• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN MATERI UNTUK KELAS PENGANTAR M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RINGKASAN MATERI UNTUK KELAS PENGANTAR M"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN MATERI UNTUK KELAS PENGANTAR METODE KUALITATIF

Oleh: Michael Seno Rahardanto1 Fak. Psikologi Unika Widya Mandala Surabaya

Abstraksi

Psikologi, sebagai suatu ilmu, melandaskan daya deskripsi, prediksi, eksplanasi dan intervensinya berdasarkan data yang empirik. Praktik yang berfokus pada data (evidence-based practice) inilah yang menjadikan psikologi sebagai suatu ilmu yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan kemaslahatannya. Terkait tuntutan tersebut, para pembelajar ilmu psikologi, khususnya di level universitas, didorong memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan penelitian ilmiah, yang melibatkan analisis masalah, perumusan kajian teoretik, pengambilan data, penganalisisan data, dan pembuatan kesimpulan penelitian. Dengan kemampuan melakukan penelitian, para pembelajar ilmu psikologi memiliki bekal untuk melakukan deskripsi, prediksi, eksplanasi dan intervensi yang ilmiah. Terdapat dua pendekatan utama dalam penelitian ilmiah di ranah psikologi, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif berbasis paradigma positivistik, sedangkan pendekatan kualitatif berbasis paradigma konstruktivisme sosial. Kedua pendekatan ini saling melengkapi, sebab memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Sebagai salah satu pendekatan yang wajib dikuasai para pembelajar psikologi, pendekatan kualitatif memiliki kekhasan dalam menggali atau mengeksplorasi keunikan fenomenologis partisipan penelitian, dan tidak berfokus ke generalisasi data ke populasi, melainkan menghasilkan data yang sedapat-dapatnya mencerminkan kekhasan individu, peristiwa, atau komunitas yang diteliti, yang hasilnya dapat diekstrapolasikan untuk melengkapi khasanah teori yang sudah ada, atau bahkan dapat memperkaya teori baru (seperti yang dilakukan Sigmund Freud, yang menghasilkan teori psikoanalisis dari observasi dan interview-nya terhadap para pasiennya, dan Jean Piaget, yang menghasilkan teori perkembangan dari observasi dan interview terhadap tiga anaknya). Permasalahan yang ada ialah bahwa fleksibilitas metode kualitatif terkadang membingungkan peneliti, khususnya peneliti pemula. Sebenarnya standar-standar penelitian kualitatif sudah ada, namun membutuhkan usaha ekstra dari pihak pembelajar. Artikel ini merupakan upaya untuk merangkum standar-standar tersebut.

Kata kunci: penelitian kualitatif, fenomenologi, studi kasus, etnografi, social constructionism Pengantar

Metode kualitatif/social constructionism/ idiographic ialah metode yang berfokus ke penggalian data secara alamiah dari informan/ narasumber, tanpa menggunakan perantara seperti angket. Dengan kata lain, instrumen pengambil data itu ialah si peneliti sendiri. Metode ini berawal dari sosiologi dan antropologi, namun semenjak 1950-an mulai marak dalam psikologi. (Catatan: Bagian pengantar ini saya ambil dari buku Lyons & Coyle, 2007).

Sebagai pengantar, Anda perlu memahami dua paradigma dasar dalam penelitian psikologi. Paradigma yang pertama ialah paradigma kuantitatif. Gagasan dasar paradigma kuantitatif dapat ditelusuri ke pernyataan terkenal Thorndike: If something exists, it exists in some quantity, and if it exists in some quantity, it can be measured (Jika sesuatu itu ada, pasti punya jumlah/ukuran tertentu, sehingga bisa dihitung/diukur). Paradigma kuantitatif dikenal dengan nama paradigma positivistik. Artinya, sesuatu itu ada (exist/ eksis) bila bisa diobservasi, diukur, dihitung. Istilah lainnya untuk menyebut paradigma kuantitatif ialah nomotetik, yang berasal dari bahasa Yunani

o os huku . No otetik erarti adanya tujuan untuk membuat hukum-hukum yang berfungsi secara universal (luas). Ini memang merupakan ciri khas penelitian kuantitatif, yakni membuat generalisasi—hasil penelitian digeneralisasi ke populasi.

