• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesetaraan Gender di Atas Rel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kesetaraan Gender di Atas Rel"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Studi Kultural Volume III No. 2 Juli 2018 www.an1mage.org 75 Jurnal Studi Kultural (2018) Volume III No. 2: 75-79

Jurnal Studi Kultural

http://journals.an1mage.net/index.php/ajsk

Laporan Riset

Kesetaraan Gender di Atas Rel

Lidwina Hana Christin*

An1mage Research Division

Info Artikel

Sejarah artikel: Dikirim 28 Juni 2018 Direvisi 2 Juli 2018 Diterima 5 Juli 2018

Kata Kunci: KRL Commuter Line Gender

Tempat duduk prioritas Gerbong khusus Wanita

Pendahuluan

KRL Commuter Line merupakan transportasi umum yang melayani masyarakat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan sekitarnya. Hingga Juni 2018, rata-rata jumlah pengguna Commuter Line per hari mencapai 1.001.438 pengguna pada hari kerja, dengan rekor jumlah pengguna terbanyak yang dilayani dalam satu hari adalah 1.154.080. Sebagai operator sarana, kereta Commuter Line yang dioperasikan PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI), saat ini melayani 79 stasiun di seluruh Jabodetabek, Banten, dan Cikarang dengan jangkauan rute mencapai 418,5 km [1].

PT KCI mencatat jumlah penumpang yang terlayani sebanyak 315 juta penumpang atau 108 persen dari target volume penumpang di tahun 2017 sebesar 292 juta penumpang [2].

Citra 01. Commuter Line, salah satu moda transportasi utama di Jabodetabek Sumber: www.krl.co.id

Kejadian yang melibatkan kesalahan persepsi gender ternyata banyak di Kereta Rel Listrik (KRL)

Commuter Line. Transportasi massa yang menyediakan gerbong khusus wanita di bagian depan dan belakang rangkaian kereta ini tidak lantas menyelesaikan permasalahan, bahkan menimbulkan problematika baru seperti perkelahian antar penumpang perempuan di gerbong istimewa tersebut.

Gerbong khusus wanita disediakan dengan alasan banyaknya kasus pelecehan seksual di Commuter Line, meski begitu tidak ada data pembanding apakah gerbong khusus ini sungguh memberikan manfaat nyata. Jika perempuan ingin sejajar dengan laki-laki, baiknya tidak berharap mendapatkan keistimewaan termasuk ketika menggunakan transportasi publik.

Ketika di atas rel, perempuan terkadang menginginkan keistimewaan untuk duduk bahkan di fasilitas Tempat Duduk Prioritas (TDP), yang sesungguhnya diperuntukkan bagi orang tua lanjut usia, wanita hamil, kaum difabel, dan ibu yang membawa anak. Perempuan mesti menyadari, berjenis kelamin perempuan tidak lantas masuk kategori penumpang yang berhak atas TDP. Kesadaran dan empati perempuan untuk memberikan tempat duduk bagi penumpang yang berhak di KRL juga minim.

Abstrak

© 2018 Komunitas Studi Kultural Indonesia. Diterbitkan oleh An1mage. All rights reserved.

(2)

Kelebihan harga terjangkau dan kemampuannya menghindari kemacetan jalanan di ibu kota membuat Commuter Line

diminati masyarakat ibu kota dan sekitarnya. Oleh karenanya, pemandangan penumpang berdesak-desakkan terutama pada saat jam sibuk merupakan hal yang lumrah.

Tidak jarang kejahatan terjadi di atas kereta yang tengah bergerak. Mulai dari pencopetan, hingga kejahatan seksual. Maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di Commuter Line membuat PT KCI melakukan pengadaan gerbong khusus wanita sejak 19 Agustus 2010.

Lokasi gerbong khusus tersebut terdapat pada gerbong pertama dan juga gerbong terakhir dalam tiap rangkaian kereta [3]. Gerbong khusus ini disediakan agar penumpang perempuan lebih aman, nyaman, dan tenang jauh dari kasus pelecehan seksual [4].

Citra 02. Gerbong yang dikhususkan bagi perempuan Sumber: www.instagram.com/krlcommusterline

Meski beberapa penumpang perempuan merasa lebih nyaman karena tak perlu berdesakan dengan lawan jenis, gerbong khusus ini ternyata tidak selamanya menyenangkan.

Perselisihan di Gerbong Khusus Wanita

Tahun 2014, dunia maya ramai membicarakan screenshot

akun seorang perempuan bernama Dinda yang menunjukkan sikap tidak simpati terhadap ibu hamil beredar di media sosial. Dinda menyatakan rasa bencinya pada ibu hamil di kereta api yang tiba-tiba meminta tempat duduknya dan menganggap ibu hamil tersebut berlaku seenaknya juga menyusahkan.

Citra 03. Status akun path seorang perempuan pengguna KRL yang tidak simpatik dengan ibu hamil

Sumber: merdeka.com

Kemudian Mei 2017 viral video yang menayangkan dua perempuan saling jambak di dalam kereta KRL relasi Jakarta Kota menuju Bekasi karena tak sengaja saling senggol. Kejadian ini terjadi sekitar awal April 2017.

