PENDAMPINGAN PROBLEM STATUS GIZI BALITA DI BAWAH GARIS MERAH (BGM) DAN GIZI KURANG PADA BALITA KOMUNITAS KAMPUNG KUMUH MELALUI SEKOLAH BALITA DI KELURAHAN
BULAK BANTENG, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : Anif Muchlashin
B52212028
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Anif Muchlashin, NIM B52212028. (2016) : Pendampingan Problem Status Gizi Balita di Bawah Garis Merah (BGM) dan Gizi Kurang Pada Balita Komunitas Kampung Kumuh Melalui Sekolah Balita di Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya.
Skripsi ini membahas tentang pendampingan Balita yang terjangkit problem status gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan status gizi Balita yang statusnya masih ada pada ambang bawah garis merah (BGM) dan gizi kurang. Hal ini diakibatkan karena pola asuh orangtua yang belum memenuhi standar kesehatan. Pemberian makan anak, penyajian menu makan, dan kebersihan lingkungan yang kurang orangtua jaga adalah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya BGM dan gizi kurang pada status gizi para Balita di wilayah Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya.
Dalam pendampingan ini peneliti menggunakan metode penelitian sosial Participatory Action Research (PAR). PAR terdiri dari tiga kata yang saling berhubungan satu sama lain. Ketiga kata tersebut adalah partisipasi, riset dan aksi. PAR sengaja dirancang untuk mengkonsep suatu perubahan dalam prosesnya. Peneliti ingin merubah paradigma orangtua dalam penanganan pola asuh anak yang benar. Dalam prosesnya peneliti bersama Ahli Gizi, Kader Poyandu serta Ibu-Ibu Balita yang terkhusus memiliki anak yang terjangkit masalah status gizi kurang membuat kelompok belajar untuk mempermudah pengorganisasian dan riset bersama.
Kelompok belajar tersebut bernama Sekolah Balita “Anak Aktif Ceria”.
Melalui Sekolah Balita “Anak Aktif Ceria” menghasilkan peningkatan pengetahuan para Ibu-Ibu Balita dalam pola asuh anak sesuai dengan standar kesehatan yang benar. Hal ini ditandai dengan meningkatnya berat badan anak dan melalui indikator-indikator pertanyaan berbentuk angket yang peneliti buat bersama Ahli Gizi dan para Kader Posyandu. Hasilnya menunjukan bahwa adanya peningkatan pengetahuan dan beberapa dari mereka mengimplementasikan pengetahuan yang mereka dapatkan melalui Sekolah Balita “Anak Aktif Ceria”.
x DAFTAR ISI
COVER DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN PENGUJI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 11
F. Sistematika Pembahasan ... 12
BAB II KAJIAN TEORI A. Korelasi Kampung Kumuh, Gizi Buruk, dan Kemiskinan ... 16
1. Kampung Kumuh dan Gizi Buruk ... 16
2. Keluarga Miskin dan Gizi Buruk ... 19
B. Pendekatan Pendampingan untuk Masalah Gizi Buruk .... 25
1. Sekolah Balita Untuk Pemecah Masalah Gizi ... 25
C. Islam dan Kesehatan Masyarakat ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF A. Metode Penelitian Pemberdayaan ... 33
1. Pendekatan ... 33
2. Subjek Dampingan ... 35
3. Prosedur Penelitian dan Pendampingan ... 37
4. Teknik Pengumpulan Data ... 40
5. Teknik Validasi Data ... 42
6. Teknik Analisis Data ... 44
B. Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pendampingan ... 46
C. Analisa Steakholders ... 46
BAB IV GAMBARAN KEHIDUPAN DI KAMPUNG BULAK BANTENG A. Gambar Kelurahan Bulak Banteng ... 48
B. Profil Posyandu Anggrek 2 ... 51
C. Potret Balita Penyandang BGM dan Gizi Kurang di Posyandu Anggrek 2 ... 54
BAB V PROBLEM BALITA DI KOMUNITAS KAMPUNG KUMUH A. Pola Asuh yang Buruk ... 67
B. Pola Asupan Makanan yang Belum Terjadwal ... 70
C. Berada di Kawasan Kampung Kumuh ... 71
D. Belum Efektifnya Penanganan Gizi oleh Puskesmas ... 74
E. Masalah Gizi yang Berdampak pada Masa Depan ... 79
BAB VI SEKOLAH BALITA “ANAK AKTIF CERIA” : (MEDIA BELAJAR UNTUK PERUBAHAN) A. Alasan Menggagas Sekolah Balita ... 89
xii C. Penjangkauan Kegiatan Keluarga Sehari-Hari ... 117
BAB VII MEMBANGUN PERUBAHAN PERILAKU POLA ASUH
ORANG TUA PADA ANAK
A. Merubah Perilaku Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Anak ... 123
B. Merubah Pola Menu dan Jadwal Makan Pada Anak ... 130
C. Merubah Paradigma dalam Keluarga ... 134
BAB VIII MEMPERSIAPKAN GENERASI MASA DEPAN (Sebuah Catatan Refleksi)
A. Penanganan Balita di Bawah Garis Merah (BGM) dan Gizi
Kurang Melalui Sekolah Balita ... 141
B. Menciptakan Generasi Islam yang Kuat ... 146
BAB IX PENUTUP
A. Kesimpulan ... 148
B. Rekomendasi ... 151
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Anak BGM Tiap Posyandu Bulan
Desember 2015 ... 4
Tabel 2.1 Indikator Kampung Kumuh Menurut P2KP ... 18
Tabel 3.1 Data Anak yang Terkena BGM (Pengukuran Menurut Menteri Kesehatan RI) di Posyandu Anggrek 2 Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran ... 36
Tabel 3.2 Data Selesksi Dari 20 Anak yang Terkena Gizi Kurang (Pengukuran Menurut Menteri Kesehatan RI) ... 36
Tabel 3.3 Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pendampingan ... 46
Tabel 3.4 Analisa Steakholders ... 47
Tabel 4.1 Kependudukan Kelurahan Bulak Banteng ... 49
Tabel 4.2 Sejarah Perkembangan Posyandu Anggrek 2 ... 52
Tabel 5.1 Kalender Harian (Keluarga Bapak Nasir) ... 69
Tabel 5.2 Jadwal Pemberian Makanan dan Menu Makan ... 70
Tabel 5.3 Indikator Kampung Kumuh Menurut P2KP ... 71
Tabel 5.4 Diagram Venn Pertolongan Pertama Pada Anak Ketika Sakit ... 75
Tabel 5.5 Data Ringkas Hasil Olahan Potret Balita Penyandang BGM dan Gizi Kurang ... 80
Tabel 6.1 Jadwal Sekolah Balita “Anak Aktif Ceria” ... 93
Tabel 7.1 Tabel Partisipasi dan Perkembangan ... 124
Tabel 7.2 Perubahan Berat Badan ... 132
xiv DAFTAR BAGAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Kelurahan Bulak Banteng ... 47
Gambar 4.2 Suasana pembagian snack setelah penyuluhan ... 53
Gambar 4.3 Peta Persebaran Rumah Balita Penyandang BGM dan Gizi Kurang ... 54
Gambar 4.4 Irmatul Hasanah ... 55
Gambar 4.5 Syifaul Hasanah ... 56
Gambar 4.6 Fatin Sidqia ... 57
Gambar 4.7 Alfinto Taufiqi ... 58
Gambar 4.8 Ramdan Habibi dan Ibu Musrifah ... 59
Gambar 4.9 Fahria dan Ibu Musti’ah ... 59
Gambar 4.10 Saiful Maslul ... 60
Gambar 4.11 Bisma Aditya ... 61
Gambar 4.12 Deva Afsyin M ... 62