Metode kualitatif menganut paradigma social constructionism. Artinya, menyadari bahwa perilaku manusia itu dibentuk oleh lingkungan sosial, dan setiap orang memiliki nilai-nilai yang

1

(2)

berbeda sesuai bentukan lingkungannya. Istilah lainnya untuk menyebut paradigma kualitatif ialah idiografis, yang berasal dari ahasa Yu a i idios u ik . Arti ya, pe elitia kualitatif e deru g bertujuan memahami keunikan individu, dan tidak terlalu tertarik dengan generalisasi hasil penelitian.

Perbedaan tujuan penelitian kuantitatif dan kualitatif

Penelitian kuantitatif bertujuan membuat generalisasi (hasil penelitian diperluas dari sampel ke populasi), sedangkan penelitian kualitatif tidak tertarik dengan isu generalisasi, dan lebih berminat pada ekstrapolasi (hasil penelitian diperluas ke teori) (Patton, 1990).

Contoh:

Seorang peneliti ingin mengeksplorasi tema hubungan antara status sosioekonomik (tingkat penghasilan, tingkat pendidikan) dengan keikutsertaan dalam Pemilu.

Tema tersebut bisa diteliti secara kuantitatif dan kualitatif.

Bila peneliti menggunakan kuantitatif, ia menentukan populasi lebih dahulu (misalnya: pemilih di propinsi Jawa Timur). Lalu ia menentukan sampel (misalnya dengan cluster sampling, ia memilih kota Surabaya dan Mojokerto). Apapun hasil penelitiannya nanti, si peneliti akan menggeneralisasikan ke populasi. Contohnya, ia menemukan bahwa di Surabaya dan Mojokerto, ada hubungan positif antara status sosioekonomik dengan keikutsertaan dalam Pemilu. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat penghasilan seseorang, semakin tinggi kemungkinan ia tidak golput dalam Pemilu. Meskipun hasil penelitian ini diperoleh di Surabaya dan Mojokerto, namun peneliti menggeneralisasikannya ke seluruh populasi (semua pemilih di Jawa Timur). Tentu saja, generalisasi hanya berjalan optimal apabila populasi dan sampel dipilih dengan cermat.

Bila peneliti menggunakan metode kualitatif, ia tidak bertujuan membuat generalisasi. Ia ingin mengeksplorasi keunikan informan/ unit penelitian dalam konteks sehari-hari informan atau unit penelitian tersebt. Contohnya, ia mewawancarai tiga orang tukang becak di Surabaya, yang pendidikannya sekolah dasar. Ia mencari pemaknaan pribadi ketiga orang informan itu tentang Pemilu. Apa pandangan mereka tentang Pemilu? Apa yang menyebabkan mereka memilih? Siapa yang mereka pilih dalam Pemilu? Bagaimana proses mereka menentukan pilihan tersebut? Lambat-laun (bila sudah terkumpul cukup informan), hasil penelitian tersebut bisa diekstrapolasi. Artinya, bisa dipindahkan ke konteks lain atau dijadikan suatu teori---misalnya, teori pengambilan keputusan. Bila Anda bingung dengan konsep ekstrapolasi, ingatlah penelitian yang dilakukan Sigmund Freud dan Jean Piaget. Sigmund Freud meneliti <10 perempuan Austria, dan hasil penelitiannya ia jadikan teori yang sekarang kita kenal dengan nama psikodinamika. Jean Piaget meneliti tiga orang subjek (anak-anaknya sendiri), dan hasil penelitiannya menjadi teori perkembangan yang kita kenal sekarang ini.

Itulah salah satu penerapan ekstrapolasi—hasil penelitian diformulasi menjadi teori.

Tentu saja, ekstrapolasi itu sulit dilakukan. Dari keempat pendekatan kualitatif yang dipaparkan berikut ini, grounded theory mutlak menuntut adanya ekstrapolasi.

Empat jenis pendekatan kualitatif

(3)

1. Pendekatan fenomenologis

Pendekatan fenomenologis berfokus ke eksplorasi (pencarian, identifikasi) intisari pengalaman subjektif individual. Pengalaman fenomenologis berhasil ketika pembaca laporan penelitian mampu merasakan apa yang dirasakan informan penelitian.