Keadaan kereta yang kerap padat hingga para penumpang harus berhimpitan, bahkan sering ada yang pingsan karena AC di kereta tidak mampu mengatasi banyaknya penumpang mengikis empati, bahkan kepada sesama perempuan. Berebut tempat duduk, saling cibir, bertengkar mulut dan fisik nampaknya sudah menjadi bagian dari gerbong khusus wanita.

Citra 04. Dua wanita saling jambak di gerbong KRL Sumber: www.tribunnews.com

Menurut psikolog Ajeng Raviando, mengingat seluruh penumpang di gerbong khusus wanita adalah sesama perempuan kadang timbul perasaan setara yang bisa meningkatkan kemungkinan friksi karena tidak ada yang mau mengalah.

Setiap orang merasa mempunyai hak sama untuk bisa duduk nyaman di gerbong itu, tak peduli apakah ada orang lain yang punya kebutuhan khusus seperti hamil, membawa anak, lanjut usia atau sakit dan tidak kuat berdiri lama [5].

Perempuan Bukanlah Alasan untuk Mendapat Kursi di KRL

(3)

Jurnal Studi Kultural Volume III No. 2 Juli 2018 www.an1mage.org 77

usia, wanita hamil, kaum difabel, dan ibu yang membawa anak. Sayangnya, TDP seringkali disalahgunakan.

Seperti pada Oktober 2016 pengguna line Ahadi Pradana menceritakan kejadian saat dua orang perempuan berumur 20 tahunan yang enggan memberikan kursi prioritas kepada seorang kakek yang berdiri di samping perempuan tersebut.

Awalnya, Ahadi hanya menegur dengan mengatakan bahwa sang kakek lebih berhak menduduki kursi tersebut. Alih-alih berdiri, perempuan tersebut malah menimpali permintaan Ahadi dengan sanggahan yang membuat geleng-geleng kepala. "Maaf, ya, mas, saya perempuan. Saya lemah dan mesti diprioritaskan." [6]

Citra 05. Perempuan yang menolak memberikan tempat duduk pada lansia Sumber: www.tribunnews.com

Informasi mengenai TDP sebenarnya sudah banyak di KRL yakni dengan informasi imbauan yang ditempel pada dinding kereta juga melalui pengeras suara. Petugas sering mengingatkan bahwa kereta menyediakan tempat duduk prioritas bagi wanita hamil, lanjut usia, penyandang disabilitas dan ibu membawa anak.

Jelas alasan perempuan saja bukanlah pembenaran untuk tetap menggunakan kursi meskipun ada pria lansia yang membutuhkan. Seolah pria, meskipun sudah lanjut usia tetap harus bersikap “gentle” dengan membiarkan perempuan

muda sehat untuk duduk.

Meski begitu, ketidakjelasan berapa jumlah TDP yang harus disediakan operator hingga tidak adanya sanksi bagi penumpang nonprioritas yang menggunakan TDP membuat TDP belum sepenuhnya dapat digunakan oleh penumpang yang berhak.

Sering penumpang perempuan sehat menolak memberikan tempat duduk kepada orang yang lebih membutuhkan karena persepsi yang salah, berpendapat dirinya adalah “makhluk lemah”. Padahal perempuan bukan penumpang prioritas. Bisa saja ada pria yang meski masih muda namun sakit yang juga membutuhkan kursi di KRL.

Kadang juga penumpang perempuan tidak segan meminta kursi pada penumpang laki-laki karena ingin duduk. Di sini sesungguhnya perempuan yang melakukan hal tersebut bukanlah makhluk lemah, namun makhluk yang ingin diistimewakan dan mencari keuntungan atas stereotip salah kaprah, sementara di sisi lain juga ingin setara dengan pria.

Citra 06. Imbauan dan informasi berupa tulisan yang ditempel di bagian ujung dalam tiap gerbong tentang bangku prioritas

Sumber: www.tribunnews.com

Friksi Akibat Mengeksklusifkan Perempuan di KRL

Beberapa pihak mungkin berpendapat, gerbong khusus wanita sebenarnya tidak bisa dipandang sebagai bentuk mengistimewakan perempuan berhubung ada alasan kuat dibaliknya, yakni keprihatinan akan pelecehan seksual di

Commuter Line.

Namun menurut Laura Bates, penggagas Everday Sexism Project dalam program BBC Woman’s Hour, pengadaan

gerbong atau ruang khusus perempuan: peneguhan bahwa perempuan tidak berdaya dan pelecehan seksual tidak bisa terelakkan. Selain itu, terdapat pendapat mengajarkan laki-laki untuk tidak berbuat mesum dan menghormati perempuan di mana pun berada jauh lebih penting dan lebih efektif untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan.

