal ini media Bali Post”.

Berdasar dari informasi tersebut, perekrutan karyawan dan dosen di Universitas Mahasaraswati telah dilakukan secara terbuka. Setiap orang yang memiliki persayaratan diperbolehkan untuk melamar sesuai kebutuhan universitas. Dalam pelaksanaanya dilakukan tes tulis dan tes wawancara. Selanjutnya pihak universitas akan meminta pertimbangan kepada pihak fakultas yang mengusulkan. Pengumuman kelulusan dilakukan lewat media massa. Penyampaian kelulusan lewat media masssa juga merupakan bentuk keterbukaan sehingga masyarakat atau yang berkepentingan melihat secara terbuka kelulusannya.

4.1.1.4. Keterbukaan pemilihan pejabat struktural

Proses rekrutmen rektor maupun dekan di Universitas Maha-saraswati sudah dilakukan secara transparan. Sebagaimana diungkapkan oleh Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:

“Transparan mulai dari pentahapan pencalonan, kualifikasi, persyaratannya segala macam, jadwal pengiriman berkas, penilaian berkas, pengumuman berkas, penyampaian visi misi di rapat senat, kemudian pemilihan. Transparansinya dalam bentuk demokrasi” .

(8)

104

“Transparan sudah karena sudah melalui proses pengumuman, perekrutan, presentasi, penetapan, penyampaian visi misi, untuk menetapkan itu ada panitianya yang bekerja. Syaratnya, verifikasi persyaratan itu” .

Penuturan Dekan Fakultas Hukum dalam kutipan wawancara tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan. Unsur transparansi pemilihan rektor dalam hal ini juga dilihat perwujudannya dalam rangkaian proses pemilihan rektor. Keterbukaan dalam setiap tahapan pemilihan rektor dan kinerja panitia pemilihan rektor membuat para pihak internal universitas menilai bahwa transparansi telah tercapai.

Lebih lanjut, perwujudan transparansi juga dinilai oleh pihak internal universitas dari keterbukaan proses voting yang dilakukan dalam pemilihan rektor maupun dekan melalui rapat senat. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ekonomi:

“Pemilihan dekan melalui senat fakultas. Jadi kita mengajukan paket dekan dan wakil dekan, dipilih oleh senat. Kemudian senat mengajukan minimal 2 paket. 2 paket untuk dekan di fakultas, kalau rektor 3 paket. Voting terbuka sekali. Penyampaian visi misi dulu. termasuk rektor. Senat yang akan pilih dan ajukan ke yayasan. Selanjutnya yayasan memilih berdasarkan hasil pemilihan”.

Voting yang dilakukan dalam proses pemilihan dekan oleh senat fakultas maupun pemilihan rektor oleh senat universitas dirasa sangat terbuka. Selanjutnya, meskipun yayasan mendapat pengajuan beberapa nama rektor, tetapi yayasan akan memutuskan berdasarkan hasil voting yang telah dilakukan oleh pihak internal universitas. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut:

(9)

105 Lebih lanjut, hal yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Mahasaraswati Denpasar yang merasa bahwa saat ini proses pengangkatan rektor tidak lagi semata-mata didasar-kan pada penunjudidasar-kan dari pihak yayasan, tetapi melalui proses dengan berbagai tahapan yang transparan. Berikut pernyataan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan:

“Kalau saya bicara kita mulai dari tahapan dekan dan rektor dipilih senat. Kalau dulu pengangkatan dari yayasan boleh. Sejak tahun 1998 ada surat edaran tata cara pengangkatan rektor. Di sini menurut saya sudah sesuai SOP, sudah menggunakan prosedur tata cara semestinya. Jadi ada persyaratan, sama juga untuk dekan dan wakil dekan, ada tata cara pencalonan, tata cara pemilihan dan pengangkatan dekan. Mengacu pada statuta, tapi syaratnya ditentukan universitas. Di dalam statuta itu setelah senat melakukan pemilihan rektor kemudian akan diajukan ke yayasan yang terpilih. Kalau di negeri syarat minimal ada 3 calon. Kita di sini juga begitu. Selanjutnya dilaporkan beserta hasil perolehan suara votingnya. Setelah dibawa ke yayasan nanti yayasan mengeluarkan SK pengangkatan” . Sebagaimana dapat dilihat dalam pernyataan di atas bahwa saat ini intervensi yayasan dalam proses pemilihan rektor maupun dekan sangat minim. Pihak yayasan bahkan hanya menerima laporan pemilihan yang telah dilakukan dan secara resmi mengeluarkan SK pengangkatan saja, sedangkan seluruh proses pemilihan rektor maupun dekan diserahkan pada universitas. Pemilihan rektor terpilih juga didasarkan pada hasil suara voting terbanyak, sebagaimana SOP yang telah ada.

Transparansi juga dapat dilihat dari proses pemilihan anggota senat. Berikut penuturan salah seorang wakil anggota senat universitas dari Fakultas Hukum:

(10)

106

senat fakultas. Secara proses transparan karena dilakukan benar-benar dalam rapat terbuka.”

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa proses pemilihan anggota senat juga telah dilakukan secara transparan, berlangsung secara terbuka dalam rapat, serta dapat dilakukan dengan mengedepankan unsur musyawarah. Begitu pula pada proses pengangkatan rektor yang selalu didasarkan pada hasil rapat senat oleh internal universitas. Hal demikian menurut pihak yayasan dapat menjadi langkah untuk mengantisipasi konflik kepentingan, baik antara yayasan dengan universitas, maupun dalam internal yayasan sendiri. Apabila pengangkatan rektor didasarkan pada suara terbanyak hasil voting, maka hal yang demikian dirasa paling dapat diterima oleh semua pihak.

4.1.1.5. Keterbukaan informasi kepada pemangku kepentingan lain

Kepada pihak eksternal/pemangku kepentingan lainnya, Universitas Mahasaraswati Denpasar juga senantiasa mempublikasikan seluruh kegiatan dan hasil karya nyatanya lewat media massa baik cetak maupun elektronik dan pertemuan. Upaya-upaya diseminasi hasil kerja Universitas Maha-saraswati Denpasar sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas publik dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti:

a. Publikasi, lewat Koran bertaraf lokal dan nasional, majalah ilmiah, jurnal nasional,internasional dan terakreditasi. Lewat media elektronik seperti siaran radio pemerintah (RRI) maupun swasta dengan menghadirkan pihak awak media cetak maupun elektronik untuk mengamati dan mengabadikan semua kegiatan yang dilaksanakan Universitas Maha-saraswati Denpasar baik kegiatan di dalam kampus maupun di luar kampus.

(11)

107 program studi sampai universitas yang diformulasikan berbentuk profil Universitas Mahasaraswati Denpasar, fakultas dengan seluruh program studi, lembaga, biro dan Unit Pelayanan Teknis. Melalui media ini banyak mendapatkan respon publik dan stakeholders yang bernilai positif untuk menggairahkan kinerja pengelola Universitas Maha-saraswati Denpasar.

c. Rapat Pimpinan (Rapim) Universitas Mahasaraswati Denpasar dengan menghadirkan stakeholder dan pejabat terkait di lingkungan Universitas Mahasaraswati Denpasar senantiasa menginformasikan hasil-hasil terbaik yang diraih Universitas Mahasaraswati Denpasar menyangkut kegiatan tri dharma dan kinerja civitas akademika.

d. Pameran Pendidikan ataupun Expo Pendidikan Tinggi yang diikuti oleh Universitas Mahasaraswati Denpasar secara terprogram dan berkelanjut-an. Melalui event tersebut Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat menginformasikan prestasi unggulan kegiatan tri dharma dan kemaha-siswaan. Pengakuan publik dan stakeholder sangat baik yang dibuktikan oleh adanya peningkatan penerimaan mahasiswa setiap tahun akademik, menerima penghargaan APTISI Award dengan peringkat emas di bidang Akreditasi Program Studi, Kopertis Award di bidang EPSBED dalam Penerima Hibah terbanyak, serta Tri Hita Karana Award peringkat Emerald.

e. Diseminasi hasil Hibah penelitian dan PKM dalam berbagai Skema, baik melalui seminar nasional dan internasional, diunggah dalam jurnal nasional dan terakreditasi, sebagai sikap akademis yang transparan dan akuntabel yang berbasis profesionalisme.

