1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Potensi bijih besi di Indonesia banyak tersebar di berbagai wilayah, seperti: Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Barat, Lampung, Bangka-Belitung, Jawa, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara, NTT, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan Papua dengan jumlah deposit berupa sumberdaya dan cadangan sekitar 5.617.087.555 ton (DESDM, 2009/ data diolah kembali). Potensi bijih besi tersebut memiliki karakteristik yang beragam, baik dari segi kualitas maupun jenis mineral besi yang terkandung di dalamnya. Namun, nilai tambah yang diperoleh dari pengusahaan penambangan kedua bahan galian tersebut masih sangat rendah. Hal ini terjadi karena produknya dijual dalam bentuk konsentrat atau bijih saja. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk melakukan peningkatan nilai tambahnya untuk menjadi produk logam, sehingga akan memiliki nilai tambah yang lebih besar. (untuk lebih jelasnya lihat Gambar 1 Peta Penyebaran Bijih Besi Indonesia).
Industri besi baja di Indonesia masih menggunakan bahan baku berupa pellet dan scrap yang di impor. PT Karakatau Steel (PT KS) sebagai salah satu industri besi baja nasional mengimpor pellet berkualitas tinggi yang memenuhi spesifikasi kimia dan fisik tertentu, berkadar minimum 65% Fe, sebanyak sekitar 2,5 juta ton per tahun dan akan mencapai 4 juta tahun pada akhir tahun 2020. Proses yang digunakan di PT KS adalah HYL proses yang menggunakan gas alam yang direformasi menjadi gas CO dan H2 untuk mereduksi pellet menjadi sponge iron. Selanjutnya sponge iron dilebur menjadi baja dalam tungku listrik. Sedangkan industri baja lainnya yang dijalankan oleh pihak swasta seperti PT Gunung Garuda, Ispatindo, dll, kebanyakan mengunakan bahan baku berupa scrap yang juga diimpor sebesar 1,4 juta ton per tahun.
Sebenarnya, Indonesia mempunyai deposit mineral besi yang cukup besar baik berupa hematit-magnetit, lateritik dan pasir besi, sehingga berdasarkan data yang terekam di Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panasbumi, ekspor bijih besi Indonesia pada tahun 2009 mencapai lebih dari 5 juta ton. Mengingat nilai ekspor bijih besi ini mempunyai nilai tambah yang relatif rendah, oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk melakukan peningkatan nilai tambah bijih besi menjadi produk logam yaitu berupa pig iron dan baja. Nilai tambah bijih besi menjadi pig iron mencapai 3,6 kali sedangkan menjadi baja mencapai 4,7 kali. Produk pig iron yang dihasilkan dari bijih besi lokal dapat dipergunakan untuk industri baja nasional sehingga akan memberikan multiplier efek yang sangat besar.
Sumber bahan baku untuk industri besi baja di Indonesia dapat diklasifikan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Bijih besi metasomatik dengan deposit sebesar 320.462.611 ton yang tersebar di Lampung, Sumatera Barat, Belitung, Kalimantan Selatan, Tanalang, Pleihari. Bijih besi metasomatik adalah bijih besi magnetit-hematit dengan kadar yang sangat bervariasi dari 25% Fe- 67% Fe.
2. Besi besi lateritik dengan deposit yang sangat besar 1.391.246.630 ton yang tersebar di Kalimantan Selatan, Pomalaa, Halmahera. Bijih besi lateritik merupakan hasil pelapukan sehingga banyak didominasi oleh mineral-mineral gutit dan mengandung nikel. Kadar bijih besi lateritik juga bervariasi umumnya berkadar sekitar 40% Fe dengan kandungan nikel mencapai 0,5%. Bijih besi latertik dapat juga ditingkatkan kadarnya dengan berbagai macam teknologi peningkatan kadar. Lurgi dan Crest Exploration Limited (Crest, 1965) mengembangkan teknik magnetizing roasting untuk mengubah sifat diamagnetik dari mineral besi hematit menjadi feromagnetik. Dilaporkan bahwa teknik ini cukup berhasil untuk meningkatkan kadar besi dari kadar 30% Fe menjadi 65% Fe. China mengembangkan teknik hydrophobic floculation untuk meningkatkan kadar bijih hematit berkadar 30% Fe dan 55% SiO2 menjadi 60% Fe. India mengembangkan teknik flotasi kolom untuk meningkatkan kadar besi menghasilkan konsentrat berkadar 67% Fe dan 2% SiO2+Al2O3 dengan perolehan mencapai 85-90%.
tambah yang optimal. Semakin berkembangnya teknologi pengolahan mineral, semakin berdampak terhadap optimalisasi perolehan mineral yang lebih efisien dan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
Pengusahaan tambang mineral di Indonesia (Kontrak Karya/KK) selama ini masih ada yang menjual produknya dalam bentuk konsentrat, sedangkan pengusahaan dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP) masih menjual dalam bentuk bijih. Hal tersebut sangat merugikan negara, mengingat nilai tambah yang diperoleh relatif rendah. Padahal, mineral tersebut jika diusahakan lebih lanjut dengan mempergunakan teknologi yang lebih baik akan dapat meningkatkan nilai tambahnya, yang pada akhirnya akan dapat memberikan dampak ekonomi nasional yang lebih baik pula.
Ada dua dasar hukum yang terkait langsung dengan upaya peningkatan nilai tambah ini, yaitu :
a. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu :
1) Pasal 95 huruf c: pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah;
2) Pasal 102: pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan/pemurnian, dan pemanfaatan minerba;
3) Pasal 103: pemegang IUP dan IUPK wajib melakukan pengolahan/ pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu :
1) Pasal 93: pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan/pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah, langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya;
2) Pasal 94: pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah, langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya;
3) Pasal 95: komoditas tambang yang ditingkatkan nilai tambahnya adalah mineral logam, bukan logam, batuan, atau batubara; 4) Pasal 96 : ketentuan tentang tata cara peningkatan nilai tambah mineral dan batubara diatur dengan Peraturan Menteri.
c. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan Sebagai Bahan Bakar Lain.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan batubara yang dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain, antara lain sebagai berikut :
1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyediaan dan pemanfaatan batubara yang dicairkan sebagal Bahan Bakar Lain, yang antara lain memuat jaminan ketersediaan batubara yang dicairkan serta jaminan kelancaran dan pemerataandistribusinya;
2) menetapkan paket kebijakan insentif dan tarif bagi pengembangan batubara yang dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain dengan berkoordinasi dengan instansi terkait;
4) menjamin ketersediaan pasokan batubara sebagai bahan baku batubara yang dicairkan;
5) menetapkan sistem dan prosedur untuk pengujian mutu Bahan Bakar Lain yang berasal dari batubara yang dicairkan; 6) menetapkan tata niaga batubara yang dicairkan sebagal Bahan Bakar Lain ke dalam sistem tata niaga Bahan Bakar Minyak; 7) mendorong pelaku usaha di bidang pertambangan batubara untuk menyediakan bahan baku batubara yang dicairkan.
d. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Kebijakan Pembatasan Produksi Pertambangan Mineral Nasional:
1) Pasal 4 ayat (2): Kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral nasional tertentu, antara lain dapat berupa timah, nikel, besi, emas, atau tembaga.
2) Pasal 6: Kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral tertentu nasional untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat dievaluasi setiap tahun. Evaluasi didasarkan atas kajian terhadap asas konservasi, kapasitas produksi nasional, optimalisasi penerimaan negara, peningkatan nilai tambah, kebutuhan ekspor, pasokan dalam negeri dan daya dukung Iingkungan.
e. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri:
1) Pasal 2 ayat (1): badan usaha pertambangan mineral dan batubara harus mengutamakan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri;
2) Pasal 6 ayat (1): pemerintah (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) merencanakan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri untuk masa satu tahun;
3) Pasal 9: harga mineral dan batubara yang dijual di dalam negeri mengacu pada harga patokan mineral dan batubara, baik untuk penjualan langsung (spot) atau penjualan jangka tertentu (term).
Oleh karena itu, untuk menunjang peraturan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah, perlu dilakukan evaluasi terhadap berbagai mineral yang diperkirakan dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar lagi dibandingkan hanya akan dijual dalam bentuk konsentrat atau bijih saja melalui analisis tekno-ekonomi (proses produksi dan keekonomian).
1.2. Pola Pikir
Pola pikir penyusunan tulisan kebijakan peningkatan nilai tambah ini didasarkan kepada kondisi sekarang, proses peningkatan nilai tambah, dan kondisi yang diharapkan (Gambar 1).