Meski terkesan sederhana, namun pendekatan fenomenologis tidak mudah. Syarat utama penelitian ini ialah si peneliti harus mampu melakukan bracketing, yaitu dengan sengaja menyingkirkan konsep-konsep yang sudah dikuasai sebelumnya. Langkah ini merupakan kekhasan dalam penelitian fenomenologis. Peneliti harus benar-benar mampu melakukan bracketing, yakni mendekati fenomena dengan pikiran naif, seolah-olah peneliti belum memahami fenomena tersebut. Contohnya: Seorang informan mengatakan bahwa

diri ya e as . Alih-alih e ga ggap ah a e as ya g di aksud i for a adalah

Pendekatan etnografis mirip pendekatan fenomenologis, dalam arti tujuan utamanya ialah mengungkap intisari suatu fenomena subjektif. Namun, bedanya, fenomenologis dilakukan dalam tataran individual (perseorangan), sedangkan etnografis dilakukan dalam tataran kelompok/ komunitas. Artinya, dalam etnografi, yang diteliti bukan individu perseorangan, tapi suatu kelompok.

Apa yang diteliti dalam kelompok itu? Budayanya. Apa definisi budaya? Budaya ialah seperangkat aturan, nilai, norma, struktur / hierarki sosial dalam kelompok. Temukan/ identifikasi hal-hal tersebut, dan Anda bisa mendefinisikan budaya kelompok tersebut. Budaya tidak melulu berkaitan dengan etnis.

Cara pengambilan data utama dalam fenomenologi ialah focus group discussion (FGD—yang kalau bisa dalam setting alami, seperti rapat RW/RT, arisan), wawancara, artifak. 3. Pendekatan studi kasus

Pe dekata studi kasus erfokus ke kasus . Kasus ialah suatu fe o e a ya g

dibatasi oleh waktu, konteks, dan lokasi yang jelas. Pertanyaan penelitian studi kasus mirip pertanyaan penelitian dalam riset kuantitatif (Apa hubungan antara... Adakah pengaruh dari... Apa proses... Apa tahap-tahap.... Apa faktor-faktor yang.... ). Studi kasus bisa berupa studi kasus tunggal (kasusnya hanya satu) maupun studi kasus jamak (kasusnya banyak). Ciri

khas studi kasus, selai erfokus ke kasus , ialah menggunakan vignette. Vignette ialah

i troduksi ya g u ik u tuk e ga ali se uah a . Lihat la pira

4. Pendekatan grounded theory

Pendekatan ini ialah pendekatan yang relatif sulit dan belum disarankan untuk dilakukan mahasiswa yang belum pernah melakukan penelitian. Alasannya, penelitian ini membutuhkan jumlah subjek banyak (40-60 orang), dan peneliti harus memiliki kemampuan abstraksi (menemukan makna) yang tinggi. Pengambilan data harus dilakukan berulang-ulang hingga mencapai apa yang dinamakan saturasi (dari bahasa Inggris saturated, artinya

je uh . “aturasi aksud ya, i for a pe elitia tidak lagi e ghasilka data ya g aru.

(4)

yang tinggi. Tanpa adanya pemahaman teoretik yang kuat, peneliti akan kebingungan memaknai data yang sangat banyak jumlahnya itu.

Masih ada beberapa pendekatan lain, yang tidak dibahas dalam artikel ini. Pendekatan tersebut misalnya Biografi dan Discourse Analysis. Biografi berfokus ke eksplorasi riwayat hidup satu orang informan. Discourse Analysis berfokus ke analisis terhadap gaya bahasa / komunikasi wicara yang dilakukan informan. Anda belum perlu memelajari Discourse Analysis di level sarjana. Untuk level sarjana (saat Anda baru belajar meneliti), berfokuslah dulu ke pemahaman empat pendekatan ini. Minimal, ke pendekatan fenomenologi dan studi kasus. Bila Anda memahami dan menguasai kedua pendekatan tersebut, relatif mudah bagi Anda untuk melakukan penelitian etnografi, grounded theory, dan tentu saja discourse analysis.

