• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TEORI PENUNJANG. 8 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TEORI PENUNJANG. 8 Universitas Kristen Petra"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

2. TEORI PENUNJANG

2.1 Pemasaran

2.1.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses kemasyarakatan yang melibatkan individu-individu dan kelompok untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran secara bebas produk dan jasa nilai dengan pihak lain (Kotler & Keller, 2006). Konsep inti dari pemasaran sendiri adalah pertukaran atau pertukaran nilai. Pertukaran dapat dilakukan oleh dua pihak dimana nilai-nilai yang dibutuhkan tidak terbatas pada barang, jasa, dan uang, tetapi juga dapat mencakup sumber-sumber lain seperti, waktu, energi, dan perasaan. Pertukaran juga dapat terjadi dengan syarat: 1) minimum ada dua pihak, 2) masing-masing pihak membutuhkan sesuatu untuk dipenuhi dan memiliki sumber untuk dipetukarkan (Bagozzi, 1978).

Dalam hal ini, perusahaan yang melakukan pemasaran, harus dapat memberikan kepuasan bagi konsumen jika ingin mendapatkan tanggapan yang baik dari para konsumen. Perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan kepuasan melalui produk atau jasa yang ditawarkan. Dengan kata lain, pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan sebuah proses yang menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai untuk konsumen sehingga tercipta hubungan dengan konsumen yang bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi perusahaan (Kotler & Keller, 2006).

2.1.2 Tingkatan Pemasaran

Menurut Hamzah (2007), ilmu pemasaran dibagi menjadi 5 tingkatan yaitu pemasaran komoditas (commodities marketing), pemasaran barang (goods marketing), pemasaran jasa (service marketing), pemasaran pengalaman (experiential marketing), dan pemasaran perubahan bentuk (transformation marketing).

(2)

1. Pemasaran komoditas (commodities marketing)

Komoditas merupakan bahan material yang mentah dan berasal langsung dari alam. Umumnya, bahan material ini diolah untuk mendapatkan suatu produk atau bahan material lain yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

2. Pemasaran barang (goods marketing)

Produk setengah jadi dan produk jadi yang memiliki nilai dan siap untuk dijual. Harga dari produk tersebut dapat ditentukan dari biaya produksi.

3. Pemasaran jasa (service marketing)

Produk yang ditawarkan tidak memiliki wujud, berupa pelayanan kepada konsumen untuk memenuhi keinginan dan harapan konsumen. 4. Pemasaran pengalaman (experiential marketing)

Suatu bentuk aktivitas untuk melakukan antisipasi, pengelolaan, dan pencapaian kepuasan konsumen melalui proses pertukaran yang merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan atau beberapa stimulus.

5. Pemasaran perubahan bentuk (transformation marketing)

Perusahaan bukan hanya menciptakan memori jangka panjang, tetapi juga melakukan transformasi atau menciptakan memori secara lebih permanen.

2.2 Experiential Marketing

Experiential marketing terdiri dari dua kata, yaitu experience dan

marketing. Menurut Schmitt (2003), experience adalah kegiatan personal yang timbul sebagai bentuk reaksi terhadap suatu stimulasi (misalnya terhadap suatu hal yang diberikan oleh pihak pemasar pada saat sebelum dan sesudah pembelian). Experiential marketing pada umumnya didefinisikan sebagai segala bentuk aktivitas pemasaran yang berfokus pada konsumen dan membangun hubungan dengan konsumen (Schmitt, 2011). Konsep dari experiential marketing

tidak hanya mempertimbangkan konsumen sebagai pembeli yang ingin memenuhi kebutuhannya dan mendapatkan keuntungan, tetapi juga sebagai manusia yang

(3)

rasional dan berakal sehat yang ingin mencoba berbagi hal baru dan mendapatkan pengalaman yang menarik (Schmitt, 1999). Experiential marketing sendiri juga lebih dari sekedar memberikan informasi mengenai produk atau jasa, tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaan para pelanggan yang dapat berdampak pada pemasaran, khususnya penjualan (Andreani, 2007).

