• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Singkel dalam Tafsir al

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Singkel dalam Tafsir al"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Abdurra’uf Singkel:

Peranannya dalam Studi Tafsir di Indonesia Iffah Abu Dzarrin*)

Abstrak

Upaya penafsiran Al-Qur’an di Indonesia mencatat sejarah yang cukup panjang. Diawali dengan penafsiran secara lisan, kemudian berkembang hingga dalam bentuk tertulis. Seorang ulama’ asal Aceh, yakni Abdurra’uf Singkel dinilai sebagai tokoh yang memiliki jasa besar dan peran penting dalam study tafsir di Indonesia. Dialah orang pertama yang menulis tafsir secara lengkap dalam bahasa Melayu yang berjudul Tarjuma>n al-Mustafi>d.

Kata Kunci: Abdurra’uf Singkel, Peranan, Study Tafsir,

Tarjuma>n al-Mustafi>>d

Pendahuluan

Study Al-Qur’an di Indonesia telah memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Bersamaan dengan proses awal masuknya Islam di Nusantara pada abad ke-13, Al-Qur’an diperkenalkan oleh para juru dakwah itu kepada penduduk pribumi. Pengenalan awal terhadap Al-Qur’an itu merupakan suatu hal yang penting, karena Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diimani sebagai pedoman hidup bagoi para pemeluk Islam, sehingga tidak bisa tidak, setiap muslim yang baik harus berusaha memahami isi Al-Qur’an.

Analisis Mahmud Yunus tentang sistem pendidikan Islam pertama di Indonesia menunjukkan bagaimana Al-Qur’an telah diperkenalkan pada setiap muslim sejak kecil melalui kegiatan yang dinamai “Pengajian Al-Qur’an” di surau, langgar, dan masjid. Yunus bahkan mengklaim bahwa pendidikan Al-Qur’an waktu itu adalah pendidikan Islam pertama yang diberikan kepada anak-anak, sebelum diperkenalkan dengan praktik-praktik ibadah.1 Upaya

mempelajari Al-Qur’an pada tahap berikutnya adalah dengan mempelajari konsep tertentu dari Al-Qur’an. Selanjutnya mempelajari tafsir dan ‘Ulum al-Qur’an yang pada awalnya masih dalam bentuk penjelasan lisan lewat para penyebar Islam awal dan masih integral dengan ajaran Islam yang lain, seperti tauhid, fiqh, tasawuf, dan lain-lain serta disajikan dalam bentuk amaliyah sehari-hari. Contoh pupuler adalah istilah molimo yang dikemukakan Sunan Ampel (w. 1478 M) yang berarti emoh main (tidak mau judi), emoh ngombe (tidak mau minuman keras), emoh madat (tidak mau menghisap candu), emoh maling (tidak mau mencuri), dan emoh madon (tidak mau berzina), yang merupakan tafsir dari al-Ma>idah

38, 39, 90, serta al-Isra>’ 32.2 Lama kelamaan mulai mucul para

*)Dosen Tetap Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengasuh Tahfidz al-Qur’an PP

Asshomadiyah Burneh Bangkalan Madura.

1 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta:Hidakarya Agung,

1984), h. 34.

2 Indal Abror, “Potret Kronologis Tafsir Indonesia” dalam Jurnal Esensia, Vol. 3, No.

(2)

ulama’ yang menulis karya-karya dalam bentuk tertulis, baik dalam bentuk terjemah, maupun karya tafsir mandiri.