(12)

108

g. Pagelaran Seni Budaya, yang ditampilkan secara terpadu dosen dan mahasiswa dalam berbagai kesempatan baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus, bahkan di arena internasional seperti Festival seni budaya yang dilaksanakan pemda Bali/pemkot Denpasar, kegiatan Muhibah Seni ke Eropa (Belgia).

h. Laporan/Uraian Rektor, di setiap kegiatan Dies Natalis dan Wisuda Sarjana dan Pascasarjana yang tentunya dalam kegiatan akademis tersebut hadir publik dan stakeholder yang berkepentingan terhadap kinerja dan hasil karya prestisius dari Universitas Mahasaraswati Denpasar.

i. Newsletter Universitas Mahasaraswati Denpasar, sebagai media social yang tercetak berisikan informasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Universitas Mahasaraswati Denpasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk memberi informasi kepada publik dan stakeholder.

Terkait keterbukaan informasi kepada stakeholder, Bapak Agung, S,E., selaku Ketua Alumni memberikan pernyataan berikut:

“laporan-laporan Universitas Mahasaraswati kami dapatkan ketika kami menghadiri undangan-undangan dari Universitas Mahasaraswati saat melaksanakan wisuda dan diest natalis atau undangan lainnya”.

“Disamping itu sebagai alumni kami juga mengikuti bagaimana perkembangan umnas lewat media masa dan juga elektronik juga mengunjungi web-site unmas, dan memang betul disampaikan seluruh perkembangan Universitas Mahasaraswati lewat media masssa. Kami sangat beruntung sebagai alumni yang jarang ke kampus, mendapat informasi secara luas perkembangan dan kemajuan Universitas Mahasaraswati. Dan masyarakat luas dapat melihat perkembangan Universitas Mahasaraswati”.

Pernyataan lain diungkapkan oleh Bapak Ketut Marjaya sebagai orang tua mahasiswa dapat dengan mengatakan:

(13)

109

“waktu saya menghadiri anak saya wisuda, pada buku wisuda juga disampaikan hasil-hasil yang dicapai oleh Universitas Mahasaraswati dalam menyelenggarakan tri dharma perguruan tinggi dan juga kerjasama-kerjasama yang dilakukan”

4.1.2. Pelaksanaan Prinsip Akuntabilitas di Universitas Mahasaraswati Denpasar

Akuntabilitas merujuk pada kewajiban pertanggungjawaban kepada masyarakat dan menjadi salah satu aspek fundamental (Kama, 2011). Akuntabilitas akan menjamin setiap kewenangan digunakan sesuai dengan porsinya. Akuntabilitas juga berkaitan dengan pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan (Endarti, 2005). Pertanggung-jawaban tersebut dapat diwujudkan melalui pemberian informasi. Dengan kata lain, pelaksanaan akuntabilitas merupakan suatu langkah pemenuhan hak atas informasi publik dari masyarakat (Mardiasmo, 2006). Salah satu jenis akuntabilitas menurut Vidovich dan Slee (2000) dalam Burke (2005:3) adalah inward accountability, yaitu akuntabilitas yang berpusat pada tindakan staf pengajar dalam menerapkan berbagai standar profesional dan etis, yang disebut sebagai akuntabilitas profesional. Sehingga akuntabilitas jenis ini mengacu kepada perilaku taat dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan kepada individu yang bersangkutan.

(14)

110

informasi kinerja tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi, menilai tingkat transparansi dan akuntabilitas publik.

Wijatno (2009) menyebutkan beberapa indikator pelaksanaan akuntabilitas di lembaga perguruan tinggi yaitu: 1) terdapat uraian kerja yang jelas dan tertulis dari setiap pejabat struktural, anggota senat, pengurus yayasan, dosen, dan karyawan, 2) terdapat susunan kriteria penilaian kinerja, dan 3) terdapat audit kinerja.

4.1.2.1. Terdapat uraian kerja yang jelas

Secara umum, pembagian tugas terdapat dalam Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pada penerapannya, masing-masing bagian di Universitas Mahasaraswati membuat ketentuan tertulis secara lebih operasional bagi anggotanya. Hal demikian diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati sebagai berikut:

“Ada uraian tertulis tugas dan tanggung jawab. Kita di pedoman ada, mengambil dari statuta dulu turun ke renstra. Di fakultas melalui buku pedoman. Renstra dalam lima tahun, program dalam satu tahun untuk mahasiswa ada. Dari buku pedoman diterjemahkan lagi sesuai kebutuhan. Dekan membuat kebijakan berdasarkan buku pedoman, buku pedoman berdasarkan statuta. Karena kita bagian universitas ya jadi tidak bisa lepas keterikatannya”.

(15)

111 pihak-pihak lain di tiap fakultas. Hal yang sama diungkapkan oleh Dekan Fakultas Teknik sebagai berikut:

“Uraian tugas tertulis fakultas ada, sementara dosen dan kaprodi juga ada. Uraian tugas itu yang membuat kita (dekan). Jadi dekan yang susun job desc-nya. Kalau secara umum ada di statuta”.

Pernyataan yang diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum dan Dekan Fakultas Teknik tersebut menunjukkan bahwa masing-masing fakultas memiliki pedoman tertulis atas pembagian tugas berbagai pihak dalam fakultas. Pedoman tersebut disusun oleh dekan, sesuai dengan tugasnya sebagai pimpinan fakultas yang diuraikan dalam statuta. Pembuatan pedoman diselaraskan dengan statuta, namun juga dibuat sesuai dengan kondisi di masing-masing fakultas yang berbeda. Uraian tugas yang dibuat dekan tidak hanya berkaitan dengan tugas dosen saja, tetapi juga tugas untuk kepala program studi, karyawan, bahkan untuk mahasiswa. Tugas dekan secara lebih rinci dapat diketahui melalui pernyataan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:

“Kalau untuk akuntabilitas ada. Dekan itu pada awal semester menentukan jumlah mata kuliah per semester, menentukan dosen, menentukan tugas mengajar, menentukan jadwal mengajar, kemudian menentukan pengambilan sks bagi siswa, setelah itu proses belajar mengajar berlangsung, melakukan pemantauan, siapa yang mengajar siapa yang tidak, siapa yang ijin, atau jurnal absensi, setelah itu UAS, pengumpulan nilai, semester baru, selanjutnya sama”.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa tugas dekan tidak hanya berkaitan dengan penyusunan tugas berbagai unsur dalam fakultas. Lebih dari itu, dekan sebagai pimpinan fakultas juga memiliki wewenang untuk menyusun pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di fakultas. Selanjutnya, dekan juga bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya pelaksanaan berbagai kegiatan tersebut, termasuk untuk selanjutnya dilakukan proses penilaian.

(16)

112

disinggung sebelumnya bahwa hal tersebut adalah bagian dari tugas dekan. Lebih lanjut, kejelasan aturan terkait dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian di fakultas kemudian sangat berkaitan dengan kebijakan dekan sebagaimana dituangkan dalam buku pedoman. Hal demikian menunjukkan bahwa dekan memegang peranan yang sangat penting. Berikut penuturan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar mengenai hal tersebut:

“Tupoksi ada. Saya di fakultas ada tapi kan mengacu ke perguruan tinggi statuta universitas. Dekan menurunkan, buat tim di sini setelah selesai buat tupoksi. Dekan yang tanggung jawab, kaprodi lepas”.

