• Tidak ada hasil yang ditemukan

CRITICAL REVIEW Kurikulum 2013 tidak Ped

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "CRITICAL REVIEW Kurikulum 2013 tidak Ped"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS CRITICAL REVIEW “Kurikulum 2013 tidak Peduli Lingkungan”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Seminar

Oleh : LUTFI KOTO

17171/2010

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG

(2)

Tugas Critical Review

1. Apakah judul telah memayungi kajian yang ditulis, berikan penjelasan! 2. Apakah artikel/makalah tersebut mempunyai permasalahan yang akan

dipecahkan oleh penulis?

3. Apa permasalahannya dan apakah permasalah tersebut cocok dengan judul artikel/makalah? Apakah teori-teori yang ditulis sudah mencukupi untuk mendukung penulis memecahkan persoalan yang ada?

4. Apakah teori-teori yang ditulis relevan dengan topic atau kajian yang diungkap penulis?

5. Apakah penulis mengemukakan pendapat, pendirian atau posisinya di artikel tersebut? Kalau ada, sebutkan contohnya!

6. Adakah teori-teori, kajian, pendapat, atau temuan-temuan penelitian yang perlu ditambahkan untuk mendukung pendapat penulis?

7. Apakah penulis membuat kesimpulan, dan apakah kesimpulan yang dibuat benar-benar menyimpulkan isi artikel/makalahnya?

8. Apakah penulis memberikan solusi terhadap permasalahan yang diungkap? Apa solusinya?

(3)

Jawab :

1. Menurut saya judul belum memayungi kajian yang ditulis secara gamblang dan belum dijelaskan secara rinci. Hal ini dikarenakan isi dari kajian tulisan tersebut mempermasalahkan mata pelajaran khusus tentang bencana alam. Padahal dalam kurikulum 2013, mata pelajaran akan dibahas secara tematik yang menghubungkan materi pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Dengan demikian apa yang dikhawatirkan penulis bisa diatasi dengan pembelajaran tematik yang berlaku di kurikulum 2013. Sehingga pengetahuan tentang bencana alam bisa dikaitakn gur dengan pembelajaran yang berkaitan.

2. Artikel yang ditulis oleh penulis belum menuangkan solusi untuk mengatasi masalah yang ditawarkan. Karena solusi konkrit belum dibahas oleh penulis baik secara khusus, maupun umum.

3. Menurut saya korelasi antara judul dengan kajian yang ditulis tergolong lemah. Hal ini dikarenakan penulis terfokus pada pembahasan tentang mata pembelajaran khusus tentang bencana alam. Padahal kalu kita befikir berdasarkan paradigma Kurikulum 2013, apa yang dikahawatirkan oleh penulis, pentingnya pembahasan tentang kebencana alaman pada peserta didik bisa dikaitkan dengan mata pelajaran yang lain. Karena dalam Kurikulum 2013, pembelajaran dilakukan secara tematik.

4. Menurut saya kurang relevan. Menurut saya, pemulis lupa bahwa prinsip pembelajaran dalam KTSP berbeda denga Kuriulum 2013. Penulis beranggapan mata pelajaran dalam kurikulum 2013 sama dengan KTSP. Padahal prinsipnya berbeda, karena dalam Kurikulum 2013 pembelajaran yang satu dikaitkan dengan pelajaran yang lain. Jadi materi tentang bencana alam bisa dikaitkan dengan mata pelajaran agama, IPA dan lain-lain. Jadi tidak terfokus pada mata pembelajran tentang bencana alam yang dikemukakan penulis.

(4)

6. Jika mengutip pendapat orang lain, didalam tulisan sudah ada. Namun Sejauh yang saya pahami, dan jika dikaitkan antara masalah dengan Kurikulum 2013, belum ada. Karena jika kita ingin mengajarkan kepada pesert didik mengenai kesiapan menghadapi bencana alam, pihak sekolah bisa bekerjasan dengan pihak terkait untuk mengadakan kegiatan pelatihan, materi maupun simulasi tentang bencana alam. Dan kegiatan ini bisa diprogramkan dalam Kegiatan khusus, atau kegiatan ekstrakurikuler. 7. Menurut apa yang saya baca, penulis belum menyimpulkan pendapatnya

sendiri dalam artikel. Kajian dalam artikel lebih kepada opini penulis tentang perlunnya mata pelajaran khusus tentang bencana alam. kajian yang dibahas penulispun lebih banyak kata penjelasan daripada alasan pokok yang mendukung isi dari artike tersebut.