KONDISI SEKARANG P R O S E S KONDISI DIHARAPKAN
Produktambang minerba, belum
optimal
Peningkatan nilai tambah:
-Teknologi
-Ekonomi
-Konservasi
-Lingkungan
Dasarhukum - UU No.4/2009 -PP No.23/2010 -PermenESDM
No.34/2009
Optimalisasiproduktambang minerba, melalui peningkatan:
-Penerimaannegara -Tenagakerja
-Nilai tambang
-Ketersediaan bahan baku industri
Lingkunganstrategis nasional & internasional
Strategidan langkah-langkah
Rekomendasi : Rancangan PermenESDM tentang peningkatannilai tambah
POLA PIKIR
DasarHukum -UU No.32/2004 -UU No.25/2007 -PP No.45/2008 -Dll
Gambar 1. Pola Pikir Peningkatan Nilai Tambah Minerba
1.3 Ruang Lingkup Kegiatan
produk besi dan baja dalam rangka menunjang penerapan UU No.4 Tahun 2009 dalam menggali nilai tambah mineral bijih besi dan potensi kebutuhan yang ada di tanah air ini secara optimal. Dalam kajian ini penekanan akan dititikberatkan pada aspek pasar dan aspek investasi. Dari aspek pasar titik berat analisis pada gambaran umum pasar, permintaan, penawaran, dan potensi/peluang pasar. Sedangkan dari aspek investasi titik berat analisis pada kajian sarana dan prasarana investasi, dan kebijakan terkait investasi.
1.4 Maksud dan Tujuan
Maksud kajian ini adalah melakukan kajian teknis dan keekonomian dalam upaya peningkatan nilai tambah pengusahaan pengolahan dan pemurnian bijih besi (mineral utama dan ikutan) dengan tujuan untuk mengetahui prospek (teknologi dan ekonomi) serta nilai tambah pengolahan dan pemurnian bijih besi tersebut dari pengembangan usaha peleburan dan pemurnian bijih besi secara optimal sebagai bahan masukan bagi pemerintah di dalam melakukan regulasi kebijakan pengusahaan mineral.
1.5 Sasaran
Sasaran kajian ini di antaranya adalah tersedianya bahan baku, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara sesuai penjelasan pasal 95 ayat (2) PP No.23/2010. Ini berarti diperlukan optimalisasi berbagai jenis produk hasil pertambangan (dalam hal ini mineral bijih besi), sehingga akan mampu meningkatkan penerimaan negara serta hal-hal lain sesuai amanat yang terkandung dalam UU No.4/2009. Dengan perkataan lain, bahan tambang minerba di Indonesia tidak boleh lagi dijual dalam bentuk bahan wantah, namun terlebih dulu harus dilakukan pengolahan dan pemurnian untuk mendapatkan nilai tambah bagi peningkatan penerimaan negara.
Merujuk hal tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari kajian ini secara rinci adalah:
a) Potensi ekonomi pengolahan bijih besi secara teknis maupun ekonomi dalam upaya peningkatan nilai tambahnya;
b) Potensi pasar mineral ikutan yang terkandung dalam bijih besi;
c) Diketahuinya neraca sumber daya dan cadangan bijih besi (konservasi dan rencana pengembangan);
d) Diketahuinya model pengusahaan, besaran investasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih besi; e) Diketahuinya model perizinan dan fasilitas fiskal dalam pengusahaan bijih besi; dan
f) Diketahuinya alternatif lokasi yang didukung Infrastruktur, tenaga kerja, dan kriteria pasar.
1.5 Lokasi Kegiatan Penelitian
instansi). Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 1.
GAMBAR 1.
LOKASI KEGIATAN TEKNO EKONOMI KEBIJAKAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH BIJIH BESI
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PASOKAN DAN KEBUTUHAN BIJIH BESI NASIONAL DAN DUNIA
Peningkatan kebutuhan baja dunia untuk pembangunan, terutama di Cina, menyebabkan bijih besi kadar rendah Indonesia juga ikut diperdagangkan dalam perdagangan dunia, seperti tercatat pada tahun 2009 mencapai lebih dari 5 juta ton. Tabel 1 memperlihatkan kelompok perusahaan terbesar yang memasok bijih besi dunia dan kapasitas produksinya.
Tabel 1
2.2 Pengolahan Bijih Besi
Pada saat ini sebagian besar produksi logam besi wantah (pig iron) berasal dari proses tanur tegak (blast furnace), proses ini membutuhkan bijih besi berupa bongkah (lump) berkadar tinggi, pellet atau sinter, dan kokas sebagai bahan pereduksi dan sumber panas. Dalam tanur tegak bijih besi mengalami reduksi secara bertingkat sampai dihasilkan logam besi wantah. Kapasitas minimum pengolahan bijih besi menggunakan blast furnace adalah 300-500 ribu ton hot metal per tahun. Pengaplikasi teknologi blast furnace di Indonesia harus memperhitungkan kebutuhan kokas, yang harus di import. Sintering plant bijih besi juga harus dintegrasikan untuk mengolah bijih besi halus maupun konsentrat besi hasil peningkatan kadar.
Gambar 2
Teknologi SL/RN dalam pengolahan bijih besi (sumber : PT ANTAM)
2.3 Peningkatan Nilai Tambah
Menurut ilmu ekonomi, nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang wujud ke atas sesuatu barang sebagai akibat dari pemrosesan terhadap barang tersebut (misalnya dari granit menjadi ubin) atau kesan dari jasa untuk menjual barang tersebut (biaya pengangkutan dan keuntungan penjual). Jadi, pengertian nilai tambah adalah selisih antara nilai produk akhir dengan biaya/input antara (misalnya, pemakaian peralatan/mesin produksi, pemakaian bahan baku untuk proses industri dll.) yang berkaitan dengan proses produksi itu sendiri. Dalam hal ini, nilai tambah setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi, yaitu upah dan gaji, surplus usaha badan usaha, pajak dan royalti, pendapatan bunga, dan deviden (Sukirno, 2004). Sebagai ilustrasi, kegiatan usaha penambangan granit saat ini memproduksi batu belah, split, dan ubin. Kegiatan ini dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi, jika dibandingkan dengan hanya memproduksi batu belah atau split. Demikian halnya jika pengusahaan pasir besi atau bijih besi dalam produk besi wantah, sponge iron, atau baja akan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan yang hanya dijual dalam bentuk konsentrat atau bijih saja.
Gambar 3
Ilustrasi peningkatan nilai tambah bijih besi (Sumber : PT ANTAM)
Peningkatan nilai tambah lain dari pengolahan bijih besi dengan teknologi SL/RN adalah pemanfaatan terbentuknya gas buang (heat off gas) dari proses reduksi untuk menggerakkan tenaga listrik berdaya 24,8 MW, sehingga kelebihan dari tenaga listrik dapat disalurkan kemasyarakat sekitar.
2.4 Teknologi Ekstraksi Unsur Jarang dari Mineral Pembawanya
Pada saat ini telah diketahui dan dipahami secara baik keberadaan unsur-unsur jarang bernilai ekonomi tinggi dalam beberapa mineral/konsentrat bijih sebagai mineral pembawanya serta teknologi ekstraksi yang telah digunakan secara komersial di dunia. Untuk alasan ini, akan ditinjau mineral/konsentrat bijih sebagai pembawa unsur jarang bernilai ekonomi tinggi yang keterdapatannya potensial di Indonesia, pada konsentrat bijih besi kandungan mineral yang ada misalnya
Tabel 1 Klasifikasi Logam Utama Dan Unsur Ikutan
Nama Logam (Unsur)
Klasifikasi
Bijih (mineral) Unsur Ikutan
Besi (Fe) Bijih besi (magnetit, Fe3O4; hematit, Fe2O3)
Besi laterit (goetit, FeOOH)
Ni, Co, Cr, V
Tabel 2. Klasifikasi Mineral Utama dan Mineral Ikutan
Konsentrat
Mineral
Unsur/Oksida Terkandung Bernilai Ekonomi
Utama Ikutan
Bijih besi Laterit Vanadium pentaoksida, nikel
V2O5, Ni
Besi laterit Goetit Kromit Cr, V, Sc, Ce
2.5 Penerimaan Negara
nilai tambah tersebut. Dengan demikian, apabila nilai tambah dari berbagai jenis mineral dan batubara dapat ditingkatkan, maka otomatis perolehan pajak dan royalti dari sektor pertambangan akan dapat meningkatkan pula kontribusinya terhadap penerimaan negara.
Berkembangnya pemanfaatan mineral jarang pada sektor industri berdampak pada PNBP dari royalti bahan galian, karena di dalam PP No.45 Tahun 2003 tentang tarif atas jenis PNBP masih ada bahan galian yang belum masuk, karena merupakan turunan dari bahan galian utama setelah dilakukan proses pengolahan lanjutan.
PP No.45 Tahun 2003 merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berasal dari :
a. Pelayanan jasa bidang geologi dan sumber daya mineral; b. Iuran tetap;
c. Iuran eksplorasi/iuran eksploitasi; royalti; d. Dana hasil produksi batubara;
e. Jasa teknologi/konsultasi eksplorasi mineral, batubara, panas bumi dan konservasi; f. Jasa teknologi vulkanologi dan mitigasi bencana geologi;
g. Pelayanan jasa bidang minyak dan gas bumi;
h. Pelayanan jasa bidang penelitian dan pengembangan; dan i. Pelayanan jasa bidang pendidikan dan pelatihan.
Untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari kegiatan pertambangan mineral, perlu dilakukan “Kajian Tekno-Ekonomi dan Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Bijih Besi” sebagai salah satu upaya peningkatan nilai tambah mineral bijih besi yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi, sehingga baik pungutan pajak maupun PNBP (melalui iuran royalti) akan semakin besar bagi penerimaan negara dari sektor pertambangan, mengingat bahwa usaha pertambangan di Indonesia dari sisi bisnis atau usaha masih mempunyai prospek dan peluang berkembang di masa depan, antara lain:
a. Kondisi geologis dan potensi mineral Indonesia yang masih menarik, karena masih banyak wilayah yang belum dijangkau oleh kegiatan eksplorasi; b. Potensi geografis Indonesia yang sangat menguntungkan, karena berdekatan dengan pasar potensial Asia;
c. Adanya peningkatan kebutuhan mineral dan batubara, khususnya dari negara-negara Asia- Pasifik, seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, India, Hongkong, Malaysia dan Filipina;
2.6 Metodologi
Metode penelitian ini dilakukan secara survei dan studio. Pengumpulan data primer diperoleh dengan melakukan survei langsung ke lapangan (lokasi penambangan/ pengolahan bijih besi) maupun pada industri-industri pemakai bahan mineral yang berbasis bijih besi (besi dan baja) untuk memperoleh data kebutuhan/pangsa pasarnya, serta melakukan pengambilan percontoh batuan untuk dianalisis. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, Bappeda, Dinas Pertambangan dan Energi, Badan Lingkungan Hidup, Badan Pusat Statistik, Perusahaan-perusahaan terkait, dll; pengolahan dan analisis dilakukan melalui uji laboratorium dan desk study.
PERKEMBANGAN PRODUKSI, KONSUMSI, EKSPOR DAN IMPOR PRODUK BESI BAJA INDONESIA
a. PERKEMBANGAN PRODUKSI BESI-BAJA INDONESIA
Perkembangan produksi besi-baja di tanah air dari berbagai jenis produk olahan, seperti besi/baja kasar, besi beton/profl ringan,
batang kawat baja (
Wire Rod
),
Hot Rolled Coils (HRC), Plates
, pipa las lurus/spiral,
Cold Rolled Coils (CRC)/Sheets
, baja lembaran
lapis seng, dan
Tin Plate
, di Indonesia dari tahun 2004 hingga tahun 2009 secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke
tahunnya. Berdasarkan data yang bersumber dari
Direktorat Industri Logam tahun 2009dapat disebutkan bahwa produksi dari
berbagai jenis produk olahan besi-baja tersebut pada tahun 2004 berjumlah 10.196.486 ton, tahun 2005 produksi naik menjadi
10.527.384 ton, tahun 2006 produksi naik lagi menjadi 10.924.486 ton, tahun 2007 naik lagi menjadi 11.317.617 ton, namun
pada tahun 2008 produksi sedikit mengalami penurunan menjadi 10.930.120 ton, atau secara rata-rata mengalami peningkatan
produksi sebesar
1,175 %/tahun, sehingga diperkiratan padatahun 2009 produksi naik menjadi 11.051.379 ton, tahun 2010
produksi menjadi 11.181.220 ton, dan pada tahun 2011 produksi diperkirakan sebesar 11.320.049 ton (untuk lebih jelasnya
secara rinci dapat di lihat pada Tabel A).
b. PERKEMBANGAN KONSUMSI PRODUK BESI-BAJA INDONESIA
(CRC)/Sheets
, baja lembaran lapis seng, dan
Tin Plate
, di tanah air dari tahun 2004 hingga tahun 2009 secara umum juga
mengalami peningkatan. Dapat disebutkan bahwa jumlah konsumsi dari berbagai jenis produk olahan besi-baja tersebut pada
tahun 2004 berjumlah 12.144.065 ton, tahun 2005 jumlah konsumsi naik menjadi 14.277.403 ton, tahun 2006 jumlah konsumsi
sedikit mengalami penurunan menjadi 113.471.056 ton, pada tahun 2007 jumlah konsumsi naik lagi menjadi 11.317.617 ton,
pada tahun 2008 jumlah konsumsi mengalami kenaikan lagi cukup besar menjadi 16.372.347 ton, atau secara rata-rata
mengalami peningkatan konsumsi sebesar
0,052 %/tahun, sehingga diperkiratan padatahun 2009 naik menjadi 17.220.221 ton,
tahun 2010 jumlah konsumsi sebesar 18.124.857 ton, dan pada tahun 2011 konsumsi produk besi-baja olahan diperkirakan
sebesar 19.084.139 ton (untuk lebih jelasnya secara rinci dapat di lihat pada Tabel B).
TABEL A
PERKEMBANGAN PRODUKSI LOGAM BESI BAJA INDONESIA
N
O. URAIAN
JUMLAH PRODUKSI (DALAM TON) KETERANGAN
2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010* 2011*
1 BESI/BAJA KASAR
3 BATANG KAWAT BAJA (WIRE ROD)
4 HOT ROLLED COILS (HRC)/PLATE
1 HOT ROLLED COILS (HRC)
4.
6 COLD ROLLED COILS (CRC)/SHEETS
9 JUMLAH PRODUKSI 10.196.486
Sumber : Direktorat Industri Logam, Tahun 2009 ( Data Diolah Kembali)
TABEL B
PERKEMBANGAN KONSUMSI LOGAM BESI BAJA INDONESIA
N
O. URAIAN
JUMLAH KONSUMSI (DALAM TON) KETERANGAN
2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010* 2011*
3 BATANG KAWAT BAJA (WIRE ROD)
4 HOT ROLLED COILS (HRC)/PLATE
1 HOT ROLLED COILS (HRC)
6 COLD ROLLED COILS (CRC)/SHEETS
7 BAJA LEMBARAN LAPIS SENG/WARNA
9 JUMLAH KONSUMSI 12.144.065
Sumber : Direktorat Industri Logam, Tahun 2009 ( Data Diolah Kembali)
c. PERKEMBANGAN EKSPOR PRODUK BESI-BAJA INDONESIA
pasang surut. Hal ini dapat disebutkan bahwa jumlah ekspor berbagai jenis produk olahan besi-baja tersebut pada tahun 2004
berjumlah 1.062.139 ton, tahun 2005 jumlah ekspor turun sedikit menjadi 927.167 ton, tahun 2006 mengalami kenaikan cukup
besar menjadi 1.517.947, pada tahun 2007 jumlah ekspor turun kembali menjadi 1.159.340 ton, dan pada tahun 2008 jumlah
ekspor mengalami kenaikan lagi menjadi 1.243.177 ton, atau secara rata-rata mengalami perkembangan ekspor sebesar
0,1114%/tahun, sehingga diperkiratan jumlah ekspor pada
tahun 2009 menjadi 1.363.193 ton, tahun 2010 jumlah ekspor sebesar
1.515.524 ton, dan pada tahun 2011 jumlah ekspor produk besi-baja olahan sebesar 1.706.561 ton (untuk lebih jelasnya secara
rinci dapat di lihat pada Tabel C).
d. PERKEMBANGAN IMPOR PRODUK BESI-BAJA INDONESIA
Lain halnya dengan perkembangan impor produk besi-baja yang terjadi di tanah air dari berbagai jenis produk olahan, seperti
besi/baja kasar, besi beton/profl ringan, batang kawat baja (
Wire Rod
),
Hot Rolled Coils (HRC), Plates
, pipa las lurus/spiral,
Cold
Rolled Coils (CRC)/Sheets
, baja lembaran lapis seng, dan
Tin Plate
, dimana secara umum dari tahun 2004 hingga tahun 2009
justru mengalami peningkatan yang cukup berarti. Hal ini dapat disebutkan bahwa jumlah impor dari berbagai jenis produk
olahan besi-baja tersebut pada tahun 2004 berjumlah 4.310.013 ton, tahun 2005 jumlah impor sebesar 4.994.453 ton, tahun
2006 sedikit turun menjadi 4.343.982, pada tahun 2007 jumlah impor naikmbali naik lagi menjadi 5.209.837 ton, dan pada tahun
2008 jumlah impor mengalami kenaikan lagi cukup tinggi menjadi 6.991.728 ton, atau secara rata-rata mengalami
perkembangan ekspor sebesar
0,105 % /tahun, sehingga diperkiratan jumlah impor padatahun 2009 sebesar 7.722.548 ton, tahun
2010 jumlah impor sebesar 8.533.302 ton, dan pada tahun 2011 jumlah impor produk besi-baja olahan sebesar 9.432.973 ton
(untuk lebih jelasnya secara rinci dapat di lihat pada Tabel D).