Citra 07. Kondisi kereta dipenuhi penumpang Sumber: www.tribunnews.com

Hal ini mengindikasikan adanya suatu pengotakan sifat yang menjadi stereotip atau digeneralisasi bahwa laki-laki tidak bisa dipercaya dan perempuan tidak bisa melakukan mobilisasi tanpa kekhawatiran akan keamanannya [7].

(4)

umum kerap tidak dilaporkan, baik oleh korban maupun saksi. Jika pun dilaporkan, kebanyakan negara tidak mau memublikasikan datanya. Satu-satunya cara untuk mengukur keefektifan kendaraan khusus perempuan ini adalah dengan membandingkan data pelecehan, sebelum dan sesudah pemisahan. Namun, data amat minim [8].

Mengatasi Pelecehan Seksual di KRL Tanpa Gerbong Khusus Wanita

Pengadaan gerbong khusus wanita tidak lantas memberikan solusi mumpuni akan kasus pelecehan seksual di KRL

Commuter Line. Untuk memerangi pelecehan seksual sebenarnya dengan tidak menoleransi pelecehan. Perempuan, juga laki-laki yang menyadari adanya tindakan pelecehan harus lebih aktif, bukannya diam saja mengetahui adanya pelecehan seksual.

Citra 08 dan 09. Post instagram KRL commuter line untuk memerangi pelecehan seksual

Sumber: www.instagram.com/krlcommuterline

KRL Commuter Line juga transportasi massa lain hendaknya mengusahakan ruang aman di mana seluruh penumpang, baik perempuan dan laki-laki dapat berada di gerbong mana pun. Hanya saja kondisi KRL Commuter Line yang kelebihan kapasitas (overcapacity) akibat jumlah kereta dan frekuensi perjalanan tidak mampu memenuhi jumlah penumpang, kesadaran antar penumpang untuk menjadikan KRL

Commuter Line menjadi transportasi massa yang nyaman menjadi sulit direalisasikan.

Petugas KRL juga harus tegas terhadap penumpang yang melanggar aturan KRL Commuter Line. Dimulai dari penumpang yang memaksakan untuk tetap masuk kedalam kereta yang telah penuh, hingga mengingatkan penumpang yang menggunakan TDP, padahal bukan termasuk penumpang prioritas.

Penumpang selaku pengguna KRL Commuter Line juga harus mengikuti tata tertib juga menghargai hak penumpang lainnya.

Konklusi

Permasalahan di KRL Commuter Line terutama disebabkan jumlah penumpang dan gerbong tidak sebanding. Dengan jumlah rangkaian 8 hingga 10 gerbong per kereta, sekitar 2.000 penumpang per perjalanan dan 1.200.000 penumpang per hari, membuat penumpang harus rela berdesak-desakan bahkan memaksa masuk rangkaian yang sudah penuh, diperlukan menambah gerbong tambahan sebagai solusi. Kepedulian dan cepat tanggap dari PT KCI untuk menambahkan gerbong tambahan sangat diperlukan.

Overcapacity membuat penumpang menjadi tidak berempati dengan penumpang lain, bahkan menggunakan TDP meski bukan penumpang prioritas. Penyediaan gerbong khusus wanita juga tidak berhasil menjadikan KRL Commuter Line

menjadi transportasi massa yang nyaman, malah memicu timbulnya masalah baru.

Perempuan tidak perlu mendapat keistimewaan di KRL. Kesetaraan gender di KRL berarti seluruh penumpang, baik pria dan perempuan dapat menikmati layanan KRL dengan nyaman.

Referensi

[1] www.krl.co.id

[2] Harjanto, Setyo Aji. 2018. “Subsidi KRL Tahun Ini Hanya Bisa Layani 295 Juta Penumpang”. Diakses pada 5 Januari 2018 pukul 12:45 WIB di halaman website tautan berikut: www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180104183404-92- 266775/subsidi-krl-tahun-ini-hanya-bisa-layani-295-juta-penumpang

(5)

Jurnal Studi Kultural Volume III No. 2 Juli 2018 www.an1mage.org 79

[4] Pemerintah, Kemendagri. 2010. “Gerbong Khusus Perempuan Diluncurkan 19 Agustus 2010”. Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21.30 WIB di halaman website berikut: www.kemendagri.go.id/news/2010/08/13/gerbong-khusus-perempuan-diluncurkan-19-agustus-2010

[5] Junita, Nancy (ed). 2017. “Ini Sebabnya Gerbong Wanita di KRL Lebih Ganas”. Diakses 24 Maret 2018 di halaman: jakarta.bisnis.com/read/20170519/385/655234/javascript

[6] Putri, Aditya Widya. 2016. “Empati di Atas Tempat Duduk Prioritas KRL”. Diakses pada 19 Mei 2018 di halaman: tirto.id/empati-di-atas-tempat-duduk-prioritas-krl-b36x

[7] Kirnandita, Patresia. 2017. “Dilema Gerbong Khusus Perempuan”. Diakses pada 20 Mei 2018 di halaman: tirto.id/dilema-gerbong-khusus-perempuan-coXw

Referensi

Dokumen terkait