Merujuk pada naskah-naskah yang ditulis ulama’ Aceh, pada abad ke-16 telah muncul ulama’ yang berusaha menulis tafsir Al-Qur’an. Hal itu bisa dilihat dari ditemukannya sepenggal tafsir surat

al-Kahfi (18):9 yang--sayangnya-- tidak diketahui siapa penulisnya. Tafsir tersebut mengikuti tradisi Tafsir al-Kha>zin dan diduga ditulis pada masa Hamzah Fansuri (w. 1607) dan Syamsuddin al-Sumatrani (w.1630). Satu abad kemudian baru muncul Abdurra’uf Singkel (w.1630), seorang ulama’ terkemuka yang mengenyam pendidikan dari Timur Tengah lewat karya tafsirnya yang berjudul Tarjuma>n al-Mustafi>d. Dengan karyanya tersebut, Singkel merupakan seorang alim pertama di dunia Melayu yang berjasa besar menyiapkan tafsir lengkap Al-Qur’an dalam bahasa Melayu.3 Tidak

terlalu penting mempersoalkan apakah karyanya merupakan sebuah karya tafsir ataukah sekedar sebuah karya terjemahan, yang pasti, lewatkaryanya tersebut, Singkel telah menempatkan dirinya pada posisi penting dalam study tafsir di Indonesia. Tulisan ini tidak menggunakan kitab tersebut sebagai rujukan, karena sulitnya mendapatkan kitab dimaksud.

Biografi Abdur Ra’uf Singkel dan Karya-Karyanya

Hampir tidak dapat diragukan lagi bahwa Abd al-Ra’uf bin Ali> al-Ja>wi> al-Fansuri> al-Sinkili> atau lebih dikenal dengan sebutan Abdurra’uf Singkel (1024 H/1615 M-1105 H/1693 M) merupakan salahseorang ulama’ terkemuka dan murid paling menonjol dalam jaringan ulama’ Haramayn. Ia adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil (Singkel) di wilayah pantai barat-laut Aceh. Nenek moyang Singkel berasal dari Persia, sementara ibunya berasal dari Aceh. Sebuah riwayat mengatakan ia adalah keponakan Hamzah Fansuri.4 Banyak ahli sejarah yang ragu, apakah Syeikh

Abdurra’uf al-Fansuri itu juga Syeikh Abdurra’uf Singkel ? Ataukah mereka adalah dua orang yang berbeda ? Prof. DR HAMKA dalam bukunya Sejarah Umat Islam mengatakan bahwa ulama’ besar Aceh ada dua, yaitu Syeikh Abdurra’uf orang Singkel, dan Syeikh Abdurra’uf orang Barus (Fansur). Abdurra’uf Singkel masyhur karena ajaran tasawufnya dalam Tharikat Syatariyah, sementara Abdurra’uf Barus masyhur karena keahliannya dalam hukum syari’at dan tafsir.5

Pernyataan itu kemudian beliau ralat dan menegaskan bahwa Abdurra’uf Singkel dan Abdurra’uf Fansuri adalah orang yang sama.6

Pendidikan pertama Singkel diperolehnya dari ayahnya sendiri yang kemudian dilanjutkannya di Banda Aceh. Perjalanan keilmuannya menjadi lebih jelas setelah ia melanjutkan studinya ke Timur Tengah pada tahun 1052/1642. Dari catatannya sendiri dalam

3 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia (Jakarta:Teraju, 2002), 43.

4 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama’ Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII dan XVIII, (Jakarta: Prenada Media, 2004), 229-30.

5 Hamka, Sejarah Umat Islam IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974) 897

6 Hamka, Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),

(3)

buku ‘Umdah al-Muh}ta>ji>n ila> Sulu>k Maslak al-Mufridi>n ia menyebutkan 19 orang guru dan 27 ulama’ yang ia temui selama menuntut ilmu mulai dari wilayah Doha di Teluk Persia, Yaman, Jeddah, hingga akhirnya di Mekkah dan Madinah. Fakta bahwa sebagian besar guru-guru dan kenalannya tercatat dalam kamus biografi Arab menunjukkan keunggulan yang tak tertandingi dari lingkungan intelektualnya. Datang dari suatu wilayah pinggiran dari Dunia Muslim, dia memasuki inti jaringan ulama’ dan dapat merebut hati sejumlah ulama’ utama di Haramayn.

