• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BERMAIN KOOPERATIF TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " PENGARUH BERMAIN KOOPERATIF TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BERMAIN KOOPERATIF TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK PEMBINA AISYAH BARULAK

ADELLA KHARISMA DIYENTI Universitas Negeri Padang

Jl. Prof Hamka Air Tawar Padang Sumatera Barat Email: adellakharisma7@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan rendahnya kemampuan anak dalam mengatur dirinya sendiri, bermain bersama temannya, tidak menghargai hasil karya teman dan sering menertawakannya, berbicara kurang sopan kepada teman dan guru. Oleh karena itu, peneliti mengunakan solusi bermain kooperatif supaya keterampilan sosial emosional anak dapat lebih ditingkatkan. Tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui apakah bermain kooperatif dapat berpengaruh terhadap keterampilan sosial anak di TK Pembina Aisyah Barulak serta untuk mengetahui apakah bermain kooperatif dapat berpengaruh terhadap keterampilan emosional anak di TK Pembina Aisyah Barulak. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan model pre-experiment. Dalam penelitian dilakukan delapan kali perlakuan. Dengan menggunakan empat jenis bermain kooperatif yaitu bermain balok, menggambar orang secara berkelompok, jembatan kardus dan bermain hullahop berjalan. Penelitian ini menggunakan instrumen dengan indikator keterampilan sosial emosional anak usia 5-6 tahun. Dalam proses validasi penulis menggunakan validitas konstruk kepada dua validator, validitas isi memakai pendapat para ahli dan pengujian reabilitas. Hasil penelitian yang dilakukan di TK Pembina Aisyah Barulak, Kec. Tanjuang Baru, menyatakan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Artinya hipotesis alternatif diterima. Maksudnya disini ialah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel keterampilan sosial emosional dan variabel bermain kooperatif.

(2)

Anak usia dini memiliki lima aspek perkembangan, yaitu perkembangan nilai agama dan moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan sosial-emosional (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 58 tahun 2009). Aspek-aspek perkembangan tersebut harus mendapatkan stimulasi optimal dari lingkungan sekitar. Stimulasi pembelajaran yang dilakukan disekolah merupakan salah Satu stimulus yang dapat mengembangkan aspekaspek tersebut di atas. Eliason dan Jenkins (2008) menyatakan bahwa pengembangan kognitif, bahasa, dan keaksaraan dapat membentuk kemampuan berpikir dan membangun pemahaman. Seluruh aspek perkembangan di atas harus mendapatkan stimulasi yang maksimal dan optimal melalui kegiatan pembelajara yang bermakna bagi anak yang melibatkan Orang tua, guru dan sekolah. dalam ( Dadan Suryana pengetahuan tentang strategi pembelajaran, sikap, dan motivasi guru :2013)

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu program prioritas pembangunan pendidikan nasional pada saat sekarang ini baik yang berbentuk formal, non formal, maupun informal. Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional mengupayakan untuk menggalakkan pendidikan anak usia dini di berbagai daerah, upaya pemerintah ini bertujuan untuk memberikan perhatian yang lebih pada anak usia dini sebagai generasi penerus yang akan memajukan bangsa dan Negara. Oleh karena itu usia dini merupakan masa yang sangat cemerlang untuk diberikan pendidikan.

Menurut Widarmi D wijana, dkk (2009:1.6 ) Anak usia dini adalah anak yang memiliki potensi dan kemampuan, namun semua potensi yang dimiliki anak masih harus di kembangkan secara optimal, anak juga memiliki karakteristik yang khas dan unik yang tidak sama dengan orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya Dalam pasal 28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 20 tahun 2003 ayat 1 disebutkan bahwa yang temasuk anak usia dini adalah anak pada rentang usia 0-6 tahun. Sedangkan menurut kajian rumpun ilmu PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa Negara, pendidikan anak usia dini berkisar 0-8 tahun.

(3)

yang tepat bagi anak sejak usia dini. Menurut Dadan Suryana (2016:25) mennyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dengan potensi yang merupakan kemampuan yang berbeda-beda dan terwujud karena interaksi yang dinamis antara keunikan individu anak dan adanya pengaruh lingkungan.

