RUNGSING
Oleh:
Ariesta Putri Rubyatomo
NIM 1511590011
TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI S1 TARI
JURUSAN TARI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
GENAP 2018/2019
i
RUNGSING
Oleh:
Ariesta Putri Rubyatomo
NIM 1511590011
Tugas Akhir Ini Diajukan Kepada Dewan Penguji
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Mengakhiri Jenjang Studi Sarjana S1
Dalam Bidang Tari
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 27 Juni 2019
Yang Menyatakan,
Ariesta Putri Rubyatomo
1511590011
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepala Allah SWT, sang pencipta dan pengatur segalanya. Atas izin, rahmat dan hidayah-Nya, proses penciptaan dan naskah karya tugas akhir “Rungsing” telah diselesaikan tepat waktu. Karya dan naskah tari ini diciptakan untuk memenuhi salah satu persyaratan akhir untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh gelar sebagai sarjana S-1 Seni Tari minat utama Penciptaan tari, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Proses penggarapan karya koreografi ini menghabiskan waktu yang sangat panjang membuat penata berhadapan langsung dengan segala kejadian dan orang-orang yang mendukung karya koreografi ini. Hambatan dan rintangan tidak luput dari proses, tetapi dengan dukungan orang-orang dalam karya koreografi ini bisa dilalui bersama-sama sehingga menimbulkan kesan tersendiri. Karya dan tulisan ini jauh dari kata sempurna, namun berkat bantuan dari berbagai pihak penata merasa bisa mencapai titik sempurna. Penata percaya bahwa ini bukan akhir dari segalanya, tetapi merupakan awal dari proses ke depan nanti.
Sebuah proses tentunya tidak akan berhasil tanpa adanya orang-orang hebat yang mendukung, untuk itu penata mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :
1. Dra. Jiyu Wijayanti, M.Sn dan Drs. Y. Surojo, M.Sn selaku dosen pembimbing I dan II karya tugas akhir ini. Penata sangat berterimakasih
v
atas waktu, tenaga, pikiran yang dikorbankan untuk membimbing penata menyusun tugas akhir penciptaan tari ini.
2. Dra. Supriyanti, M.Hum. selaku dosen wali sekaligus sebagai Ibu kedua di Jurusan Tari karena selalu memberi motivasi dalam menjalani proses perkuliahan dari awal kuliah sampai menjalani tugas akhir ini.
3. Dra. Supriyanti, M. Hum dan Dindin Heryadi, S.SN., M.Sn selaku ketua Jurusan dan sekretaris Jurusan Tari ISI Yogyakarta yang telah membantu dalam proses administrasi dalam penggarapan karya koreografi ini.
4. Seluruh dosen pengampu mata kuliah di jurusan tari yang telah membantu selama proses perkuliahan saya hingga akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Topik dan Andi Supardi selaku narasumber yang telah membantu memberikan informasi mengenai kesenian ondel-ondel yang sangat bermanfaat guna proses pembuatan karya tari Rungsing.
6. Keluarga tercinta, Ayah tercinta yang selalu memberi dukungan dalam segi materi maupun non materi serta ibu tercinta yang rela meluangkan waktunya pulang pergi Jakarta-Jogja hanya untuk melihat dan menanyakan keadaan saat menjalani proses tugas akhir serta kakak terkasih, Mas Baref dan Mba Nindi yang selalu memberikan semangat meskipun hanya sekedar lewat media sosial namun itu merupakan salah satu bentuk rasa sayang terhadap adiknya yang merantau dan sedang berjuang untuk menyelesaikan gelar S-1.
vi
7. Sahabatku tersayang Dinar Arifany Afifah, Sheruni Tri Hartanti, Mutia Novianti, Ichsan yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tidak pernah ada habisnya lalu Dzahrin Sabila dan Gita Satriani Biantari yang rela meluangkan waktunya datang dari Jakarta ke Jogja untuk menonton dan memberikan dukungannya secara langsung. Terimakasih untuk perhatian dan segala yang telah diberikan.