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa dekan sebagai pimpinan fakultas memiliki peranan yang sangat penting dalam tercapainya unsur akuntabilitas terkait kejelasan pembagian tugas di lingkungan unit kerjanya. Sebagia pihak yang berwenang membuat pembagian tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang dipimpin, maka dekan juga harus dapat memastikan bahwa kebijakan yang dibuatnya sejalan dengan statuta universitas sebagai ketentuan tertinggi yang berlaku di universitas. Oleh sebab itu, apabila dekan tidak memiliki kecakapan yang tepat dalam melakukan pembagian tugas, akibatnya adalah unsur akuntabilitas di tingkat fakutas secara keseluruhan akan terhambat.

4.1.2.2. Terdapat susunan kriteria penilaian kinerja

(17)

113 kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut:

“Job description di tingkat fakultas ada. Dekan tugasnya ini apa, dosen apa, ada semua. Ada di panduannya, statuta. Mengukur kinerja para dosen saya lihat dari kehadiran dia mengajar. Ada absen. Kemudian dari darma penelitiannya, bagaimana teman-teman dalam menulis proposal penelitian, pengabdian itu kalau di sini semangatnya luar biasa”.

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa penentuan kriteria penilaian kinerja dosen menjadi bagian dari tugas dekan masing-masing fakultas. Parameter utama yang digunakan untuk menilai kinerja dosen adalah absen. Hal demikian juga diungkapkan oleh dekan dari fakultas lain sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:

“Kami menilai kinerja dosen itu dari kehadiran. Kehadiran minimal adalah 12 kali per semester. Kalau ada yang tidak 12 kali mereka wajib untuk menambah tambahan jam mengajarnya hingga mencapai 12”.

Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan bahwa kehadiran merupakan unsur utama dalam penilaian kinerja dosen, dengan ketentukan bahwa minimal kehadiran adalah 12 kali setiap semesternya. Jumlah minimal tersebut adalah jumlah wajib yang harus dipenuhi, sehingga ketika secara kumulatif belum tercapai maka dosen bersangkutan wajib memberikan tambahan kuliah bagi mahasiswa. Hal demikian dapat dilihat sebagai bentuk akuntabilitas dosen pada dekan sebagai pimpinan dan pihak pembuat ketentuan. Pada sisi lain, kehadiran dosen juga dapat dilihat sebagai bentuk akuntabilitas dosen kepada mahasiswa sebagai pemenuhan hak minimal mahasiswa. Sebagaimana pernyataan Dekan Fakultas Hukum berikut:

(18)

114

Ungkapan di atas menunjukkan bahwa proses penilaian kinerja dosen melalui daftar kehadiran juga dilakukan dengan melibatkan maha-siswa. Mahasiswa sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan dosen ketika proses pembelajaran di kelas dilibatkan sebagai proses kontrol. Artinya bahwa mahasiswa menjadi pihak yang memberikan data untuk me-mastikan kehadiran dosen di kelas yang sebenarnya. Mekanisme kontrol tersebut dapat menjadi suatu langkah penilaian kinerja yang lebih objektif.

Kutipan wawancara di atas juga menunjukkan bahwa penilaian kinerja dosen di masing-masing fakultas tidak hanya sebatas pada kehadiran dosen dalam proses belajar mengajar, tetapi juga terkait dengan pemenuhan hak mahasiswa atas nilai. Dosen diwajibkan menyerahkan nilai maksimal satu minggu setelah ujian. Ketentuan tersebut dapat dilihat sebagai suatu bentuk jaminan bagi mahasiswa bahwa dosen akan bekerja sesuai ketentuan yang telah dibuat.

Terkait dengan akuntabilitas yang ditujukan pada mahasiswa, selain terkait dengan pemenuhan jam minimal mengajar, aspek penilaian juga sangat penting. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Teknik yang menunjukkan hal tersebut:

“Selama ini kalau dosen yang tugas mengajar kan kita lihat absen kehadiran, karena itu acuan memberi dana transportnya. Sekali hadir dapat uang transport. Awal semester sekian sks, berapa dosen. Di awal sudah ditetapkan teknik dapat uang sekian dengan melihat jadwal kerja. Kalau dosen tidak datang dananya tidak diminta kembali oleh yayasan, tetapi dikasih fakultas. Kemudian penilaian, dulu komitmen kita kalau satu minggu tidak kumpul nilai maka semua nilai B. Mahasiswa yang dapat A kemudian merasa tidak adil. Akhirnya sekarang kita tegas” .

(19)

115 disusun. Penilaian kinerja cenderung didasarkan pada kesepakatan-kesepakatan di antara para pihak, serta berjalan sesuai kebiasaan umum yang telah diterapkan. Oleh sebab itu, pengawasan dan pelaporan menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan guna memenuhi unsur akuntabilitas.

Proses pengawasan dan pelaporan kinerja dilakukan secara struktural. Artinya proses pengawasan dan pelaporan melibatkan dosen, kaprodi, dekan, dan rektor. Berikut pernyataan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang menunjukkan hal tersebut:

“Pengawasannya secara teknis wakil dekan 1, secara teknis bersama ketua program studi. Jadi direkap itu siapa yang mengajar siapa yang tidak. Setiap mau mengakhiri semester, WD 1 melapor, KPS melapor, nah dosen ini kurang. Oke kita berikan surat untuk disuruh menambah jamnya. Dosen ini menurut mahasiswa sering tidak mengajar. Nanti ada laporannya begitu”. Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa proses pengawasan atas kinerja tidak hanya dilakukan secara teknis saja. Mahasiswa dalam hal ini juga dilibatkan dalam proses tersebut. Sementara itu, secara struktural pengawasan kinerja dilakukan secara berjenjang. Kinerja dosen diawasi dan dilaporkan pada Ketua Program Studi (KPS). KPS diawasi dan melaporkan kinerjanya pada Wakil Dekan, untuk selanjutnya di-teruskan pada dekan dan rektor.

Kutipan wawancara tersebut juga menunjukkan bahwa pencapaian kinerja yang belum optimal akan diupayakan penyelesaiannya. Misalnya, bagi dosen yang tidak mencapai batas minimal jam mengajar akan diberi surat untuk memberikan jam tambahan bagi mahasiswanya. Selian itu, adapula upaya yang dilakukan melalui jalan dialog sebagaimana diungkapkan oleh Dekan Fakultas Pertanian berikut:

“Kita kasih pembinaan, apa masalahnya panggil. Kalau ada dosen yang tidak melakukan itu. Sistem pengawasan pada dosen modelnya nanti dilihat absennya. Direkap, kaprodi yang bertanggungjawab. Kita kontrol dosen kan ada absen sama materi yang diajar apa. Jadi kita tidak langsung awasi ke kelas” .

(20)

116

diupayakan solusinya dengan jalan dialog. Artinya bahwa pegawai yang bersangkutan diajak bicara untuk menggali permasalahan yang menjadi penyebab menurunnya kinerja.

4.1.2.4. Terdapat audit kinerja

Pencapaian akuntabilitas secara optimal tidak dapat dilepaskan dari mekanisme audit yang dijalankan pihak universitas. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Universitas Mahasaraswati Denpasar sejauh ini hanya melakukan audit internal, sebagaimana diungkapkan oleh Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang menyatakan:

“Kalau yang ini hanya internal. Kemudian ada juga kami bentuk gugus penjaminan. Jadi gugus penjaminan itu juga ikut mengaudit, tapi hanya audit internal. Hanya untuk kegiatan belajar mengajar, penelitian, tri darma pokoknya intinya. Audit itu kita lakukan per semester, tetapi per tahun ada laporan, per lima tahun laporan eksternal dalam bentuk perpanjangan ijin prodi” .

Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan bahwa saat ini Universitas Mahasaraswati Denpasar telah melakukan audit internal terhadap aktivitas yang berkaitan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan/pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Sedangkan audit ekternal berkaitan dengan perpanjangan ijin program studi.