Dalam experiential marketing, pengalaman merupakan unsur yang paling utama dan digunakan untuk menciptakan stimulus yang berbeda seperti area dan atmosfer yang spesial dan perubahan yang baru. Experiential marketing juga mengijinkan para konsumen untuk turut aktif dalam proses pengembangan suatu produk atau jasa karena konsumen di zaman sekarang lebih mengutamakan brand

pada saat melakukan pembelian (Alagoz & Ekici, 2014).

2.2.1 Karakteristik Experiential Marketing

Schmitt (1999) menyebutkan bahwa ada empat karakteristik dari

experiential marketing, yaitu: 1. Customer experience

Experiential marketing berfokus pada pengalaman konsumen. Pengalaman dapat terjadi karena adanya suatu pertemuan dan menjalani situasi tertentu yang memberikan nilai-nilai indrawi, emosional, kognitif, perilaku, dan relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional. Terjadinya suatu pengalaman dapat menghubungkan perusahaan dan produk atau jasa yang dimiliki dengan gaya hidup konsumen sehingga mendorong konsumen untuk melakukan pembelian.

2. Consumption as holistic experience

Ketika melakukan experiential marketing, perusahaan berusaha untuk menciptakan suatu pengalaman bagi para konsumennya dalam menggunakan suatu produk atau jasa. Perusahaan juga harus memikirkan mengenai produk, kemasan, dan iklan yang memberi kesan atau dampak besar kepada konsumen sebelum atau sesudah menggunakan produk tersebut.

(4)

3. Customer are rational and emotional animals

Dalam experiential marketing, konsumen tidak hanya dilihat dari sisi rasional saja, tetapi juga dari sisi emosional. Konsumen tidak hanya berperan sebagai pembuat keputusan yang rasional, tetapi konsumen juga membutuhkan adanya hiburan, pengaruh yang diberikan secara emosional, dan ditantang secara kreatif.

4. Method are electic

Metode yang digunakan untuk mengukur experiential marketing

harus bersifat elektik. Dalam mengukur pengalaman, perusahaan harus memperhatikan objek yang akan diukur atau lebih memperhatikan pada situasi yang terjadi daripada menggunakan suatu standar yang sama.

2.2.2 Manfaat Experiental Marketing

Menurut Yuliawan dan Ginting (2016), ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh perusahaan saat menerapkan experiential marketing, antara lain:

1. Membangkitkan kembali brand yang sedang merosot. 2. Untuk membedakan suatu produk dengan produk pesaing. 3. Untuk menciptakan citra dan identitas suatu perusahaan. 4. Untuk mempromosikan suatu inovasi.

5. Untuk membujuk percobaan, pembelian, dan loyalitas konsumen.

2.2.3 Dimensi Experiential Marketing

Menurut Holbrook dan Hirschman (1982), pengalaman atau experience

adalah sebuah struktur multi-dimensional yang harus dilihat secara keseluruhan. Disebutkan juga bahwa experiential juga menghasilkan beberapa bagian dimensi. Ada beberapa bagian dimensi yang akhirnya dikelompokkan menjadi lima bagian dimensi experiential oleh Schmitt (1999) yang disebut dengan Strategic Experiential Modules (SEMs). Kelima dimensi experiential adalah sebagai berikut:

(5)

1. Sense

Tujuan dari aspek sense adalah untuk menarik konsumen melalui kelima panca indera dengan memberikan kenikmatan atau kebahagiaan yang sebenarnya kepada konsumen. Jika dikelola dengan baik, aspek ini dapat menciptakan pengalaman panca indera yang cukup kuat dan dapat membedakan perusahaan atau suatu produk, memotivasi konsumen, dan memberikan nilai kepada konsumen. Untuk mengelola sense, perusahaan perlu untuk memperhatikan mengenai atribut utama atau ciri khas suatu perusahaan, karakteristik suatu perusahaan, dan tema perusahaan yang bertujuan untuk menciptakan kesan yang positif bagi konsumen. Ada tiga tujuan strategis dari sense, yaitu:

a. Pengalaman sebagai pembeda (sense as differentiator)

Pengalaman yang didapat melalui sense atau panca indera dapat melekat pada konsumen, karena memiliki kesan yang unik dan spesial. Cara yang dilakukan untuk menarik minat konsumen sudah melebihi batas normal dan memiliki karakteristik khusus yang melekat di benak konsumen.

b. Pengalaman sebagai motivasi (sense as motivator)

Sense juga dapat memotivasi konsumen dengan tidak memaksa konsumen, tetapi juga tidak terlalu acuh terhadap keinginan konsumen. c. Pengalaman sebagai nilai tambah (sense as value provider)

Sense dapat memberikan nilai tambah yang unik kepada konsumen,

sense dipengaruhi oleh panca indera, dan melalui panca indera konsumen dapat menentukan nilai suatu produk atau jasa. (Schmitt, 1999).