8. Kepada Muhammad Erdifadillah yang selalu mendukung saya, mendorong saya untuk selalu berfikir positif, mengingatkan saya untuk tidak mudah puas dengan apa yang sudah dicapai, dan tidak mempedulikan perkataan buruk dari orang lain terhadap saya. Terimakasih untuk perhatiannya. 9. Para penari “Rungsing” Annisa Zahara, Faet Oktade Rahmat, I Gusti
Agung Gede Wresti Bhuana, Putri Sari Dwi Ningsih, Virgiawan Rifqi Mandala yang merelakan tenaga, waktu, dan pikirannya untuk tetap berlatih di kesibukan masing-masing.
10. A’ Andhal Satria selaku penata musik karya tari “Rungsing” yang merelakan waktu, tenaga dan pemikirannya untuk membuat musik iringan. Brema Cloudio Evertama Sembiring, bang Muhammad Yasir Yaman, Nuraviandari Sigit, Ponang Merdugandang, a’ Thoriq, bang Yusuf Rizky N selaku pemusik yang masih bisa menyempatkan waktu di kesibukan masing-masing utnuk ikut berproses bersama dalam karya koreografi ini. 11. Teman-teman pendukung karya tari “Rungsing” kak Novianti, kak Gita,
Ayu, kak Hana, dan kak Alvin yang dengan ikhlas memberikan waktu luangnya untuk datang menyediakan konsumsi latihan, melihat, menemani
vii
latihan dan membantu melancarkan pementasan karya koreografi ini. Terimakasih banyak terkhusus untuk kakaku Novianti yang selalu mau direpotkan dan selalu membantu saya sejak masih menjadi mahasiswa baru hingga akhirnya dapat menyelesaikna tugas akhir ini.
12. Kepada para pegawai jurusan tari dan etnomusikologi yang memudahkan saya terkait peminjaman ruang latihan serta alat musik selama proses tugas akhir.
13. Teman-teman seangkatan Genjot Kawel 2015 terimakasih atas semangat yang kalian berikan dari pertama kuliah di ISI Yogyakarta hingga sekarang ini. Banyak suka duka yang telah kita lewati bersama, sukses untuk kita semua.
14. Semua pendukung karya koreografi “Rungsing” termasuk Swan production dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah
SWT selalu melindungi dan meridhoi untuk bisa berkarya lebih baik lagi.
Yogyakarta, 27 Juni 2019 Penulis
viii
RINGKASAN RUNGSING
Karya: Ariesta Putri Rubyatomo NIM: 1511590011
Rungsing adalah sebuah karya tari yang terinspirasi dari pengalaman empiris penata sebagai masyarakat Betawi ketika melihat kesenian ondel-ondel dijadikan alat mengamen di jalanan. Perasaan gelisah, marah, dan sedih yang dialami penata ketika melihat kesenian
ondel-ondel yang kini tidak lagi dihargai oleh masyarakat Betawi diwujudkan ke dalam sebuah koreografi kelompok.
Karya tari inidiciptakan dalam koreografi kelompok dengan enam penari yang terdiri dari tiga penari perempuan dan tiga penari laki-laki. Pemilihan penari laki-laki dan perempuan berdasarkan pada seni pertunjukan ondel-ondel yang selalu dipentaskan secara berpasangan. Gerak yang digunakan dalam koreografi kelompok ini adalah gerak berputar, enjut, jatuh bangun, dan contract and release yang dikembangkan dan divariasikan sesuai dengan kebutuhan koreografi. Musik iringan tari yang digunakan dalam karya tari ini berformat musik live dan midi (Musical Instrument Digital Interface).