Audit internal berlangsung di tingkat universitas maupun tingkat fakultas, bahkan di tingkat program studi. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut:

“Ada audit internal. Di fakultas ada, di kaprodi ada, di universitas badan penjaminan mutu, dia mengaudit kinerja. Ada monev, monitoring evaluasi internal, lalu ada gugus penjaminan mutu”.

(21)

117

“Audit kita punya badan penjamin mutu, di tingkat fakultas. Di tingkat prodi unit penjamin mutu, di tingkat fakultas gugus penjamin mutu, monev itu”.

Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat dilihat bahwa pada dasarnya Universitas Mahasaraswati Denpasar telah memiliki suatu sistem audit internal.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa prinsip akuntabilitas belum sepenuhnya dilaksanakan di Universitas Mahasaraswati. Terdapat aspek yang belum dicapai guna mewujudkan akuntabilitas pengelolaan perguruan tinggi secara menyeluruh. Misalnya, belum adanya audit eksternal pada bidang keuangan. Belum adanya audit eksternal secara khusus pada bidang keuangan juga menjadi permasalahan tersendiri. Auditor yang secara independen melakukan audit dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar tentu akan semakin menunjang pencapaian akuntabilitas secara lebih komprehensif.

4.1.3. Pelaksanaan Prinsip Responsibilitas di Universitas Mahasaraswati Denpasar

(22)

118

dua indikator untuk mengetahui pelaksanaan prinsip responsibilitas pada suatu organisasi, yaitu: 1) terdapat pembagian tugas yang jelas, dan 2) terdapat peraturan kode etik yang berlaku.

4.1.3.1. Terdapat pembagian tugas yang jelas

Wijatno (2009) mengungkapkan, untuk menyelenggarakan semua aktivitas universitas, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan dan per-tanggungjawaban semua organ dalam organisasi, sehingga pengelolaan lembaga terlaksana secara efektif. Perguruan tinggi harus mempunyai uraian tugas dan tangung jawab yang jelas (secara tertulis) dari setiap pejabat struktural, anggota senat fakultas/akademis, organ yayasan, dosen, dan karyawan. Termasuk juga kriteria dan proses pengukuran kinerja, pengawas-an, dan pelaporan. Sejalan dengan pendapat Wijatno (2009), Universitas Mahasaraswati dalam menyelenggarakan semua aktivitas sehari-hari ber-pedoman pada uraian tugas dan tanggung jawab yang telah ditetapkan dalam Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar menguraikan wewe-nang, tugas, dan tanggung jawab yayasan dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Yayasan bertugas untuk menyelenggarakan, mem-bina, dan mengembangkan Universitas Mahasaraswati Denpasar, serta me-nggali sumber-sumber dana tambahan untuk tercapainya visi maupun misi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pasal 12 Statuta Universitas Maha-saraswati Denpasar mengatur wewenang, tugas, dan tanggung jawab yayasan dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijaksanaan lembaga dan statuta

2. Menetapkan Rencana Induk Pengembangan (RIP) dan Rencana Strategis (Renstra) Unmas Denpasar 5 tahunan

3. Menetapkan pendirian dan pengembangan program pendidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

4. Mengangkat dan memberhentikan rektor

5. Memberikan penilaian dan persetujuan pengangkatan pejabat-pejabat struktural yang diajukan rektor

(23)

119 8. Memberi dan menerima bantuan pihak luar

9. Mengangkat dan memberhentikan tenaga tetap, dosen, dan tenaga administrasi, serta tenaga lainnya yang diperlukan dengan memperhatikan usul rektor

10. Mengadakan sarana dan prasarana kampus dengan memperhatikan usul rektor

11. Menetapkan pengaturan kepegawaian, keuangan, dan gaji tenaga tetap sesuai dengan kemampuan keuangan yang ada.

Di dalam Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar tidak mem-perbolehkan adanya rangkap jabatan antara pembina, pengurus, dan peng-awas yayasan menjadi pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar. Hal demikian berkaitan dengan mekanisme pengawasan yang berjalan antara yayasan dengan pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai pelaksana dalam tata kelola universitas.

Rektor sebagai pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar memegang peranan penting terkait dengan pelaksanaan tata kelola itu sendiri. Pasal 14 Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar menyatakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Rektor memimpin penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga kependidikan, mahasiswa, tenaga administratif universitas, serta membangun hubungan dengan masyarakat luar kampus.

(24)

120

tentang Statuta Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pada penerapannya, masing-masing bagian membuat ketentuan tertulis secara lebih operasional bagi anggotanya. Hal demikian diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai berikut:

“Ada uraian tertulis tugas dan tanggung jawab. Kita di pedoman ada, mengambil dari statuta dulu turun ke renstra. Di fakultas melalui buku pedoman. Renstra dalam lima tahun, program dalam satu tahun untuk mahasiswa ada. Dari buku pedoman diterjemahkan lagi sesuai kebutuhan. Dekan membuat kebijakan berdasarkan buku pedoman, buku pedoman berdasarkan statuta. Karena kita bagian universitas ya jadi tidak bisa lepas keterikatannya”

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa universitas me-miliki ketentuan tertulis mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian. Ketentuan tersebut bersumber dari statuta dan berlaku secara umum di universitas. Sementara itu, di tingkat fakultas terdapat ketentuan pem-bagian tugas dan tanggung jawab tertulis yang dituangkan dalam sebuah buku pedoman. Hal yang sama diungkapkan oleh Dekan Fakultas Teknik sebagai berikut:

“Uraian tugas tertulis fakultas ada, sementara dosen dan kaprodi juga ada. Uraian tugas itu yang membuat kita (dekan). Jadi dekan yang susun job disc-nya. Kalau secara umum ada di statuta ”

Ungkapkan di atas menunjukkan bahwa masing-masing fakultas me-miliki pedoman tertulis atas pembagian tugas dalam fakultas. Pedoman ter-sebut disusun oleh dekan, sesuai dengan tugasnya sebagai pimpinan fakultas. Pembuatan pedoman diselaraskan dengan statuta, namun juga dibuat sesuai dengan kondisi masing-masing di fakultas yang berbeda. Uraian tugas yang dibuat dekan tidak hanya berkaitan dengan tugas dosen saja, tetapi juga tugas untuk kepala program studi, karyawan, bahkan untuk mahasiswa. Secara lebih rinci tugas dekan dapat dilihat dalam kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:

(25)

121

siapa yang mengajar siapa yang tidak, siapa yang ijin, atau jurnal absensi, setelah itu UAS, pengumpulan nilai, semester baru, selanjutnya sama” Berdasarkan kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa tugas dekan tidak hanya berkaitan dengan penyusunan tugas berbagai unsur dalam fakultas. Lebih dari itu, dekan sebagai pimpinan fakultas juga memiliki wewenang untuk menyusun pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di fakultas. Dekan juga bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya pelaksanaan berbagai kegiatan pembelajaran, termasuk melakukan proses penilaian.

Pada bagian sebelumnya, telah diuraikan bahwa masing-masing bagian dalam universitas telah memiliki job description, baik di tingkat universitas maupun di tingkat fakultas. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan salah seorang dekan, dapat diketahui bahwa pada dasarnya pembagian job description telah dimengerti oleh para individu terkait. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Hukum yang menunjukkan hal tersebut:

“Sebenarnya mengetahui. Karena setiap kegiatan kan sudah diawali dengan penyampaian kegiatannya dengan surat tugas, SK, dan lain sebagainya, di samping juga memang masing-masing dosen harus membaca pedoman. Kadang sering malas baca, malas mendengarkan. Seperti visi misi ditempel dimana-mana tapi kalau ditanya apa ya nggak hafal”.