Anak usia dini memiliki lima aspek perkembangan, yaitu perkembangan nilai agama dan moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan sosial-emosional (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 58 tahun 2009). Aspek-aspek perkembangan tersebut harus mendapatkan stimulasi optimal dari lingkungan sekitar. Stimulasi pembelajaran yang dilakukan disekolah merupakan salah Satu stimulus yang dapat mengembangkan aspekaspek tersebut di atas. Eliason dan Jenkins (2008) menyatakan bahwa pengembangan kognitif, bahasa, dan keaksaraan dapat membentuk kemampuan berpikir dan membangun pemahaman. Seluruh aspek perkembangan di atas harus mendapatkan stimulasi yang maksimal dan optimal melalui kegiatan pembelajara yang bermakna bagi anak yang melibatkan Orang tua, guru dan sekolah. dalam ( Dadan Suryana pengetahuan tentang strategi pembelajaran, sikap, dan motivasi guru :2013)

Orang tua, guru, dan masyarakat memiliki peran penting dalam pendidikan anak usia dini serta harus mulai memikirkan cara terbaik untuk mengembangkan keterampilan anak, agar anak bisa terampil berkomunikasi dengan baik dan lancar, mampu mengenali dan memecahkan masalah, beradaptasi dan bersikap fleksibel, menghargai sesama dan lain sebagainya. Salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan anak adalah melatih keterampilan sosial emosional. Novan Ardi (2014: 8) berpendapat bahwa pengembangan keterampilan sosial emosional anak dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan anak usia dini di Indonesia, merugilah suatu keluarga, masyarakat, dan bangsa jika mengabaikan pendidikan anak usia dini. Sedangkan menurut Dani Wardani Keterampilan sosial emosional adalah kemampuan untuk menjalin suatu hubungan dengan orang lain dan mampu menyesuaikan dengan tuntutan kondisi lingkungan dimana dia tinggal.

(4)

memaparkan tingkat capaian keterampilan sosial emosional anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut:

Memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan diri dengan situasi, memperlihatkan kehati-hatian kepada orang yang belum dikenal (menumbuhkan kepercayaan kepada orang dewasa yang tepat), mengenal perasaan sendiri dan mengelolanya secara wajar (mengendalikan diri secara wajar), tahu akan hak nya, menaati aturan kelas (kegiatan, aturan), mengatur diri sendiri, bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri, bermain dengan teman sebaya, mengetahui perasaan teman dan merespon secara wajar, berbagi dengan orang lain, menghargai hak/ pendapat/karya orang lain, mengungkapkan cara yang diterima secara sosial dalam menyelesaikan masalah (menggunakan pikiran untuk menyelesakan masalah), bersikap kooperatif dengan teman, menunjukkan sikap toleran, mengekpresikan emosi sesuai dengan kondisi yang ada (senang, sedih, antusias, dsb), mengenal tata karma dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya setempat

Tugas-tugas perkembangan keterampilan sosial emosional anak di atas harus diperhatikan oleh orang tua dan guru dalam mengembangkannya, salah satunya dengan adanya komunikasi yang baik antara anak, orang tua, guru serta dukungan masyarakat yang dapat mendukung perkembangan anak dengan baik. Semua orang tua dan guru berharap anak mampu mengendalikan emosi serta menguasai keterampilan sosial yang cukup sebagai bekal kehidupan anak kelak. Apabila anak mampu mengembangkan kemampuan sosial emosional maka anak akan mampu beradaptasi dengan lingkungan, dapat berkenalan dengan mudah, mempunyai teman, mau mengalah sabar menunggu giliran, mau bekerja sama dan berinteraksi dengan orang lain.

Diantara tugas keterampilan sosial emosional tersebut akan dibatasi beberapa point yang akan dikembangkan yaitu mengatur diri sendiri, bermain dengan teman sebaya, berbagi dengan orang lain, menghargai hak/pendapat/karya orang lain, mengenal tata karma dan sopan santun. Adapun alasan penulis membatasi keterampilan sosial emosional yang diamati ini adalah karena hal ini yang perlu ditingkatkan keterampilannya.

(5)

ada juga anak yang tidak bisa bermain secara kooperatif bersama temannya sehinga mengakibatkan perkelahian karena ketidakmampuan anak untuk bekerja sama dengan anak lain.