Ada 4 indikator untuk mengukur sense (Schmitt, 1999), yaitu: a. Properti.

Properti terdiri dari gedung, tumbuhan, kantor, dan tunjangan transportasi. b. Produk.

Produk terdiri dari aspek sensorik dari suatu produk secara fisik dan aspek sensorik dari suatu bentuk jasa.

(6)

c. Presentasi.

Presentasi terdiri dari packaging, shopping bags, seragam karyawan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu produk atau jasa secara langsung.

d. Publikasi.

Publikasi terdiri dari brosur, business cards, promotional materials, dan periklanan.

2. Feel

Pengalaman melalui feel dapat mengambil berbagai macam bentuk, mulai dari emosi yang santai hingga emosi yang kuat. Situasi konsumsi yang diberikan sangat berpengaruh bagi feel, meskipun komunikasi sebelum konsumsi bisa mempengaruhi pengalaman feel dengan menyediakan gambaran interpretatif untuk konsumsi. Sebagai experiential marketer, perusahaan perlu mengetahui tentang cara membujuk atau cara untuk menyediakan stimulus yang tepat untuk emosi konsumen. Jika berhasil, perusahaan dapat menciptakan ikatan yang kuat antara brand

dengan konsumen (Schmitt, 1999).

Menurut Schmitt (1999), feel dapat diukur melalui beberapa indikator, antara lain:

a. Suasana hati atau mood.

Mood atau suasana hati adalah keadaan perasaan yang tidak spesifik. Mood juga bisa muncul akibat stimulus yang spesifik, tetapi pada umumnya para konsumen kurang memperhatikan hal ini. Terkadang, konsumen juga dapat salah menafsirkan sumber dari perasaan konsumen tersebut. Musik kafe yang mengganggu atau pramugari yang tiba-tiba memotong pembicaraan konsumen dengan orang lain dan akhirnya mengakibatkan konsumen memiliki suasana hati yang buruk, walaupun konsumen tidak menyadari bahwa hal itu terjadi akibat musik atau pramugari tersebut. Konsumen hanya akan berkata bahwa kopi kafe tersebut tidak enak atau penerbangan yang dialami kurang menyenangkan.

(7)

b. Emosi.

Emosi bersifat intens dan memiliki stimulus yang spesifik. Emosi seringkali menarik perhatian diri sendiri dan mengganggu kegiatan atau aktivitas lainnya. Contoh emosi adalah marah, iri, cemburu, atau bahkan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu muncul akibat sesuatu hal (orang, events, perusahaan, produk, atau komunikasi).

3. Think

Tujuan dari aspek think adalah untuk mengajak konsumen berpikir secara kreatif. Proses kreatif yang dilalui oleh konsumen memiliki bentuk pemikiran yang convergent (rasional) dan divergent (imajinatif). Untuk menarik pemikiran yang kreatif, perusahaan dapat menggunakan baik pendekatan pemasaran secara langsung maupun asosiatif. Hal ini membutuhkan pemahaman mengenai struktur pengetahuan konsumen serta motivasi dan sumber pemikiran konsumen. Kunci untuk menyediakan motivasi yang benar adalah dengan menggabungkan antara surprise

dengan intrigue dan (terkadang) suatu provokasi (Schmitt, 1999).

Menurut Schmitt (1999), think dapat diukur melalui beberapa indikator, yaitu:

a. Kejutan.

Kejutan diperlukan untuk mengajak konsumen berpikir secara kreatif. Kejutan adalah hasil dari suatu hal yang jauh dari ekspetasi konsumen pada umumnya. Kejutan yang diciptakan harus bersifat positif, sehingga konsumen mendapatkan sesuatu yang lebih dari yang konsumen inginkan, lebih menyenangkan daripada yang konsumen harapkan, atau sesuatu yang berbeda dari apa yang konsumen ekspetasikan dan konsumen merasa puas. b. Intrigue.