Pendidikannya sangat lengkap: dari syari’at, fikih, hadith, tafsir, dan disiplin-disiplin eksoteris lainnya hingga kalam dan tasawuf atau ilmu-ilmu esoteris. Kesemuanya itu ia peroleh dari guru-guru yang keahliannya diakui di seluruh dunia, mulai dari Ibra>hi>m bin Abdullah bin Ja’man seorang ahli hadis dan fiqh, Ali bin Abdul Qadi>r T{abari> (Mekkah), A<lauddi>n Babili<> al-Qa>hiri> al-Azhari> (w. 1077/1666) dari Universitas Al-Azhar Kairo, ‘Abd Allah b. Muh}ammad al-‘Adani, yang disebut Singkel sebagai pembaca Al-Qur’an terbaik, hingga Ahmad Al-Qusyasyi dan Ibra>hi>m al-Qur’a>ni>, dua orang guru yang paling berpengaruh dalam hidupnya dan kepada keduanyalah dia melewatkan sebagian besar waktunya untuk belajar di Madinah. Al-Qusya>syi> adalah pimpinan Tarekat Syattariyah dan Qadiriyah asal Palestina yang kemudian mengangkatnya sebagai khalifah Tarekat Syattariyah dan Qadiriyah di Nusantara. 7

Namun demikian, secara intelektual, hutang terbesar Singkel adalah pada Ibra>hi>m al-Qur’a>ni>, kepada siapa ia berguru pasca wafatnya Qusya>syi>. Dalam beberapa catatannya ia mengatakan bahwa dari al-Qur’a>ni>-lah ia menerima ilmu yang memperluas wawasan intelektualnya. Dengan kata lain, Qusya>syi> adalah guru spiritual dan mistisnya, sementara al-Qur’a>ni> adalah guru intelektualnya. Perpaduan dua bidang ilmu tersebut sangat mempengaruhi sikap keilmuan Singkel yang sangat menekankan perpaduan syari’at dan tasawuf. Bahkan kepribadian Singkel yang toleran tampaknya juga dipengaruhi keluasan wawasan dan kelembutan Ibra>hi>m al-Qur’a>ni>. Al-Qur’a>ni> juga merupakan konsultan Singkel dalam melancarkan pembaharuan sekembalinya ke Aceh. Singkel menulis sekitar 22 karya yang membahas tentang fikih, tafsir, hadith, kalam, dan— sebagian besar-- tasawuf. Karya-karyanya setelah kembali ke Nusantara —sebagaimana gurunya al-Qur’a>ni>—merupakan usaha yang secara sadar dilakukan untuk menanamkan keselarasan antara syari’at dan tasawuf. Karena itu, ajaran-ajaran yang diusahakan untuk disebarkannya di wilayah Melayu adalah ajaran yang termasuk neo-sufisme.8

Singkel adalah seorang penganut madzab Syafi’i. Bukti yang jelas bahwa beliau penganut Syafi’i adalah tafsir yang beliau tulis, yaitu Tarjuma>n al-Mustafi>d mengacu kepada Tafsi>r al-Jala>lain,

(4)

al-Baid}a>wi>, serta al-Kha>zin, yang kesemuanya ditulis oleh ulama’ Syafi’i.9 Karya utamanya dalam fiqh, Mir’at al-T}ulla>b serta Kita>b al-Fara>’id} juga merupakan fiqh Syafi’i yang menjadikan kitab Fath} al-Wah}h}a>b karya Zakariya al-Ans}a>ri> sebagai rujukan utamanya. Kitab ini adalah fiqh pertama di Melayu yang membahas tentang Mua’amalat. Dibidang hadith ia menulis Tafsi>r Hadi>th Arba’I>n karya al-Nawa>wi> serta Mawa>’idz al-Badi’ah, sebuah koleksi hadits kudsi. Selebihnya karya Singkel adalah dibidang tasawuf, diantaranya adalah Kifa>yat al-Muh}ta>ji>n, Daqa>’iq al-H}uru>f, al-Simt} al-Majid, disamping juga dibidang akhlak, seperti Risalah Adab Murid akan Syaikh.