Aspek Sosial emosional yang kurang berkembang di TK Pembina Aisyah Barulak ini adalah anak kurang mampu untuk bermain bersama dengan temannya. Kemampuan kerjasama yang kurang berkembang karena pendidik jarang menggunakan mengunakan mentode bermain, sedangkan melalui bermain tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan bekerjasama melainkan juga dapat meningkatkan sosial emosional anak lainnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, mengatur diri sendiri. Tentunya hal ini akan menghambat pada perkembangan sosial emosional anak nantinya dan akan berdampak pada kemampuan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, dan juga kemampuan anak dalam mengolah emosinya, baik itu untuk dirinya sendiri, teman sebaya, orang tua, dan lingkungan sekitarnya.

Selain itu terdapat beberapa masalah yang dikeluhkan oleh guru-guru di TK Pembina Aisiyah Barulak mengenai keterampilan sosial emosional saat dilakukan wawancara juga mengeluhkan hal yang sama berdasarkan hasil observasi beberapa orang anak tidak mau bekerjasama dalam kelompok ketika melakukan kegiatan, beberapa orang anak jarang melakukan interaksi dengan orang lain (anak lebih banyak diam, anak tidak bisa mengatur diri sendiri harus diingatkan oleh guru, anak tidak mau berbagi mainan ataupun makanan bersama temannya dan juga anak juga kurang bisa menghargai hasil karya dan pendapat teman, dan sering berteriak-teriak dalam berbicara dan kasar.

Permasalahan yang dipaparkan di atas tentu memiliki penyebab, diantaranya kegiatan yang dilakukan tidak disukai anak sehingga anak tidak mau ikut main bersama, anak terbiasa bermain sendiri dirumah sehingga susah melakukan interaksi dengan orang lain, kurangnya bermain kooperatif yang diberikan guru disekolah, dan anak terbiasa dipenuhi keinginannya tanpa melihat dampak yang akan terjadi pada anak.

(6)

Bermain kooperatif adalah permainan yang di lakukan secara bersama atau berkelompok untuk mencapai suatu tujuan, yang bertujuan untuk mengasah kecerdasan interpersonal anak, yaitu kecerdasan yang mengarah pada hubungan dengan orang lain, seperti kerja sama, saling membantu, dan bertanggung jawab. Pendapat diatas juga di dukung oleh Mildred Parten yang mengatakan Cooperative Play (bermain bersama) biasanya ditandai dengan adanya kerjasama atau pembagian tugas antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Kegiatan bermain bersama teman merupakan sarana anak untuk anak bersosialisasi atau bergaul dengan orang lain.

Oleh karena itu, dari pendapat para ahli mengenai bermain kooperatif dan dampaknya terhadap keterampilan sosial emosional maka bermain kooperatif dapat dijadikan cara untuk meningkatkan keterampilan sosial emosional anak. Permainan kooperatif yang dapat dilakukan dalam penelitian ini diantaranya yaitu bermain balok, menggambar secara berkelompok, mengelompokkan kejadian emosi, mengangkat bola menggunakan kening. Beberapa manfaat dari bermain kooperatif diantaranya:

Bermain kooperatif merupakan cara yang bisa dilakukan oleh guru di sekolah untuk meningkatkan keterampilan sosial emosional anak, guru bisa menjadikan permainan kooperatif sebagai media dalam mengenal, belajar berkomunikasi, dan bersosialisasi pada anak, Bemain kooperatif bisa di jadikan guru untuk mengenalkan lingkungan kepada anak misalnya melalui bermain peran. Selain hal itu Parten dalam Montoholu (2018:2.20) mengemukakan bahwa bermain kooperatif dapat dilakukan dengan permainan drama, permainan kontruktif membangun dengan balok, bemain bersama yang ada unsur kalah menang, bermain di bak pasir, petak umpet, dan bola kaki yang sederhana. Berdasarkan pendapat Parten diatas banyak cara yang bermain kooperatif yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan sosial emosional misalnya dalam permainan drama anak akan bisa belajar peran sosial yang terjadi dilingkungannya sebenarnya, serta melatih anak untuk menaati aturan yang dibuat bersama, mengatur diri sendiri, bermain dengan teman sebaya dan bermain kooperatif bersama teman, selanjutnyan bermain kontruktif dengan balok selain dapat membagun kognitifnya anak juga belajar untuk menghargai karya temannya dan permainan sederhana lainnya yang dapat mengembangkan keterampilan sosial emosional anak.

