1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Semua individu akan melewati masa tua atau lanjut usia (lansia) dalam kehidupannya. Berdasarkan Undang-undang No. 13 ayat 1, 2, 3 dan 4, tahun 1998 tentang kesehatan menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita (Soetjiningsih, 2005).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Salatiga, pada tahun 2015 jumlah lansia di Salatiga mencapai 61.332 orang atau 31% dari jumlah penduduk.
Seiring bertambahnya usia, lansia mengalami proses kemunduran di berbagai macam aspek kesehatan terkait dengan proses penuaan seperti kemunduran sosial, psikis, dan fisik (Suardiman, 2011). Penurunan kondisi sosial yang biasanya terjadi yaitu rasa kehilangan, kesepian dan merasa dikucilkan dari lingkungannya. Penurunan kondisi psikis adalah gangguan fungsi kognitif, afektif dan gangguan depresi, sedangkan kemunduran kondisi fisik yaitu lansia rentan terhadap penyakit degeneratif (Papalia, 2009). Penyakit degeneratif yang sering dialami lansia antara lain Hipertensi, Diabetes Melitus, Athritis, Penyakit Jantung dan Stroke (Darmojo & Martono, 2011).
Stroke termasuk penyakit degeneratif yang sering dialami
kelompok lansia. Menurut RISKESDAS (2013) stroke berada pada urutan no 3 dari deretan 10 penyakit terbanyak pada lansia. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling sering di Amerika, di samping kanker dan penyakit jantung (Sustrani, 2003).
Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 sebanyak 1.236.825 orang (7,0%) yang terserang stroke, sedangkan berdasarkan diagnosis, yang mengalami gejala stroke sebanyak 2.137.941 orang (12,1%). Prevalensi penyakit
stroke di Provinsi Jawa Tengah menurut diagnosis tenaga
kesehatan 12,3% (RISKESDAS, 2013).
Pasien pasca stroke umumnya mengalami gejala sisa seperti disabilitas fisik akibat kerusakan pada area otak yang terjadi karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah serebral. Kerusakan sel otak yang mengatur fungsi motorik dan sensorik organ tubuh menyebabkan pasien mengalami berbagai disabilitas fisik seperti kelumpuhan sebagian atau seluruh anggota tubuh, gangguan bicara dan gangguan menelan (Suardiman, 2003).
Lansia yang mengalami disabilitas fisik pasca stroke cenderung mengalami berbagai dampak psikososial mulai dari perasaan kurang percaya diri, tidak berguna, maupun gejala psikologi lain seperti depresi (Sustrani, 2003).
kepada pasien harus lebih memahami dirinya baik fisik maupun psikologis agar dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif serta berorientasi pada problem focused coping dan emotion focused coping.
Sementara itu, penelitian Gillen (2006) menunjukkan bahwa penderita Stroke menggunakan beberapa strategi mekanisme koping. Kebanyakan penderita stroke menggunakan koping adaptif daripada strategi koping maladaptif. Wanita lebih banyak menggunakan strategi koping adaptif. Penderita stroke dengan depresi cenderung menggunakan strategi mekanisme koping maladaptif. Pasien stroke dengan kemampuan koping yang baik cenderung menggunakan strategi koping adaptif dan pandangan positif.
Kemampuan pasien pasca stroke dalam melakukan mekanisme koping terhadap setiap stressor yang datang akan menentukan seberapa besar dampak psikologis yang dialami. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ouimet dkk (2001) mengungkapkan bahwa sesorang yang mengalami depresi karena kelumpuhan pasca stroke dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima diri sendiri. Penderita pasca stroke yang tidak bisa menerima diri sendiri cenderung merasa
Hasil studi di atas ingin menunjukkan bahwa, betapa pentingnya kemampuan pasien lansia dalam melakukan koping terhadap setiap stresor yang mungkin muncul pasca terjadinya serangan stroke. Hal ini sejalan dengan pemikiran Lazarus (1984) bahwa lansia membutuhkan fungsi koping yang baik dalam mengatasi stres, menyesuaikan diri, dan mengatur respon emosi terhadap masalah-masalahnya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 17 – 28 November 2015, diketahui terdapat salah satu tempat pelayanan dan perawatan lansia di kota Salatiga, Jawa Tengah yaitu Panti Sosial Menara Kasih (PSMK) Salatiga. Dari 11 lansia yang tinggal di PSMK Salatiga, 7 Lansia adalah Lansia pasca stroke yang memiliki disabilitas fisik. Ada beberapa lansia yang masih belum bisa menerima perubahan kondisi akibat stroke seperti menyalahkan diri sendiri dan merasa tidak berguna. Namun, belum terlihat rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk masalah psikis tersebut.
yang telah dijelaskan terkait dengan situasi problematika di atas, peneliti tertarik untuk mencari dan menggali bagaimana ’’Mekanisme Koping Lansia Pasca Stroke’’.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana Mekanisme Koping Lansia Pasca Stroke Di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana mekanisme koping lansia pasca stroke di Panti Sosial Menara Kasih Salatiga.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui jenis koping problem focused
coping dan emotion focused coping pada
lansia pasca stroke.
1.3.2.2 Mengetahui metode koping adaptif dan maladaptif pada lansia pasca stroke.
1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
penyakit fisik dan kejiwaan pasien khususnya tentang strategi koping individu (lansia) dalam mengatasi setiap stres pasca stroke.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Panti Asuhan Menara Kasih Salatiga
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dasar kepada pengurus panti maupun lansia berkaitan dengan mekanisme koping di Panti Sosial Menara Kasih yang berimplikasi pada layanan-layanan yang akan diberikan kepada lansia-lansia tersebut.
1.4.2.2 Bagi Petugas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berarti bagi setiap perawat tentang pentingnya pemahaman mengenai mekanisme koping pasien yang mengalami disabilitas fisik akibat stroke terhadap kesehatan kejiwaannya.
1.4.2.2 Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam upaya peningkatan pelayanan serta memberikan perhatian kepada para lansia yang tinggal di panti dan