Singkel hidup dalam enam periode kesultanan Aceh, yaitu Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Sultan Iskandar Tsa>ni> (1636-1640), serta empat orang sultanah, yaitu Safiyyah al-Di>n (1641-1675), Naqiyyah al-Di>n (1675-1678), Zakiyyah al-Di>n (1678-1688), hingga Kamalat al-Di>n (1688-1699). Di masa keempat sultanah inilah Singkel diangkat sebagai Mufti.10 Pada saat itu rakyat

Aceh telah lama bertanya-tanya tentang boleh tidaknya wanita menjadi penguasa menurut hukum Islam. Singkel sendiri nampaknya tidak berhasil menjawabnya secara gamblang. Dalam karya fiqh-nya, dia tidak membahas masalah itu secara langsung. Ketika membahas tentang syarat-syarat untuk menjadi hakim (secara lebih luas, penguasa), Singkel tampaknya secara sengaja tidak memberikan terjemahan Melayu untuk kata dzakar (laki-laki). Sedikit banyak ia dapat dituduh mengkompromikan integritas intelektualnya, bukan hanya dengan menerima pemerintahan seorang wanita, tetapi juga dengan tidak memecahkan masalah itu dengan lebih layak. Tetapi kasus ini juga dapat dianggap sebagai indikasi lebih jauh dari toleransi pribadinya; suatu ciri yang mencolok yang dimiliki Singkel. 11 Singkel meninggal dunia sekitar

1105/1693 dan dikuburkan di dekat Kuala atau mulut sungai Aceh. Karena itulah di Aceh ia dikenal dengan sebutan Teungku di Kuala dan namanya diabadikan menjadi nama sebuah perguruan tinggi di Aceh, yaitu Universitas Syiah Kuala. Tempat ini juga menjadi tempat kuburan para isterinya, serta beberapa orang murid-muridnya.12

Sekilas Tafsir Tarjuma>n al-Mustafi>d

Tradisi penulisan tafsir di Indonesia yang ditulis oleh orang Indonesia sebenarnya telah bergerak cukup lama. Memasuki abad ke-16 telah muncul ulama’ yang berinisiatif menulis tafsir. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari naskah terjemahan Tafsi>r Surah al-Kahfi (18):9 dengan mengikuti tradisi Tafsi>r al-Kha>zin,

namun tidak diketahui siapa penulisnya. Dilihat dari corak dan

9 M. Shaghir Abdullah, Perkembangan Ilmu Fiqh dan Tokoh-Tokohnya di Asia

Tenggara, I (Solo: Ramadani, t.t.), 32

10 Gusmian, Khazanah, 104.

11 Azra, Jaringan, 244.

12 Oman Fathurrahman, “Respon Abdurrauf Singkel terhadap Kontroversi

Wujudiyah: Kasus Aceh Abad 17” dalam Jurnal Mimbar Agama dan Budaya, no.

(5)

nuansanya tafsir ini sangat kental dengan warna sufistik Ini tentu mencerminkan bahwa penulisnya adalah orang yang mempunyai pandangan spiritual yang tinggi. Manuskripnya dibawa dari Aceh ke Belanda oleh seorang ahli bahasa Arab dari Belanda, Erpinus (w.1624) pada awal abad ke-17 M dan menjadi koleksi Cambridge University Library. Diduga manuskrip ini dibuat pada masa awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), dimana mufti kesultanannya adalah Saymsuddin as-Sumatrani (w.1630), atau bahkan sebelumnya, Sultan Sayyid al-Mukammil (1537-1604), dimana mufti kesultanannya adalah Hamzah Fansuri (w. 1607).13