Karya tari ini menghadirkan tiga segmen. Segmen satu menampilkan perasaan gelisah, marah, miris, dan sedih penata sebagai masyarakat Jakarta melihat ondel-ondel yang dijadikan alat ngamen di jalanan. segmen dua menampilkan rangkaian pertunjukan ondel-ondel
sebelum dimainkan sampai saat dimainkan. Segmen tiga menampilkan
ondel-ondel yang dijadikan alat ngamen di jalanan dan keadaan ondel-ondel yang kini sudah tidak dihargai lagi. Semua segmen yang diwujudkan dalam karya tari Rungsing merupakan hasil dari apa yang selama ini penata alami.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ... iii KATA PENGANTAR ... iv RINGKASAN ... viii DAFTAR ISI..... ixDAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Penciptaan... 1
B. Rumusan Ide Penciptaan... 7
C. Tujuan dan Manfaat... 7
D. Tinjauan Sumber... 8
BAB II. KONSEP PENCIPTAAN TARI... 13
A. Kerangka Dasar Pemikiran... 13
B. Konsep Dasar Tari... 13
1. Rangsang Tari... 13
2. Tema Tari... 14
3. Judul Tari ... 15
4. Bentuk Cara Ungkap... 15
C. Konsep Garap Tari... 17
1. Gerak... 17
2. Penari... 18
3. Musik Tari... 18
4. Rias dan Busana... 19
5. Properti... 23
x
a. Ruang Pementasan... 23
b. Area Lokasi Pentas... 24
c. Tata Rupa Pentas... 24
d. Pencahayaan... 25
BAB III. PROSES PENCIPTAAN TARI... 26
A. Metode dan Tahapan Penciptaan... 26
1. Metode Penciptaan... 26 a. Eksplorasi... 26 b. Improvisasi... 28 c. Komposisi... 29 d. Evaluasi... 30 2. Tahapan Penciptaan... 30 a. Tahapan Awal... 30
1. Penetapan Ide dan Tema... 30
2. Pemilihan dan Penetapan Penari... 31
3. Pemilihan dan Penetapan Pemusik... 33
b. Tahapan Lanjutan... 34
1. Proses Studio Penata Tari dengan Penari... 34
2. Proses Penata Tari dengan Penata Musik... 45
3. Proses Pembuatan Kostum... 48
B. Realisasi dan Hasil Penciptaan... 51
1. Urutan Penyajian Tari... 51
2. Motif Tari... 56
3. Pola Lantai... 69
BAB IV. PENUTUP... 84
A. Kesimpulan... 84
B. Saran... 86
xi
A. Sumber Tertulis... 87
B. Sumber Lisan... 89
GLOSARIUM... 90
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Desain kostum pertama penari laki-laki dan perempuan...20
Gambar 2 : Desain kostum kedua penari laki-laki dan perempuan...22
Gambar 3 : Sikap bagian awal motif amarah dua......52
Gambar 4 : Sikap bagian tengah motif terkungkung.....53
Gambar 5 : Sikap bagian awal motif ngimbang pasangan......54
Gambar 6 : Sikap bagian tengah motif ondel main......54
Gambar 7 : Sikap bagian awal motif ondel ngamen...55
Gambar 8 : Sikap bagian tengah motif nyiksa ondel.....56
Gambar 9 : Wawancara dengan Topik selaku narasumber...99
Gambar 10 : Wawancara dengan pak Andi Supardi selaku narasumber...99
Gambar 11 : Sikap bagian awal motif amarah dua...100
Gambar 12 : Sikap pada motif oleng satu...100
Gambar 13 : Sikap pada motif bertumpu...101
Gambar 14 : Sikap pada motif ngimbang ondel...101
Gambar 15 : Sikap bagian tengah motif nyiksa ondel...102
Gambar 16 : Sikap pada motif miris...102
Gambar 17 : Sikap pada motif oleng dua...103
Gambar 18 : Sikap bagian akhir motif terkungkung...103
Gambar 19 : Pawang ondel-ondel saat membacakan mantra...104
Gambar 20 : Sikap bagian tengah motif ngimbang pasangan...104
Gambar 21 : Sikap pada motif enjut ondel satu…...105
xiii
Gambar 23 : Sikap bagian awal motif nyiksa ondel...106
Gambar 24 : Rias penari perempuan pada segmen 1 dan 3...107
Gambar 25 : Rias penari laki-laki pada segmen 1 dan 3...108
Gambar 26 : Busana penari perempuan dan laki-laki pada segmen 1 dan 3...109
Gambar 27 : Rias busana penari pada segmen 2......110
Gambar 28 : Rias busana pawang...111
Gambar 29 : Rias penari saat menjadi ondel-ondel sebagai alat mengamen...112
Gambar 30 : Busana penari saat menjadi ondel-ondel sebagai alat mengamen...113
Gambar 31 : Rias busana pemusik......114
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Latihan...93
Lampiran 2 : Jadwal Kegiatan...95
Lampiran 3 : Sinopsis Karya Tari...96