Intrigue melampaui kejutan. Jika kejutan hanya sebatas mengenai hasil yang jauh dari ekspetasi dan masih bersifat “ within-the-box”, maka intrigue lebih bersifat “out of the box”. Intrigue

(8)

konsumen merasa kebingungan, tertarik, dan menantang konsumen untuk melawan asumsi-asumsi yang muncul dalam pikiran konsumen.

c. Provokasi.

Provokasi dapat menstimulasi suatu diskusi, menciptakan sebuah kontroversi, atau kejutan, tergantung pada tujuan dan target kelompok yang dituju. Provokasi dapat bersifat kurang sopan dan agresif, dan dapat beresiko jika terlalu berlebihan.

4. Act

Act bertujuan untuk memberikan pengaruh terhadap kehidupan dan interaksi konsumen. Act memberikan nilai tambah terhadap kehidupan konsumen melalui peningkatan pengalaman secara fisik, dengan cara menunjukkan cara alternatif untuk melakukan banyak hal, gaya hidup dan interaksi yang kreatif. Gaya hidup seringkali berubah akibat adanya motivasi, inspirasi, dan kejutan yang didapatkan dari role models (Schmitt, 1999).

Menurut Schmitt (1999), ada beberapa indikator yang dapat menilai act, antara lain:

a. Menimbulkan suatu keinginan.

Umumnya, perusahaan akan meletakkan usaha pemasaran suatu produk dekat dengan lokasi dimana keinginan dapat meningkat secara pesat. Dengan cara ini, perusahaan tidak hanya menciptakan suatu pengalaman, tetapi juga menguatkan brand image perusahaan secara serentak.

b. Menciptakan suatu gaya hidup.

Dalam usaha pemasaran, “lifestyle” mengacu pada pola

hidup seseorang yang diekspresikan melalui kegiatan, ketertarikan, dan pendapat setiap individu. Untuk mengekspresikan gaya hidup konsumen, dan menunjukkannya kepada orang lain, konsumen memerlukan pemasar dan indikator. Sebagai pemasar, perusahaan harus peka terhadap perubahan gaya hidup atau bahkan menjadi pembuat tren gaya hidup yang baru dan memastikan bahwa brand

(9)

perusahaan juga terlibat atau menjadi bagian di dalam gaya hidup tersebut. Hanya dengan cara tersebut, perusahaan dapat menciptakan pengalaman gaya hidup yang paling efektif.

c. Adanya interaksi.

Interaksi tidak dapat terjadi jika ada kekosongan sosial. Sebagai gantinya, perilaku setiap individu tidak hanya bergantung pada apa yang menjadi suatu kepercayaan individu atau norma-norma sosial. Pengalaman melalui interaksi dapat mendorong perasaan positif yang kuat. Seluruh pengalaman ini juga dapat berubah bergantung pada kontrol, inisiatif, dan perasaan yang sedang dialami.

5. Relate

Relate terdiri dari aspek sense, feel, think, dan act. Tetapi, relate

berkembang melampaui kepribadian tiap individu, perasaan pribadi, kemudian ditambah dengan “pengalaman individual” dan berkaitan dengan pola pikir tiap individu, orang lain, dan budaya. Relate juga memotivasi keinginan individu untuk melakukan self-improvement. Setiap individu tertarik untuk dibujuk secara positif oleh orang lain seperti, teman, pacar, suami/istri, orang tua, dan sebagainya. Manusia berelasi dengan orang lain untuk memperluas hubungan sosial tiap individu, kemudian membangun relasi dan komunikasi yang kuat dengan orang lain (Schmitt, 1999).

Menurut Chang et al (2011), indikator-indikator yang dapat menilai relate, yaitu:

a. Hubungan antar individu.

b. Komunitas sosial (jenis kelamin, ras, pekerjaan, dan gaya hidup).

c. Entitas sosial (kewarganegaraan dan budaya).