8. Tidak 9. –

(5)

Lampiran Artikel

Penulis : Suhandi

Pekerjaan : Staf Pengajar di SMK Negeri 2 Padang Judul : Kurikulum 2013 tidak Peduli Lingkungan Diterbitkan : Harian Singgalang (Sabtu, 17 Januari 2015)

“Kurikulum 2013 tidak Peduli Lingkungan”

Berbagai macam program dilakukan pemerintah setelah kejadian itu dalam upaya meminimalisir dampak bencna tersebut dan persiapan menghadapi bencana-bencana yang mungkin masih akan terjadi selanjutnya. Mulai perbaikan infrastuktur yang rusak, pmbangunan struktur pantai, bangunan dan jalan yang aman dari gempa dn tsunami, sampai pembangunan mental masyarakat sehingga siap menghadpi seandainya bencana yang sama teulang lagi.

Berbagai program ini tidak hanya dilakukan di provinsi paling barat Indonesia, tetapi juga dilakukan didaerah-daerah lain yang rawan dan berpotensi memiliki gempa dan tsumani. Termasuk memberikan pelatihan melalui simulasi kepada masyarakat sehingga siap siaga menghadapi bencana. Tidak hanya itu, disekolah-sekolah mulai dari PAUD sampai ke jenjang SLTA juga kerap dilakukan simulasi bagaimana melakukan penyelamatan diri dalam menghadapi bencana. Bahkan dua tahun setelah bencana tersebut, pemerintah sepertunya tersadar bahwa pelunya pedidikan kepada peserta didik akan pentingnya pengetahuan tentang bencana alam dan bagaimana cara menghadapinya.

(6)

SMK, yakni ilmu pengetahuan alam (IPA). Padahal dalam kurikulum sebelumnya di SMK, terutama SMK kelompok non eksata seperti bidang studi keahlian bisnis manajemen serta seni, kerajinan dan pariwisata tidak pernah dikenal mata pelajaran IPA. Kalaupun ada mata pelajaran eksata di SMK kelompok eksata seperti bidang studi keahlian teknologi informasi dan komunikasi, teknik rekayasa, petaian dan kesehatan, itupun terbatas pada ilmu-ilmu murni seperti hanya ilmu fisika, kimia dan biologi.

Mata pelajaran IPA dalam KTSP 2006 ini merupakan salah satu mata pelajaran wajib disamping mata pelajaran wajib lainnya seperti pendidikan agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPS, Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI), Kewirausahaan, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Mata pelajaran IPA betujuan membeklai peserta didik dasar pengetahuan tentang hukum-hukum kealaman serta makhluk hidup dan tidak hidup menjadi dasar sekaligus syarat kemampuan, yang berfungsi mengantarkan peserta didik guna mencapai kompetensi keahliannya. Disamping itu, mata pelajaran IPA mempersiapkan kemampuan peserta didik agar dapat mengembangkan program keahliannya pada tingkat pendididkan yang lebih maju.

Mata pelajaran IPA behubungan dengan bagaimana memahami alam secara sistematis, juga merupakan wahana bagi peserta didik untuk memahami diri, dan alam sekitar guna menjaga kelestariannya.

Standar Kompetnsi Lulusan (SKL) mata pelajaran IPA dalam KTSP 2006 terdiri atas empat, mampu mengenali gejala-gejala alam melalui pengamatan langsung dan menafsirkannya untuk kepentingan kehidupan sehari-hari, mengenali berbagai jenis populasi dan dampaknya terhadap manusia dan lingkungan, memiliki kesadaran dan mampu berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan ekosistem lingkungan dan sumbe daya alam dan menerapkan IPA sebagai dasar penguasaan kompetensi produktif dan pengembangan diri.