Lampiran 4 : Pendukung Karya Tari...97
Lampiran 5 : Pembiayaan...98
Lampiran 6 : Foto Proses Latihan dan Pentas...99
Lampiran 7 : Foto Rias dan Busana...107
Lampiran 8 : Dimmer List...115
Lampiran 9 : Lighting Plot...119
Lampiran 10 : Master Plan...120
Lampiran 11 : Poster...121
Lampiran 12 : Tiket...122
Lampiran 13 : Booklet...123
Lampiran 14 : Notasi Musik...127
Lampiran 15 : Layout Musik...152
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penciptaan
Betawi merupakan suku yang ada di kota Jakarta. Masyarakat Betawi memiliki kebudayaan dan kesenian khas Betawi, salah satu kesenian di Betawi yang paling mudah ditemui adalah ondel-ondel. Ondel-ondel merupakan boneka
besar yang memiliki tinggi sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang dibentuk melingkar dan diberi penyangga sehingga mudah dipikul dari dalam. Nama ondel-ondel semula bernama barung, kemudian
menjadi barongan, artinya dalam Bahasa Betawi adalah sekelompok atau
serombongan orang karena barongan bukan kesenian yang bisa dimainkan
sendiri. Menilik balik sejarah yang masih mendatangkan pro kontra tentang peristiwa pendirian kembali komunitas Betawi setelah penghancuran Batavia oleh Jan Pieter Zoon Coen, disebutkan bahwa salah satu kelompok orang yang didatangkan ke Batavia adalah orang Bali. Orang-orang Bali ini ditempatkan sebagai budak untuk tenaga kerja membangun Batavia paska penaklukan Jayakarta. Sejak itu banyak orang Bali yang hidup menetap dan berkembang di Batavia. Kemiripan rupa barongan Betawi dengan barong Bali, besar
kemungkinan mendapat pengaruh dari budaya Hindu Bali1.
Secara visual barongan berjumlah dua buah, berbentuk besar, tidak dapat
dipastikan berjenis laki-laki atau wanita, umumnya berwajah mirip, menyeramkan
1 Jo, Hendi. 2017. “Batavia Kota Budak”. http://historia.id/kuno/batavia-kota-budak
2
dengan mata melotot keluar dan bertaring panjang. Barongan muncul ketika
berbarengan dengan keyakinan bahwa sesuatu yang besar dianggap mempunyai kekuatan untuk melindungi dan melawan kejahatan (pengaruh animisme dan dinamisme dimana benda diyakini memiliki ruh dan kekuatan dari nenek, moyang). Bentuk ondel-ondel yang sederhana itu dipercayai dapat menanggulangi
wabah penyakit menular (cacar) pada saat itu. Sebelum pengarakan, dilakukan proses pengasapan atau ukup terlebih dahulu, untuk mendapatkan kekuatan agar
prosesi pengarakan berjalan lancar. Barongan dijadikan perwujudan leluhur
penjaga kampung karena fungsi barongan yang sakral untuk pelindung kampung
dan penghalau segala musibah, barongan harus terlihat berwibawa dan
menakutkan2.
Setelah ondel-ondel dibuat dan akan dipertunjukkan, biasanya disediakan
sesajen yang berisi bubur merah putih, rujak-rujakan tujuh rupa, bunga-bungaan
tujuh macam, asap kemenyan, dan sebagainya3. Jika sudah lengkap sesajinya seorang pawang akan membacakan mantera-mantera ditujukan kepada roh halus yang dianggap menunggui ondel-ondel tersebut. Pembakaran kemenyan dilakukan
oleh pimpinan rombongan, atau salah seorang yang dituakan. Menurut istilah setempat upacara demikian disebut ngukup, ritual ngukup digunakan untuk
2 Mita Purbasari Wahidiyat, 2019, “Ondel-ondel sebagai ruang negosiasi kultural
masyarakat Betawi”, ringkasan disertasi, program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, p.16-17.
3 Artikel Ondel-ondel dalam http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/974/ondel-ondel
3
mencari selamat dalam setiap akan melakukan acara4. Pada masa ini, tidak ada yang tahu dengan pasti, apakah barongan diiringi musik atau tidak.
Nama ondel-ondel muncul dan menjadi populer saat Benyamin Sueb dan
Ida Royani menyanyikan sebuah lagu karangan Joko Subagio, berjudul Ngarak
ondel-ondel pada tahun 1970, dan sejak itulah kata ondel-ondel menggantikan
kata barongan5. Tidak ada yang tahu pasti apa arti dan asal usul kata ondel-ondel.