Penuturan Dekan Fakultas Hukum tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya uraian atau pembagian tugas telah dipahami, meskipun tidak dihafalkan secara tekstual. Pada pelaksanaannya, kejelasan pembagian tugas dan pemahaman dengan tugas tidak dapat dilepaskan dari penerapan standar pelayanan minimal yang dapat diwujudkan oleh para pegawai kepada mahasiswa sebagai pihak penerima pelayanan.

4.1.3.2. Terdapat peraturan kode etik yang berlaku

(26)

122

bahwa kode etik di tingkat fakultas belum distandarkan. Artinya bahwa terdapat fakultas yang telah memiliki ketentuan kode etik secara tertulis, namun adapula fakultas yang masih menerapkan kode etik tidak tertulis yang berlaku umum. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Hukum yang menunjukkan hal tersebut:

“Kode etik, eee, tata tertib ada, tapi ke depan tingkat fakultas kita siapkan kode etik. Kalau di tingkat universitas ada. Kita kode etik masih umum, pakaian sopan, ujian pakaian hitam putih. Kalau kuliah bebas, yang penting bajunya berkerah, jadi kaos oblong tetap tidak boleh. Kode etik itu saya kira ya sudah mengikat. Karena kalau sampai ujian tidak baju putih ditegur, bahkan kadang yang baju ketat tidak boleh ikut ujian” .

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa kode etik yang digunakan adalah kode etik yang berlaku umum di universitas. Sementara untuk kode etik di tingkat fakultas belum disusun tersendiri secara tertulis. Pada sisi lain, adapula fakultas yang telah memiliki susunan kode etik tertulis sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan berikut:

“Kode etik kalau di fakultas kita ada 5S. Senyum, sapa, salam, sopan, santun. Itu etika. Etika ini disosialisasikan pada mahasiswa dan dosen. Untuk dosen yang berikan dekan ini urusannya. Paling tidak anak-anak itu senyum, menyapa pagi pak. Itu sudah mengikat ya. Kalau di sini mereka calon guru, orang-orang pilihan. Jadi memang ketat SOP-nya”.

Penuturan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tersebut menunjukkan bahwa kode etik yang berlaku di fakultas telah mengikat. Kode etik tersebut sifatnya lebih operasional dan spesifik, serta melengkapi kode etik umum yang berlaku di tingkat universitas. Belum dibuatnya standar kode etik bagi masing-masing fakultas dalam hal ini tidak terlepas dari penilaian bahwa kode etik umum yang diterapkan universitas telah cukup mampu mengakomodasi suasana kondusif di lingkungan fakultas. Hal demikian dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian berikut:

(27)

123

yang ada. Buktiya ya dosen selama ini mengajar dengan baik. Kalau ada yang mengajar tidak baik kita kurangi jumlah mata kuliahnya”.

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa kode etik yang ada telah mampu mengikat para pihak di lingkungan fakultas. Oleh sebab itu, penerapan kode etik tertulis yang berlaku umum di universitas dirasa masih memadai. Pada sisi lain, terdapat pula fakultas yang memberikan tolerasnsi atau kelonggaran tertentu bagi pemenuhan kode etik di tingkat fakultas. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ekonomi yang menunjukkan hal tersebut:

“Etika secara tertulis belum, kalau mahasiswa sudah ada, tapi mahasiswa saya calon enterpreneur jadi harap dimaklumi. Untuk fakultas kami banyak mahasasiwa yang bekerja. Ya mereka kadang ke kampus pakai seragam karena mungkin terburu-buru tidak sempat ganti baju, tetapi walaupun terlambat mereka sopan”.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat fakultas yang memberikan kelonggaran tersendiri bagi para mahasiswa terkait dengan penerapan kode etik. Batasannya adalah asal tetap sopan, sesuai dengan ketentuan kode etik tertulis yang berlaku umum di tingkat universitas.

(28)

124

mulia dengan berpedoman pada kaidah moral dan etika keilmuan yang berwawasab (Etika dan Tata Krama Kehidupan Kampus

Universitas

Mahasaraswati

Denpasar Pasal 2).

Lebih lanjut Pasal 24 ketentuan tersebut menyatakan beberapa tindakan mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan yang tidak dapat dibenarkan di Unmas Denpasar, yaitu sebagai berikut:

1. Menggunakan paksaan atau kekerasan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dan berlawanan dengan peraturan 2. Setiap tindakan yang mengancam atau mengganggu secara substansial

usaha-usaha untuk menjaga pelaksanaan tata tertib dan disiplin di dalam fungsi dan tugas, atau setiap tindakan dalam wilayahatau yang berhubungan dengan suatu aktivitas yang melanggar hak orang lain 3. Penganiayaan terhadap individu yang berada pada fasilitas yang

dikelola oleh Unmas Denpasar ataupun terhadap para pihak yang sedang melaksanakan tugas Unmas Denpasar

4. Tindakan yang membahayakan atau mengancam kesehatan atau keamanan individu atau tingkah laku yang menimbulkan rasa takut atau meresahkan, seolah-olah pada individu aka nada ancaman atau gangguan yang sebenarnya

5. Menghasut, menggertak, ataupun membantu orang lain untuk ikut dalam suatu kegiatan yang mengganggu atau merusak fungsi dan tugas Unmas Denpasar

6. Dengan paksaan atau kekerasan tetap menggunakan ataupun di dalam fasilitas yang dikelola atau dikendalikan oleh Unmas Denpasar setelah menerima pemberitahuan untuk meninggalkan tempat atau fasilitas tersebut

7. Menggunakan atau masuk ke dalam fasilitas yang dikelola oleh Unmas Denpasar tanpa izin

8. Mencuri, merusak, atau mengubah menjadi buruk setiap dasilitas yang dikelola atau dikendalikan oleh Unmas Denpasar

9. Berpartisipasi dalam suatu demonstrasi atau aksi kegiatan, atau kegiatan yang sangat mengganggu pelaksanaan fungsi dan tugas Unmas Denpasar secara substansial menginjak-injak hak orang lain, atau mengambil tempat maupun waktu dalam hal mahasiswa tidak diizinkan berada.

10. Tidak melaksanakan petujuk yang diberikan oleh pejabat Unmas Denpasar yang melaksanakan tugasnya dalam hubungan suatu keadaan yang menjurus akan adanya pelanggaran

11. Melanggar peraturan dan ketentuan yang telah dikeluarkan Unmas Denpasar

(29)

125 13. Menebang pohon, merusak tanaman, atau menembak burung di dalam

kampus Unmas Denpasar

Beberapa peraturan tersebut menunjukkan bahwa pihak universitas telah memberikan batasan atas hak atau tindakan yang boleh dilakukan dengan yang tidak. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Universitas Mahasaraswati Denpasar telah dikelola dengan unsur responsibilitas. Permasalahannya adalah masih terdapat beberapa aspek yang perlu ditingkatkan, sehingga unsur responsibilitas tersebut secara substansial benar-benar berujung pada perwujudan pelayanan yang baik bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi.

4.1.4. Pelaksanaan Prinsip Keadilan di Universitas Mahasaraswati Denpasar

Keadilan berkaitan dengan perlakuan yang adil dan berimbang kepada para pemangku kepentingan yang terkait, meliputi mahasiswa, orang tua mahasiswa, masyarakat, para dosen, karyawan non-akademis, serta organ yayasan. Keadilan merupakan kondisi di mana masyarakat dipandang sama tanpa pandang bulu (Endarti, 2005). Keadilan juga berhubungan dengan pemberian kesempatan yang sama tanpa memandang suku, agama, ras, dan jenis kelamin yang merujuk pada tidak adanya diskriminasi atau equity

(Manrapi, 2008).

(30)

126

Wijatno (2009) menyebutkan dua indikator untuk mengetahui pelaksanaan prinsip keadilan, yaitu: 1) menerapkan perlakuan yang sama pada seluruh civitas akademika tanpa diskriminasi, dan 2) penerapan sistem

reward and punishment.