TABEL C
N
O. URAIAN
JUMLAH EKSPOR (DALAM TON) KETERANGAN
2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010* 2011*
1 BESI/BAJA KASAR 19.002 12.797 31.866 7.668 36.057 38.938 42.049 45.409 Trend 7,99 % *
3 BATANG KAWAT BAJA (WIRE ROD)
4 HOT ROLLED COILS (HRC)/PLATE
1 HOT ROLLED COILS (HRC)
6 COLD ROLLED COILS (CRC)/SHEETS
TABEL D
PERKEMBANGAN IMPOR LOGAM BESI BAJA INDONESIA
N
O. URAIAN
JUMLAH IMPOR (DALAM TON)
KETERANGA N
2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010* 2011*
1 BESI/BAJA KASAR
3 BATANG KAWAT BAJA (WIRE ROD)
4 HOT ROLLED COILS (HRC)/PLATE
1 HOT ROLLED COILS (HRC)
6 COLD ROLLED COILS (CRC)/SHEETS
7 BAJA LEMBARAN LAPIS SENG/WARNA
e. PERKEMBANGAN EKSPOR BIJIH BESI (WANTAH) DAN IMPOR BAHAN BAKU BESI-BAJA
Perkembangan ekspor-impor bijih besi (wantah)/bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri besi-baja di tanah air dari
tahun 2006 – 2011 juga mangalami kenaikan yang cukup fantastis. Jumlah ekspor bijih besi mentah ke berbagai negara dapat
disebutkan bahwa pada tahun 2006 berjumlah 2.161.408,4 ton, tahun 2007 jumlah ekspor bijih besi mengalami kenaikan
cukup tinggi menjadi 5.228.1223,3 ton, tahun 2008 naik lagi menjadi 6.684.977,4 ton, sementara itu pada tahun 2009 jumlah
ekspor sedikit mengalami penurunan menjadi 5.789.306,8 ton, dan pada tahun 2010 jumlah ekspor mengalami kenaikan lagi
menjadi 8.656.132,7 ton, dan pada bulan Januari 2011 sebesar 870.442,4 ton atau secara rata-rata mengalami perkembangan
ekspor sebesar
0,5 %/tahun.Sementara itu jumlah impor untuk bahan baku industri besi-baja di dalam negeri pada tahun 2006 berjumlah 1.773.048,6 ton,
tahun 2007 jumlah impornya hampir sama (agak turun sedikit sekali) yaitu sebesar 1.737.142,9 ton, tahun 2008 naik lagi
menjadi 2.418.731,0 ton, sementara itu pada tahun 2009 jumlah impor mengalami penurunan cukup besar menjadi
1.368.067,6 ton, dan pada tahun 2010 jumlah impor mengalami kenaikan lagi menjadi 2.306.359,0 ton, dan pada bulan Januari
2011 sebesar 8.630,6 ton, atau secara rata-rata mengalami perkembangan impor sebesar
0,2 %/tahun.TABEL E
PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BIJIH BESI / BAHAN BAKU INDUSTRI BESI-BAJA INDONESIA, TAHUN 2006 - 2011
NO HS URAIAN
BERAT : TON Perub.
%
Trend
(%) KETERANGAN 2006 2007 2008 2009 2010
JANUARI
2010 2011 11/10 06-10 EXPORT /IMPORT
2. 2601120000 Sumber : Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, 2011 (Data Diolah Kembali)
f. POTENSI CADANGAN BIJIH BESI INDONESIA
Potensi mineral bijih besi di Indonesia banyak tersebar di berbagai wilayah, seperti : Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka-Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,Sulawesi Utara,Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan Papua (Sumber : Statistik Potensi dan Neraca Sumberdaya Mineral,Batubara, Panas Bumi, 2008). Potensi tersebut memiliki karakteristik yang sangat beragam baik dari segi kualitas kandungan besi maupun jenis mineral besi yang terkandung di dalamnya. Sayangnya nilai tambah yang diperoleh dari pengusahaan penambangan bijih besi yang ada masih sangat rendah, hal ini terjadi mengingat pada umumnya produk bijih besi maupun pasir besi yang ada pada umumnya hanya dijual dalam bentuk konsentrat atau biji/ore saja. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk melakukan peningkatan nilai tambah bijih besi menjadi produk logam seperti pig iron dan baja, sehingga akan memiliki nilai tambah yang lebih besar.
Dari berbagai lokasi sebaran sumber daya bijih besi tersebut, pada umumnya masih berupa sumberdaya dan hanya sedikit yang berupa cadangan dengan perincian menurut lokasi yang ada, yaitu : Provinsi NAD (Sumberdaya besi primer : bijih = 350.000 ton, logam = 191.100 ton), Sumatera Barat (Sumberdaya besi primer : besi = 1.658.348 ton, logam = 982.393 ton), Bengkulu (Sumberdaya titan plester, bijih = 3.231.063 ton, logam = 667.958 ton), Jambi (Sumberdaya besi laterit, bijih = 1.009.917 ton, logam = 555.454 ton), Sumatera Selatan (Sumberdaya besi primer : bijih = 1.600.000 ton, logam = 1.131.840 ton), Lampung (Sumberdaya besi laterit, bijih = 2421437 ton, logam = 208094 ton/ besi primer, bijih = 9.790.493ton, logam = 6488.664 ton/titan plester, bijih = 774.671 ton, logam = 44.100 ton), Bangka-Belitung,Sumberdaya besi primer : bijih = 58.785 ton, logam = 24.465 ton), Kalimantan Barat (Sumberdaya besi primer : bijih =
(Sumberdaya besi laterit, bijih = 89.062.400 ton, logam = 42937400 ton/ besi primer, bijih = 14.580.200 ton, logam = 2.783.177 ton/titan plester, bijih =
426.747.700 ton, logam = 202.701.408 ton), Kalimantan Timur (Sumberdaya besi primer : bijih = 18.000.000 ton, logam = 9.900.000 ton), Jawa Barat (Sumberdaya besi laterit, bijih = 500.000ton, logam = 225.000 ton/titan plester, bijih = 16721929 ton, logam = 2590246 ton), Sulawesi Selatan (Sumberdaya besi laterit : bijih = 371.500.000 ton, logam = 182.035.000 ton), Sulawesi Tenggara (Sumberdaya besi laterit : bijih = 168.200.000 ton, logam = 46.879.566 ton, sedangkan yang berupa cadangan : bijih = 3.550.000 ton, dan logam = 851.949 ton), Sulawesi Utara (Sumberdaya besi primer, bijih = 17.500.000 ton, logam =
5.250.000 ton/titan plester, bijih = 31.400.000 ton, logam = 3.092.900 ton), Nusa Tenggara Timur (Sumberdaya besi primer, bijih = 726.000 ton, logam = 457.525
ton), Maluku Utara (Sumberdaya besi laterit : bijih = 203.860.000 ton, logam = 61981180 ton,sedangkan yang berupa cadangan berupa bijih = 28.480.000 ton, dan logam = 11.002.016 ton), Irian Jaya Barat (Sumberdaya besi laterit, bijih = 262.084.000 ton, logam = 84.331.209 ton), dan Papua (Sumberdaya besi laterit,
bijih = 40.733.000 ton, logam = 15.368.243 ton), untuk lebih jelasnya lihat Peta sebaran bijih besi dan Tabel F.
Seperti kita ketahui bahwa sektor pertambangan umum hingga saat ini masih merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang kontribusinya dirasakan belum memberikan hasil yang optimal. Untuk itu diperlukan berbagai upaya sebagai langkah pencapaian optimalisasi penerimaan negara dari pengusahaan pertambangan mineral dan batubara, dimana salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan litbang untuk mengetahui sampai seberapa jauh jenis mineral tertentu bisa memberikan nilai tambah yang optimal. Seperti kita ketahui bersama bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi pengolahan mineral berdampak terhadap optimalisasi perolehan mineral yang lebih efisien dan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
TABEL F
LOKASI DAN JUMLAH CADANGAN BIJIH BESI INDONESIA
No
. LOKASI ENDAPAN BIJIH BESI
SUMBER DAYA BESI PRIMER (TON) SUMBERDAYA BESI LATERIT (TON) TITAN PLESTER (TON) CADANGAN (TON)
JUMLAH (TON)
BIJIH LOGAM BIJIH LOGAM BIJIH LOGAM BIJIH LOGAM
1. PROVINSI NAD
350.000
191.100
2. PROVINSI SUMATERA BARAT
15. PROVINSI SULAWESI UTARA
17. PROVINSI MALUKU UTARA
203.860.000
61.981.180
28.480.000
11.002.016
305.323.196
18. PROVINSI IRIAN JAYA BARAT
262.084.000
84.331.209
346.415.209
19. PROVINSI PAPUA
40.733.000
15.368.243
56.101.243
20. JUMLAH
346.343.826
188.043.164
1.098.637.754
419.152.903
478.875.363 209.096.612
32.030.000
11.853.965
2.784.033.587
Sumber : Statistik Potensi dan Neraca Sumberdaya Mineral, Panas Bumi, 2008
g. PERKEMBANGAN EKSPOR BIJIH BESI (WANTAH) PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DAN PROVINSI NAD
Berdasarkan perolehan data ekspor selama di lapangan menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi NAD
merupakan penyumbang ekspor bijih besi terbesar di Tanah Air. Sebagai gambaran bahwa berdasarkan data dari KPPBC Tipe A3
Kotabaru dan KPPBC Tipe A2 Banjarmasin tahun 2011, pada tahun 2007 jumlah ekspor bijih besi lateritic Provinsi Selatan
berjumlah 2.280.410,02 ton, tahun 2008 berjumlah 2.506.853 ton, tahun 2009 berjumlah 2.986.044,05 ton, tahun 2010 berjumlah
4.947.763,00ton, dan pada tahun 2011 (Januari-Juli) berjumlah 4.278.191,38 ton dengan tujuan ekspor China, Hongkong, Vietnam,
Jepang, dan Malaysia (lihat Tabel G).
Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Kotabaru dan PT. Silo Sebuku, jumlah produksi dan ekspor bijih besi
lateritic dari PT. Silo Sebuku saja pada tahun 2007 berjumlah 1.508.934,11 ton, tahun 2008 berjumlah 1.451.458,50 ton, tahun
2009 berjumlah 2.591.664,50 ton, mtahun 2010 berjumlah 2.891.638,50 ton, dan tahun 2011 (s/d Juni) berjumlah 1.850.563,50
ton (lihat Tabel H).
TABEL G
EKSPOR BIJIH BESI MELALUI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN TIPE A2 BANJARMASIN DAN TIPE A3 KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN
DARI TAHUN 2007 - 2011
NO
. PELABUHAN MUAT
2007 2008 2009 2010 2011 (JANUARI - JULI) NEGARA TUJUAN
JUMLAH
(TON) FOB ($USA) JUMLAH(TON) FOB ($USA) JUMLAH(TON) FOB ($USA) JUMLAH(TON) FOB ($USA) JUMLAH(TON) FOB ($USA)
1. SEBUKU 2.280.410,02 51.264.697,90 2.483.729,00 43.319.681,50 2.592.798,00 39.485.181 3.081.051 46.319.997,00 2.170.319,00 32.554.785,00
CHINA, HONGKON G
(KPPBC Tipe A3 Kotabaru)
TG. PEMANCINGAN 23.124,00 774.654,00 384.393,00 6.150.288,00 1.688.334,68 27.043.354,90 1.962.599,91 34.690.671,29
CHINA, HONGKON G
(KPPBC Tipe A3 Kotabaru)
SATUI 8.853,05 531.183,12 30.314,00 1.557.528,00 7.003,00 560.240,00
CHINA, HONGKON G
(KPPBC Tipe A3 Kotabaru)
2. BANJARMASIN 148.063,46 8.230.422,62 138.269,47 7.260.894,92
CHINA, HONGKON G
(KPPBC Tipe A2 Banjarmasin)
3. JUMLAH 2.280.410,02 51.264.697,90 2.506.853 44.094.335,50 2.986.044,05 46.166.652,12 4.947.763,00 83.151.302,52 4.278.191,38 75.066.591,21
CHINA, HONGKON G, VIETNAM, JEPANG,
4. HARGA RATA-RATA / TON MALAYSIA
SEBUKU 22,48047389 17,44138813 15,22879183 15,03383001 15
TG. PEMANCINGAN 33,5 16 16,01776899 17,67587531
SATUI 60 51,3798245 80
KPPBC TIPE A2
BANJARMASIN 55,58712954 52,51263862
5. HARGA RATA-RATA FOB 22,48047389 17,58951781 15,46080745 16,80583781 17,5463378
TABEL H
JUMLAH PRODUKSI DAN EKSPOR PT SILO TAHUN 2007 - 2011
NO
. URAIAN
JUMLAH PRODUKSI DAN EKSPOR TAHUNAN PT SILO (TONASE (MT))
KETERANGA N
2007 2008 2009 2010 2011 (s/dJuni)
1. DATA DINAS PERTAMBANGAN KOTABARU 1.508.934,11 1.380.340,00 2.643.142,00 2.806.938,00 1.847.335,00 MT
2. DATA PT SILO (SEBUKU)
1.522.577, 00
2.540.187, 00
2.976.339, 00
1.853.792,0
0 MT
3. EKSPOR PT SILO SEBUKU (RATA-RATA) 1.508.934,11 1.451.458,50 2.591.664,50 2.891.638,50 1.850.563,50 TON
TABEL I
REALISASI EKSPOR BIJIH BESI PROVINSI NAD TAHUN 2009 - 2011
NO
. PELABUHANMUAT KOMODITASJENIS
TAHUN 2009 TAHUN 2010
TAHUN 2011 s/d
MARET KETERANGAN
VOLUME
(TON) (US $)NILAI VOLUME(TON) NILAI (US$) VOLUME(TON) (US $)NILAI
1. Sabang Bijih Besi 28.400,000
1.278.000,
00 Ekspor tahun 2011, hanya
Lhoong Port Aceh Bijih Besi 27.300,000 955.500,00 233.465,354
5.718.774,8
7 7.584,346 568.033,81 sampai bulan Maret.
Bakongan Poart Bijih Besi
180.126,925
7.761.102,4 8
76.004,358
3.420.197, 00
IPPTN Tapaktuan Bijih Besi 48.454,763
1.986.645,2
8 Harga rata-rata tahun 2009
Ujung Pancu Sea Aceh Bijih Besi 25.401,670 635.041,75 40,09 US $/ton, tahun 2010
Ulee Lheue Sea Port Bijih Besi
69.398,673
1.734.966,8 3
22.880,516
572.012,90 32,03 US $/ton, tahun 2011 Blang Pidie South
West Bijih Besi 20.675,000 578.900,00 40,42 US $/ton.
2. JUMLAH DAN NILAI EKSPOR Bijih Besi 55.700,000
2.233.500
,00 556.847,385
17.836.531 ,21
127.144,22 0
5.139.143
,71 Tujuan ekspor China & Malaysia
h. PERKEMBANGAN INVESTASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BESI BAJA
Perkembangan investasi pembangunan industri besi baja di tanah air pada masa mendatang tampaknya cukup
menggembirakan, terbukti sejak tanggal 7 April 2009 tahun 2009 PT. Meratus Jaya Iron & Steels telah memulai
pembangunan tiang pancang pabrik
sponge iron
dengan kapasitas 315.000 ton/tahun di Batulicin Provinsi Kalimantan
Selatan dengan investasi awal sebesar 62 juta $ USA dengan menggunakan teknologi
Direct Rotary Kiln
yang saat ini
masih dalam taraf konstruksi dan rencananya akan mulai produksi perdananya pada awal tahun 2012
.
Selain PT.
Meratus Jaya Iron & Steels yang saat ini sedang menyelesaikan tahap konstruksinya, akan disusul kemudian oleh
investor-investor lain yang telah berminat mendirikan pabrik pengolahan besi-baja di Provinsi Kalimantan dan Banten
.
Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian Provinsi Kalimantan Selatan, beberapa perusahaan lain yang akan menyusul
pembangunan pabrik pengolahan besi baja di Provinsi Kalimantan Selatan adalah : PT. Mandan Steel berlokasi di
Kabupaten Tanah Bumbu dengan kapasitas produksi 1.000.000 ton Sponge Iron/tahun, PT. Delta Prima Steel berlokasi di
Kabupaten Tanah Laut dengan kapasitas produksi 126.000 ton Sponge Iron/tahun, PT. Tri Agung Tambang berlokasi di
Kabupaten Tabalong (kapasitas produksi belum jelas), dan PT. Semeru Surya Steel berlokasi di Kabupaten Tanah Laut
dengan kapasitas produksi 120.000 ton Pig Iron/tahun. Sementara itu berdasarkan data dari Dinas Perindustrian Provinsi
Banten, di wilayah ini akan dibangun industri baja terpadu Joint antara PT. Krakatau Steel dan Pohang Steel & Iron
Company (POSCO) dengan nama PT. Krakatau Posco yang berlokasi di Cilegon-Banten dengan kapasitas produksi
3.000.000 ton/tahun (produksi : slab 1,5 juta ton, pelat 1,5 juta ton).
500.000 MT + 1.600.000 MT + 200.000 MT + 200.000 MT + 9.840.000 MT = 12.340.000 MT/tahun. Dengan demikian
apa yang dikhawatirkan selama ini bahwa jika ekspor bijih besi di stop pada tahun 2014 setidaknya tidak usah
dikhawatirkan lagi karena jika rencana pembangunan pabrik pengolahan besi baja tersebut sukses dibangun maka justru
masih akan kekurangan pasokan bijih besi yang dibutuhkan (untuk lebih jelasnya lihat Tabel J dan K).