Kehadirannya yang selalu berpasangan adalah lambang keseimbangan, juga memungkinkan pengulangan nama dua kali. Setelah berganti nama menjadi
ondel-ondel wujud ondel-ondel pun mengalami perubahan. Secara visual tetap
berjumlah 2 buah, berbentuk sedikit lebih kecil. Wajah dan tubuh ondel-ondel
sudah dipersonifikasikan seperti wujud tubuh manusia serta dapat dibedakan antara jenis kelamin laki-laki dan wanita. Topeng atau wajahnya dibuat mendekati bentuk wajah manusia, tidak lagi menyeramkan. Topeng wanita berwarna putih melambangkan kelembutan, sedangkan topeng pria berwarna merah atau hitam melambangkan ketegasan. Bagian kepala ondel-ondel diberi hiasan kembang
kelape (manggar) berwarna-warni melambangkan keragaman dan kemakmuran.
Musik pengiringnya ialah gambang kromong terdiri dari gendang tepak, kenong,
gong, kempul, tehyan, dan kecrek. Pada perkembangan selanjutnya secara
simbolik fungsi ondel-ondel ini tidak lagi sebagai penolak bala, namun sebagai
penyemarak pesta rakyat, penyambutan tamu kehormatan, dekorasi, dan penghias
4 Ninuk Kleden-Probonegoro, 1996, Teater Lenong Betawi, Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia, p.125.
5Yuwono, 2012, Ragam Seni Budaya Betawi, Tim Penelitian
4
pintu utama gedung (penjaga pintu utama), lalu kemudian ditetapkan sebagai ikon kota Jakarta6.
Pemerintah provinsi DKI Jakarta telah menjadikan ondel-ondel sebagai
satu dari delapan ikon budaya Betawi. Hal itu diatur dalam Pergub No 11 tahun 2017 tentang ikon Budaya Betawi. Berdasarkan regulasi itu disebutkan bahwa secara penggunaan dan penempatan ondel-ondel, yaitu sebagai pelengkap
berbagai upacara adat tradisional masyarakat Betawi; sebagai dekorasi pada acara seremonial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, festival, pentas, dan pameran; dan lain sebagainya. Seiring perjalanan waktu, ondel-ondel kini tidak hanya ditemui
pada pesta rakyat ataupun penyambutan tamu, tetapi dapat ditemui di jalanan ibukota. Ondel-ondel yang sering ditemui di jalanan ibukota ini tak lagi berjalan
berpasangan. Padahal kehadiran ondel-ondel seharusnya selalu berpasangan
(lambang keseimbangan), yang memprihatinkan lagi bahwa ondel-ondel kini
hanya dijadikan alat untuk mengamen di jalanan. Mereka berjalan dengan sebuah
ember di tangan yang digunakan untuk meminta-minta uang kepada setiap masyarakat yang mereka temui. Ketidakmapanan ekonomi menjadi alasan klasik yang biasa disebutkan mengapa mereka turun ke jalan dengan memanfaatkan
ondel ondel.
Pengamen ondel-ondel ini sudah ada sejak tahun 2013-an, namun pada
saat itu jumlahnya tidak banyak, semakin banyak pendatang di ibukota Jakarta mengakibatkan bertambahnya jumlah pengamen ondel-ondel. Penggunaan dan
6 Mita Purbasari Wahidiyat, 2019, “Ondel-ondel sebagai ruang negosiasi kultural
masyarakat Betawi”, ringkasan disertasi, program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, p.21.
5
penyajian ondel-ondel saat digunakan mengamen tidak sesuai dengan ketentuan
yang ada. Regulasi dalam Pergub No 11 tahun 2017 itu seolah hanya menjadi catatan indah kertas saja.
Setiap kejadian pasti memiliki sisi negatif dan juga sisi positif. Fenomena
pengamen ondel-ondel ini selain memiliki sisi negatif juga memiliki sisi positif
yaitu masyarakat Jakarta ataupun wisatawan yang datang ke Jakarta jadi mengenal dan tahu akan ondel-ondel namun dalam koreografi Rungsing ini lebih
memusatkan pada sisi negatif dari adanya pengamenondel-ondel.
Melihat kondisi seperti ini penata tertarik membuat koreografi kelompok mengenai pengalaman empiris yang terinspirasi pada kesenian ondel-ondel yang
dijadikan alat mengamen di jalanan. Mulanya dimaknai sebagai penolak bala, lalu
dijadikan sebagai penyemarak atau pemeriah acara pesta rakyat di Jakarta hingga kini hanya menjadi alat untuk mencari uang di jalanan seakan kesenian
ondel-ondel kini tidak berharga lagi.