(7)

psikologis yang lebih sehat, dan 3) mampu menerima perbedaan yang ada di antara teman satu kelompok”. Mendukung pendapat diatas Nugraha mengemukakan bahwa manfaat bermain kooperatif adalah mengajarkan anak bersikap sportif dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan.

Dari beragam macam-macam bermain kooperatif serta manfaat bermain kooperatif sebagai media atau alat bagi guru untuk mengembangkan keterampilan sosial emosional pada anak usia dini. Maka akan dilakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Bermain Kooperatif Terhadap Keterampilan Sosial Emosional Anak Usia 5-6 Tahun di TK Pembina Aisyah Barulak”.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka terdapat beberapa permasalahan yang dapat di identifikasi masalahnya antara lain:

1. Kurangnya keterampilan sosial emosional anak di TK Pembina Aisyah Barulak. 2. Anak kurang mampu menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya. 3. Beberapa anak kurang mampu untuk bermain bersama dengan temannya 4. Orang tua dan guru kurang mampu mengembangkan sosial emosional anak Batasan Masalah

Supaya lebih terarahnya pembahasan ini, maka penulis perlu membatasi permasalahannya pada kurangnya keterampilan sosial emosional anak usia 5-6 tahun di TK Pembina Aisyah Barulak, maka untuk meningkatkan keterampilan sosial emosional anak akan dilakukan permainan kooperatif.

Rumusan Masalah

Dalam pembahasan ini yang menjadi rumusan masalah secara umun dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah bermain kooperatif dapat berpengaruh terhadap keterampilan sosial emosional anak di TK Pembina Aisyah Barulak?

Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

(8)

Pengertian Keterampilan Sosial Emosional Anak Usia Dini

Keterampilan adalah kata yang sering kali diucapkan oleh orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari, pada Kamus Besar Bahasa Indonesia di ungkapkan bahwa keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas dan mampu serta cekatan. Sementara keterampilan diartikan dengan kecakapan atau kemampuan untuk menyelesaikan tugas. Pendapat lain mengatakan “keterampilan ini sering diistilahkan dengan kata kompetensi yang bersal dari Bahasa inggris, yaitu competence yang berarti kecakapan, kemauan, dan kewenangan”. (Hasan Alwi dkk,2002:1180)

Dari kedua pendapat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa keterampilan adalah suatu cara, upaya, kemampuan, untuk mencapai suatu tujuan atau kecakapan yang bagus terhadap suatu kehidupan yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Maka dari itulah kita harus memiliki kerterampilan dalam berbagai bidang terutama sekali terampil dalam kehidupan serhari-hari dalam berbagai hal yang dihadapi. Sosial adalah sebuah kata yang berkenaan dengan hubungan yang terjalin antara seseorang dengan orang lain, yang tidak dapat dihindari. Tanpa adanya hubungan dengan orang lain manusia tidak akan bisa bertahan hidup, begitu juga dengan anak usia dini yang juga harus belajar menjalin relasi dengan dirinya sendiri dan orang lain untuk mendapatkan keinginannya.

Menurut Ahmad Susanto makna sosial dipahami sebagai upaya pengenalan (sosialisasi) anak terhadap orang lain yang ada diluar dirinya dan lingkungannya, serta pengaruh timbal balik dari segi kehidupan bersama yang mengadakan hubungan satu dengan yang lainnya, baik dalam bentuk

Elizabet B. Hurlock berpendapat bahwa ketelampilan sosial adalah Perolehan kemampuan prilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial memnjadi orang yang mampu bermasyarakat memerlukan tiga proses yakni belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, perkembangan sikap sosial masing-masing proses ini sangat berbeda satu sama lain tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan suatu proses akan menurunkan kadar sosialisasi.

(9)

empati yang didalamnya anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang tertekan karena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari perasaan yang dialami orang lain; (b) kemurahan hati atau kedermawanan di dalamnya anak-anak berbagi dan memberikan suatu barang miliknya pada seseorang; (c) kerjasama yang di dalamnya anak-anak mengambil giliran atau bergantian dan menuruti perintah secara sukarela tanpa menimbulkan per-tengkaran; dan (d) memberi bantuan yang di dalamnya anak-anak membantu seseorang untuk melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang membutuhkan menurut Yulia-siska, Penerapan metode bermain peran dalam meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbcara anak usia dini.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan sosial adalah suatu upaya untuk mencapai kecakapan, kemampuan, pada anak usia dini agar mampu melewati perkembangan sosialnya, serta belajar bergaul dan bertingkah laku seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya, sesuai dengan norma, nilai, dan harapan sosialnya.