(7)

SMK kelompok apa saja memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam menghadapi alam sekitarnya pada saat ini maupun dalam kehidupannya kelak didunia kerja. Setelah itu, materi selanjutnya berisikan pemahaman tentang gejala-gejala alam yang berhubungan dengan bumi dan benda langit serta cuaca dan iklim. Disinilah peserta didik diberikan pemahaman tentanng bencana alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi dan tsunami serta tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan sebelum, saat mengahadapinya dan setelah bencana tersebut terjadi.

Namun seiring dengan perjalanan waktu, serta sudah tidak sering lagi atau bisa dikatakan sudah tidak ada lagi terjadi bencana gempa tektonik dan tsunami skala besar seperti bencana nasional di Aceh tahun 2004, pemerintah seakan lupa akan pentingnya nilai-nilai pendidikan bencana alam ini. Bukitnya dengan bergantinya KTSP 2006 ke Kuriklum 2013 (K-13), mata pelajaran IPA dengan muatan materi-materi seperti yang disebutkan diatas, ditiadakan. Kenapa.? Karena jeritan kepedihan 10 tahun yang lalu sudah sirna.? Karena bencana dengan skala serupa tidak pernah terjadi lagi.? Sehingga ilmu tentang bencana alam tidak perlu lagi diberikn kepada peserta didik.? Bukankah bencana alam bisa saja mengancam setiap saat? Bahkan ketika kit sudah mulai lengah dan melupakannya?

Dalam Kurikulum 2013, mata pelajaran IPA memng masih ada, namun hanya terbatas pada bidang studi keahlian pariwisata dengan nama IPA terapan, namun konten didalamnya adalah materi fisika, kimia dan biologi, dan tidak sedikitpun berbicara tentang bencana alam.

Sementara pada bidang keahlian lain mata pelajaran IPA dengan muatan seperti yang penulis sebutkan diatas, hilang sama sekali. Ketika hal ini, penulis pertanyakan kepada instruktur-instruktur yang menjadi pemateri dalam sosialisasi Kurikulum 2013 setahun yang lalu, mereka rata-rata menjawab mata pelajaran IPA terutama materi tentang bencana alam dan lingkungan hidup sudah inklud atau terintegrasi dalam mata pelajaran lain.

(8)

Terintegrasi kedalam mata pelajaran apa.? Apakah ini hanya jawaban instuktur secara klise.? Penulis teringat pada beberapa materi sebelumnya yang dimanfaatkan untuk diintegrasikan ke dalam mata pelajaran. Sebut saja integrasi pendidikan babaliak ka surau, integrasi pendidikan bencana alam, adakah terimplementasi keseluruh mata pelajaran yang ada dalam K-13. Wujudnya seperti apa dan bagaimana, juga tidak ada penjelasan rinci dalam K-13.

Penulis mencoba membaca silabus-silabus mata pelajaran lain yang katanya telah mengintegrasi materi bencana alam dan lingkungan hidup. Tapi tidak satupun dari mata pelajaran dalam K-13 tersebut yang rela dan bersedia mengintegrasi materi tentang bencana alam dan cara-cara menghadapinya. Baik mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Matematika, apalagi mata pelajaran Sejarah yang jauh hubungannya dengan IPA.

Semula penulis berharap ada materi tentang bencana alam dan cara menghadapinya dalam teks-teks yang banyak terdapat pada wacana-wacana dalam materi pelajaran bahasa Indonesia. Namun lagi-lagi penulis harus gigit jari. Begitu tidak pentingkah hal ini bagi K-13 yang padahal sebelumnya dala KTSP 2006 dianggap penting sehingga muncul mata pelajaran IPA dalam KTSP SMK pada 2006 tersebut? Ataukah hal ini muncul dalam KTSP 2006 hanya retorika kepentingan sesaat karena tahun-tahun sebelumnya negara kita dilanda banyak bencana alam yang puncaknya gempa tektonik dan tsunami Aceh? Sehingga dalam K-13 harus dicabut lagi karena dianggap tidak penting atau tidak up to date lagi untuk diberikan pemahaman kepada peserta didik ?