Karya tari berjudul Rungsing merupakan sebuah koreografi kelompok
yang akan menyampaikan mengenai pengalaman empiris penata sebagai masyarakat Betawi ketika melihat kesenian ondel-ondel dijadikan alat mengamen
di jalanan. Koreografi kelompok yang berjudul Rungsing ini diciptakan dalam
koreografi kelompok dengan enam penari yang terdiri dari tiga penari perempuan dan tiga penari laki-laki. Pemilihan penari laki-laki dan perempuan berdasarkan pada seni pertunjukkannya, ondel-ondel selalu dipentaskan secara berpasangan
6
kelompok ini adalah gerak berputar, enjut, jatuh bangun, contract and release
yang dikembangkan dan divariasikan sesuai dengan kebutuhan koreografi. Ruang pementasan yang dipilih yaitu proscenium stage. Ruang tersebut dimaksimalkan
dalam membentuk pola lantai sesuai dengan kebutuhan karya yang ingin diciptakan. Musik iringan tari yang akan digunakan dalam karya tari ini berformat musik live dan midi (musical Instrument Digital Interface). Tipe tari yang
digunakan dalam karya tari ini adalah tipe dramatik dan tipe dramaturgi yang digunakan adalah Segmented.
Proses penggarapan koreografi kelompok ini melalui tahapan eksplorasi, improvisasi, komposisi dan evaluasi. Empat tahapan penciptaan ini merupakan satu kesatuan tahapan untuk menghasilkan koreografi yang baik. Menurut Lois Ellfeldt, koreografi adalah pemilihan dan pembentukan gerak menjadi suatu tarian7. Langkah-langkah di atas terwujud dalam koreografi kelompok yang diharapkan dapat menjadi karya tari yang baik dan berkesan bagi para penonton atau penikmat seni. Sebuah koreografi tentu terkait dengan bentuk gerak sebagai wujud yang dapat dilihat secara kasat mata sebagai gabungan berbagai elemen tari yaitu gerak, ruang dan waktu yang melahirkan vitalitas estetis dan kekuatan yang berinteraksi8.
7Lois Ellfeldt,1971. A Primer for Choreographers, Palo Alto: Mayfield Publishung
Company. terjemahan Sal Murgiyanto, 1977. Pedoman Dasar Penata Tari. Jakarta: Lembaga Kesenian Jakarta, p.12.
8 Alma M. Hawkins, 1988. Creating Throught Dance, Princenton Book Company, New
Jersey. terjemahan oleh Y. Sumandiyo Hadi, 2003. Mencipta Lewat Tari. Yogyakarta : Institut SeniIndonesia Yogyakarta.p.45.
7
B. Rumusan Ide Penciptaan
Berdasarkan uraian di atas, maka didapatkan pertanyaan kreatif untuk diwujudkan dalam karya antara lain :
Bagaimana memvisualisasikan pengalaman empiris penata terhadap kesenian ondel-ondel yang dijadikan alat mengamen, ke dalam karya tari
Rungsing yang menarik dan fenomenal di masa milenial ini.
C. Tujuan dan Manfaat Penciptaan
1. Tujuan :
a. Menciptakan karya berupa tari kelompok mengenai salah satu fenomena yang kini terjadi di Jakarta.
b. Memperkenalkan salah satu ikon di kota Jakarta yaitu ondel-ondel.
2. Manfaat :
a. Manfaat Praktis
(1) Memperoleh pengalaman dalam membuat koreografi
kelompok yang bersumber dari salah satu ikon kota Jakarta yaitu ondel-ondel.
(2) Bertambahnya wawasan akan fenomena yang kini terjadi di Jakarta.
(3) Menambah pengetahuan masyarakat di luar Jakarta mengenai ondel- ondel beserta fenomenanya.
8
b. Manfaat Teoritis
Dapat mengaplikasikan landasan teori koreografi kelompok ke dalam karya tari Rungsing.
D. Tinjauan Sumber
Menciptakan sebuah karya tari dibutuhkan landasan-landasan ataupun tinjauan yang dapat menjadi rangsangan awal ataupun ide dalam menciptakan karya tari. Tinjauan tersebut dapat berupa sumber pustaka, sumber karya, dan wawancara.