TABEL : J
RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI BESI BAJA DI KALIMANTAN SELATAN DAN CILEGON-BANTEN
NO
. NAMA PERUSAHAAN INVESTASINILAI KAPASITAS PRODUKSI JUMLAH KEBUTUHAN LOKASI KETERANGAN
BIJIH BESI DAN PELLET
1. PT. MERATUS JAYA IRON & STEEL 60 juta US $ 315.000 TON/TAHUN SPONGE ± 500.000 MT / TAHUN KAB. TANAH BUMBU TIANG PANCANG 7 APRIL 2009 TECH. DIRECT ROTARY KILN
2. PT. MANDAN STEEL 1.000.000 TON/TAHUN SPONGE ± 1.600.000 MT / TAHUN KAB. TANAH BUMBU
3. PT. DELTA PRIMA STEEL 12 juta US $ 2 x 175 TPD SPONGE IRON ± 200.000 MT / TAHUN KAB. TANAH LAUT TECH. DIRECT ROTARY KILN ( ± 126.000 TON/TAHUN)
4. PT. TRI AGUNG TAMBANG KAB. TABALONG
5. PT. SEMERU SURYA STEEL 120.000 TON/TAHUN PIG IRON ± 200.000 MT / TAHUN KAB. TANAH LAUT TECH. BLAST FURNASE / TOTAL INVESTASI DI
KALSEL 828 juta US $ OPEN HEARTH FURNACE
6. PT. KRAKATAU POSCO 1,5 MilyardUS $ 3.000.000 TON / TAHUN 4.920.000 MT / TAHUN CILEGON-BANTEN INDUSTRI BAJA TERPADU, (Saham KS 30%, POSCO
70%) (Prod. Slab 1,5 jt ton, Pelat 1,5 jt ton) mulai produksi penuh 2014
Sumber : Dinas Perindustrian Provinsi Kalimantan Selatan, 2011 Dinas Perindustrian Provinsi Banten, 2011
Data Diolah Kembali
TABEL K
MATERIAL CONSUMPTION 3 MT PA STEEL PT. KRAKATAU POSCO
INPUT (DRY BASIS)
PT. KP REQUIREMENT (TON/YEAR)
No. MATERIAL TON / DAY TON / YEAR SOURCES 2014 2016
1. Lump Ore
2.317,0
834.000,0
W. Sumatera, S. Sulawesi, S. Kalimantan,b W. Kalimantan
834.000,0
1.668.000,0
2. Pellets 717,0 258.000,0 Brazil 258.000,0 516.000,0
3. Sinter Fine Laterit 1.808,0 651.000,0 S. Kalimantan, W. Kalimantan 651.000,0 1.302.000,0
4. Sinter Fine Primary
319,0
115.000,0
W. Sumatera, S. Sulawesi, S. Kalimantan, W. Kalimantan
115.000,0
5. Sinter Fine Australia 8.505,0 3.062.000,0 Australia 3.062.000,0 6.124.000,0 JUMLAH KEBUTUHAN BIJIH BESI DAN
PELLET
4.920.000,0
9.840.000,0
6.
Coking Coal Australia
3.133,0
1.128.000,0 Australia
1.128.000,0
2.256.000,0
7. Non Coking Coal Australia 497,0 179.000,0 Australia 179.000,0 358.000,0
8. Coking Coal Indonesia 1.341,0 483.000,0 C. Kalimantan, E. Kalimantan 483.000,0 966.000,0
9. PCI Coal Indonesia
1.667,0
420.000,0
C. Kalimantan, E. Kalimantan, W. Sumatera
420.000,0
840.000,0
10. Antrachite/Pet Coke 389,0 122.000,0 Vietnam, China, Dumai - Pakanbary 122.000,0 244.000,0 JUMLAH KEBUTUHAN BATUBARA DAN
COKING COAL 2.332.000,0 4.664.000,0
11. Lime Stone
3.516,0
1.266.000,0 Rembang, Sukabumi, Bayah, Lampung
1.266.000,0
2.532.000,0
12. Dolomite 272,0 98.000,0 Aceh, N. Sumatera, W. Sumatera 98.000,0 196.000,0
13. Quartzite Stone 255,0 92.000,0 Sukabumi 92.000,0 184.000,0
14. Quartzite Sand Bangka Belitung
15. Serpentine
230,0
83.000,0 Kab. Barru - S. Sulawesi
83.000,0
166.000,0
16. Mn. Ore 175,0 63.000,0 Australia, Bima-NTT, Lampung 63.000,0 126.000,0
JUMLAH KEBUTUHAN FLUX MATERIAL 1.602.000,0 3.204.000,0
i. PENINGKATAN NILAI TAMBAH
9.1
Nilai TambahMenurut ilmu ekonomi, nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang wujud ke atas sesuatu barang sebagai akibat dari pemrosesan terhadap barang tersebut (misalnya dari granit menjadi ubin) atau kesan dari jasa untuk menjual barang tersebut (biaya pengangkutan dan keuntungan penjual). Jadi, pengertian nilai tambah adalah selisih antara nilai produk akhir dengan biaya/input antara (misalnya, pemakaian peralatan/mesin produksi, pemakaian bahan baku untuk proses industri dll.) yang berkaitan dengan proses produksi itu sendiri. Dalam hal ini, nilai tambah setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi, yaitu upah dan gaji, surplus usaha badan usaha, pajak dan royalti, pendapatan bunga, dan deviden (Sukirno, 2004). Sebagai ilustrasi, kegiatan usaha penambangan granit saat ini memproduksi batu belah, split, dan ubin. Kegiatan ini dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi, jika dibandingkan dengan hanya memproduksi batu belah atau split. Demikian halnya jika pengusahaan bijih besi dalam produk besi wantah (hanya berupa : konsentrat atau bijih saja) akan memiliki nilai tambah sangat kecil jika dibandingkan dengan produk olahan berupa sponge iron, pig iron, atau baja.
9.2 Pengolahan Bijih Besi
Pengaplikasi teknologi blast furnace di Indonesia harus memperhitungkan kebutuhan kokas, yang harus di import. Sintering plant bijih besi juga harus dintegrasikan untuk mengolah bijih besi halus maupun konsentrat besi hasil peningkatan kadar.
Gambar 1
Teknologi SL/RN dalam pengolahan bijih besi (sumber : PT ANTAM)
tambah lain dari pengolahan bijih besi dengan teknologi SL/RN adalah pemanfaatan terbentuknya gas buang (heat off gas) dari proses reduksi untuk menggerakkan tenaga listrik berdaya 24,8 MW, sehingga kelebihan dari tenaga listrik dapat disalurkan kemasyarakat sekitar.
1.3 Gambaran Umum Besarnya Nilai Tambah Penerimaan Negara
a. Gambaran Umum Besarnya Nilai Tambah Penambangan Bijih Besi (Wantah)
Gambaran umum besarnya nilai tambah penambangan bijih besi (wantah) berdasarkan sumber dari Dinas Pertambangan dan
Energi Kabupaten Aceh Barat Daya, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotabaru, PT. Babahrot di Kabupaten Aceh Barat
Daya tahun 2011 (Cash Flow FS Iron Ore Project – Belitung Island, 2008), dan PT. SILO Sebuku, dapat disebutkan bahwa besarnya
nilai tambah setiap ton produk bijih besi (wantah) berjumlah 7,87
$ USA jika harga jual sebesar 17 $ USA per ton. Adapun
perinciannya adalah berupa : PPh Tenaga Kerja sebesar 0,14 $ USA, Balas Jasa Tenaga Kerja Bersih sebesar 0,78 $ USA, Surplus
Usaha Badan Bersih sebesar 4,04 $ USA, PPh Badan sebesar 1,73 $ USA, CSR ke desa sebesar 0,01 $ USA, JASA Surveyor sebesar
0,20 $ USA, Asuransi/Jamsostek sebesar 0,08 $ USA, Royalty tambang sebesar 0,64 $ USA, jasa lainnya 0,07 $ USA, dan berupa
bunga sebesar 0,20 $ USA. Dengan demikian penerimaan negara untuk tingkat produksi 500.000 ton/tahun akan berjumlah
sebesar 2.304.132,20 $ USA, terdiri atas dari penerimaan PPh tenaga kerja sebesar 136.500 $ USA, PPh Badan sebesar
1.572.632,20 $ USA, dan Royalty tambang sebesar 595.000 $ USA ( PPn 10 % belum diperhitungkan/untuk lebih jelasnya
secara rinci dapat dilihat pada Tabel L).