Perangkat dari SEMs dapat disampaikan kepada konsumen melalui

Experience Provider (ExPros). Experiential provider merupakan media yang digunakan untuk menciptakan stimulus pada konsumen dan ExPros dibagi menjadi tujuh komponen (Schmitt, 1999), antara lain:

(10)

1. Komunikasi (communications): Iklan, majalah, koran, brosur, dan segala bentuk dari public relation.

2. Verbal identity atau visual: Nama dan logo perusahaan.

3. Produk (Product presence): Penampilan suatu produk (desain produk, kemasan).

4. Co-branding: Event marketing, sponsorship, alliances & partnership

(kemitraan), licencing (hak paten).

5. Tempat penjualan (Spational environment). 6. Websites dan media elektronik.

7. People: Sales, representasi perusahaan, customer service, operator call service.

2.3 Kepuasan Konsumen

Kotler dan Keller (2009) menyatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang merupakan hasil dari perbandingan penggunaan suatu produk dengan ekspetasi yang dimiliki konsumen. Jika kinerja gagal dan dinilai di bawah ekspetasi konsumen, maka konsumen tidak akan puas. Jika kinerja dinilai memenuhi ekspetasi konsumen, maka konsumen akan merasa puas. Jika kinerja dinilai melebihi ekspetasi konsumen, maka konsumen akan merasa sangat puas. Menurut Kotler dan Armstrong (2012), nilai konsumen adalah keuntungan dari biaya yang dikeluarkan untuk menerima penawaran yang diberikan dalam mendapatkan dan menggunakan produk atau jasa karena kepuasan konsumen sangat tergantung pada persepsi dan harapan konsumen.

Kepuasan merupakan perasaan emosional konsumen terhadap evaluasi pengalaman setelah menggunakan suatu produk atau jasa tertentu, yang meliputi hal-hal berikut (Hutama & Subagio, 2014):

1. Expectation (harapan)

Harapan konsumen terbentuk pada saat sebelum membeli atau menggunakan suatu produk atau jasa. Pada saat proses pembelian berlangsung, konsumen berharap untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan, harapan, atau keyakinan konsumen. Kepuasan konsumen sangat tergantung pada persepsi dan pola pikir setiap

(11)

konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan konsumen adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan konsumen ketika sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk (perusahaan).

b. Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.

c. Pengalaman dari teman-teman.

d. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran dimana kampanye yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu memenuhi harapan pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap persepsi konsumen.

2. Performance (kinerja)

Performance merupakan pengalaman konsumen dalam

menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa tanpa dipengaruhi oleh harapan konsumen. Dalam menggunakan produk atau jasa tersebut, konsumen menerima secara aktual mengenai kegunaan produk atau jasa tersebut dan menerima kinerja produk atau jasa tersebut sebagai dimensi yang penting bagi konsumen.

3. Comparison (perbandingan)

Setelah menggunakan produk atau jasa tertentu, konsumen akan mulai membandingkan harapan terhadap kinerja produk atau jasa sebelum membeli dengan kinerja aktual produk atau jasa tersebut.

4. Confirmation atau disconfirmation

Harapan konsumen dipengaruhi oleh pengalaman konsumen terhadap penggunaan suatu produk atau jasa dari brand yang berbeda atau dari pengalaman orang lain. Melalui penggunaan tersebut, konsumen mulai membandingkan harapan kinerja produk atau jasa yang dibeli dengan kinerja aktual produk atau jasa tersebut. Confirmation terjadi ketika kinerja aktual produk atau jasa tersebut sesuai dengan harapan konsumen. Disconfirmation terjadi ketika harapan konsumen lebih tinggi atau lebih rendah dari kinerja aktual produk atau jasa tersebut.

(12)

5. Discrepancy (ketidaksesuaian)

Discrepancy menunjukkan perbedaan antara harapan dengan kinerja aktual suatu produk atau jasa tertentu. Negative discrepancy dapat terjadi ketika kinerja aktual lebih rendah dari harapan konsumen, kesenjangan yang lebih luas lagi juga dapat mengakibatkan tingginya nilai ketidakpuasan. Positive discrepancy terjadi ketika kinerja aktual lebih tinggi dari harapan konsumen. Ketika konsumen merasa puas, maka konsumen akan menggunakan produk atau jasa yang sama berulang-ulang, sedangkan jika konsumen merasa tidak puas maka konsumen akan menuntut perbaikan atau memberikan komplain kepada perusahaan terkait.