1. Sumber Tertulis
Buku Berjudul Koreografi, Bentuk, Teknik dan Isi oleh Y. Sumandiyo
Hadi, 2014, Yogyakarta: Cipta Media. Buku tersebut memberikan pengetahuan tentang pengertian koreografi, ruang, waktu, dan tenaga sebagai elemen dasar koreografi. Ruang merupakan elemen pokok dalam tari, mustahil jika suatu gerak tari tidak memiliki ruang untuk bergerak. Ruang gerak dalam tari ini seperti: arah hadap penari dan arah hadap gerak, level dalam menari, serta jangkauan dalam bergerak. Pada elemen waktu dalam tari berkaitan dengan ritme tubuh. Gerak yang dilakukan dalam waktu sedang, cepat maupun lambat akan memberikan daya hidup atau dinamika pada suatu tarian. Elemen tenaga, setiap melakukan gerak, tentu kita memerlukan tenaga. Tenaga merupakan satuan kekuatan yang dikeluarkan saat bergerak. Tenaga juga mampu memberikan aksen atau tekanan yang dapat muncul ketika melakukan gerak secara tiba-tiba dan kontras. Paparan
9
di atas memberi pemahaman terhadap elemen-elemen dasar mengenai penggunaan ruang, waktu dan tenaga yang harus dikuasai oleh koreografer dalam membentuk suatu karya tari.
Buku berjudul Moving from Within: A New Method for Dance Making
oleh Alma Hawkins diterjemahkan oleh I Wayan Dibia, 2003. Bergerak Menurut
Kata Hati: Metode Baru dalam Menciptakan Tari Jakarta: Ford Foundation dan
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini membahas bagaimana proses membuat tari dengan batin, perasaan, dunia khayal dan imajinasi yang kemudian di transformasikan kedalam gerak. Pemahaman tersebut sangat berperan dalam pengkaryaan koreografi ini sebab sebuah koreografi bukan hanya sekedar membuat gerak tetapi juga menggunakan dunia khayal serta batin. Buku ini sangat membantu untuk menuangkan isi hati melalui tahapan merasakan serta mengkhayalkan apa yang sedang dirasakan saat itu.
Buku berjudul Dance Composition A Practical Guide for Teacher oleh
Jacqueline Smith, 1976, diterjemahkan Ben Suharto, 1985. Komposisi Tari
Sebuah Petunjuk Praktis bagi Guru, Yogayakarta: Ikalasti Yogayakarta. Buku ini
memberikan pedoman mengenai tahapan awal pembuatan karya tari yaitu mengenai konsep dasar tari seperti rangsang tari, tema tari, tipe tari, bentuk dan cara ungkap. Buku ini juga menambah pengetahuan tentang variasi pengolahan koreografi kelompok dalam hal pertimbangan jumlah penari, pengembangan dan variasi motif. Setelah membaca dapat disimpulkan bahwa jumlah penari dapat menentukan garis atau pola ruang yang akan dimunculkan. Dalam koreografi kelompok, motif gerak tidak harus melulu sama dilakukan antara penari satu
10
dengan penari yang lain. Motif gerak akan jauh lebih menarik jika dapat memberi kesan saling mengisi, kontras, dan selang seling namun pengulangan motif dan kesamaan dalam melakukan gerak juga diperlukan.
Buku berjudul Aspek – Aspek Dasar Koreografi Kelompok oleh Y.
Sumandiyo Hadi, 2003. Yogyakarta: Manthili. Buku ini membantu dalam pembuatan koreografi kelompok. Pengolahan ruang terhadap jarak antara penari satu dengan yang lainnya agar tercipta kebersamaan dalam rasa maupun bentuk tari dan juga menyadari akan adanya penari kunci dalam koreografi kelompok.
Buku berjudul Koreografi Ruang Proscenium oleh Y. Sumandyo Hadi,
2017. Cipta Media dan BP. ISI Yogyakarta. Buku tersebut menjelaskan bahwa panggung proscenium ternyata lebih menguntungkan untuk bisa menciptakan ruang-ruang imajiner. Ruang imajiner adalah ruang yang terbentuk dari gerak penari serta keruangan yang ada di sekeliling gerakan tari. Panggung proscenium juga harus dilengkapi dengan aspek-aspek pertunjukan lainnya sehingga dapat dipahami dengan “produk koreografi” artinya hasil dari bentuk atau wujud sesuatu. Beberapa aspek dipahami juga sebagai sebuah ”konsep” yang mempertimbangkan kaitannya dengan ruang atau panggung proscenium. Pemahaman di atas sangat membantu dalam proses kerja di atas panggung yang meliputi pembentukan pola lantai hingga pemanfaatan bagian perbagian dari ruang proscenium.