TABEL L
NO
. URAIAN
ALIRAN KAS
TAHUN JUMLAH NILAI TAMBAH TAMBAH/TONNILAI PENERIMAAN NEGARA/ ( DALAM $ USA ) ( DALAM $USA) ( DALAM $USA) ( DALAM $ USA) ( DALAM $ USA)
1. PENDAPATAN 17.000.000,00 17.000.000,00 Iron Ore Lump @ 17 $ USA
1.000.000 Ton 17.000.000,00
2. PENGELUARAN GAJI & UPAH 920.666,67 920.666,67
920.666,67
0,921
a. Gaji (net) Manajemen 239.133,33 239.133,33 b. Upah (net) Tenaga Kerja
Langsung 543.433,33 543.433,33 c. PPh Manajemen 42.200,00 42.200,00
d. PPh. Tenaga Kerja Langsung 95.900,00 95.900,00
ATK 2.500,00
2.500,00
BAHAN BAKAR & PELUMAS 1.557.774,08
1.557.774,08 a. Bahan Bakar 1.357.774,08
b. Pelumas 200.000,00
SUKU CADANG
1.756.560,30
1.756.560,30
DEPRESIASI & AMORTISASI
1.516.191,67
1.516.191,67
ROYALTY, CSR, ASURANSI 722.131,67 722.131,67
722.131,67
0,722
a. Royalty
637.500,00
637.500,00
b. CSR ke Desa, dll
6.375,00
6.375,00
,00 70.000,00 a. Angkutan Tongkang ke Vessel 2.500.000,00
b. Muat ke Vessel 2.500.000,00
a. Biaya SGS / Analisa Conto
4.035.703,69 4.035.703,69 4.035.703,69 4,036
6. BUNGA BANK ( 5 % / TAHUN)
201.785,18
201.785,18
201.785,18
0,202
7 TOTAL NILAI TAMBAH ORE BIJIH BESI
7.874.874,50
7,87
2,51
Sumber : - PT. Bumi Babahrot di Kabupaten Aceh Barat Daya, 2011 (Cash Flow FS Iron Ore Project - Belitung Island, 2008).
- Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Aceh Barat Daya, 2011
- PT. SILO Sebuku, 2011
- Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotabaru, 2011
b.
Gambaran Umum Besarnya Nilai Tambah Produk Sponge Ironjelasnya lihat Tabel M).
TABEL M
PERHITUNGAN NILAI TAMBAH SPONGE IRON, 2011
NO
. URAIAN JUMLAH SATUAN
ALIRAN KAS NILAI TAMBAH HARGA ($
USA) (DALAM $USA) (DALAM $ USA)
1. Penjualan Produk Sponge Iron 315.000,00 ton
240,00 75.600.000,00
2. Penjualan listrik ke PLN 20,5 MW 177.120.000,00 kwh 0,05 8.856.000,00
3 Penjualan slag 206.600,00 ton 3,00 619.800,00
JUMLAH 85.075.800,00
3. Bijih Besi (52 - 53 Fe) 500.000,00 ton 17,00 8.500.000,00
4. Batubara ≥ 5.000 k.kal 400.000,00 ton 100,00 40.000.000,00
5. Batukapur (Ca = 54 %) 21.600,00 ton
19,00 410.400,00
6. Energi listrik Plant & Mess 7,50 Mega Watt 0,05
7. Tenaga Kerja (net) 546,00 orang 5.000,00 2.730.000,00
2.730.000,0 0
8. PPh Karyawan 15 % 409.500,00
409.500,00
9. Asuransi & Jamsostek 10 % 273.000,00 273.000,00 10
. BBM Solar Start Up 80.000,00 liter 0,95 76.000,00 11
. Air PDAM (116.640 m3) 90,00 liter/detik
0,20 23.328,00 12
. Depresiasi (mesin, alat, Plant 15 thn) 2.333.333,33 13
. Maintenance 1.750.000,00
14
. Lain-lain 5.651.000,00
17
15
. SURPLUS 22.758.804,00
16
. PPh Badan 6.827.641,20
6.827.641,2 0
17 SURPLUS USAHA NETTO 15.931.162,80 15.931.162,80
18 BUNGA BANK ( 5 % / TAHUN ) 796.558,14 796.558,14
19 JUMLAH
16.727.720,9 4
27.128.296, 81
Sumber : Data hasil kunjungan di PT Meratus Jaya Iron & Steel Batulicin, 2011 (Data diolah kembali)
Data Tambahan Dari PT. KS Cilegon dan PT SILO Sebuku :
1. Harga Kapur Mentah Rp. 165,- / Kg.
2. Harga Sponge Iron 240 $ US / ton.
3. Harga Bijih Besi PT. Silo 17 $ USA / ton.
Dengan melihat besarnya nilai tambah dari produk bijih besi (wantah) berkapasitas 500.000 ton/tahun dengan nilai jual 17 $ USA/ton
dan besarnya nilai tambah dari produk sponge iron berkapasitas 315.000 ton/tahun dengan nilai jual 240 $ USA/ton, maka
perbandingan besarnya nilai tambah dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Jika hanya memproduksi bijih besi (wantah) saja yang berkapasitas 500.000 ton/tahun, maka nilai tambah sebesar
3.937.437,3 $ USA, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar 2.118.744,4 $ USA, nilai balas jasa, asuransi/jamsostek,
CSR, dan jasa lainnya sebesar 566.099,2 $ USA, dan Penerimaan negara berupa royalty, PPh. Tenaga kerja, PPh. badan
usaha (PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar 1.252.593,6 $ USA, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 134 orang.
2. Jika dari 500.000 ton bijih besi (wantah) tersebut dipakai sebagai input/diolah menjadi 315.000 ton
sponge iron
, maka nilai
tambah sebesar 26.489.074,1 $ USA, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar 16.319.844,2 $ USA, nilai balas jasa,
asuransi/jamsostek, CSR, dan jasa lainnya sebesar 3.069.898,3 $ USA, dan penerimaan negara berupa PPh. Tenaga kerja,
PPh. badan usaha (royalty sudah dibayar pada proses penambangan dan PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar
7.099.331,6 $ USA, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 546 orang.
3. Jika dari proses penambangan bijih besi (wantah) tersebut langsung diolah menjadi 315.000 ton
sponge iron
, maka nilai
tambah sebesar 30.426.511,4 $ USA, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar 18.438.588,6 $ USA, nilai balas jasa,
asuransi/jamsostek, CSR, dan jasa lainnya sebesar 3.635.997,5 $ USA, dan Penerimaan negara berupa royalty, PPh. Tenaga
kerja, PPh. badan usaha (PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar 8.351.925,2 $ USA (untuk lebih jelasnya lihat Tabel N),
dan menyerap tenaga kerja sebanyak 680 orang.
TABEL N
PERBANDINGAN NILAI TAMBAH DAN PENERIMAAN NEGARA PNT DARI PRODUK TAMBANG BIJIH BESI (ORE IRON) HINGGA TAHAP PRODUK SPONGE IRON, 2012
NO
. URAIAN SURPLUS USAHA + BUNGA NILAI BALAS JASA PRAKIRAAN PENERIMAANNEGARA NILAI TAMBAH KETERANGAN
$ USA RUPIAH $ USA RUPIAH $ USA RUPIAH $ USA RUPIAH
1. PRODUK IRON ORE (RAW MATERIAL)
2. PRODUK SPONGE IRON
3. DARI TAMBANG - SPONGE IRON
(Kapasitas 315.000 Ton/tahun)
58,5
11,5
26,5
96,6 Keterangan : Tahun 2012 kapasitas pabrik baru (MJIS saja), sebesar
315.000 ton sponge iron.
Jika rencana pembangunan industri besi baja di Kalimantan Selatan dan Banten berjalan sesuai rencana, maka jumlah kapasitas
produksi yang tersedia pada tahun 2014 sebesar 4.785.000,00 ton (3.000.000 ton diantaranya adalah kapasitas produksi PT.
Krakatau-Posco) maka diperkirakan pada tahun akan membutuhkan bijih besi sekitar 7.500.000 ton. Kemudian jika pada tahun 2016
PT. Krakatau-Posco jadi meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 6.000.000 ton, maka kapasitas produksi akan menjadi
7.785.000,00 ton. Dengan demikian pada tahun 2016 diperkirakan kebutuhan bijih besi adalah sekitar 12.500.000,00 ton (lihat Tabel
O).
TABEL O
RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI BESI BAJA DI KALIMANTAN SELATAN DAN BANTEN
NO
. NAMA PERUSAHAAN INVESTASINILAI KAPASITAS PRODUKSI JUMLAH KEBUTUHAN LOKASI KETERANGAN
BIJIH BESI DAN PELLET
1. PT. MERATUS JAYA IRON STEEL 60 juta US$ 315.000 TON/TAHUN SPONGE ± 500.000 MT / TAHUN KAB. TANAH BUMBU TIANG PANCANG 7 APRIL 2009 TECH. DIRECT ROTARY KILN
2. PT. MANDAN STEEL 1.000.000 TON/TAHUN SPONGE ± 1.600.000 MT / TAHUN KAB. TANAH BUMBU
3. PT. DELTA PRIMA STEEL 12 juta US$ 2 x 175 TPD SPONGE IRON ± 200.000 MT / TAHUN KAB. TANAH LAUT TECH. DIRECT ROTARY KILN ( ± 126.000 TON/TAHUN)
4. PT. TRI AGUNG TAMBANG KAB. TABALONG
5. PT. SEMERU SURYA STEEL 120.000 TON/TAHUN PIG IRON ± 200.000 MT / TAHUN KAB. TANAH LAUT TECH. BLAST FURNASE /
TOTAL INVESTASI DI KALSEL 828 jutaUS $ OPEN HEARTH FURNACE
6. PT. KRAKATAU POSCO 1,5 MilyardUS $ 3.000.000 TON / TAHUN 4.920.000 MT / TAHUN CILEGON-BANTEN INDUSTRI BAJA TERPADU, mulai produksi
ton/tahun.