Gambar 4.13 Dewi Sulistya ... 63
Gambar 4.14 Saiful Bahri ... 64
Gambar 4.15 Sakti Mandraguna ... 64
Gambar 4.16 Arya ... 65
Gambar 4.17 Farhan dan Ibu Suci ... 66
xvi
Gambar 5.2 Anak-anak sedang makan pentol dan chiky ... 70
Gambar 5.3 Masriki sedang dibantu Ibunya untuk berinteraksi dengan Peneliti ... 83
Gambar 5.4 Putri ... 85
Gambar 5.5 Roni dan (Adiknya) Alfinto ... 87
Gambar 5.6 Syifa Najwa Aulia ... 88
Gambar 6.1 Suasana praktek masak sayur bayam ... 97
Gambar 6.2 Ramdan dan Ibu Musrifah sedang meracik tomat ... 100
Gambar 6.3 Alfinto memilih jajan Chiky Tic-Tac pada saat praktek Jajanan Sehat ... 104
Gambar 6.4 Ibu Mumit sebagai kader mempraktekan cuci tangan yang benar ... 106
Gambar 6.5 Bahan-bahan pembuatan Tofu ... 109
Gambar 6.6 Ibu Khoirun Nisa dan Ibu Maisah sedang praktek Tempe Krispy ... 112
Gambar 6.7 Nasi kuning sebagai rasa syukur dan megengan untuk menyambut bulan suci Ramadhan ... 113
Gambar 6.8 Ibu Sari dan Ibu Isti’ah di grup 2 antusias memilah makanan Padat gizi dengan makanan Junk Food ... 115
Gambar 6.10 Ibu Sumanten sedang mempraktekan cara cuci tangan yang
Benar ... 118
Gambar 6.11 Sabun cuci pakaian yang digunakan untuk mencuci
Piring ... 119
Gambar 6.12 Kondisi WC yang sangat kotor ... 120
Gambar 6.13 Ventilasi yang selalu tertutup di rumah Dewi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Urbanisasi di Indonesia masih tergolong tinggi. Kemewahan
kehidupan perkotaan yang gemerlap menjadikan masyarakat desa bermimpi
untuk dapat meraihnya. Mereka datang dengan membawa sejuta persepsi dan
harapan untuk memperoleh pendapatan yang tinggi serta kualitas hidup yang
lebih layak dari pada daerah asal. Seiring perpindahan penduduk dari desa ke
kota akan menambah jumlah penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dan
aktivitas sosial budaya serta ekonomi masyarakat berbanding lurus dengan
volume sampah yang dihasilkan.1 Sehingga lingkungan kota menjadi semakin
padat dan kumuh.
Hal tersebut dapat dilihat di Kelurahan Bulak Banteng. Berdasarkan
data dari laporan rekap kependudukan Kelurahan Bulak Banteng per bulan
Pebruari 2016, total penduduk sebanyak 25.691 jiwa.2 Mayoritas penduduknya
adalah migrasi yang berasal dari Madura, baik yang sudah memiliki KTP
Surabaya ataupun belum. Kelurahan Bulak Banteng merupakan salah satu
wilayah yang banyak dipilih oleh kaum urban sebagai tempat tujuan urbanisasi
terutama oleh masyarakat Madura.3 Sehingga kampung ini disebut dengan
1
Nizwardi Azkha, “Pemanfaatan Komposter Berskala Rumah Tangga”,dalam JurnalKesehatan Masyarakat, September 2007, I (2). Hal. 97.
2
Laporan Kependudukan Kelurahan Bulak Banteng Kecamatan Kenjeran Bulan Pebruari 2016
3
Wawancara dengan Alvi (23 Tahun) Pendamping Gizi Bulak Banteng pada 1 Maret 2016 di Puskesmas Bulak Banteng
2
Kampung M atau Kampung Madura. Keutamaan lokasi yang cukup strategis
dan fasilitas rumah sewa juga tersedia. Hal ini sebagai daya tarik tersendiri
untuk mendorong mereka melakukan urbanisasi ke Bulak Banteng.4
Kehidupan di tanah rantau tidak dibekali dengan kemampuan dan
keahlian yang mencukupi. Dilihat dari segi pendidikan, rata-rata pendidikan
mereka rendah. Ada yang hanya lulusan SD, bahkan tidak sekolah.5 Keadaan
ini berpengaruh pada pekerjaan mereka. Basis pekerjaan mereka sebagai
pekerja buruh pabrik, kuli bangunan ataupun tukang rombeng. Hal ini
berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Lamino dan Deli sebagai
contoh kaum urban dari Bangkalan Madura yang bekerja sebagai kuli
bangunan dan tukang rombeng. Istri mereka hanya menjadi Ibu rumah tangga.
Pendapatan seluruhnya hanya bersumber dari Ayahnya. Rata-rata pendapatan
tiap bulan Lamino adalah Rp.1.600.000,- sedangkan Deli pendapatan rata-rata
tiap bulan sebesar Rp. 1.400.000,- untuk menghidupi 4-5 anggota keluarga
yang sudah barang tentu hanya sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar hidup mereka. Kualitas rumah sewa juga berpengaruh dari pendapatan
mereka para orang tua. Mereka hidup sekeluarga berjumlah 4-5 orang dengan
ukuran rumah sewa yang tidak lebih dari 3,5 m x 1,5 m6. Kondisi rumah
berhimpitan dan jauh dari standar rumah bersih dan sehat. Kondisi yang
demikian ini dialami juga oleh mayoritas kaum urban lainnya.
4
Wawancara dengan Siti Mukimah (42 Tahun) warga asli Bangkalan Madura pada tanggal 17 Maret 2016 di rumah Siti Mukimah
5 Wawancara dengan Mas’ud (48 Tahun)
selaku Kepala Desa pada tanggal 11 Maret 2016 di Balai Kelurahan Bulak Banteng
6
3
Keadaan pengetahuan pendidikan keluarga yang tergolong sangat
kurang, serta ekonomi yang masih hanya sebatas cukup berdampak pada
kesehatan dan tumbuh kembang anak-anak mereka. Mereka tidak
memperhatikan keadaan gizi seimbang pada menu makan keseharian
anak-anaknya.7 Salah satu penyebab masalah kekurangan gizi dipengaruhi oleh pola
asuh orang tua yang sangat buruk, terkhusus masalah pemberian asi exlusif,
ketrampilan dalam memberi makan anak serta kebersihan anak yang kurang
mereka jaga, sehingga hasil akhirnya kekurangan gizi menjangkit anak-anak
mereka.8 Terlebih anak-anak mereka senang mengkonsumsi jajanan yang tidak
sehat dibandingkan makan-makanan yang bergizi. Faktor lingkungan juga
sangat menentukan status gizi anak-anak mereka.9 Kelurahan Bulak Banteng
adalah Kelurahan yang terkenal dengan sebutan kampung kumuh.10
Hasil wawancara dengan Intan (28 Tahun) sebagai ahli bidang gizi
yang bertugas di Pukesmas Kelurahan Bulak Banteng, menyatakan bahwa
selama ini sudah banyak program yang digalakan oleh pihak Puskesmas,
seperti penyuluhan, monitoring, pemberian susu formula 1 atau pemberian
makanan tambahan (PMT) pemulihan, dan juga ada program yang digalakan
oleh pihak kelurahan sendiri bernama Pos Gizi BGM (Balita Garis Merah).
Kegiatan-kegiatan program ini diadakan setiap satu bulan sekali di Puskesmas.
Akan tetapi program-program itu belum berpengaruh secara signifikan dalam
7
Merryana Andriani dan Bambang Wiratjatmadi, Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan, (Jakarta: Kencana, 2012), Hal. 218.
8
Ari Istiany dan Rusilanti, Gizi Terapan, (Bandung : PT Remaja Rosydakarya, 2014), Hal. 131-134.