Adapun wujud dalam karya tertulis lengkap 30 juz baru terjadi sejak Abdurrauf Singkel menulis tafsir Tarjuma>n al-Mustafi>d

dalam bahasa Melayu. Walaupun jika ditinjau dari sudut ilmu bahasa Indonesia modern karya Singkel belum bisa dikatakan sempurna, tetapi pekerjaan itu adalah besar jasanya sebagai pekerjaan perintis jalan. Pada periode ini juga diinformasikan ada kitab tafsir yang berjudul Tas}di>>q al-Ma>’arif yang ditulis di Sampon Aceh, tetapi tidak diketahui penulisnya.14

Tahun penulisan karya ini tidak bisa diketahui secara pasti, tetapi Peter Riddel—seorang sarjana dari Australia yang menulis disertasi tentang Tarjuma>n al-Mustafi>d--, setelah melihat manuskrip tertua karya ini, mengambil kesimpulan tentatif, bahwa karya ini ditulis sekitar tahun 1675 M.15 Meski Singkel tidak

memberitahu tentang tahun penyelesaian tafsirnya, tidak ada keraguan bahwa ia menulis tafsir tersebut di Aceh. A. Hasymi— sebagaimana dikutip Azra-- menulis bahwa karya ini ditulis di India dalam perjalanannya ke sana. Pendapat ini dibantah keras oleh Azyumardi. Dalam pandangannya, mustahil bagi Singkel mengerjakan pekerjaan yang demikian berat dalam sebuah perjalanan. Apalagi tidak ada bukti bahwa ia pernah ke India. Sebaliknya, perlindungan dan fasilitas yang diterimanya dari para penguasa Aceh semakin mempertegas kenyataan bahwa ia menulis di Aceh.16 Orang pertama yang mengoreksi kitab tersebut sebelum

dicetak adalah Syeikh Ahmad bin Muhammad Zein bin Must}afa> al-Fatta>ni>, dan atas usaha ulama’ Patani itulah kitab tersebut dicetak di Mekkah dan Mesir. Selanjutnya dalam terbitan berikutnya ditashhih pula oleh Syeikh Idri>s Kalantani> dan Syeikh Daud al-Fatta>ni>.17

Tafsir ini telah lama dianggap semata-mata sebagai terjemahan bahasa Melayu karya al-Bayd}a>wi>, Anwa>r al-Tanzi>l. Snouck Hurgronye, tanpa meneliti lebih dahulu menyimpulkan dalam gaya

13 Nur Ichwan, “Literatur Tafsir Qur’an Melayu Jawi di Indonesia: Relasi Kuasa,

Pergeseran dan Kematian” dalam Visi Islam Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, Vol. 1, No.

1 (2002) h. 15. Ichwan juga menganalisis bahwa naskah ini tidak banyak dikopi pada masa itu, mengingat tidak ditemukan manuskrip serupa pada periode berikutnya. Tetapi kalau tidak dibawa ke Eropa, kemungkinan besar akan banyak disalin oleh masyarakat, atau bahkan dimusnahkan oleh Nu>r al-Di>n

14 Abror, “Potret”, 193.

15 Ichwan, “Literatur”, 17.

16 Azra, Jaringan, 247

(6)

khasnya yang sinis, bahwa karya tersebut hanyalah sebuah terjemahan yang buruk dari Tafsi>r al-Bayd}a>wy>. Dengan kesimpulan ini Snouck bertanggung jawa atas tersesatnya dua sarjana Belanda lainnya, Rinkes dan Voerhoeve. Rinkes, murid Snouck menyatakan bahwa selain mencakup terjemahan al-Baid}a>wy>, Tarjuma>n al-Mustafi>>d juga terjemahan dari

Tafsi>r al-Jala>lain. Voorhoeve setelah mengikuti Snocuk dan Rinkes akhirnya mengubah kesimpulannya dengan menyatakan bahwa sumber-sumber Tarjuma>n al-Mustafi>d adalah berbagai karya tafsir berbahasa Arab.