JUMLAH 4.725.000 - 4.785.000 ton/thn. Joint : KS & Iron Company (POSCO) KORSEL.
Sumber : Dinas Perindustrian Provinsi Kalimantan Selatan, 2011 PT. Krakatau Posco, Cilegon 2011
Data Diolah Kembali
Dengan demikian pada tahun 2014 besarnya nilai tambah dari produk bijih besi (wantah) berkapasitas 7.500.000 ton/tahun dengan
nilai jual 17 $ USA/ton dan besarnya nilai tambah dari produk sponge iron berkapasitas 4.725.000 - 4.785.000 ton/tahun dengan
nilai jual 240 $ USA/ton, maka perbandingan besarnya nilai tambah dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Jika hanya memproduksi bijih besi (wantah) saja yang berkapasitas 7.500.000 ton/tahun, maka nilai tambah sebesar
59.061.558,8 $ USA, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar 31.781.166,5 $ USA, nilai balas jasa, asuransi/jamsostek,
CSR, dan jasa lainnya sebesar 8.491.487,5 $ USA, dan Penerimaan negara berupa royalty, PPh. Tenaga kerja, PPh. badan
usaha (PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar 18.788.904,7 $ USA, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.010 orang.
2. Jika dari 7.500.000 ton bijih besi (wantah) tersebut dipakai sebagai input/diolah menjadi 4.725.000 ton
sponge iron
, maka
nilai tambah sebesar 397.336.111,6 $ USA, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar 244.797.662,8 $ USA, nilai balas
jasa, asuransi/jamsostek, CSR, dan jasa lainnya sebesar 46.048.474,7 $ USA, dan penerimaan negara berupa PPh. Tenaga
kerja, PPh. badan usaha (royalty sudah dibayar pada proses penambangan dan PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar
106.489.974,0 $ USA, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 8.190 orang.
3. Jika dari proses penambangan bijih besi (wantah) tersebut langsung diolah menjadi 4.725.000 ton
sponge iron
, maka nilai
tambah sebesar 456.397.670,3 $ USA, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar 276.578.829,4 $ USA, nilai balas jasa,
asuransi/jamsostek, CSR, dan jasa lainnya sebesar 54.539.962,2 $ USA, dan Penerimaan negara berupa royalty, PPh.
Tenaga kerja, PPh. badan usaha (PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar 125.278.878,7 $ USA (untuk lebih jelasnya lihat
Tabel P), dan menyerap tenaga kerja sebanyak 10.200 orang.
TABEL P
PERBANDINGAN NILAI TAMBAH DAN PENERIMAAN NEGARA PNT DARI PRODUK TAMBANG BIJIH BESI (ORE IRON) HINGGA TAHAP PRODUK SPONGE IRON, 2014
N
O. URAIAN
SURPLUS USAHA + BUNGA NILAI BALAS JASA PRAKIRAAN PENERIMAANNEGARA NILAI TAMBAH
KETERANGAN
$ USA RUPIAH $ USA RUPIAH $ USA RUPIAH $ USA RUPIAH
MATERIAL) 31.781.166,5 286.030.498.861,0 8.491.487,5 76.423.387.500,0 18.788.904,7 16.910.014.239,2 59.061.558,8 531.554.028.753,3 TON (Kapasitas 7.500.000
Ton/tahun)
2. PRODUK SPONGE IRON
3. DARI TAMBANG - SPONGE IRON
Keterangan : Tahun 2014 kapasitas pabrik baru (MJIS, Krakatau-Posco, dll.), sebesar 4.785.000 ton sponge iron.
Sementara itu pada tahun 2016 besarnya nilai tambah dari produk bijih besi (wantah) berkapasitas 12.500.000 ton/tahun dengan
nilai jual 17 $ USA/ton dan besarnya nilai tambah dari produk sponge iron berkapasitas 7.875.000 ton/tahun dengan nilai jual 240 $
USA/ton, maka perbandingan besarnya nilai tambah dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Jika hanya memproduksi bijih besi (wantah) saja yang berkapasitas 12.500.000 ton/tahun, maka nilai tambah sebesar
98.435.931,3 $ USA, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar 52.968.610,9 $ USA, nilai balas jasa, asuransi/jamsostek,
CSR, dan jasa lainnya sebesar 14.152.479,2 $ USA, Penerimaan negara berupa royalty, PPh. Tenaga kerja, dan PPh. badan
usaha (PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar 31.314.841,2 $ USA, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 3.350 orang.
2. Jika dari 12.500.000 ton bijih besi (wantah) tersebut dipakai sebagai input/diolah menjadi 7.875.000 ton
sponge iron
, maka
nilai tambah sebesar 662.226.852,6 $ USA, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar 407.996.104,7 $ USA, nilai balas
jasa, asuransi/jamsostek, CSR, dan jasa lainnya sebesar 76.747.457,9 $ USA, dan penerimaan negara berupa PPh. Tenaga
kerja, PPh. badan usaha (royalty sudah dibayar pada proses penambangan dan PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar
177.483.290,0 $ USA, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 13.650 orang.
3. Jika dari proses penambangan bijih besi (wantah) tersebut langsung diolah menjadi 7.875.000 ton
sponge iron
, maka nilai
tambah sebesar 760.662.783,9 $ USA, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar 460.964.715,6 $ USA, nilai balas jasa,
asuransi/jamsostek, CSR, dan jasa lainnya sebesar 90.899.937,1 $ USA, dan Penerimaan negara berupa royalty, PPh. Tenaga
kerja, PPh. badan usaha (PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar 208.798.131,2 $ USA (untuk lebih jelasnya lihat Tabel Q),
dan menyerap tenaga kerja sebanyak 17.000 orang.
TABEL Q
TAHAP PRODUK SPONGE IRON, 2016
N
O. URAIAN
SURPLUS USAHA + BUNGA NILAI BALAS JASA PRAKIRAAN PENERIMAANNEGARA NILAI TAMBAH
KETERANGAN
$ USA RUPIAH $ USA RUPIAH $ USA RUPIAH $ USA RUPIAH
1. PRODUK IRON ORE (RAW MATERIAL)
2. PRODUK SPONGE IRON
3. DARI TAMBANG - SPONGE IRON
Keterangan : Tahun 2016 kapasitas pabrik baru (MJIS, Krakatau-Posco, dll.) ditingkatkan, sebesar 7.875.000 ton sponge iron.
j.KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN
Dalam upaya mendukung suksesnya pengembangan industri besi-baja nasional tersebut, dimana pada awal tahun 2014 sudah tidak
lagi diperbolehkan adanya ekspor bijih besi wantah maka diperlukan beberapa kebijakan terkait yang mendukung, diantaranya :
1. Perlu dukungan tersedianya infrastruktur akses jalan raya yang memadai,
2. Perlu dukungan tersedianya infrastruktur pelabuhan yang memadai,
3. Perlu dukungan tersedianya infrastruktur energi listrik yang memadai,
4. Perlu dukungan tersedianya infrastruktur energi gas (untuk proses Blast-Furnace peleburan logam) yang memadai,
5. Perlu dukungan tersedianya tenaga kerja yang sesuai dan memadai,
6. Perlu adanya dukungan sistem perbankan yang handal dan memadai,
7. Perlu dukungan tersedianya infrastruktur lembaga pendidikan keahlian (Polyteknik) yang dibutuhkan dan memadai,
8. Perlu dukungan tersedianya bahan baku pembantu batu kapur, batubara, air yang memadai dan berkesinambungan,
9. Perlu dukungan adanya keringanan pajak pada awal-awal operasional produksi maupun pada masa pembangunannya,
DAFTAR PUSTAKA
PUSLITBANG tekmira, 2010, Kajian Peningkatan Nilai Tambah, Bandung. DESDM, 2009. Sumber daya geologi Indonesia. Jakarta.
DIRJEN MINERBAPABUM, 2008, Statistik Potensi dan Neraca Sumberdaya Mineral, Batubara, Panas Bumi, Jakarta. Sukirno, S., 2004. Makroekonomi-teori dan pengantar. Edisi ketiga. Jakarta, hal.60.
Husein Umar, Dr, 2007, Studi Kelayakan Bisnis. Edisi ketiga. Jakarta.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Kebijakan Pembatasan Produksi Pertambangan Mineral Nasional.