Gambar 1. Fokus lima pendekatan kualitatif (Cresswell, 1998)

Sekali lagi, pembedaan utama keempat pendekatan tersebut ialah pertanyaan penelitiannya. Pertanyaan penelitian yang berbeda membawa penelitian ke arah yang berbeda. Namun proses pengambilan data, analisis data, penegakan mutu penelitian, penyusunan laporan, relatif sama.

Penegakan standar penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif sebenarnya memiliki standar yang sama tingginya dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kuantitatif, kita mengenal adanya isu reliabilitas dan validitas.

CASE STUDY

Kasus (tunggal / jamak) Intisari pengalaman/

budaya...

Individual Kelompok

ETHNOGRAPHY PHENOMENOLOGY

DISCOURSE ANALYSIS

Teori

GROUNDED THEORY Bahasa (istilah, gaya

(5)

Suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut tetap memberikan hasil yang sama bila diujicobakan ke kelompok subjek yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian.

Suatu instrumen penelitian dikatakan valid apabila memang mampu mengukur apa yang hendak diukur oleh instrumen tersebut.

Dalam penelitian kualitatif, standar-standar tersebut juga ada, namun istilah (dan maknanya) berbeda. Penyebabnya, instrumen dalam penelitian kualitatif ialah penelitinya sendiri, bukan angket atau skala.

Isu yang harus dijaga dalam penelitian kualitatif ialah (Houghton, Case, Shaw, Murphy, 2013): 1. Credibility

Credibility atau kredibilitas ialah sejauhmana penelitian bisa dipercaya (sejauhmana penelitian sungguh kredibel, tidak fiktif, hasilnya bermutu dan bisa dipertanggungjawabkan). Credibility ditegakkan dengan empat cara:

a. Prolonged engagement and prolonged observation

Prolonged engagement artinya keterlibatan yang lama, sedangkan prolonged observation artinya observasi yang lama.

b. Triangulation

Triangulation (ingat triangle: segitiga) merujuk ke proses penegakan mutu data dengan menggunakan sumber yang berbeda-beda.

c. Peer debriefing

Peer debriefing ialah menjelaskan hasil penelitian ke rekan sejawat/ kolega/ peneliti lain. d. Member checking

Member checking ialah menunjukkan hasil verbatim (ingat: verbatim, bukan analisis data) ke informan penelitian.

2. Dependability

Dependability ialah sejauhmana hasil penelitian relatif stabil bila penelitian diulang lagi kepada subjek yang sama. Konsep ini menyerupai konsep reliabilitas dalam kuantitatif. Dependability ditegakkan dengan dua cara:

a. Audit trail

Audit trail ialah menjabarkan metode penelitian, pengambilan data, analisis data, dan pelaporan hasil penelitian secara gamblang, transparan, sistematis. Tujuannya, supaya pembaca bisa memahami proses dan alur berpikir peneliti, sehingga meskipun pembaca tidak menyetujui hasil interpretasi peneliti terhadap data, mereka bisa menerima bahwa hasil tersebut diperoleh dengan proses pe elitia ya g jelas tidak u ul dari a a g

-a -a g .

b. Reflexivity

(6)

3. Confirmability

Confirmability mengacu ke sejauhmana data memang akurat menggambarkan fenomena di lapangan. Konsep ini menyerupai konsep validitas.

Confirmability ditegakkan dengan dua cara: a. Audit trail

Penjelasan tentang audit trail, dapat dibaca di atas. b. Reflexivity

Penjelasan tentang reflexivity, dapat dibaca di atas. 4. Transferability

Transferability mengacu ke sejauhmana hasil penelitian kualitatif bisa ditransfer (bisa muncul lagi) dalam situasi penelitian dengan konteks yang serupa. Konsep ini menyerupai konsep reliabilitas dalam kuantitatif.

Transferability ditegakkan dengan thick descriptions. Thick descriptions mengacu ke laporan yang kaya informasi (thick se ara harafiah arti ya te al . Arti ya, lapora pe elitia kualitatif harus benar-benar kritis, dikaji dengan dasar teori yang kuat, ditulis dengan detail dan rinci.

Peneliti yang berusaha menegakkan credibility, dependability, confirmability dan transferability dengan sungguh-sungguh, akan segera menyadari bahwa penelitian kualitatif itu tidak gampang.