Dadan Suryana dalam perkembagan sosial emosional anak (2016:179) mengatakan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu prilaku. Goleman dalam, Aly dan Yeni mengatakan bahwa emosi adalah merujuk pada suatu perasaan yang kuat atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Berbeda dengan pendapat diatas Syamsudin yang mengemukakan bahwa emosi merupakan suatu suasana yang komplek dan getaran jiwa yang muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu prilaku.

Sedangkan menurut Charles Darwin dalam Jhon W. Santrok emosi dipengaruhi oleh dasar biologis dan juga pengalaman massa lalu, dalam bukunya “The Expression of Emotion in Man and Animals menyebutkan bahwa ekspresi wajah manusia merupakan sesuatu yang bersifat bawaan dan bukan hasil pembelajaran. Ekpresi ini bersifat universal dalam berbagai budaya dan seluruh dunia, dan merupakan hasil evolusi emosi pada binatang.

(10)

interaksi yang dianggap penting olehnya emosi ini di wakili oleh prilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidak nyamanan seorang individu yang bisa di ekpresikan melalui wajah dan juga tindakan. Emosi yang ada dalam diri kita dapat berupa perasaan senang atau tidak senang, perasaan baik atau tidak baik, diantaranya berbagai perasaan itu adalah ada perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan sedih yang merupakan gambaran dari emosi. Setelah mengetahui pengertian emosi menurut para ahli di atas, kalau kita berbicara emosi anak usia dini tentu saja kita harus mengetahui pengertian dari perkembangan emosi itu sendiri karena massa ini tidak bisa kita lewatkan begitu saja, terlebih khususnya kepada orang tua, yang harus benar-benar memperhatikan perkembangan anaknya setiap waktu.

Karakteristik Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini Usia 5-6 Tahun

Untuk itu hendaknya adanya kombinasi antara kecerdasan sosial dan emosianal untuk dapat meningkatkan kepekaan sosial pada anak sehingga terciptanya toleransi sosial dan anak mampu bermain serta berbagi dalam kelompoknya. Menurut peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan repuplik Indonesia nomor 137 tahun 2014 memaparkan tingkat capaian perkembangan sosial emosional anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut:

a. Memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan diri dengan situasi

b. Memperlihatkan kehati-hatian kepada orang yang belum dikenal (menumbuhkan kepercayaan kepada orang dewasa yang tepat)

c. Mengenal perasaan sendiri dan mengelolanya secara wajar (mengendalikan diri secara wajar)

d. Tahu akan hak nya

e. Menaati aturan kelas (kegiatan, aturan) f. Mengatur diri sendiri

g. Bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri h. Bermain dengan teman sebaya

i. Mengetahui perasaan teman dan merespon secara wajar j. Berbagi dengan orang lain

(11)

l. Mengungkapkan cara yang diterima secara sosial dalam menyelesaikan masalah (menggunakan pikiran untuk menyelesakan masalah)

m.Bersikap kooperatif dengan teman n. Menunjukkan sikap toleran

o. Mengekpresikan emosi sesuai dengan kondisi yang ada (senang, sedih, antusias, dsb) p. Mengenal tata karma dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya setempat

Bentuk-Bentuk Prilaku Sosial Emosional Anak Usia Dini.

Ada banyak bentuk prilaku sosial emosional anak usia dini yang perlu di kembangkan dan diarahkahkan oleh orang tua yang guru karena ketika prilaku ini sudah tidak sewajarnya terjadi pada anak hal ini dapat meyebabkan peyimpangan pada terhadap prilaku anak dan bisa jadi akan berdamapak kepada kehidupan anak kedepannya.