PG Riddel dalam telaahnya secara meyakinkan dapat membuktikan bahwa karya tersebut merupakan terjemahan dari

Tafsir al-Jala>lain, karya dua orang Jalal, yaitu Jala>l Di>n al-Suyu>t}i> serta Jala>l al Di>n al-Mah}alli. Hanya pada bagian tertentu saja Singkel memanfaatkan al-Baid}a>wi> dan al-Kha>zin

serta beberapa tafsir lain. Sebab, Tafsi>r al-Baid}a>wi> merupakan karya tafsir yang ekstensif dan rumit, sedangkan Tarjuma>n al-Mustafi>d modelnya singkat, jelas, dan elementer.18 Menurut

Azyumardi Azra, pilihan Singkel atas tafsir ini sebagai sumber utama tafsirnya jelas karena dia memiliki sanad yang menghubungkannya dengan Suyu>t}I>, baik melalui Qusya>syi> maupun al-Qur’a>ni>. Setelah mendapat ijazah dari al-Qur’a>ni> melalui rangkaian perawi yang sambung menyambung hingga ke al-Suyu>t}i>, Singkel dapat diharapkan lebih memilih Tafsi>r al-Jala>lain daripada tafsir lain. Argumen ini menjadi semakin masuk akal jika mempertimbangkan fakta bahwa Singkel juga mengambil

Fath} al Wahha>b karya Zakaria al-Ans}a>ri> sebagai sumber utama bagi karya fiqh-nya Mir’at al-T}ulla>b. Kecenderungannya untuk bersandar pada karya dari para ulama’ dalam jaringan ulama’ Haramayn juga tampak jelas dalam karyanya dibidang kalam dan tasawuf.19

Dalam pandangan penulis, pilihan Singkel terhadap Tafsi>r al-Jala>lain bukan semata-mata karena keterikatan sanad Singkel dengan penulisnya, tetapi lebih karena karakter tafsir ini yang sederhana, jelas, dan ringkas, sehingga cocok untuk para pemula. Apalagi jika mengingat kondisi masyarakat Indonesia di abad ke-17. Memilih tafsir yang rumit yang membutuhkan tingkat intelektual tinggi, bukanlah pilihan yang tepat. Sasaran yang hendak dicapai untuk menyebarkan ajaran Islam akan sulit dicapai. Disamping itu

Tafsi>r al-Jala>lain adalah tafsir yang tidak mengungkit-ungkit persoalan khilafiyah, sehingga sangat tepat disajikan pada masyarakat yang masih belum maju secara intelektual. Alasan tersebut menjadi semakin kuat jika mengingat bahwa Singkel dikenal sebagai seorang ulama’ sufi yang “mestinya” lebih memilih tafsir bercorak sufi sebagai rujukan utamanya.

18 Peter Riddel, “Earliest Qur’anic Exegetical Activity in the Malay Speaking

States”, archipel 39, 1989, h. 112-28.

(7)

Lebih jauh lagi, meskipun Tafsir al-Jala>lain sering dianggap hanya memberikan sedikit sumbangan pada perkembangan tradisi tafsir al-Qur’an, ia merupakan tafsir al-Qur’an yang sangat bagus. Disamping penjelasannya ringkas dan jelas, di dalamnya disebutkan pula asba>b al-nuzu>l ayat-ayat yang sangat membantu pemahaman lebih sempurna atas penafsiran yang dikemukakan. Dengan ciri-ciri ini Tafsi>r al-Jala>lain merupakan teks pendahuluan yang bagus untuk orang-orang yang baru mempelajari tafsir. Dalam menerjemahkannya kedalam bahasa Melayu, Singkel menjadikannya sederhana dan mudah dipahami orang Melayu pada umumnya. Dia menerjemahkan Tafsi>r al-Jala>lain kata per kata, dan menahan dirinya untuk tidak memberikan tambahan-tambahan dari dirinya sendiri. Bahkan dia menghapuskan penjelasan tata bahasa Arab dan penafsiran panjang yang mungkin dapat mengalihkan perhatian pembacanya. Jadi jelaslah tujuannya adalah agar supaya karyanya dapat dipahami dengan mudah oleh para pembacanya dan karenanya, dapat menjadi petunjuk praktis dalam kehidupan mereka.20