4.1.4.1. Menerapkan perlakuan yang sama pada seluruh civitas akademika tanpa diskriminasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa perwujudan keadilan dalam pengelolaan Universitas Mahasaraswati Denpasar tercermin dalam beberapa hal. Bagi para pegawai dan hubungan-nya dengan yayasan, keadilan dapat dilihat dari keterbukaan pihak yayasan bagi setiap stakeholder yang akan menyampaikan keluhan. Penuturan pihak yayasan mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut:

“Kesempatan sampaikan pendapat keluhan usul saran bisa langsung ke yayasan. Ada masalah apa. Biasanya mengenai honor, insentif, apakah dianggap masih kurang. Itu kita berikan sekian sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan kemampuan. Kita misal gaji dosen tetap tidak sebesar universitas lain, tapi kita jumlah dosen tetapnya banyak, jadi kita suistanability yang penting, tempat lain enggak punya dosen tetap. Akhirnya dia sadar. Orang tua juga ada yang keluhan, tapi kalau orang tua mahasiswa jarang. Lebih banyak hubungan sama rektor” (wawancara dengan pihak yayasan)

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak yayasan dalam hal ini sangat terbuka dan membuka seluasnya kesempatan yang sama bagi para stakeholder untuk menyampaikan keluhan. Keluhan tersebut selanjutnya ditindaklanjuti sehingga dapat menemui penyelesaian terbaik-nya. Hal demikian juga diungkapkan oleh Wakil Rektor IV yang meng-ungkapkan bahwa tidak hanya yayasan yang membuka akses bagi stake-holder untuk menyampaikan pendapat, tetapi rektorat juga melakukan hal yang sama. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Wakil Rektor IV yang menunjukkan hal tersebut:

(31)

127 Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pihak rektorat juga sangat terbuka dan memberikan akses yang sama bagi seluruh civitas akademika maupun masyarakat dalam menyampaikan sarannya.

Sementara itu di tingkat fakultas, prinsip keadilan lebih banyak berkaitan dengan keadilan bagi para pegawai dan mahasiswa. Berikut penuturan Dekan fakultas Pertanian mengenai hal tersebut:

“Mahasiswa dapat nilai, dapat transkrip kalau dia butuhkan. Banyak beasiswa. Bidik misi, dari dikti. Hampir tiap mahasiswa kita beri beasiswa. Kalau bagi dosen mereka dapat gaji, honor transport. Kami fasilitasi untuk studi lanjut. Pertanian dibiayai universitas ada bantuan untuk SPP saja. Ada pengumuman resmi dari rektor”.

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan beberapa bentuk nyata dari perwujudan keadilan pada tingkat fakultas. Dalam hal ini, seluruh mahasiwa memiliki hak yang sama dalam memperoleh nilai, transkrip, dan beasiswa. Beasiswa juga dapat dilihat sebagai upaya untuk mencapai keadilan akses di antara mahasiswa. Sementara itu, bagi dosen unsur keadilan diwujudkan dalam pemenuhan hak memperoleh gaji, dan uang transport. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan bagi mahasiswa dan dosen telah diterapkan di lingkup mahasiswa.

Pada sisi lain, keadilan dalam hal ini tidak terlepas dari keadilan yang dirasakan oleh masing-masing fakultas terkait dengan otonomi yang diberikan pada fakultas. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Pertanian yang menunjukkan hal tersebut:

“Keadian saya melihat di sini, misalnya bagaimana meringankan uang gedung maba, sarana prasarana untuk fakultas kecil hanya diperoleh fakultas besar karena dia sendiri yang mengadakan. Harusnya itu kan fasilitas minimal. Fasilitas beda, mobil dinas kita gak ada karena yang mengadakan fakultas, padahal jabatan sama tapi fasilitas beda karena kita fakultas kecil. Keadilan belum merata. Kalau dari segi gaji, transport, kewajiban sama, dari dekan sudah menyampaikan supaya mahasiswa tertarik”.

(32)

128

prasarana. Kondisi demikian tidak terlepas dari pemberian otonomi pada tiap fakultas untuk mengelola sebagian dana dari mahasiswa. Pada akhirnya, tercipta kesenjangan yang merujuk pada belum terciptanya keadilan antar fakultas tersebut. Menurut penilaian dekan dalam kutipan wawancara ter-sebut, hal demikian seharusnya menjadi bagian dari wewenang yayasan. Guna mencapai keadilan yang sesungguhnya bagi seluruh fakultas, diperlu-kan upaya untuk membuat para mahasiswa juga mendapat rasa adil atas fasilitas belajarnya yang sama di semua fakultas.

Berkaitan dengan kedilan dalam hal fasilitas di lingkungan universitas, telah terdapat peraturan mengenai hal tersebut. Berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar Nomor: K.353/ I.10.01/UNMAS/IV/2011 tentang Standar Akademik Universitas Maha-saraswati Denpasar, dapat diketahui bahwa univesitas telah memiliki aturan tentang standar sarana dan prasarana sebagai berikut:

a. Universitas harus menyediakan (memiliki atau mempunyai akses) sarana fisik dan non fisik yang bisa merupakan barang tidak bergerak, seperti perabot kantor dan peralatan kerja: komputer, alat laboratorium, kebun percobaan, dsb, untuk dimanfaatkan oleh semua unit-unitnya;

b. Universitas harus menyediakan (memiliki atau mempunyai akses) prasarana yang merupakan barang tidak bergerak, seperti lahan dan gedung (kantor, gedung, laboratorium, dsb) untuk dimanfaatkan oleh semua unit-unitnya;

c. Universitas harus menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan dan menetapkan standar kelengkapan koleksi bahan perpustakaan (buku, jurnal ilmiah, CD rom dan tesis serta skripsi);

d. Universitas harus memenuhi kecukupan, kesesuaian, aksesibilitas, pemeliharaan dan perbaikan, penggantian, dan pemutakhiran sarana dan prasarana yang digunakan;

e. Universitas harus menetapkan peraturan yang jelas dan terperinci menyangkut efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sarana dan prasarana yang dimiliki;

f. Universitas, fakultas, dan PS harus memiliki prasarana akademik yang memadai;

g. Mahasiswa harus mempunyai akses terhadap fasilitas dan peralatan serta mendapatkan pelatihan untuk menggunakannya;

(33)

129 i. Setiap PS harus menyusun prioritas pengembangan fasilits sesuai

dengan pendidikan dan kurikulum masing-masing

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa dalam hal ini sarana dan prasarana menjadi bagian dari wewenang universitas. Sementara di tingkat fakultas, pihak fakultas dan program studi juga memiliki kewenangannya tersendiri. Oleh sebab itu, selayaknya keadilan dalam unsur tersebut dapat diciptakan.

Selain berkaitan dengan permasalahan tersebut, masalah lainnya berkaitan dengan distribusi tugas di fakultas. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan fakultas Hukum yang menunjukkan hal tersebut:

“Pendistribusian tugas dari pimpinan saya rasa artinya adil itu relatif, yang penting sesuai dengan fungsi masing-masing. Selama ini saya rasa sudah sesuai dengan fungsi saya sebagai dekan diberi tugas dan wewenang seperti itu. Saya mencoba memberi keputusan sesuai haknya dan transparan. Ya mudah-mudahan ke depan bisa meminimalisirlah. Kalau kita berbuat seadil-adilnya sebagai pemimpin kan sulit, makanya di sini ada kebijaksanaan dalam membuat kebijakan”.

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa bagi pihak dekan sendiri akan merasa sulit untuk dapat mewujudkan keadilan sepenuhnya terkait dengan pembagian tugas. Oleh sebab itu, guna menghindari ter-jadinya benturan kepentingan atau konflik, dalam hal ini pembuatan ke-putusan dilakukan secara terbuka, sesuai wewenang, serta tidak melanggar hak-hak pihak lain. Langkah demikian diharapkan dapat membuat keadilan lebih dirasakan oleh setiap individu dalam posisinya masing-masing.