11
2. Sumber lisan
Sumber lisan juga bisa di katakan sebagai sumber data. Dalam proses ini penata tari melakukan wawancara kepada beberapa narasumber, antara lain :
Topik, 22 tahun. Topik merupakan salah satu anggota dari sanggar Mamet CS yang merupakan sanggar pertama yang ada di kampung Ondel-ondel Kramat
Pulo. Sudah hampir 10 tahun Topik berkecimpung di kesenian ondel-ondel.
Wawancara dilakukan pada tanggal 21 Januari 2019 di kampung Ondel-ondel
Kramat Pulo, Jakarta Pusat. Informasi yang didapat mengenai sejarah
ondel-ondel, makna yang ada di dalam ondel-ondel, ketentuan rias busana ondel-ondel,
cara dan waktu yang dibutuhkan dalam membuat sepasang ondel-ondel,
penghasilan yang didapatkan saat melakukan ngamen ondel-ondel dan saat
menyewakan ondel-ondel. Ukuran ondel-ondel untuk ngamen hanya berukuran
170cm-2m namun seharusnya berukuran 2,5m. Topik mengatakan bahwa pengecilan ukuran ondel-ondel saat ngamen guna mempermudah dan
meringankan pada saat mengamen. Alat pengiringnya juga hanya menggunakan
speaker yang ditaruh di gerobak kecil. Topik sebenarnya paham betul akan sejarah serta ketentuan yang ada dalam pertunjukkan ondel-ondel, sabagai masyarakat
Betawi yang sudah lama berkecimpung dalam kesenian ondel-ondel Topik juga
merasa miris dan sedih melihat ondel-ondel kini dijadikan alat ngamen di jalanan
namun karena kebutuhan ekonomi serta tidak adanya lagi wadah yang diberikan oleh pemerintah membuat Topik dan kawan-kawannya mau tidak mau melakukan
ngamen ondel-ondel. Informasi di atas sangat berkontribusi dalam proses
12
Andi Supardi, 59 tahun. Andi Supardi merupakan salah satu tokoh seniman Betawi yang cukup mumpuni, Andi Supardi juga merupakan ketua sanggar tari yang ada di kampung Setu Babakan. Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Januari 2019 di kampung Setu Babakan, Jakarta Selatan. Informasi yang didapat mengenai sejarah ondel-ondel meliputi asal mula nama ondel-ondel,
bentuk penyajiannya, serta pergeseran fungsi ondel-ondel. Andi Supardi juga
berpendapat bahwa penyebab dari ondel-ondel kini dijadikan alat ngamen karena
sebagian besar dari masyarakat Jakarta sudah tidak merasa memiliki akan kesenian ondel-ondel lalu banyaknya pendatang di kota Jakarta yang tidak
memiliki pekerjaan. Hal ini dijadikan sebagai peluang terhadap seniman
ondel-ondel untuk mencari uang dengan cara menyewakan ondel-ondel kepada para
pendatang yang tidak memiliki pekerjaan tersebut. Para seniman ondel-ondel
melakukan hal tersebut karena sudah jarang sekali penggunaan kesenian
ondel-ondel pada acara pesta rakyat di Jakarta. Biasanya ondel-ondel selalu hadir dalam
pesta pernikahan atau khitanan namun seiring berjalannya waktu perlahan kehadiran ondel-ondel pada pesta rakyat mulai memudar.
Hasil wawancara dari dua narasumber di atas memberikan informasi mengenai sejarah serta perkembangan kesenian ondel-ondel dulu hingga kini
hanya dijadikan sebagai alat untuk mengamen di jalanan. Informasi tersebut
berkontribusi dalam pembuatan struktur garapan atau segmen dari karya tari
Rungsing. Ketentuan penggunaan rias dan busana pada ondel-ondel juga dijadikan
landasan dalam pembuatan desain kostum dan rias yang digunakan pada karya tari