Sebagai tafsir paling awal, tidak heran jika tafsir ini beredar luas di wilayah Melayu-Indonesia. Bahkan edisi tercetaknya dapat ditemukan di kalangan komunitas Melayu Afrika Selatan. Salinan paling awal yang kini masih ada berasal dari akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18. Yang lebih penting lagi, edisi tercetaknya diterbitkan tidak hanya di Singapura, Penang, Jakarta, dan Bombay, tapi juga di Timur Tengah. Di Istanbul, ia diterbitkan oleh Mathba’ah al-Utsmaniayh pada tahun 1302/1884. Demikian juga di Kairo serta Makkah. Kenyataan bahwa Tarjuma>n al-Mustafi>d diterbitkan di Timur Tengah pada masa yang berbeda mencerminkan nilai tinggi karya ini serta ketinggian intelektual Singkel. Edisi terakhirnya diterbitkan di Jakarta pada tahun 1981.

Singkel dan Kepeloporannya di Bidang Tafsir

Kedudukan penting Singkel bagi perkembangan Islam di Nusantara tak terbantah dalam bidang tafsir. Dia –sebagaimana dikemukakan di awal--adalah alim pertama di bagian Dunia Islam ini yang bersedia memikul tugas besar mempersiapkan tafsir lengkap Al-Qur’an dalam bahasa Melayu dan karya tafsirnya merupakan tafsir pertama yang diperoleh naskahnya secara utuh. Sementara berbagai tafsir lainnya yang ditulis pada masa tersebut masih dilakukan sepotong-sepotong.

Namun demikian, sering muncul pertanyaan, benarkah Singkel adalah penulis tafsir Indonesia pertama di negeri ini ? Dan benarkah

Tafsi>r Tarjuma>n al-Mustafi>d adalah kitab tafsir pertama yang berbahasa Indonesia (Melayu)? Bukankah tafsir tersebut hanya hasil terjemahan dari tafsir yang sudah ada, yaitu Tafsi>r al-Jala>lain dan menggunakan bahasa Melayu, bukan bahasa Indonesia ? Departemen Agama sendiri dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya

(8)

memasukkan kitab ini sebagai sebuah karya terjemahan, bukan karya tafsir.21

Pendapat tersebut benar adanya. Namun demikian, pekerjaan penerjemahan itu besar jasanya sebagai pekerjaan perintis jalan. Ia menjadi sangat istimewa karena dikerjakan pada abad XVII M dan merupakan karya pelopor di bidangnya. Berbeda halnya bila dikerjakan pada masa sekarang. Apalagi jika mengingat pada masa itu pengajaran Al-Qur’an baru sampai pada taraf bagaimana cara memperkenalkan dan mengajarkan cara membaca Al-Qur’an yang baik dan benar. Kalaupun ada yang lebih dari itu adalah pelajaran tajwid dan membaca tafsir berbahasa Arab dengan mengambil tempat di surau, langgar atau meunasah, yang pada masa sesudahnya berkembang juga di madrasah. Dari sisi ini maka Singkel betul-betul telah berpikir maju melebihi zamannya. Sedangkan bahasa Melayu yang digunakan Singkel tidaklah menjadi masalah karena bahasa ini adalah salahsatu bahasa yang berkembang di Indonesia, khususnya Sumatra dan menjadi penyumbang terbesar dalam bangunan bahasa Indonesia modern.22

Disamping itu, Singkel tidak semata-mata menerjemahkan Tafsi>r al-Jala>lain secara apa adanya, melainkan juga merujuk kepada karya-karya tafsir lain.