(34)

130

Terpilihnya rektor perempuan tentu juga dilakukan berdasarkan mekanisme pemilihan rektor yang telah diuraikan sebelumnya. Sementara itu, berikut merupakan kutipan wawancara yang menunjukkan penilaian Dekan Fakultas Hukum atas kepemimpinan rektor perempuan di Universitas Mahasaraswati Denpasar:

“Tentang pemimpin perempuan kalau di sini menerima. Sama, tergantung pada kemampuannya. Relatif sama. Selama ini ya artinya kepemimpinan-nya bagus, kreatif. Cuma bagaimanapun juga kan, misalkepemimpinan-nya ada kebutuhan dana ya perlu ditingkatkan, yang diprogramkan baguss, tapi penerapannya harus lebih didukung. Kalau dari segi idealis, idealismenya tinggi. Misalnya bu rektor menghendaki setiap kelas ada LCD, baru dipasang lalu hilang. Pengawasan sulit karena dari pagi sampai malam. Ini, keinginan ada tapi kan pelaksanaannya perlu ditingkatkan”.

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya kepemimpinan rektor perempuan diterima dengan baik di universitas ter-sebut. Dalam hal ini penilaian dilakukan secara objektif pada kinerja dan idealis dari individu yang menjadi pimpinan universitas. Artinya bahwa tidak terdapat diskriminasi pimpinan laki-laki dengan perempuan. Sejauh idealisme dari individu pemimpin universitas tersebut baik dan dapat memiliki program kinerja yang juga baik, maka kepemimpinan rektor perempuan dapat diterima. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Wakil Rektor IV sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut:

“Seorang perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki dalam segala hal. Dalam beberapa hal, pimpinan yang seorang perempuan perpikir lebih detail dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, pimpinan tidak boleh dibedakan atas gendernya melainkan atas komitmen dan kapabilitasnya” .

(35)

131 4.1.4.2. Penerapan sistem reward and punishment

Untuk mendorong peningkatan prestasi akademik dosen, Universitas Mahasaraswati Denpasar telah merancang penghargaan berupa pemberian insentif akademik yang dituangkan dalam SK Rektor Universitas Maha-saraswati Denpasar No. K.347/I.10.01/Unmas/IV/2011 tentang Peraturan Pemberian Insentif bagi Tenaga Edukatif di Lingkungan Universitas Maha-saraswati Denpasar. Insentif yang diberikan berkaitan dengan prestasi akademik dosen baik perseorangan, program studi, fakultas, maupun unit kerja yang dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu memenangkan hibah penelitian; hibah kompetisi; penulisan buku; penerbitan artikel di koran dan majalah baik lokal, nasional, internasional; paper dimuat dalam jurnal belum terakreditasi, terakreditasi maupun jurnal internasional; paper dipresentasikan dalam konferensi nasional dan internasional; paper diterbitkan dalam proceeding nasional dan internasional; serta memperoleh beasiswa dari dalam maupun luar negeri. Penghargaan juga diberikan kepada dosen dan tenaga kepegawaian berprestasi yang diseleksi setiap tahun dalam rangka menyambut dies natalis Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Pernyataaan Ibu Eka, dosen Fakultas Pertanian, menguatkan pernyataan tersebut di atas dengan mengatakan:

“universitas memberi perhatian kepada pada dosen yang berprestasi dengan memberi penghargaan berupa piagam dan juga dana. Penghargaan itu sebagai motivasi bagi saya sebagai dosen dan juga sebagai penyemangat bagi dosen yang lainya, penghargaan itu diberikan bersamaan dengan acara dies natalis universitas”.

Hal yang sama juga disampaikan oleh bapak Ketut Siwi karyawan Universitas Mahasaraswati sebagai berikut:

(36)

132

Ditingkat mahasiswa penghargaan diberikan kepada mahasiawa yang berhasil memenangkan lomba mewakili universitas. Penghargaan diberikan kepada mahasiwa berupa bebas biaya kuliah untuk satu semester. Hal ini dipertegas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa dengan mengatakan:

“ya kami mahasiswa juga mendapat perhatian dari Universitas, disamping beasiswa yang disediakan oleh pihak universitas, universitas juga memberikan kepada mahasiswa yang berhasil mendapat juara dalam lomba untuk mewakili universitas, penghargaan itu selain mendapat piagam juga kami diberi beasiswa berupa potongan biaya kuliah atau tidak membayar uang kuliah dalam satu semester dan biasanya diserahkan ketika universitas ber-dies natalis”.

Dalam rangka komitmen Universitas Mahasaraswati Denpasar me-nerapkan disiplin kerja maka pimpinan Universitas Mahasaraswati Denpasar juga memberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Bentuk sanksi berupa penurunan jabatan (demosi), penundaan kenaikan pangkat, pemberhentian dari jabatan. Kebijakan pemberhentian dosen dan tenaga ke-pendidikan secara umum mengacu pada ketentuan perundang-undangan di bidang tenaga kependidikan yaitu UU No.8 tahun 1974, diperbaharui dengan UU No.43 tahun 1999 dan PP No.53 tahun 2011, yang di-implementasikan pada SK Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar Nomor: K.346/I.10.01/Unmas/IV/2011 tentang Peraturan Pokok-pokok Ke-pegawaian Universitas Mahasaraswati Denpasar. Terkait dengan sanksi yang diberikan, Bapak Wiryawan juga mengatakan bahwa:

(37)

133 dan tata tertib yang telah ditentukan berupa: peringatan, dikeluarkan dari kelas, tidak boleh mengikuti UTS dan UAS, Skorsing, dikeluarkan sebagai mahasiswa universitas mahasaraswati. Berikut pernyataan dari Badan Eksekutif Mahasiswa:

“kami mahasiswa mengetahui dan mengerti benar apa sanksi yang diberikan jika kami melanggar karena semua sudah tercantum dalam buku pedoman tiap-tiap fakultas dan tiap tiap mahasiswa pasti telah mengetahuinya karena pada saat orientasi mahasiswa baru hal tersebut selalu disampaikan oleh dosen pendamping ”.

4.1.5. Pelaksanaan Prinsip Independensi di Universitas Mahasaraswati Denpasar

(38)

134

4.1.5.1. Terdapat kebebasan penuh yang diberikan yayasan pada rektorat untuk menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi

Keterangan dari salah satu Dekan di universitas menunjukkan bahwa pihak yayasan sepenuhnya memberikan kebebasan pada rektorat untuk mengelola keuangan yang menjadi haknya guna melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ekonomi yang menunjukkan hal tersebut:

“Iya terkait dengan pengelolaan keuangan kalau uiversitas otonomi oleh yayasan, sedangkan fakultas kita diberikan aturan bahwa keuangan itu sekian persen bisa dikelola. Apakah itu otonomi atau bukan yang jelas kita diberi wewenang untuk mengelola keuangan dalam bentuk presentase dari SPP, kegiatan kemahasiswaan, UTS, UAS. Diberikan sekian persen universitas, sekian persen fakultas, sekitar 30%. Semua unit prosentasenya sama. Cuma kalau dia kecil mahasiswanya kan otomatis dia kecil, nah itu. Kalau ekonomi besar, FKIP, FKG besar. Kami merasakan sekali ini strategi yang ditempuh universitas sangat baik memberi motivasi kerja kami” . Pernyataan Dekan Fakultas Ekonomi di atas menunjukkan bahwa pihak fakultas merasa mendapatkan otonomi untuk mendukung kinerjanya. Otonomi tersebut berkaitan dengan otonomi pengelolaan keuangan di tingkat universitas maupun fakultas yang diatur melalui aturan yang jelas mengenai pembagian wewenang pengelolaan dana dari SPP. Dalam hal ini, fakultas memperoleh wewenang untuk mengelola 30% dana SPP dari maha-siswa. Pada satu sisi, otonomi pengelolaan keuangan tersebut memberikan dampak positif karena dapat memicu motivasi kerja para pegawai. Pada sisi lain, mekanisme tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antar fakutas. Bagi fakultas ekonomi yang memiliki jumlah mahasiswa banyak, maka jumlah dana yang dikelola juga cenderung lebih banyak dari pada fakultas-fakultas yang jumlah mahasiswanya hanya sedikit.