Empat jenis validitas dalam penelitian kualitatif

Willig (2001) menyebutkan sejumlah validitas dalam penelitian kualitatif. Sejumlah buku lain mungkin menyebutkan istilah dengan nama berbeda, tapi bila Anda baca, sebetulnya merujuk ke validitas yang sama.

1. Validitas Komunikatif

Validitas ini terpenuhi apabila peneliti menunjukkan hasil verbatim kepada informan. Informan diajak untuk memeriksa verbatim. Apakah ia memang mengatakan hal-hal tersebut? Apakah ia setuju bahwa hal-hal tersebut yang akan dianalisis peneliti ? Bila informan tidak setuju, peneliti berkewajiban tidak menampilkan data yang ditolak informan tersebut. Catatan: yang ditunjukkan ke informan ialah hasil verbatim. Bukan analisis data. Analisis data sudah merupakan interpretasi Anda sendiri. Analisis data hanya diberikan manakala informan memintanya.

2. Validitas Argumentatif

Validitas ini merujuk ke seberapa kuat argumen analisis data Anda. Validitas argumentatif terpenuhi manakala Anda membuat verbatim dengan teliti, melakukan analisis data dengan cermat, dan memastikan penelitian Anda juga dicek oleh peneliti lain (peer debriefing). 3. Validitas Ekologis

Validitas i i erujuk ke se erapa data A da dikataka ala iah / atural. Validitas i i

(7)

4. Validitas Akumulatif

Validitas ini merujuk ke seberapa banyak Anda sudah mengakumulasi (mengumpulkan) hasil penelitian dan landasan teori untuk memperkuat daya analisis penelitian Anda. Berapa banyak artikel penelitian yang Anda butuhkan? Jawabannya, lebih tergantung kesepakatan; namun saya sendiri mengacu ke standar yang diterapkan ke diri saya saat saya sekolah dulu—yakni minimal 10 artikel penelitian yang terpublikasi.

Kode etik dalam penelitian kualitatif

Kode etik penelitian menyangkut tanggungjawab moral seorang peneliti. Kode etik penelitian

e ga u ke kode etik uta a dala psikologi, yak i ja ga erugika i for a do o har . Pri sip ja ga erugika i for a i ilah ya g dija arka dala li a pri sip kode etik penelitian, berikut ini (Willig, 2001).

1. Informed consent

Informed consent berisi hak-hak informan penelitian. Peneliti wajib membacakan informed consent pada awal penelitian, setelah ia menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Informed consent bisa diberikan secara lisan (oral) maupun tertulis (written). Informed consent harus diberikan langsung kepada informan (bukan kepada perantara), dan informan harus memberikan persetujuannya sendiri. Apabila informan tidak bisa membubuhkan tandatangan (tidak bisa menulis), ia bisa membubuhkan cap jempol sebagai pengganti tandatangan.

2. No deception

Jangan menipu informan. Inilah yang dikatakan dalam prinsip nomor dua ini. Meskipun kita tidak selalu bisa terus-terang tentang siapa diri kita dan tujuan penelitian kita pada awal penelitian, namun kita tidak boleh membohongi informan. Tidak mengatakan dengan mengatakan sesuatu yang bohong merupakan dua hal yang berbeda.

3. Right to withdraw

Prinsip nomor tiga ini mengacu ke hak informan untuk mengundurkan diri kapanpun, dimanapun. Peneliti tidak berhak melarang, mencegah, memarahi, menghukum, menuntut, meminta ganti rugi kepada informan. Apabila informan mengundurkan diri, peneliti harus memusnahkan semua data yang diperoleh dari informan.

4. Debriefing

Debriefing ialah memberitahukan informan apa yang tidak dikatakan peneliti pada awal penelitian. Misalnya, pada awal penelitian, si peneliti tidak bisa mengungkapkan secara blak-blakan siapa dirinya dan tujuan penelitiannya (karena, misalnya, berisiko membahayakan dirinya maupun berisiko menggagalkan penelitian). Hal ini bisa dimaklumi. Namun pada titik tertentu selama penelitian itu masih berjalan, si peneliti harus tetap memberitahukan kepada informan hal-hal yang tidak dikatakannya pada awal penelitian itu. Inilah prinsip debriefing.