Karena itu, mustahil bagi kita mengabaikan peranan Singkel dalam sejarah Islam, khususnya study tafsir di Nusantara. Johns mengemukakan bahwa “karya Singkel (Tarjuma>n al-Mustafi>d ) dalam banyak hal merupakan suatu petunjuk dalam sejarah keilmuan Islam di Tanah Melayu”. Ia banyak memberikan sumbangan kepada telaah tafsir Al-Qur’an di Nusantara. Ia meletakkan dasar-dasar bagi sebuah jembatan antara terjemah dan tafsir dan karenanya mendorong telaah lebih lanjut atas karya-karya tafsir dalam bahasa Arab. Selama hampir tiga abad, Tarjuma>n al-Mustafi>d merupakan satu-satunya terjemahan lengkap Al-Qur’an di Tanah Melayu. Baru dalam beberapa puluh tahun terakhir muncul tafsir-tafsir baru di wilayah Melayu Indonesia. Namun perkembangan terakhir ini tidak lantas berarti bahwa Tarjuma>n al-Mustafi>d

kehilangan daya tariknya. Karya ini memainkan peranan penting dalam memajukan pemahaman lebih baik atas ajaran-ajaran Islam.23

Penutup

Abdurra’uf Singkel, seorang ulama’ terkemuka dari Aceh yang masuk dalam jaringan ulama’ Haramayn, mempunyai peranan penting dalam study tafsir di Indonesia. Dia adalah orang pertama di dunia Melayu yang berjasa mempersiapkan tafsir lengkap dalam bahasa Melayu. Lewat karya tafsirnya Tarjuma>n al-Mustafi>d,

21 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Madinah: Mujamma’

Khadim al-Haramain, 1412H), 36

22 Abror, “Potret”, 192

23 John AH, “Quranic Exegesis in The Malay World: In Search of a Profile” dalam

Approaches to the History of the Interpretation of the Qur’an, Oxford: Clarendon

(9)

Singkel menempatkan dirinya pada posisi yang sangat penting bagi sejarah pertumbuhan dan perkembangan tafsir di Indonesia.

Terlepas apakah karyanya “hanyalah” sebuah karya terjemahan, atau sebuah karya tafsir, karya tersebut merupakan sebuah karya pelopor, yang karena itu tidak bisa diabaikan oleh siapapun. Lewat karyanya itu Singkel telah membuka jalan bagi penulisan tafsir di Indonesia. Dengan dicetaknya karya ini di berbagai belahan dunia, dalam masa yang berbeda-beda menunjukkan bahwa karya ini memiliki tempat yang penting, bukan hanya di Indonesia, tetapi di dunia Islam.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi Hasil Belajar Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Learning Starts With A Question (LSQ) pada Mata Pelajaran IPA Biologi Pokok

Prinsip kerjanya adalah kumparan yang terpasang pada diafragma dialiri arus sehingga menjadi elektromagnet, kumparan tersebut akan tertarik kedalam atau keluar tergantung

“Ada seseorang yang masuk sorga karena seekor lalat, dan ada lagi yang masuk neraka karena seekor lalat pula, para sahabat bertanya : bagaimana itu bisa terjadi ya

pelajari pada suatu permasalahan. Serangkaian pembelajaran REACT tersebut diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna. Melalui pembelajaran REACT siswa dilatih untuk

Perbedaan kerapatan tajuk pada lereng atas dan tengah dengan lereng bawah kemungkinan disebabkan karena kemiringan tergolong landai, kandungan lengas tanah yang rendah, kandungan

Sistem antrian angkutan pelabuhan penyeberangan Merak apabila disimulasikan dengan total keberangkatan dan kedatangan kapal Ro-Ro dalam satu hari berjumlah 119 kapal Ro-Ro

Persiapan paling awal yang dilakukan oleh mahasiswa PPL adalah mengikuti kuliah pengajaran mikro (mikro teaching). Mahasiswa melakukan praktik mengajar pada kelas kecil