9
Mari E. Barasi, Ilmu Gizi, (Jakarta: Erlangga, 2007), Hal. 13. 10
4
pemecahan masalah status gizi pada Balita di Kelurahan Bulak Banteng.11
Tercatat pada bulan Desember tahun 2015 masih ada 92 anak yang mengalami
statusnya masuk dalam BGM, satu diantaranya meninggal dunia dan lebih dari
203 anak yang mengalami gizi kurang dari seluruh total Balita sebanyak 3.060
yang ada di Kelurahan Bulak Banteng.12 Data persebaran Balita BGM
selengkapnya dipaparkan melalui tabel berikut :
Tabel 1.1
Jumlah Anak BGM Tiap Posyandu Bulan Desember 2015
No Nama Posyandu Alamat Posyandu RW Jumlah BGM
1 Sehat Ceria BBL BHINEKA 3/36 8 1
2 Tulip 2 DBB PATRIOT VI/19 1 2
3 Matahari BB LOR 1/269 8 2
4 Gading 2 BBL BHINEKA X/10 2 3
5 Mawar BB LOR 4 BALAI RT 4 3 1
6 Dahlia BANDAREJO 3 3
7 Flamboyan DBB TIMUR LEBAR 14 BALAI 4 3
8 Kenanga 1 DBB SUROPATI 3 BALAI RW
VII
7 1
9 Tulip 5 DBB PATRIOT III/33 1 3
10 Kenanga 2 DBB 2/54 7 1
11 Tulip 4 DBB PANDU 1/21 1 3
12 Kemuning 1 RUMDIS TNI AL BALAI RW V 5 4
13 Kemuning 2 RUMDIS TNI AL BALAI RW V 5 3
14 Teratai 1 RUMDIS TNI AL WONOSARI 2 3
11
Wawancara dengan Intan (28 Tahun) Ahli Gizi di Puskesmas Bulak Banteng pada 11Desember 2015 di Puskesmas Bulak Banteng
12
5
15 Teratai 2 RUMDIS TNI AL WONOSARI
C46
2 3
16 Kenanga 5 DBB SUROPATI 8 7 3
17 Kenanga 4 DBB PERINTIS UTAMA 2/39 7 5
18 Gading 1 BBL BHINEKA RAYA BALAI
RW
2 3
19 Tulip 3 DBB SEKOLAHAN III/28 A 1 6
20 Anggrek 1 BB LOR 1/112 8 2
21 Tulip 1 DBB II RAYA NO. 22 1 4
22 Melati 2 DBB SEKOLAHAN XA 6 3
23 Kenanga 6 DBB SUROPATI IV 7 3
24 Anggrek 2 BB LOR 1/137 8 13
25 Melati 1 DBB SEKOLAHAN 7 2
26 Melati 3 DBB II A/18 7 6
27 Kenanga 3 DBB SUROPATI VA/30 7 6
Jumlah 92
Sumber : Data Rekap Puskesmas Bulak Banteng Bulan Desember 2015
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah anak yang terjangkit
BGM paling banyak berada di Posyandu Anggrek 2. Kasus BGM ini
disebabkan oleh dua faktor, faktor yang pertama adalah faktor gen dan faktor
yang kedua adalah faktor pola asuh. Faktor gen yaitu penyakit bawaan yang
sudah ada sejak dari kandungan Ibu. Hal ini dikarenakan Ibu Hamil kurang
memperhatikan kandungannya. Kemudian faktor pola asuh dari orangtua yang
kurang tepat. Faktor pola asuh meliputi pemberian kualitas makanan yang
kurang bergizi, kebersihan dan intensitas pemberian makanan yang kurang
diperhatikan.13
13
6
Pemerintah Kota Surabaya sendiri tidak dapat melarang secara serta
merta kaum urban hidup di Surabaya. Hak asasi manusia telah melindunginya
meskipun mereka juga seharusnya mematuhi peraturan perundang-udangan
yang berlaku serta menghormati nilai-nilai yang diterapkan di Kota Surabaya.
Hasil wawancara dengan Intan (28 Tahun) sebagai Ahli gizi di Puskesmas
Bulak Banteng dan juga Alvi Syahrina (23 Tahun) sebagai Pendamping gizi
di Kelurahan Bulak Banteng, menyatakan bahwa seluruh pihak harus turut
serta secara aktif mengurus mereka untuk mengentaskan masalah pada
mereka, terutama masalah kekurangan gizi. Masalah ini tidak hanya
dibebankan kepada pihak Puskesmas saja, namun seluruh pihak juga harus
turun tangan membantu memecahkan masalah Balita di bidang kekurangan
gizi.14
Dinas kesehatan Kota Surabaya juga memprioritaskan untuk
pengentasan masalah kekurangan gizi pada Balita yang terjadi di Surabaya,
termasuk wilayah Kelurahan Bulak Banteng. Adanya kerjasama dengan
Akademi Gizi Surabaya untuk melakukan pendampingan pada keluarga Balita
yang memiliki masalah gizi selama 9 bulan. Alvi Syahrina (23 Tahun) salah
satu petugas yang dibebankan sebagai Pendamping gizi di Kelurahan Bulak
Banteng, Kecamatan Kenjeran. Alvi bertugas untuk mendampingi Balita setiap
minggu sekali. Namun pada kondisi real di lapangan, Alvi tidak intens
mendampingi setiap Balita karena keterbatasan tenaga dan waktu, sehingga
Alvi tidak mampu mendampingi seluruh Balita yang terjangkit BGM ataupun
14
7
gizi kurang. Setiap kelurahan seharusnya didampingi oleh satu tenaga
pendamping ahli gizi, namun nyatanya hanya ada satu pendamping gizi yang
mendampingi beberapa Kelurahan. Sehingga dalam waktu satu minggu Alvi
harus membagi tugasnya untuk mendampingi Balita di 3 kelurahan yang
berfokus pada pengentasan anak yang terkena BGM.15
Paparan di atas memberikan gambaran tentang kompleksnya faktor
masalah gizi yang terjadi di Kelurahan Bulak Banteng. Asupan gizi yang
masuk pada perut Balita sangat berpengaruh pada perkembangan Balita. Ada
istilah 1000 HPK atau 1000 hari pertama kehidupan. 1000 HPK sangatlah
penting menentukan pertumbuhan Balita. Fase ini juga disebut sebagai golden
period atau masa keemasan.16 Seperti yang ditambahkan oleh Alvi Syahrina,
dimana anak sejak dalam masa kandungan sampai anak terlahir berumur 2
tahun akan sangat berpengaruh pada kondisi anak sampai tumbuh dewasa. Jika
anak mengalami kekurangan gizi dan tidak segera ditangani maka anak akan
mengalami keterlambatan pertumbuhan di dalam perkembangan otaknya dan
juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak di masa yang akan datang.17
Sehingga masalah kekurangan gizi ini sangat penting untuk segera ditangani,
demi generasi anak kedepannya. Tentu tidaklah cukup hanya dibantu dengan
imunisasi, pemberian PMT serta pemberian vitamin lainnya di dalam kegiatan
Posyandu. Peran orang tua sangat dibutuhkan pada kasus ini. Para orang tua
harus paham tentang standar gizi anak yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
15
Wawancara dengan Alvi Syahrina (23 Tahun) pada tanggal 2 Mei 2016 di Puskesmas Bulak Banteng
16
TIM Kementrian Kesehatan RI, Menuju Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan, (Jakarta : Kementrian Kesehatan RI, 2011), Hal. 29.
17
8
gizi anak sehari-hari, begitu juga kebersihan lingkungan yang harus mereka
jaga.
Faktor ekonomi bukanlah satu-satunya faktor masalah yang
menyebabkan terjadinya BGM dan gizi kurang. Dibutuhkan sebuah terobosan
baru berupa program pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan Ibu Balita,
agar para Ibu Balita dapat memenuhi gizi seimbang untuk mencukupi
kebutuhan gizi anak-anak mereka. Para anak harus mendapat pembelaan,
karena pada fase ini gizi mereka harus dipenuhi dengan makanan padat gizi
yang mungkin berbeda dengan kebutuhan para orang tua yang sudah tidak
membutuhkan gizi lebih. Namun makanan padat gizi tersebut juga harus
disesuaikan dengan kondisi lapangan yang ada pada masyarakat sekitar. Dari
paparan data diatas, peneliti tertarik untuk melakukan pendampingan sebagai
file project untuk penanganan masalah gizi melalui Sekolah Balita di
Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya.