(39)

135 “Jadi kita untuk di PT baik keuangan, pengelolaannya itu dana dari PT dibawa ke yayasan kemudian apa yang dia perlukan dia ajukan proposal lalu kita bahas di yayasan. Untuk PT itu kita diberikan otonomi. Jadi keuangan, sdm, semua diserahkan kepada PT, yang disetor ke yayasan hanya uang pembangunan setiap tahun. Lalu kita subsidi silang untuk pembangunan. Setiap tahun masing-masing PT presentasi di depan yayasan. Semua dipertanggungjawabkan pada yayasan itu. Sistem pengelolaan dana diserahkan penuh pada unit-unit universitas. Pertanggungjawabannya universitas melaporkan pada kita. Kita pertanyakan apa yang perlu di-pertanyakan, lalu program ke depan ada, tapi tetap kita beri pertimbangan kalau misal kebanyakan dan tidak layak ya kita tolak” .

Kutipan wawancara di atas menunjukkan bahwa dana yang ber-sumber dari mahasiswa dibedakan menjadi dua, yaitu uang pembangunan dan uang SPP. Untuk uang SPP, sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa fakultas mengelola sebanyak 30%, sedangkan uang pembangunan sepenuhnya dikelola oleh yayasan. Dana yang dikelola oleh yayasan tersebut selanjutnya digunakan sesuai kebutuhan pengajuan proposal dari rektorat. Penuturan wakil yayasan dalam kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa untuk proposal yang diajukan rektorat keputusan akhirnya berada di tangan yayasan.

Mekanisme pemberian wewenang untuk mengelola 30% dana dari SPP ke fakultas dapat dinilai sebagai bentuk pembatasan wewenang pengelolaan keuangan oleh fakultas. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang menunjukkan hal tersebut:

“Kami hanya diberi kebebasan dalam hal akademis. Dalam hal keuangan kami enggak terlalu, tapi kami diberi otonomi keuangan dari yayasan ke universitas. Ke fakultas hanya 30%. Kalau akademik kita punya otonomi betul. Kami tidak hanya akademik, tapi karakter. Akademik kami otonomi, kalau keuangan hanya 30%”.

(40)

136

menyeluruh. Munculnya pertentangan karena pemberian otonomi dalam hal ini juga dapat dilihat pada proses penerimaan mahasiswa baru. Berikut kutipan wawancara dengan Dekan Fakultas pertanian yang menunjukkan hal tersebut:

“Transparansi kuncinya ya. Yayasan berkehendak semua mahasiswa diterima, yayasan enggak tahu kalau gedung kurang. Padahal sebenarnya kan banyak yang minat enggak harus semua diterima”.

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa intervensi yayasan dalam penentuan kebijakan penerimaan mahasiswa baru dapat pula menimbulkan pertentangan. Misalnya berkaitan dengan kepentingan yayas-an untuk menerima seluruh mahasiswa yyayas-ang mendaftar. Sementara pada sisi lain, pihak fakultas merasa bahwa tidak seluruh mahasiswa yang berminat mendaftar harus diterima. Hal ini berkaitan dengan daya tampung gedung fakultas yang tidak selalu ditingkatkan, sehingga jika seluruh pendaftar selalu diterima maka akan terjadi permasalahan dalam daya tampung gedung. Kondisi demikian menurut pihak fakultas tidak dipahami betul oleh yayasan, sehingga terkadang membuat munculnya perbedaan kehendak antara kedua belah pihak.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa pihak yayasan masih terlibat dalam urusan akademik di universitas. Berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Mahasraswati Denpasar Nomor: K. 353/I.10.01/UNMAS/IV/2011 tentang Standar Akademik Universitas Mahasaraswati Denpasar pada bagian aturan kemahasiswaan, dapat diketahui beberapa aturan sebagai berikut:

a. Universitas harus mempunyai kebijakan tentang penerimaan mahasiswa baru berdasarkan kesempatan yang sama;

b. Fakultas dan PS harus mempunyai prosedur seleksi di tingkat program studi yang memastikan bahwa calon mahasiswa memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan;

c. Fakultas dan PS harus menentukan jumlah mahasiswa baru yang dapat diterima disesuaikan dengan kapasitas yang tersedia;

d. Kebijakan tentang penerimaan mahasiswa baru harus terus-menerus direvisi secara regular agar sesuai dengan kepentingan stakeholders dan kebutuhan masyarakat;

(41)

137 f. Program konseling mahasiswa harus mempertimbnagkan latar belakang

sosial dan ekonomi mahasiswa serta permasalahan individu mahasiswa g. Universitas, fakultas, dan PS harus mempunyai kebijakan tentang

perwakilan dan partisipasi mahasiswa dalam mendesain, mengelola, dan mengevaluasi kurikulum serta hal-hal lain yang berhubungan dengan mahasiswa;

h. Universitas, fakultas, dan PS seharusnya mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa dalam hal ini berbagai keputusan mengenai kemahasiswaan merupakan bagian dari wewenang pihak rektorat. Begitu pula dalam proses seleksi mahasiswa baru, termasuk penentuan jumlah mahasiswa yang akan diterima. Pihak fakultas dan program studi memiliki otonomi untuk menentukan jumlah mahasiswa baru yang akan diterima karena fakultas dan program studi yang memiliki pemahaman tentang kemampuan yang dimiliki atas jumlah mahasiswa tersebut.

Pada sisi lain, independensi hubungan antara yayasan dengan fakultas berkaitan dengan kedudukan fakultas sebagai bagian dari universitas. Oleh sebab itu, pada dasarnya kebebasan atau otonomi yang diberikan kepada fakultas merupakan perwujudan dari otonomi rektorat secara lebih luas. Hal tersebut didasarkan pada hasil wawancara dengan Dekan Fakultas Hukum sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“Tingkat kebebasan yang diberikan ke fakultas cuma dalam bingkai yayasan, dalam bingkai universitas. Yayasan beri kebebasan selama ini, selama masih koordinasi. Uang gedung untuk yayasan tapi juga dikelola sebagian oleh universitas dalam bentuk menambah fasilitas, sesuai kebijakan yayasan”.

Gambar

Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.

Referensi

Dokumen terkait

Tingginya presentase, namun tidak ditemukan perbedaan presentase kadar Hb, status gizi dan prestasi belajar tapi hanya ditemukan perbedaan rerata kadar Hb dan SSB BB pada anak

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan Prevalensi infeksi protozoa saluran pencernaan kucing lokal di denpasar sebesar 31,3 %, pada kucing

Nilai ini menunjukkan secara keseluruhan aspek memiliki hubungan sangat nyata antara motivasi, pola menonton dan tingkat kepuasan Artinya semakin lama pemirsa menonton program berita

Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang tidak berasal dari rumah tangga dan berasal dari kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,

Siswa diminta untuk melakukan latihan kekuatan dan daya tahan otot (push up, sit up, back up dan naik turun bangku) untuk meningkatkan kebugaran jasmani yang dilakukan

Penelitian ini merupakan penelitian kajian budaya, terkait dengan penggunaan teknologi komputer desain 3D dengan realitas virtual dalam pembuatan desain Gedung

Mengetahui gaya kepemimpinan dan lingkungan yang cocok untuk Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto sehingga bisa menekan tingkat

Selanjutnya jika berbicara menyangkut hak dan kewajiban para pihak didalam transaksi perdagangan pembiayaan anjak piutang, maka tidak akan dapat memalingkan pandangan dari