2.3.1 Cara Mengukur Kepuasan Konsumen

Ada beberapa metode untuk mengukur kepuasan konsumen (Tjiptono, 2011), diantaranya:

1. Sistem keluhan dan saran

Perusahaan memberikan kesempatan yang luas kepada para konsumen untuk menyampaikan saran dan keluhan. Informasi-informasi ini dapat memberikan ide-ide yang cemerlang bagi perusahaan dan memungkinkan perusahaan untuk memberikan reaksi secara tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul.

2. Ghost shopping

Ghost shopping dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap seperti pembeli pada umumnya, kemudian memberikan laporan kepada perusahaan mengenai keluhan dan kelemahan produk atau jasa perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman konsumen yang melakukan pembelian produk atau jasa tersebut. Selain itu, ghost shopper dapat mengamati secara langsung cara penanganan setiap keluhan.

3. Lost customer analysis

Perusahaan menghubungi para konsumen yang telah berhenti atau tidak menggunakan produk atau jasa perusahaan tersebut atau yang telah pindah pemasok agar dapat mengerti mengapa hal itu terjadi. Hal ini dapat

(13)

dilakukan dengan cara exit interview atau kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk menanyakan kepada konsumen alasan berhenti menggunakan produk atau jasa tersebut dan berusaha menarik minat para konsumen untuk kembali menggunakan produk atau jasa perusahaan tersebut. Selain itu, perusahaan juga dapat memantau dari customer loss rate, dimana peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan konsumennya.

4. Survei kepuasan konsumen

Umumnya penelitian mengenai kepuasan konsumen dilakukan dengan melakukan survei, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung. Perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari konsumen dan memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap konsumennya.

2.3.2 Indikator Kepuasan Konsumen

Pengukuran kepuasan konsumen sangat penting untuk dilakukan karena dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi perusahaan terkait. Ada empat indikator pengukuran (Tjiptono, 2011), yaitu:

1. Kepuasan konsumen keseluruhan

Perusahaan dapat melakukan wawancara langsung mengenai tingkat kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa yang digunakan. Kepuasan diukur berdasar produk atau jasa yang terkait dan dibandingkan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa dari perusahaan pesaing.

2. Konfirmasi harapan

Kepuasan yang tidak diukur secara langsung, melainkan disimpulkan berdasar kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja aktual produk atau jasa pada beberapa atribut atau dimensi penting.

(14)

3. Minat pembelian ulang

Indikator kepuasan konsumen dapat juga diukur melalui perilaku konsumen yang bersedia untuk menggunakan produk atau jasa dari perusahaan tersebut secara berulang atau tidak.

4. Kesediaan untuk merekomendasi

Konsumen bersedia untuk merekomendasikan produk atau jasa dari perusahaan tersebut kepada teman, keluarga, atau lingkungan sekitarnya.

2.4 Hubungan Antar Experiential Marketing dan Kepuasan Konsumen Saat ini, experiential marketing merupakan metode pemasaran yang sedang umum digunakan oleh beberapa perusahaan untuk menarik minat konsumennya. Faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen adalah

experiential marketing yang terdiri dari sense, feel, think, act, dan relate.

2.4.1 Hubungan antara Sense dengan Kepuasan Konsumen

Strategi sense bertujuan untuk membedakan, memotivasi, dan memberikan nilai pada konsumen. Sense yang digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengaruh positif dan negatif terhadap kepuasan konsumen. Perusahaan umumnya memanfaatkan sense untuk menarik perhatian konsumen melalui hal-hal yang mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesan yang kuat.

Menurut penelitian Indriani, Wilopo, dan Pangestuti (2016) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan dan loyalitas pengunjung di Jatim Park 2, mengungkapkan bahwa sense berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen. Dalam penelitian Wahyuningtyas, Achmad, dan Zainul (2017) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan konsumen dan dampaknya terhadap loyalitas konsumen, menyatakan bahwa sense

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Penelitian Alkilani, Ling, dan Abzakh (2012) mengenai pengaruh experiential marketing dan kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen dalam dunia jejaring sosial, mengungkapkan sense memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap

(15)

kepuasan konsumen. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Sense berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen Jatim Park 3 di Kota Batu.