Problem yang menimpa Balita di Kelurahan Bulak Banteng ini juga
memantik pikiran peneliti bahwa ajaran Islam tidak menghendaki kelemahan
generasi masa depan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 9 yang berbunyi:
9
Artinya: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
[Q.S. An Nisa : 9].18
Ayat di atas menganjurkan agar setiap orang menyiapkan generasi
yang kuat baik secara fisik, psikis dan rohani. Fisik berarti menyiapkan
tumbuh kembang anak yang sehat dengan asupan makanan yang baik,
bergizi dan halal. Psikis berarti anak dilatih untuk tumbuh dengan mental
yang berani agar dapat hidup secara mandiri. Serta rohani yang dimaksud
adalah anak di didik secara agama agar dia mengenal kepada Tuhan-nya
dan beribadah hanya kepada Tuhan-nya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak Balita di komunitas
kampung kumuh, Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya?
2. Bagaimana pola pemecahan masalah kekurangan gizi di wilayah komunitas
kampung kumuh, Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya?
3. Bagaimana tingkat keberhasilan sekolah Balita sebagai media penyelamatan
masalah gizi di Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya?
18
10
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui tumbuh kembang anak di komunitas kampung kumuh
Kelurahan Bulak Banteng, Surabaya.
2. Untuk menganalisis dan menerapkan pola pemecahan masalah kekurangan
gizi di wilayah komunitas kampung kumuh Kelurahan Bulak Banteng,
Surabaya.
3. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan sekolah Balita sebagai media
penyelamatan masalah kekurangan gizi di wilayah Kelurahan Bulak
Banteng, Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penulisan di atas maka penelitian ini diharapkan
memiliki manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
a. Sebagai tambahan referensi tentang pengetahuan yang berkaitan dengan
program studi Pengembangan Masyarakat Islam,
b. Sebagai tugas akhir perkuliahan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi
program studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam
11
2. Secara Praktis
a. Diharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan awal informasi penelitian
sejenis,
b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi
mengenai sekolah balita transformatif sebagai pemecah masalah
kekurangan gizi pada Balita wilayah komunitas Kampung kumuh.
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Sebagai bahan pembelajaran dalam pemberdayaan serta sebagai bahan
acuan dalam penulisan tentang gizi, maka disajikan penelitian terdahulu yang
relefan. Penelitian terdahulu yang relefan sebagai berikut :
No Judul Fokus Tujuan Metode Hasil
1. Jurnal: “Desain Model Pengembangan Diklat Gizi yang Efektif untuk Masyarakat
Marginal” oleh Atiek
Zahrulianingdyah, Universitas Negeri Semarang. Pendidikan dan Pelatihan Gizi Berbasis Masyarakat Menurunk an Angka Anemia Gizi Besi pada Ibu-Ibu Hamil Kualitatif Deskriptif Dibutuhkan pemecahan
masalah berbasis
kearifan lokal
untuk
menuntaskan masalah gizi di masyarakat.
Penelitian yang telah diuraikan diatas merupakan penelitian murni yakni
penelitian kualitatif deskriptif. Dengan metode top down. Penekanannya
cenderung kepada diklat atau penyuluhan dalam sehari bahkan beberapa jam saja.
Hal ini tentu sangat berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan, dimana
Sekolah Balita yang dibuat bottom up, para anggota Sekolah Balita bukan hanya
sebagai penonton tetapi terlibat aktif, demi terciptanya perubahan sosial dari
12
F. Sistematika Pembahasan
Adapun susunan atau sistematika dalam skripsi yang mengangkat tema
tentang Sekolah Balita ini adalah:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada BAB ini peneliti mengupas tentang analisis awal mengapa
mengangkat tema penelitian ini, fakta dan realita secara induktif di
latar belakang, didukung dengan rumusan masalah, tujuan penelitian
dan manfaat penelitian, serta juga sistematika pembahasan untuk
membantu mempermudah pembaca dalam memahami secara ringkas
penjelasan mengenai isi BAB per BAB.
BAB II : KAJIAN TEORI
Pada BAB ini peneliti membahas tentang teori-teori yang relevan
dengan tema penelitian yang diangkat. Diantaranya faktor yang
mempengaruhi status gizi seperti kampung kumuh dan kemiskinan.
Dampak dari kekurangan gizi. Penanganan untuk mendampingi
masalah status gizi melalui ideologi pendidikan alternative yang
disajikan oleh Iva Sasmita, sesuai dengan Sekolah Balita yang di
gagas. Serta juga kaitannya dengan Islam dan kesehatan
masayarakat.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF
Pada BAB ini peneliti sajikan untuk mengurai paradigma penelitian
sosial yang bukan hanya menyingkap masalah sosial secara kritis dan
13
real di lapangan bersama-sama masyarakat secara partisipatoris.
Membangun masyarakat dari kemampuan dan kearifan lokal, yang
tujuan akhirnya adalah transformasi sosial tanpa ketergantungan
pihak-pihak lain.
BAB IV: GAMBARAN KEHIDUPAN DI KAMPUNG BULAK
BANTENG
Peneliti memberikan gambaran umum realitas yang terjadi di dalam
obyek penelitian pada BAB ini. Fungsi ini sangat mendukung tema
yang diangkat, terutama masalah kesehatan lingkungan yang
cenderung kumuh, serta didukung dengan profil Posyandu Anggrek
2, profil anggota Sekolah Balita, termasuk di dalamnya adalah
pendidikan keluarga, keadaan ekonomi, dan rumah yang mereka
huni.
BAB V : PROBLEM BALITA DI KOMUNITAS KAMPUNG KUMUH
Peneliti menyajikan tentang relita dan fakta yang terjadi lebih
mendalam, sebagai lanjutan dari latar belakang yang disajikan dalam
BAB I, diantara lain tentang pola asuh yang buruk, kebersihan rumah
yang kurang dijaga dengan baik, masalah gizi yang berdampak pada
masa depan, pengetahuan ibu yang sempit seputar gizi. Hal ini
sebagai analisis problem yang akan berpengaruh pada aksi yang akan
14
BAB VI : SEKOLAH BALITA “ANAK AKTIF CERIA”:
(MEDIA BELAJAR UNTUK PERUBAHAN)
Dalam BAB ini peneliti menjawab masalah berdasarkan analisis inti
masalah yang telah disajikan dalam BAB IV. Ada beberapa sub
bahasan, diantaranya adalah pendidikan alternatif Sekolah Balita,
penjangkauan kegiatan anak sehari-hari, analisis kesalahan orang tua
dalam pengasuhan anak, dan advokasi ke Puskesmas Kelurahan
Bulak Banteng. Sebagian dari aksi nyata yang sudah terencana dalam
tahapan metode penelitian sosial Participatory Action Research
(PAR).
BAB VII : MEMBANGUN PERUBAHAN PERILAKU
POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK
Pada BAB ini Peneliti sajikan bagaimana akhir dari penelitian yang
dilakukan oleh peneliti, menjawab keberhasilan atas aksi mendirikan
Sekolah Balita selama 16 kali pertemuan. Pada BAB ini juga peneliti
memberikan analisis kesimpulan melalui tabel untuk memudahkan
pembaca dalam memahami keberhasilan Sekolah Balita. Beberapa
tabel diantaranya tabel perubahan pola asuh, perubahan pola makan
dan merubah paradigma keluarga melalui Sekolah Balita.