Kemudian, kalaupun ada materi tentang bencana alam dalam teks atau wacana pelajaran Bahasa Indonesia misalnya, atau pelajaran lain, bukankah itu hanya sebatas teks dan wacana yang minim tuntutan pemahaman didalamnya?

(9)

dan tanda-tanda akan terjadinya tsunami, apa hal-hal yang harus dilakukan dalam menghadapi bencana-bencana tersebut, baik sebelum, saat dan setelah terjadinya.

Mendidik peserta didik dalam memaknai pencemaran lingkungan sehingga dapat meminimalisir dampaknya, cara-cara pengelolaan sampah sehingga dapat mengurangi pencemaran, teknik-teknik menjaga biodiversitas (keanekaragaman hayati) untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan, sampai analisa dampak lingkungan hidup (amdal). Semua materi itu ada dalam materi pelajaran IPA yang tidak mungkin sanggup diintegarasikan oleh mata pelajaran lain secara utuh dan sarat pemahaman. Selama tiga semester penulis mengamati pelaksanaan K-13, Penulis tidak melihat implementasi integrasi pendidikan lingkungan hidup dan bencana alam kedalam mata pelajaran lain. Jangankan untuk melakukan hal ini, selama pelaksanaan kurikulum K-13 saja, par guru sudah direpotkan dengan sosialisasi wajib K-13, pelatihan guru inti, instuktur nasional, pendampingan kurikulum, disibukkan menjadi guru sasaran yang notabene berjibaku dengan perangkat pembelajaran. Belum lagi mengurus dan membahas masalah penilaian yang ribet menurut persepsi sebagian guru.

(10)

Mudah-mudahan dengan adanya kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang telah menangguhkan pelaksanakan K-13 dan akan mengkaji ulangnya, hal yang sudah Penulis uraikan dan gagasan menteri sosial diatas menjadi perhatian tersendiri, sehingga kewaspadaan terhadap bencana dalam kurikulum pendidikan. Diharapkan nantinya ketika K-13 diterapkan penuh sesuai instruksi Bapak Anies Baswedan paling lambat tahun 2008, kurikulum ini sudah lebih baik, matang dan juga peduli terhadap kesiapan peserta didik dalam menghadapi bencana alam dan ikut berperan dalam pelestarian lingkungan hidup.

Perlu pengkajian apakah mata pelajaran IPA ini perlu dihidupkan lagi sebagaimana dianggap penting dalam KTSP tahun 2006, atau masih dalam bentuk integrasi. Kalaupun bertahan dalam bentuk integrasi, perlu follow up yang tajam dan dijelaskan integrasi seperti dan bentuk apa. Semoga peserta didik kita lebih siap menghadapi perubahan iklim yang cepat dan memiliki kompetensi mitigasi dan antisipasi guna menghadapinya bencana akibat perubahan tersebut. Disamping itu, pendidikan karakter yang diharapkan dalam K-13, yang salah satunya sikap peduli terhadap lingkungan benar-benar mendarah daging dlam kepribadian peserta didik.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat dilihat ketika guru menggunakan non-corporal punishmentyangberimbas terhadap perubahandalam proses pembelajaran.Non-Corporal punishment adalah wujud dari

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudarto & Tunut (2016) dengan judul risiko terjadinya ketuban pecah dini pada ibu hamil dengan infeksi menular

Hasil jawaban dari angket tidak berpengaruh pada nilai anda.. Hasil yang anda pilih hanya bertujuan sebagai

Di Tahap ini akan mencari jarak terdekat dengan data input. Untuk mecari jari jarak terdekat dapat menggunakan salah satu rumus pencarian jarak yaitu

Setelah melakukan penelitian, dengan cara observasi, wawancara, dan melakukan tes terhadap siswa, ternyata peneliti menemukan beberapa masalah yang terjadi selama

Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui lokasi di Jalur Pantura Jawa Timur yang palingtepat untuk implementasi manajemen kecepatan, serta untuk mengidentifikasi

Pada jabatan struktural eselon III Kepala Panti dan Eselon IV (Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial dan Kepala Seksi Program dan Advokasi