2.4.2 Hubungan antara Feel dengan Kepuasan Konsumen

Perusahaan dituntut untuk melakukan strategi pemasaran yang dapat menciptakan perasaan yang baik secara konsisten bagi konsumen agar perusahaan dapat menciptakan loyalitas brand yang kuat dan bertahan lama di kalangan konsumen (Schmitt, 1999). Pelayanan yang baik dan sesuai suasana hati konsumen dapat menciptakan perasaan positif yang berkesan bagi konsumen.

Menurut penelitian Indriani, Wilopo, dan Pangestuti (2016) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan dan loyalitas pengunjung di Jatim Park 2, mengungkapkan bahwa feel berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen. Dalam penelitian Wahyuningtyas, Achmad, dan Zainul (2017) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan konsumen dan dampaknya terhadap loyalitas konsumen, menyatakan bahwa feel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Penelitian Alkilani, Ling, dan Abzakh (2012) mengenai pengaruh experiential marketing dan kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen dalam dunia jejaring sosial, mengungkapkan feel memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap kepuasan konsumen. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Feel berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen Jatim Park 3 di Kota Batu.

2.4.3 Hubungan antara Think dengan Kepuasan Konsumen

Think digunakan untuk merangsang pikiran kognitif agar dapat memberi ide atau pemikiran baru tentang jasa perusahaan sehingga memberikan kesan mendalam di pikiran para konsumen. Ada beberapa cara terbaik untuk membuat

(16)

1. Menciptakan sebuah kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, verbal ataupun konseptual.

2. Berusaha untuk memikat konsumen. 3. Memberikan sedikit provokasi.

Menurut penelitian Indriani, Wilopo, dan Pangestuti (2016) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan dan loyalitas pengunjung di Jatim Park 2, mengungkapkan bahwa think berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen. Dalam penelitian Wahyuningtyas, Achmad, dan Zainul (2017) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan konsumen dan dampaknya terhadap loyalitas konsumen, menyatakan bahwa think

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Penelitian Alkilani, Ling, dan Abzakh (2012) mengenai pengaruh experiential marketing dan kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen dalam dunia jejaring sosial, mengungkapkan think tidak memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap kepuasan konsumen. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Think berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen Jatim Park 3 di Kota Batu.

2.4.4 Hubungan antara Act dengan Kepuasan Konsumen

Gaya hidup seseorang dapat dilihat melalui tindakan, minat, dan pendapat dengan menerapkan budaya yang sedang berlangsung atau mendorong terciptanya budaya yang baru. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesan terhadap pola perilaku atau gaya hidup, serta menumbuhkan pola interaksi sosial melalui strategi yang dilakukan (Schmitt, 1999).

Menurut penelitian Indriani, Wilopo, dan Pangestuti (2016) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan dan loyalitas pengunjung di Jatim Park 2, mengungkapkan bahwa act berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen. Dalam penelitian Wahyuningtyas, Achmad, dan Zainul (2017) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan konsumen dan dampaknya terhadap loyalitas konsumen, menyatakan bahwa act memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Penelitian Alkilani, Ling,

(17)

dan Abzakh (2012) mengenai pengaruh experiential marketing dan kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen dalam dunia jejaring sosial, mengungkapkan act tidak memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap kepuasan konsumen. Berdasarkan pernyataan berikut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Act berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen Jatim Park 3 di Kota Batu.

2.4.5 Hubungan antara Relate dengan Kepuasan Konsumen

Relate merupakan gabungan dari keempat dimensi experiential marketing, yaitu sense, feel, think, dan act. Relate berkaitan erat dengan pembentukan identitas sosial dalam setiap individu maupun kelompok sosial. Seorang pemasar harus bisa membentuk identitas sosial (generasi, kebangsaan, etnis) bagi konsumennya melalui produk atau jasa yang ditawarkan (Andreani, 2007). Relate

dapat dikatakan berpengaruh secara positif apabila setiap konsumen dapat merasa bangga dan diterima dalam komunitas, dan relate dinyatakan gagal apabila tidak bisa menghubungkan konsumen dengan apa yang ada di luar diri konsumen.