BAB VIII : MEMPERSIAPKAN GENERASI MASA DEPAN
Peneliti dalam BAB ini membuat sebuah catatan refleksi atas
penelitian dan pendampingan dari awal sampai akhir. Dimulai dari
15
masyarakat pada konteks sekarang ini. Pentingya pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan masyarakat. Serta juga diceritakan
bagaimana beberapa catatan peneliti pada saat penelitian
mendampingi Sekolah Balita selama 2 bulan sebagai bagian dari aksi
nyata melalui metode penelitian partisipatif.
BAB IX : PENUTUP
Pada BAB yang terakhir ini peneliti membuat kesimpulan yang
bertujuan untuk menjawab dari rumusan masalah, dari tumbuh
kembang anak yang terjadi di komunitas Kampung kumuh. Pola
alternative pemecahan masalah melalui Sekolah Balita, dan juga
keberhasilan dari Sekolah Balita secara ringkas. Peneliti juga
membuat saran-saran kepada beberapa pihak yang semoga nantinya
peneliti berharap dapat dipergunakan sebagai acuan untuk dapat
16
BAB II KAJIAN TEORI
A. Korelasi Kawasan Kumuh, Gizi Buruk, dan Kemiskinan 1. Kawasan Kumuh, Gizi Buruk dan Gizi Kurang
Sebelum membahas lebih jauh korelasi antara kawasan kumuh
dengan gizi buruk dan malnutrisi, akan dibahas mengenai definisi
kawasan kumuh, gizi buruk, dan malnutrisi di bawah ini:
a. Kawasan Kumuh
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah atau
kondisi hunian masyarakat dikawasan tersebut sangat buruk.
Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan
standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan,
persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi,
ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.19
b. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut) dari proses
terjadinya kekurangan gizi, merupakan keadaan kurang gizi tingkat
berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dari makanan sehari-hari, terjadi dalam waktu yang cukup lama.20
19
Aisyah Nur Hadriyanti, “Pemukiman Kumuh, Sebuah Kegagalan Pemenuhan Aspek Pemukiman Islami”, dalam Jurnal Teknik Arsitektur Vol. 1, No. 3, Tahun 2011. Hal. 147.
20
17
c. Gizi Kurang
Gizi kurang adalah asupan zat gizi kurang dari kebutuhan
untuk pertumbuhan, perkembangan, dan energi tubuh, sehingga
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak
serta menurunkan intelektual akibatnya berpengaruh pada
rendahnya tingkat kecerdasan.21
Berbagai studi telah mengidentifikasi adanya pengaruh antara
kawasan kumuh dengan status gizi Balita. Penelitian yang dilakukan
oleh Aryono Hendarto dan Dahlan Ali Musa membuktikan bahwa
kawasan kumuh dan padat penduduk berpengaruh pada kekerapan
sakit serta status gizi Balita. Beberapa penyakit yang ditemukan di
komunitas padat penduduk dan kawasan kumuh adalah demam, infeksi
saluran napas akut (ISPA), infeksi kulit, panas, batuk kronik berulang,
campak, gastroenteritis akut (diare).22 Penyakit yang dihasilkan karena
faktor kampung kumuh akan mengakibatkan nafsu makan anak
menurun sehingga kondisi ini sangat rentan terhadap status gizi Balita.
Adapun indikator kampung kumuh untuk mudah mengklasifikasikan
kampung kumuh akan disajikan dalam tabel di bawah ini:
21
Adrivasti Fiasro dan Edison dkk.“Implementasi Penanggulangan Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman”. dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2013- Maret 2014, Vol. 8, No. 1. Hal. 22.
22
[image:32.595.100.552.119.705.2]
18
Tabel 2.1
Indikator Kampung Kumuh Menurut P2KP
Sumber : Indikator P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan) Kementerian Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
No Indikator Permen PU
(Nomor : 01/PRT/M/2014 tentang standar pelayanan minimal bidang pekerjaan umum dan penataan ruang)
Indikator Bangkim
(Panduan Quick Count Indentifikasi kumuh Bangkim)
Kriteria Indikator
1 Penataan bangunan dan lungkungan
dengan indikator presentase jumlah izin mendirikan bangunan (IMB) yang diterbitkan
Penanganan permukiann kumuh
perkotaan dengan indikator presentase berkurangnya luasan permukimam kumuh di kawasan perkotaan 1. Kondisi Bangunan Hunian Keteraturan Bangunan Hunian Kepadatan Bangunan Jalan Kelayakan Bangunan Hunian 2. Kondisi Aksesibilitas Lingkungan Jangkauan Jaringan Jalan
Kualitas Jaringan Jalan
3. Kriteria Pengamanan Kebakaran
Ketidaktersediaan Sistem Pengamanan Secara Aktif dan Pasif Ketersediaan Pasokan Air untuk Pemadaman yang Memadai
Ketersediaan Akses untuk Mobil Pemadam Kebakaran
2 Penyediaan air minum dengan
indikator presentase penduduk yang mendapatkan akses air minum yang aman
4. Kondisi Pelayanan Air Minum/Baku
Kualitas Sumber Air Minum/Baku
Kecukupan Pelayanan Air Minum
3 Penyedia sanitasi dengan indikator a. Presentase penduduk yang terlayani
system air limbah yang memadai b. Presentase pengurangan sampah di
perkotaan
c. Presentase pengangkutan sampah d. Presentase pengoperasian tempat
pembuangan akhir (TPA)
e. Presentase penduduk yang terlayani system jaringan drainase skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 6 jam) lebih dari 2 kali setahun.
19
2. Keluarga Miskin dan Gizi Buruk
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irawan dan Romdiati yang
dikutip oleh Yuliana dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
membuktikan bahwa adanya keterkaitan antara laju pertumbuhan ekonomi
keluarga dengan daya beli untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Jika
daya beli keluarga rendah maka keluarga tersebut tergolong miskin, jika
miskin maka kebutuhan dasar rumah tangga tidak terpenuhi, dan jika
kebutuhan dasar rumah tangga tidak terpenuhi maka akan berdampak pada
kebutuhan pangan yang tidak tercukupi begitu juga keadaan gizi keluarga
mereka, termasuk Balita.23 Pada dasarnya ada dua penyebab terjadinya gizi
buruk dan gizi kurang pada masyarakat miskin. Penyebabnya adalah:24
a. Penyebab Langsung
Makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin di derita
oleh Balita. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang
kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan
cukup baik tetapi sering diserang penyakit. Akhirnya dapat menderita
kurang gizi. Demikian juga anak yang makan tidak cukup baik, maka
daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melepas. Dalam keadaan
demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan
dan akhirnya dapat menderita kurang gizi.
23
Yuliana, “Keterkaitan antara Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Status Gizi Balita”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 065, Tahun Ke-13, Maret 2007. Hal. 294.
24
20
b. Penyebab Tidak Langsung
Ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak,
pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di
keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup, baik jumlah maupun gizinya. Pola pengasuhan
adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan
waktu perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh
kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan lingkungan seperti tersedianya air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga
yang membutuhkan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut
berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan
keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan
yang dimiliki oleh keluarga, terutama orangtua maka terdapat
kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga,
semakin baik pola pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga
yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dan demikian juga
sebaliknya.25 Jadi keadaan keluarga sangat menentukan status gizi
anak secara baik secara langsung dan tidak langsung.
25
21
3. Dampak dan Penanganan Gizi Buruk a. Dampak Gizi Buruk
Dampak yang terjadi ketika anak mengalami gizi yang
buruk adalah menurunnya daya tahan tubuh. Ketika daya tahan
tubuh anak lemah maka penyakit dan virus akan mudah masuk.
Adapun dampak gizi buruk yang dialami oleh Balita adalah sebagai
berikut: 26
1) Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan
anak-anak.
2) Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan
anak-anak. Akibat ini diduga tidak dapat diperbaiki bila
terjadinya kekurangan gizi itu semasa dikandung sampai umur
dua tahun.