5. Confidentiality

Dalam prinsip ini, peneliti berkewajiban menjaga rahasia informan. Rahasia mencakup identitas dan informasi yang dibagikan informan.

(8)

Referensi

Cresswell, J. W. (1998). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five traditions. California: Sage.

Houghton, C., Casey, D., Shaw, D., Murphy, K. (2013). Rigour in qualitative case-study research. Nurse Researcher, 20, 4, 12-17.

Lyons, E., Coyle, A. (2007). Analysing qualitative data in psychology. London. SAGE.

Patton, M. Q. (1990), Qualitative evaluation and research methods, 2nd edition. California: Sage.

(9)

LAMPIRAN I : Contoh Vignette (lazim dalam studi kasus)

Vignette ialah kutipan singkat di bawah judul bab, yang tujuannya menarik minat pembaca dan memberikan gambaran tentang inti penelitian)

BAB I

LATAR BELAKANG

“Jam tujuh malam. Erwan (31 thn, nama samaran) sedang mengendarai sepeda motornya, sementara saya duduk di boncengan. Tiba-tiba ia menghentikan sepeda motor yang dikendarainya,

turun dari sepeda motornya. Hati saya berdebar. Suasana sepi. Ia berbicara, “Sebentar mbak, ini ada yang mau memasuki saya.” Lalu segeralah suaranya berubah menjadi lebih berat dan garang, matanya memerah, badannya bergetar, dan dia berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa. Ia mengaku bahwa dirinya adalah danyang penghuni sebuah candi. Setelah berbicara beberapa saat, lelaki tersebut berteriak seperti mengerang dan ia kembali sadar dengan sendirinya. Ia tampak

linglung. Setelah beberapa saat, kami melanjutkan perjalanan pulang. ”

(field notes peneliti, 21 September 2014)

Cuplikan

vignette

di atas merupakan pengalaman penulis ketika melakukan

pengambilan data awal. Kejadian tersebut terjadi tanpa diduga peneliti, dan

peneliti melihat

sendiri partisipan dalam penelitian ini mengalami kesurupan. Kondisi kehidupan masyarakat

kita saat ini yang sudah modern, dengan arus persaingan global yang kuat, tetap menyisakan

fenomena-fenomena yang mungkin bagi beberapa kalangan masih dianggap sebagai hal yang

mistik dan gaib...

Contoh lain vignette (yang saya beri warna merah)

Mengkaji Resiliensi dalam Tataran Makro

Michael Seno Rahardanto

Fakultas Psikologi Unika Widya Mandala Surabaya

(10)

terdiri dari sekitar 240 juta penduduk dengan beragam suku bangsa dan bahasa, namun seringkali kesulitan menemukan atau memberdayakan bibit-bibit unggul di bidang olahraga, kesenian, dan akademis. Bangsa ini memiliki beragam kekayaan budaya, namun satu demi satu budayanya diklaim bangsa asing. Wajarlah bila timbul pertanyaan: ada apa dengan bangsa ini?

Tentu saja, terdapat banyak jawaban, tafsir, opini, atau teori yang mampu menjawab pertanyaan tersebut. Salah satu jawabannya, sebagaimana telah tersirat dalam pernyataan Presiden Sukarno,

adalah lemahnya daya resiliensi bangsa ini (“bermental tempe”). Hal ini merupakan suatu ironi, sebab

bangsa ini kaya dengan faktor-faktor protektif dan kompensatoris yang mendukung resiliensi, dan telah terinokulasi dengan beragam penderitaan yang seharusnya memperkuat resiliensi (setidaknya menurut kajian teori yang akan dibahas dalam tulisan ini). Dalam tulisan ini, penulis menyatakan gagasan bahwa gejolak psikososial yang dialami bangsa ini lebih disebabkan oleh kegagalan memitigasi faktor risiko, dan kekurangpekaan mengidentifikasi dan memberdayakan faktor-faktor protektif dan faktor-faktor-faktor-faktor kompensatoris.

kata kunci: tunanetra, resiliensi, faktor kompensatoris, faktor tantangan, faktor protektif, faktor risiko

“Bangsa bermental tempe…

nation of coollies, coollies among nations

…”

(Presiden Sukarno)

Pendefinisian Resiliensi

Secara umum, resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan pulih kembali dari

pengalaman-pengalaman negatif (Snyder & Lopez, 2007; Tugade & Fredrickson, 2004; Rutter, 1985;

Ungar, 2008). Riset-riset resiliensi pada umumnya mengkaji resiliensi secara mikro (dalam

tataran individual), namun baru-baru ini, studi mengenai resiliensi dikembangkan ke tataran

yang lebih luas, seperti keluarga (Simon, Murphy, & Smith, 2005), komunitas (Mykota &

Muhajarine, 2005), dan bahkan lintas-benua (Ungar, 2008).