Secara spesifik, Hurlock dalam Susanto Ahmad, mengklasifikasikan pola prilaku sosial pada anak usia dini ke dalam pola-pola sebagai berikut:

a. Meniru, yaitu agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan prilaku orang yang sangat ia kagumi.

b. Persaingan, yaitu keunggulan untuk mengungguli dan mengalahkan orang lain .

c. Kerja sama, mulai usia tahun ketiga akhir, anak mulai bermain secara bersama dan kooperatif, serta kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat baik.

d. Simpati, karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan emosi orang lain.

e. Empati, seperti halnya simpati empati membutuhkan kemampuan untuk membayangkan diri ditempat orang lain.

f. Dukungan sosial, dukungan dari teman-teman jauh lebih penting dari pada orang dewasa. g. Membagi, anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial

ialah membagi miliknya, terutama mainan untuk anak-anak lainnya.

h. Perilaku akrab, anak memberikan rasa kasih sayang kepada guru dan teman.

(12)

orang lain, tidak egois, memiliki sikap kebersamaan, kesederhanaan, kemandirian, yang pada saat sekarang ini sudah mulai hilang dari perhatian para pendidik

Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan kalimat kuncinya adalah berilah anak pengalaman sosial yang benar, bahkan paling benar dan menyenangkan, maka selanjutnya mereka akan menjadi manusia sosial yang benar pula. Karena usia 5-6 tahun ini merupakan usia emas dalam fase perkembangan dan pengembangan individu. Semoga orang tua dapat mengartikannya dengan tepat dalam memfasilitasi perkembangan anak ini.

Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas suatu kecakapan, cara, upaya seorang anak atau individu untuk dapat menjalin hubungan dengan orang lain serta berinteraksi terampil dalam berinteraksi dengan baik dalam lingkungannya agar terdapat pengarur timbal balik dari segi kehidupan bersama antara satu dengan yang lain. Sedangkan keterampilan emosi adalah suatu kemampuan, upaya, cara seseorang dalam mengekpresikan perasaan yang timbul ketika seseorang berada dalam suatu keadaan atau interaksi yang dianggap penting olehnya. Emosi yang ada pada seorang anak atau individu dapat berupa perasaaan senang atau tidak senang, perasaan baik atau tidak baik diantaara beberapa perasaan itu adalah perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan sedih yang merupakan gambaran dari emosi itu sendiri.

Pengertian Bermain Kooperatif dan Tahap Bermain Pada Anak.

Dalam kehidupan anak, bermain merupakan arti yang sangat penting. Bermain itu alamiah dan spontan, anak-anak tidak perlu diajarkan bermain mereka bisa bermain dengan apa saja yang ada di sekitarnya, diantaranya bermain yang dilakukakn anak adalah bermain kooperatif.

Moeslishatoen mengemukakan bahwa “bermain kooperatif adalah terjadi bila anak secara aktif mengalang hubungan dengan anak-anak lain untuk membicarakan, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan bermain”. Mildred Parten dalam Moeslishatoen juga mengatakan “Cooperative play, meliputi interaksi sosial dalam suatu kelompok yang memiliki suatu rasa identitas kelompok dan kegiatan yang terorganisasi”.

(13)

membangun dengan sebuah kota atau melakukan permainan bersama yang ada unsur kalah menangnya, bermain di bak pasir, bermain bola kali yang sederhana, petak umpet.

Pendapat yang lebih jelas lagi menurut Syamsidah mengatakan bermain kooperatif adalah permainan yang dilakukan secara berkelompok untuk mencapai suatu tujuan. Permainan ini dapat dilaksanakan secara berkompetisi. Dengan demikian, kelompok yang menang akan merasa senang apalagi jika diberi hadiah. Permainan kooperatif ini sebaiknya dilaksanakan oleh 4-5 anak dalam satu kelompok, dapat dilaksanakan di dalam maupun diluar ruangan.

Bermain bersama adalah cara yang di gunakan anak-anak dalam mengenal serta belajar berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya permainan yang banyak disukai anak-anak adalah bermain peran, fantasi, dan lain-lain karena lewat permainan itu keinginan dan ide mereka disampaikan secara sederhana dan bebas lewat permainan karena secara tidak sadar anak sudah melakukakan komunikasi dan juga terkadang juga mendapatkan wawasan baru dari temanya yang lain. Namun tidak semua anak juga dapat menyampaikan pendapatnya secara bebas, tergantung kepada kepribadian dan hasil dari pendidikan di lingkunngan keluarganya. Terkadang ada seorang anak yang agak pendiam dan sedikit tertutup terkadang pula ada yang berani dan terbuka.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bermain kooperatif adalah permainan yang dilakukan secara berkelompok untuk mencapai suatu tujuan. sehingga dapat menumbuhkan keterampilan sosial emosional pada anak, dan melatih anak agar mampu berkomunikasi dengan baik dengan lingkungannya, serta mampu bekerja sama.