3) Kekurangan gizi berakibat menurunya daya tahan tubuh Balita
sehingga mudah terserangnya berbagai macam penyakit.
b. Penanganan Gizi Buruk dan Malnutrisi
Masalah gizi yang pada beberapa waktu ini mulai sering
muncul terkait dengan tidak adanya kebijakan pembangunan yang
jelas tentang arah perbaikan gizi. Kebijakan yang diperlukan
meliputi lima hal. Pertama, penimbangan bulanan anak Balita di
Posyandu dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) yang
26
22
pertama kalinya. Kedua, pendidikan gizi dan kesehatan bagi
Ibu-Ibu anak Balita tersebut. Ketiga, demonstrasi memasak makanan
yang memenuhi persyaratan gizi baik atau pemberian makanan
tambahan yang bergizi tinggi kepada anak Balita, terutama yang
menderita gizi buruk. Keempat, mengembangkan intensifikasi
pemanfaatan lahan pekarangan untuk memproduksi bahan
makanan tambahan yang bergizi tinggi maupun untuk tanaman
obat tradisional. Kelima, pemberian paket pertolongan gizi untuk
mereka yang memerlukan, yang terdiri vitamin A dosis tinggi,
tablet besi, garam oralit dan garam beryodium.27
Adapun kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam
menanggulangi masalah gizi buruk adalah:28
1) Mengingat besaran dan sebaran gizi buruk yang ada di semua
wilayah Indonesia dan dampaknya terhadap kualitas sumber
daya manusia, pencegahan dan penanggulangan gizi buruk
merupakan program nasional sehingga perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara
berkesinambungan antara pusat dan daerah.
2) Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan dengan
pendekatan komprehensif dengan mengutamakan upaya
27
Ibid. Hal. 50.
28
23
pencegahan dan upaya peningkatan yang didukung upaya
pengobatan dan upaya pemulihan.
3) Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua
kabupaten atau kota secara terus menerus dengan koordinasi
lintas instansi/sektor atau dinas dan organisasi masyarakat.
4) Penanggulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara
demokratis dan transparan melalui kemitraan di tingkat
Kabupaten atau Kota antara pemerintahan daerah, dunia usaha
dan masyarakat.
5) Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan
pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu dengan
meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan
kesempatan untuk mengemukakan pendapat, serta keterlibatan
dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat yang telah
berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku/pelaksana,
melakukan advokasi dan melakukan pemantauan untuk
peningkatan pelayanan publik.
Adapun stategi yang dilaksanakan untuk
penanggulangan gizi buruk adalah:29
1)Pencegahan dan penaggulangan gizi buruk dilaksanakan di
seluruh Kabupaten/Kota di ndonesia sesuai dengan
29
24
kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal (SPM)
dengan memperhatikan besaran dan luasnya masalah.
2)Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali
partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh
kembang Balita, mengenali dan menanggulangi secara dini
Balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui
revitalisasi posyandu.
3)Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan
melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi
posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi
Puskesmas
4)Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi
pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi
(penambahan makanan) seperti kapsul vitamin A, MP-ASI
dan penambahan makanan lainnya.
5)Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi,
advokasi dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi
seimbang serta pola hidup bersih dan sehat
6)Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan
swasta atau dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi
sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga
25
7)Mengaktifkan kembali sistem kewaspadaan pangan dan gizi
(SKPG) melalui revitasisasi SKPG dan sistem kewaspadaan
dini gizi buruk yang dievaluasi dengan kajian data SKDN
(semua balita mendapat kartu menuju sehat, ditimbang setiap
bulan dan berat badan naik, data penyakit dan data
pendukung lainnya.
B. Pendekatan Pendampingan untuk Masalah Gizi Buruk 1. Sekolah Balita Untuk Pemecah Masalah Gizi
Di beberapa wilayah di Indonesia ada yang menyelenggarakan
sekolah balita atau kelas balita. Daycare adalah salah satu kata
pengganti untuk prasekolah. Menurut perserikatan Bangsa-Bangsa
daycare adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok. Biasanya
dilaksanakan pada saat jam kerta. Daycare merupakan upaya yang
terorganisir untuk mengasuh anak-anak di luar rumah mereka selama
beberapa jam dalam satu hari bilamana asuhan orang tua kurang dapat
dilaksanakan secara lengkap. Dalam hal ini pengertian daycare hanya
sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan sebagai
pengganti asuhan orang tua.30 Sedangkan Prasekolah adalah program
untuk anak-anak berusia tiga tahun sampai dengan lima tahun, sebelum
mereka memasuki taman kanak-kanak. Sekarang merupakan hal yang
umum bagi anak berusia dua atau tiga tahun untuk masuk prasekolah.
30
26
Empat puluh satu negara bagian saat itu berintervensi untuk
pendidikan prasekolah dalam bentuk prasekolah negeri ataupun
bantuan. Beberapa negara bagian seperti Georgia dan New York
memberikan dana untuk mendidik semua anak berusia empat tahun
apabila orangtuanya menginginkan. Ini dikenal dengan prasekolah
universal dan makin banyak negara bagian yang melakukan hal yang
sama. Pada tahun 2003, lima puluh negara bagian menghabiskan 3,2
milliar dollar untuk pengasuhan dan pendidikan prasekolah.31
Sampai saat ini ada banyak daycare atau presekolah yang ada
di Indonesia. Beberapa yayasan menyelenggarakannya. Salah satu
contohnya adalah Yayasan Binus Internasional, Serpong. Sekolah ini
sudah mendapatkan pengakuan berupa akreditasi dari Universitas of
Cambridge. Sekolah ini menerima murid prasekolah mulai usia tiga
tahun. Dalam sekolah prasekolah para anak didik mulai dilatih untuk
mandiri dalam menjalani aktivitas. Baik BAB ataupun BAK, selain itu
juga para anak didik dilatih untuk berlatih berkomunikasi dengan
bahasa Inggris, ataupun Mandarin, tergantung kesukaan anak. Untuk
dapat sekolah di prasekolah Yayasan Binus Internasional. Para orang
31
27
tua harus membayar biaya masuk berupa uang pangkal 13 Juta, dan
SPP 3,6 Juta.32
Konsepnya mengikuti Yayasan Binus Internasional dan
Sekolah Balita lainnya, namun fokusnya pada peningkatan
pengetahuan tentang gizi. Paradigma yang digunakan adalah
pendidikan alternatif. Ada tiga alasan mengapa pendidikan alternatif
terutama bagi perempuan itu penting. Pertama, karena faktor
gendernya membuat faktor akses perempuan ke dalam dunia
pendidikan sangatlah rendah. kedua, pendidikan alternatif penting
karena kurikulum di Indonesia hingga saat ini masih bias gender.
Akibatnya perempuan yang diragukan dengan gambaran-gambaran
atas pandangan tersebut. Ketiga, pendidikan formal di Indonesia saat
ini belum menjawab kebutuhan spesifik perempuan. Misalnya
pemahaman tentang hak-hak reproduksi perempuan di tempat kerja,
trafficking, kekerasan dalam rumah tangga dan sebagianya.33
Sehingga pendidikan alternatif sangat sesuai dengan penelitian
dan pendampingan pada program Sekolah Balita di Kelurahan Bulak
Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya, yang mana para
sasaran utamanya adalah kaum perempuan. Sedangkan Sekolah adalah
tempat belajar dan mengajar dilaksanakan. Sedangkan Balita adalah
32
http://www.binanusantar.com/?Informasi_Seputar_Sekolah/Penerimaan_Siswa%2Fi_Baru_Tahu n_Ajaran_2016%2F2017. TIM PPDB Binus, Biaya Pendaftaran PPDB, diakses tanggal 29 Maret 2016
33
28
penggolongan anak usia di bawah lima tahun. Sekolah Balita yang
dimaksudkan disini adalah sekolah untuk sasaran Balita yang
bermasalah. Sasarannya bukan kepada Balita saja, tetapi orang tua
Balita yang bertanggung jawab atas Balita tersebut. Sama halnya
dengan pendidikan alternatif, pendidikan alternatif dimaksudkan disini
adalah sebuah konsep pendidikan yang mengandung visi, misi, metode
dan segala aktivitas yang mengandung nilai partisipatoris, demokratis,
transparansi dan berpihak pada perempuan.34
C. Islam dan Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan konsep kesehatan yang ada paling tidak pola hidup
sehat ada tiga macam. Pertama, melakukan hal-hal yang berguna untuk
kesehatan. Kedua, menghindari hal-hal yang membahayakan kesehatan.