LAMPIRAN II : Gambaran Bab I

V dalam skripsi kualitatif

(catatan: Bagian ini merangkum uku hijau pe elitia kualitatif

Bab I

Bab I memuat latarbelakang penelitian. Kekuatan bab I terletak pada data-data yang mendukung

pentingnya penelitian. Data pendukung dapat berupa hasil wawancara dan observasi awal, data

(11)

Bab II

Bab II dalam penelitian kualitatif memuat tinjauan literatur (teori dan hasil penelitian) dan

memberikan gambaran teoretik mengenai fenomena yang diteliti. Teori dan hasil penelitian yang

digunakan di Bab II nantinya akan digunakan untuk analisis data di Bab V. Dalam penelitian kualitatif,

bab II tidak memuat hipotesis dan tidak perlu mencantumkan aspek-aspek dan faktor-faktor suatu

aria el .

Bab III

Bab III memuat alasan dipilihnya metode kualitatif sebagai metode yang dipakai peneliti. Alasan ini

bisa mencakup kesesuaian metode kualitatif dengan tema yang diteliti, filosofi dasar penelitian

kualitatif, keunikan metode kualitatif, atau prinsip-prinsip utama dalam metode kualitatif. Bab III

juga memuat kriteria pemilihan subjek/informan penelitian, teknik sampling, teknik pengambilan

dan analisis data, pembahasan risiko etika penelitian.

Bab IV

Bab IV memuat hasil kategorisasi tema (dalam bentuk tabel) dan narasi/ penjelasannya. Bab IV

belum memuat analisis kritis hasil penelitian (yakni hasil penelitian dibandingkan dengan teori atau hasil penelitian lain). Bab IV juga memuat persiapan peneliti (termasuk perizinan, kunjungan ke

lokasi penelitian, perkenalan dengan informan).

Bab V

Bab V memuat analisis kritis hasil penelitian, yakni hasil penelitian (yang dipaparkan di Bab IV)

dibandingkan dengan teori atau hasil-hasil penelitian lain. Umumnya, hasil penelitian juga

dipaparkan dalam bentuk bagan. Apabila ada temuan-temuan baru (di luar tema utama penelitian),

peneliti dapat mencantumkannya di bab ini. Bab ini juga membuat kelemahan penelitian, yang

diakhiri dengan saran untuk peneliti lain. Saran harus mengacu ke hasil penelitian itu sendiri (tidak

oleh u ul dari a a g-a a g .

Gambar

Gambar 1. Fokus lima pendekatan kualitatif (Cresswell, 1998)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan perusahaan telah lama bermitra atau memiliki hubungan dagang yang baik dengan pihak pembeli, atau perusahaan menawarkan produk biji kopi

5 M. Rianto al-Arif, Dasar-dasar Ekonomi Islam.. Kebaikan Sistem Ekonomi Islam. 1) Nilai-nilai yang tertanam dalam sistem ekonomi Islam sangatlah kuat sehingga setiap pelaku

[r]

g. Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi - Pendapatan komprehensif lain tahun berjalan - net pajak penghasilan terkait - -

rendah) dalam pencapaian keterampilan proses sains pada peserta didik kelas XI IPA SMA Negeri 13 Sinjai. Untuk mengetahui adanya perbedaan keterampilan proses sains antara

Pemungutan pajak untuk Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan serta Pajak Penerangan Jalan masih belum dapat dilaksanakan secara optimal guna mendukung

Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan gambaran tentang penerimaan dan pengeluaran daerah selama satu tahun anggaran sehingga pada akhir

Abstrak: Penelitian memakai factorial design, bertujuan ingin mengetahui pengaruh metode discovery terhadap prestasi analogi dan generalisasi matematis peserta didik SMKN 1