Ciri-Ciri/Karakteristik Bermain Kooperatif Pada Anak

Permain kooperatif memiliki ciri-ciri atau karakteristik ini merupakan menjadi sebuah pembeda dengan permainan lainnya karena setiap permainan tentu memiliki karakteristinya sendiri. Adapun ciri-ciri anak bermain kooperaratif menurut Isjoni dalam Endah sebagai berikut adalah sebagai berikut:

a. Setiap anak memiliki peran

(14)

c. Setiap angoota kelompok bertanggung jawab juga terhadap teman-teman sekelompoknya

d. Pendidik hanya berinteraksi dengan kelompok saat anak membutuhkan bantuan.

Sependapat dengan Isjoni diatas Ali Nugraha mengungkapkan bahwa “bermain kooperatif dilakukan secara berkelompok, masing-masing anak memiliki peran dan memiliki bagian-bagian yang untuk di kerjakan sehingga dapat mencapai tujuan permainan”. misalnya menirukan kegiatan dipasar, ada anak yang berperan dan bertugas menjadi penjual dan anak yang bertugas menjadi pembeli. Moeslichatoen mengemukan bahwa bermain kooperatif merupakan “kegiatan bermain yang dapat melatih anak menentukan teman lainnya dalam mengerjakan tugas yang di berikan selain itu melatih anak untuk saling berinteraksi dengan temannya”.

Pendapat lain dikemukan Soemiarti Patmonodewo dalam Endah mengatakan bahwa bermain kooperatif masing-masing anak memiliki peran tertentu guna mencapai tujuan kegiatan bermain. Misalnya bermain toko-tokoan, ada anak yang menjadi penjual dan ada yang menjadi pembeli. Selain itu menurut Andang Ismail bahwa bermain kooperatif di tandai dengan adanya kerjasama atau pembagian tugas dan permainan peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai tujuan tertentu. Slamet Suyanto mengemukakakan bahwa untuk kelompok taman kanak-kanak, belajar dalam kelompok meliputi kelompok kecil, sedang, dan kelompok besar (seluruh kelas).

Berdasarkan beberapa pendapat dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik bermain kooperatif adalah dilakukan anak secara berkelompok, masing-masing anak memiliki peran dan bagian tugas yang akan dikerjakan, sehingga anak bertanggung jawab juga terhadap diri sendiri dan kelompoknya, sedangkan pendidik hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan sehingga terjadilah peningkatan bekerjasama dan komunikasi yang baik pada anak.

METODE

(15)

Peneliti memilih menggunakan pre-ekperimen yaitu dengan tipe one group pretest-postest design. Pada penelitian ini awalnya peneliti melakukan pengukuran terhadap variabel terikat sebelum diberi tindakan, baru setelah itu diberi perlakuan, kemudian dilakukan pengukuran kembali terhadap variabel terikat dengan alat ukur yang sama. Adapun objek yang akan menjadi populasi calon peneliti adalah seluruh anak di TK Pembinan Aisyah Barulak, Kec.Tanjuang Baru, Kab Tanah Datar, yang terdiri dari 2 kelas yang dengan jumlah siswa keseluruhan adalah 25 orang. Teknik mengambil sampel yang di pakai adalah dengan cara purposive sampling Pada penelitian ini penulis akan mengunakan teknik pengumpulan data observasi yang akan menggunakan bentuk intrumen checklist dengan kategori keterampilan sosial emosional dalam penelitian ini memberikan rentang skor 1-4 dengan kategori penilaian belum terampil, cukup terampil, terampil, sangat terampil dan dokumentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel di atas dapat dipahami bahwa pada data pretest ada 2 anak dengan persentase 15,38% yang keterampilan sosial emosionalnya pada kategori sangat terampil, 4 anak dengan persentase 30,76% dalam kategori terampil, 2 anak dengan persentase 15,38% yang kategori cukup terampil dan ada 5 anak dengan persentase 38,46% yang masih pada kategori belum terampil. Setelah diberikan tes awal (pretest) kepada kelompok ekperimen, langkah selanjutnya adalah melaksanakan treatment berupa bermain kooperatif kepada kelompok ekperimen. Bentuk bermain kooperatifnya antara lain bermain balok, mengambar orang secara berkelompok, jembatan kardus dan hullahop berjalan.