Ketiga, melakukan hal-hal yang dapat ditemukan dalilnya baik secara jelas
ataupun tersirat, secara khusus atau umum, secara medis maupun
nonmedis (rohani).35 Hal ini dapat dilihat dari firman Alloh SWT dalam
Qur’an Surat Al A’raf ayat 31:
34Ibid. Hal. 7.
35
29
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” [Q.S. Al-A’raf : 31]36
Menurut penafsiran al-Sa’di, yang di kutip oleh Arif Sumantri, ayat tersebut mencakup perintah menjalani pola hidup sehat, seperti
mengkonsumsi makanan yang bermanfaat untuk tubuh, serta
meninggalkan pola makanan yang membahayakan. Makan dan minum
sangat diperlukan untuk kesehatan, sedangkan berlebih-lebihan harus
ditinggalkan untuk menjaga kesehatan.37
Al-Sa’di juga menganggap larangan Alloh dalam Qur’an Surat Al -Baqarah ayat 195:
....
...
Artinya : “...janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan....” [Al Baqarah : 195]38
Hal ini merupakan prinsip umum yang dapat juga dijadikan dalil
bagi kesehatan. Seorang muslim dilarang melakukan hal-hal yang
membahayakan dirinya, termasuk didalamnya adalah mengkonsumsi atau
melakukan hal-hal yang berbahaya bagi kesehatan. Tuntuan kesehatan
fisik dalam agama dibangun di atas fondasi kesehatan rohani, karena
ajaran agama bukanlah teori-teori kedokteran. Contoh-contoh yang
36
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Syaamil Qur’an, 2007), Hal. 154.
37
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan,Hal. 301.
38
30
disebutkan diatas semuanya memiliki landasan moral, tak murni tuntuan
medis.39Pada konteks ini juga berkaitan dengan Al Qur’an dalam surat An Nahl ayat 69 yang berbunyi :
Artinya : “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang
yang memikirkan.” [Q.S. An Nahl : 69].40
Dalam surat An Nahl ayat 69 disebutkan bahwa obat sudah Allah
berikan melalui banyak jalan, seperti madu yang banyak manfaatnya bagi
manusia. Dalam pandangan agama, kesehatan juga merupakan
kemaslahatan duniawi yang harus dijaga selagi tidak bertentangan dengan
kemaslahatan ukhrowi atau kemaslahatan yang lebih besar. Kesehatan,
kedokteran dan semacamnya telah menyangkut kepentingan umum yang
dalam pandangan Islam merupakan fadhu kifayah bagi kaum Muslimin.41
Pada dasarnya agama sangat menganjurkan kesehatan, sebab
dengan keadaan sehat, para Muslim dapat melakukan lebih banyak dari
pada dalam keadaan sakit. Manusia dapat, beribadah, berdakwah, dan
39
Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan, Hal. 301. 40
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Hal. 274. 41
31
membangun peradaban dengan baik ketika memiliki kesehatan. Allah telah
melarang untuk meninggalkan manusia yang lemah atau sakit.42 Termasuk
pada masalah Anak Balita yang mengalami kekurangan gizi yang
termaktub dalam Qur’an surat An-Nisa ayat 9 yang berbunyi:
Artinya: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” [Q.S. An Nisa : 9].43
Islam mengajarkan untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah.
Lemah disini diartikan lemah pada badannya karena terjangkit gizi buruk
dan gizi kurang, yang sudah barang tentu kesejahteraan mereka tidak
terpenuhi. Hal yang demikian adalah dilarang oleh Allah SWT melalui
Qur’an Surat An Nisa ayat 9.
Ayat di atas juga menganjurkan agar setiap orang menyiapkan
generasi yang kuat baik secara fisik, psikis dan rohani. Fisik berarti
menyiapkan tumbuh kembang anak yang sehat dengan asupan makanan
yang baik, bergizi dan halal. Psikis berarti anak dilatih untuk tumbuh
dengan mental yang berani agar dapat hidup secara mandiri. Serta rohani
42
Ibid. Hal. 301.
43
32
yang dimaksud adalah anak di didik secara agama agar dia mengenal
kepada Tuhan-nya dan beribadah hanya kepada Tuhan-nya.
Dalam Tafsir Al-Misbah yang dikarang oleh Quraish Syihab
menerangkan bahwa: Dan hendaklah orang-orang yang memberi aneka
nasihat kepada pemilik harta, agar membagikan hartanya kepada orang
lain sehingga anak-anaknya terbengkalai, hendaklah mereka
membayangkan sehingga mereka akan meninggalkan di belakang mereka,
yakni setelah kematian mereka anak-anak yang lemah, karena masih kecil
atau tidak memiliki harta, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan
atau penganiayaan atas mereka, yakni anak-anak yang lemah itu. Apakah
jika keadaan serupa mereka alami, mereka akan menerima nasihat-nasihat
seperti yang mereka berikan itu? Tentu saja tidak! Karena itu –hendaklah mereka takut kepada Allah, atas kesadaran anak-anak mereka di masa
depan. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Alloh dengan
mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar lagi tepat. 44 demikianlah menurut pandangan M. Quraish Shihab
dalam Tafsir Al-Misbah.
44
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF
A. Metode Penelitian Pemberdayaan
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode Participatory Action
Research (PAR). PAR yaitu sebuah istilah yang memuat seperangkat
asumsi yang mendasari paradigma baru ilmu pengetahuan dan
bertentangan dengan paradigma pengetahuan tradisional kuno.
Asumsi-asumsi baru tersebut menggaris bawahi arti penting proses sosial dan
kolektif dalam mencapai kesimpulan-kesimpulan mengenai “apa kasus
yang sedang terjadi” dan “apa implikasi perubahannya” yang
dipandang berguna oleh orang-orang yang berada pada situasi
problematik, dalam mengantarkan untuk melakukan penelitian awal.45
Secarabahasa PAR terdiri dari tiga kata yaitu partisipatory atau
dalam bahasa Indonesia partisipasi yang artinya peran serta,
pengambilan bagian, atau keikutsertaan. Kemudian Action yang artinya
gerakan atau tindakan, dan research atau riset artinya penelitian atau
penyelidikan.46 PAR bisa disebut dengan berbagai sebutan, diantaranya
adalah Action Research, Leraning by doing, Action Learning, Action
45
Agus Afandi, dkk. Modul Participatory Action Research. (Surabaya : LPPM UIN Sunan Ampel, 2014), Hal. 90.
46
Pius A. Partan dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya: Arkola, 2006), Hal. 679.
34
Sciense, Action Inquiry, Collaborative Research, Partisipatory Action
Research, Partisipatory Research, Policy-oriented Action Research,
Emancipatory Research, Conscientizing Research, Colliaborative
Inquiry, Participatory Action Learning, dan Dialectical Research.47
Menurut menurut Jamieson yg dikutip oleh Britha Mikkelsen
partisipasi adalah pelibatan masayarakat dalam pemilihan,
perencaanaan, dan pelaksanaan program yang akan mewarnai hidup
mereka.48 Menurut Yoland Wardwort, PAR adalah istilah yang memuat
seperangkat asumsi yang mendasari paradigma baru ilmu pengetahuan
dan bertentangan dengan paradigma pengetahuan tradisional atau kuno.