Menurut penelitian Indriani, Wilopo, dan Pangestuti (2016) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan dan loyalitas pengunjung di Jatim Park 2, mengungkapkan bahwa relate berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen. Dalam penelitian Wahyuningtyas, Achmad, dan Zainul (2017) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan konsumen dan dampaknya terhadap loyalitas konsumen, menyatakan bahwa

relate memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Penelitian Alkilani, Ling, dan Abzakh (2012) mengenai pengaruh experiential marketing dan kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen dalam dunia jejaring sosial, mengungkapkan relate tidak memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap kepuasan konsumen. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Relate berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen Jatim Park 3 di Kota Batu.

(18)

2.4.6 Hubungan Pengaruh Paling Dominan Variabel Experiential Marketing dengan Kepuasan Konsumen

Menurut penelitian Indriani, Wilopo, dan Pangestuti (2016) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan dan loyalitas pengunjung di Jatim Park 2, mengungkapkan bahwa feel adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi jika dilihat berdasarkan mean. Dalam penelitian Wahyuningtyas, Achmad, dan Zainul (2017) mengenai pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan konsumen dan dampaknya terhadap loyalitas konsumen, menyatakan bahwa act merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kepuasan konsumen. Penelitian Alkilani, Ling, dan Abzakh (2012) mengenai pengaruh experiential marketing dan kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen dalam dunia jejaring sosial, mengungkapkan feel merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kepuasan konsumen. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut:

H6 : Feel berpengaruh dominan terhadap kepuasan konsumen Jawa Timur Park 3 di Kota Batu.

(19)

2.5 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sense: 1. Properti 2. Produk 3. Presentasi 4. Publikasi (Schmitt, 1999) Feel: 1. Mood 2. Emosi (Schmitt, 1999) Kepuasan Konsumen: 1. Kepuasan konsumen keseluruhan 2. Konfirmasi harapan 3. Minat pembelian ulang 4. Kesediaan untuk merekomendasi (Tjiptono, 2011) Think: 1. Kejutan 2. Intrigu 3. Provokasi (Schmitt, 1999) Experiential Marketing

Jatim Park 3 Kota Batu

Act: 1. Menimbulkan keinginan 2. Menciptakan gaya hidup 3. Adanya interaksi (Schmitt, 1999) Relate: 1. Hubungan antar individu 2. Komunitas sosial 3. Entitas sosial (Chang et all, 2011)

(20)

Gambar kerangka pemikiran menjelaskan bahwa kepuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh experiential marketing (sense, feel, think, act, dan relate), hal ini dikarenakan konsumen memerlukan pelayanan yang memuaskan dan menyenangkan emosional para konsumen. Dengan demikian perusahaan harus dapat meningkatkan kepuasan konsumen yang dimana perusahaan diharuskan untuk memaksimalkan kepuasan dan pengalaman yang menyenangkan bagi konsumen dan meminimalkan pengalaman yang kurang menyenangkan bagi konsumen.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Restoran yang menerapkan metode table service memberikan servis kepada pelanggan dengan cara membawakan makanan dan minuman yang dipesan oleh pelanggan ke meja makan dan

Ukuran : 80 x 70 x 100 mm Bahan : Plastik PS (injeck) Warna : Berwarna, transparan Deskripsi : Alat Ini digunakan untuk menunjukkan rumus volume dengan menggunakan media pasir /

Sedangkan menurut Grewal&Levy (2008), loyalty program bertujuan untuk menciptakan ikatan secara emosional antara perusahaan dengan pelanggan, serta untuk memenuhi

Reaksi pasar tidak hanya ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham yang tercermin dari abnormal return, indikator kedua yang dapat digunakan dalam melihat

Pak Menteri dan jajarannya. Saya berterima kasih sekali sama Pak Menteri karena reaksi cepat sekali menanggapi segala sesuatu yang ada di lingkungan terutama

Dengan adanya perubahan iklim seperti meningkatnya suhu bumi dan kelembaban dapat memicu terjadinya peningkatan populasi vektor yang secara tidak langsung akan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Hastopo, dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tindak pidana pemerasan adalah Pasal 368 Ayat (1) KUHP, yang mengandung

Kertajaya dalam Putri dan Astuti (2012) mendefinisikan Experiential Marketing sebagai suatu konsep pemasaran yang bertujuan membentuk pelanggan yang loyal dengan cara