(16)

Berdasarkan hasil pengolahan data diatas terdapat bahwa anak terampil mengelola emosinya dengan baik yang terlihat dari hasil peningkatan dari pretest dan postest. Begitu juga dengan keterampilan sosial anak yang meninggat dan menunjukkkan perubahan terhadap prilaku anak sehari-hari. Keterampilan sosial emosional secara keseluruhan di TK Pembina Aisyah Barulak terdapat 1 orang anak dengan persentase 7,69% berada dengan kategori sangat terampil, 11 orang anak dengan persentase 84,61% berada dalam kategori terampil, 1 orang anak dengan persentase 7,69% kategori cukup terampil. Sesuai dengan hasil pengolahan data tentang keterampilan sosial emosional anak secara keseluruhan maka dapat diartikan bahwa sebagian besar dari anak di TK Pembina Barulak memiliki kerterampilan sosial emosional yang terampil.

Mengembangkan sosial emosional pada anak salah satu caranya adalah melalui bermain, karena dunia anak usia dini adalah dunia bermain, dapat juga dikatakan bahwa bermain adalah pekerjaan anak usia dini, melalui kegiatn bermain orang tua atau pendidik PAUD memeliki banyak peluang untuk mengajarkan berbagai hal yang ingin ditingkatkan pada berbagai aspek perkembangan anak, termasuk pada pekembangan sosial emosional.

KESIMPULAN

(17)

SARAN

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudjijono. Pengantar Statistic Pendidikan. Jakarta;Raja Grafindo. 2005.

Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuntitatif. Jakarta: Prenada media. 2011.

Desmita. Metodologi Penelitian. Batusangkar:STAI Press. 2010.

Dadan Suryana. Pendidikan Anak Usia Dini : UNP Press Padang. 2013

Dadan Suryana. Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak. Jakarta: Kencana.2016

Dadan Suryana. Pengetahuan tentang strategi pembelajaran, Sikap, dan motivasi guru Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 19, Nomor 2, Desember 2013, hlm. 196-201

Elizabet B. Hurlock. Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga.

Hasan Alwi dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Jhon W.Santrock. Perkembangan AnakJilid 2. Jakarta:Erlangga. 2007.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repuplik Indonesia Nomor 137 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.2014.

Moeslichatoen. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1999.

Moh. Kasiram. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: UIN Maliki Press. 2010.

Muhammad fadila. Desain Pembelajaran Anak Usia Dini Yogyakarta: Ar-Ruzz media. 2012.

Nana Sutjana. Metode Statistika, Bandung : Tarsito. 1996.

Saifuddin anwar. Reliabilitas dan Validitasa . Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2012.

Sofia Hartati. how tobe good teacher and to be a good mother. Duri: enn media. 2007.

Susanto Ahmad. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Prenada Media Group. 2011.

Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta. 2011.

Siti Aisyah,dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas terbuka. 2008.

Suharsimi Arikunto. Manajemen Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta. 2009.

(19)

Sutrisno Hadi. Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara. 2004.

Siti Aisyah,dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta : Universitas terbuka. 2008.

Syamsidah. Permainan Kooperatif untuk PAUD dan TK, Jogjakarta: Diva kids. 2015.

Widarmi D wijana, dkk. Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Jakarta: Universitas terbuka. 2009.

Wiyani, Novan Ardy. Mengelola dan Mengembangkan Kecerdasan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2014.

Yeni,Aly. Metode Pengembangan Sosial Emosional, Jakarta: Universitas Terbuka. 2008.

Yuliani Nurani Sujiono. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT.Indeks. 2009.

Referensi

Dokumen terkait

DINAS PANGAN, PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN WONOSOBO TAHUN ANGGARAN

 merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual

1) umumnya siswa autis mengalami ketidakseimbangan dalam hal gerak motorik, komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal tetapi jalinannya melalui

[r]

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Peningkatan Ranah Afektif Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi.. Universitas

Pustakawan yang bekerja di perpustakaan instansi pemerintah adalah Pustakawan Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu Pejabat Fungsional Pustakawan Keterampilan paling

NSM NPSN Nama Lembaga Siswa Lulusan PTK..

Dalam sebuah penelitian diperlukan metode yang tepat dan sesuai dengan.. masalah dan tujuan yang akan