Sedangkan menurut Hawort Hall, PAR merupakan pendekatan dalam
penelitian yang mendorong peneliti dan orang-orang yang mengambil
manfaat dari penelitian.49 Hal yang mendasari dilakukannya PAR
adalah kebutuhan untuk mendapatkan perubahan yang diinginkan.
PAR memiliki tiga kata yang selalu berhubungan satu sama lain,
yaitu partisipasi, riset dan aksi. Semua riset harus diimplementasikan
dalam aksi. PAR tidak mengkonseptualisasikan alur sebagai
perkembangan terhadap teori sebab akibat yang bersifat prediktif.50
Seblaliknya, slogan PAR adalah masa depan diciptakan, bukan
diprediksi.
47
Agus Afandi, dkk, Modul Participatory Action Research. Hal. 90.
48
Brita, Mokelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan, (Yogyakarta: Yayasan Obor, 2003), Hal. 45.
49
Agus Afandi, dkk, Modul Participatory Action Research. Hal. 93.
50
35
2. Subjek Dampingan
Sebanyak 27 posyandu yang terdapat di Bulak Banteng. Peneliti
hanya memfokuskan satu posyandu untuk piloting project. Posyandu
tersebut adalah Posyandu Anggrek 2 yang membawahi 2 RT yakni RT
12 dan 03 yang termasuk dalam wilayah administratif RW 08.
Posyandu ini di ketuai oleh Bu Siti Mukimah. Dari total 92 anak yang
terjangkit BGM, 10 diantaranya berada di Posyandu Anggrek 2 serta
dari 203 anak yang terjangkit gizi kurang 20 berada di Posyandu
Anggrek 2. Total semua anak yang menimbang adalah 157.
Pada kasus 10 anak yang terkena BGM dan 20 anak yang
terjangkit gizi kurang, Peneliti memfokuskan untuk berorientasi
pendidikan Ibu Balita untuk menggubah berat badan menurut umur
(BB/U). Peneliti selama 4 bulan akan intens melihat tingkat
perkembangan pengetahuan Ibu, yang akan ditunjukan pengasuhan
kepada anaknya. Keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat berat
badan setiap bulan. Tabel dibawah ini adalah tabel awal untuk menjadi
36
Tabel 3.1
Data Anak yang Terkena BGM (Pengukuran Menurut Menteri Kesehatan RI) di Posyandu Anggrek 2 Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran No Nama Gakin
/Non
Umur BB
(Kg) TB
(Cm)
Nilai Z-Core Status Gizi
BB/U TB/U BB/TB BB/U TB/U BB/TB
1 Irmatul H Non 38 Bln 9,6 84 -3,354 -3,70 -1,25 S.Krg S.Pendek Normal
2 Syifaul H Non 40 Bln 10,4 88,5 -3 -2,45 -2,625 S.Krg S.Pendek Kurus
3 Fatin S Non 29 Bln 8,4 78 -3,4 -3,73 -1,571 S.Krg S.Pendek Normal
4 Alfinto T Non 50 Bln 11,1 90 -3 -3,83 -1,556 S.Krg S.Pendek Normal
5 Ramdan H Non 20 Bln 8 7,3 -3 -5,07 -0,857 S.Krg S.Pendek Normal
6 Fahria Non 24 Bln 7,6 75 -3,356 -3,21 -2,394 S.Krg S.Pendek Kurus
7 Bisma A Gakin 22 Bln 8,6 78,5 -3,2 -3,1 -1,674 S.Krg S.Pendek Normal
8 Dewi S Non 6 Bln 4,6 56 -3,332 -2,76 -1,756 S.Krg S.Pendek Normal
9 Sakti M Non 23 Bln 7,7 71 -3,11 -3,32 -0,185 S.Krg S.Pendek Kurus
10 Farhan A Non 7 Bln 6,7 67 -3,23 -3,45 -1,394 S.Krg S.Pendek Normal
[image:50.595.71.555.199.696.2]Sumber : Hasil Penimbangan Posyandu Anggrek 2 Pada Bulan Maret 2016
Tabel. 3.2
Data Selesksi Dari 20 Anak yang Terkena Gizi Kurang (Pengukuran Menurut Menteri Kesehatan RI)
No Nama Gakin
/Non
Umur BB
(Kg) TB
(Cm)
Nilai Z-Core Status Gizi
BB/U TB/U BB/TB BB/U TB/U BB/TB
1 Saiful M Non 36 Bln 10,2 84,3 -3 -3,70 -1,25 Krg S.Pendek Normal
2 Deva A Non 6 Bln 6 60 -2,3 -2 -1 Krg Pendek Normal
3 Saiful B Non 47 Bln 11,9 96 -2 -5,15 -0,2 Krg Pendek Normal
4 Arya Non 25Bln 9,5 85 -2 -3,5 -0,3 Krg Pendek Normal
37
3. Prosedur Penelitan dan Pendampingan
Sebagai landasan dalam cara kerja PAR adalah gagasan-gagasan
yang datang dari rakyat, dengan melakukan gerakan:51
1. Pemetaan Awal (Preliminary Mapping)
Pemetaan awal sebagai alat untuk memetakan anak yang terjangkit
BGM dan gizi kurang dengan menggunakan peta. Peta awal juga
memetakan untuk mencakup kebersihan lingkungan dan persebaran
rumah anak yang terkena BGM dan gizi kurang.
2. Penetuan Agenda Riset untuk Perubahan Sosial
Bersama Ibu-Ibu Balita, peneliti mengagendakan program riset
melalui teknik Partisipatory Rural Appraisal (PRA)52 untuk
memahami waktu untuk menentukan waktu yang tepat untuk
membangun perubahan melalui Sekolah Balita.
3. Pemetaan Partisipatif (Partisipatory Mapping)
Bersama Ibu-Ibu Balita dan TIM dari Puskesmas, Peneliti melakukan
pemetaan wilayah, melihat persoalan yang dialami Ibu-Ibu Balita.
Pemetaan partisipatif sebagai bagian emansipatori mencari data
secara langsung bersama Ibu-Ibu Balita.53
4. Merumuskan Masalah Kemanusiaan
Komunitas Ibu-Ibu Balita akan merumuskan masalah mendasar hajat
hidup kemanusiaan yang dialaminya. Sebagaimana dalam
51
Ibid, Hal 104.
52
Ibid, Hal 105.
53
38
pendampingan ini fokus rumusan kemanusiaanya adalah mengenai
anak yang terjangkit BGM dan gizi kurang yang terjadi pada Balita.
5. Menyusun Strategi Gerakan
Komunitas Ibu-Ibu Balita, TIM Ahli Gizi bersama Peneliti
menyusun strategi gerakan untuk memecahkan problem kemanusiaan
yang telah dirumuskan.54 Fokusnya adalah menurunkan tingginya
angka BGM dan Gizi Kurang pada Balita yang ada di Kelurahan
Bulak Banteng, Kelurahan Kenjeran, Kota Surabaya melalui Sekolah
Balita yang akan digagas secara bersama-sama.
6. Pengorganisasian Masyarakat
Komunitas Ibu-Ibu Balita didampingi Peneliti membangun
pranata-pranata social.55 Dalam hal ini adalah memaksimalkan kinerja
posyandu dalam mendampingi Ibu Balita. Selain itu juga perlu
membentuk sekolah informal yang siap menampung Ibu-Ibu Balita
untuk menambah pengetahuan dalam melakukan pola asuh pada
anaknya.
7. Melancarkan Aksi Perubahan
Dalam kaitan ini komunitas Ibu Balita diharapkan sudah mampu atau
sudah terampil dalam mengurus dengan baik dan benar anak-anak
mereka sesuai kemampuannya masing-masing, tentumya
54
Ibid, Hal 106.
55