BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Salmonella
Salmonella adalah bakteri gram negatif dan terdiri dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella merupakan bakteri patogen enterik dan penyebab utama penyakit bawaan dari makanan (foodborne disease).(Klotchko, 2011)
Klasifikasi spesies Salmonella telah diubah dan direstruksisasi beberapa kali. Secara tradisi, spesies Slamonella dibei nama sesuai dengan sistem magnetik Kaufmann-White yang didefinisikan oleh berbagai kombinasi somatik antigenO, permukaan antigen Vi, dan flagella H antigen. (Su, 2007).
Menurut sistem CDC, genus Salmonella terdiri dari 2 spesies, masing-masing berisi beberapa serotipe. Kedua-dua spesies adalah S. enterica dengan beberapa spesiesnya ,dan S. bongori yang sebelumnya dikelompokkan sebagai subspecies V. S. enterica dibagi menjadi enam subspecies yang dirujuk dengan angka romawi dan nama. Setiap subspecies S. enterica dibedakan dengan sifat biokimia dan juga genom. Penaaman Salmonella yang digunakan di CDC 2000 bisa dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Penamaan Salmonella yang digunakan di CDC 2000
Taksonomi Penamaan /spesies/subspecies
Genus Salmonella
Spesies -enterica:
S. enteric subsp. enteric (I) S. enteric subsp. salamae (II) S. enteric subsp. arizonae (IIIa) S. enteric subsp. diarizona(IIIb) S. enteric subsp. houtenae (IV) S. enteric subsp. indica (VI) -bongori (subspesies V)
Antigen Salmonella terdiri dari tiga yakni antigen terluar O, flagellar H dan kapsul Vi(virulensi). Antigen O merupakan polisakarida luar dari semua dinding sel digunakan untuk membagi Salmonella kepada kelompok A-I. Terdapat dua fasa yang terbentuk dari antigen H yaitu fasa 1 dan fasa 2. Hanya satu dari dua fasa tersebut akan disintesis pada satu waktu tergantung kepada urutan gennya untuk transkripsi mRNA. Untuk antigen Vi (polisakarida kapsul) adalah antifagositik dan berperan dalam menetukan faktor virulensi S.typhi ,suatu agen demam tifoid. Selain itu, antigen Vi juga digunakan untuk serotipe S.typhi di laboratorium. (Levinson, 2008)
Terdapat lebih dari 2500 serotipe Salmonella yang dapat menginfeksi manusia. Namun serotipe yang sering menjadi penyebab utama infeksi pada manusia adalah sebgai berikut yaitu Salmonella paratyphi A (serogroup A), Salmonella paratyphi B (serogroup B), Salmonella cholerasius (serogroup C1) dan Salmonella typhi (serogroup D). (Brooks, 2004)
Pada penelitian terdahulu, telah dilaporkan bahwa S.typhi memiliki protein adhesi dari membrana protein luar (OMP) dengan berat molekul 36kD dan diberi nama AdhO36. Namun pada penelitian berikutnya,ternyata diketahui bahwa AdhO36 ini dapat meningkatkan respon imun humoral baik di mucosal maupun pada sistemik sehingga diketahui pada protein AdhO36 ini bersifat imunogenik. (Aslam, 2010)
Spesies Salmonella dapat dibagi kepada dua yakni spesies typhoidal dan non typhoidal. Bagi kelompok typhoidal bisa menyebabkan demam tifoid dan untuk spesies non thypoidal bisa menyebabkan diare atau disebut enterokolitis dan juga infeksi metastase seperti oesteomielitis. Spesies typhoidal adalah bakteri S.typhi dan S.paratyphi dan bakteri S.enteriditis adalah spesies non-typhoidal. Bakteri S.choleraesuis adalah spesies yang tersering menyebabkan infeksi metastase.( Levinson, 2008)
Organisme ini bisa kehilangan antigen H dan menjadi tidak motil. Hilangnya antigen O dapat menimbulkan perubahan pada bentuk koloni yang halus menjadi kasar. Antigen Vi juga dapat hilang sebagian atau seluruhnya. Antigen ini dapat diperoleh atau hilang pada saat proses transduksi.(Brooks, 2004)
2.2. Morfologi
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang pertumbuhannya anaerob fakultatif. Salmonella tidak membentuk spora.Panjang Salmonella bervariasi. Salmonella mempunyai flagel peritrika ( peritrichous flagella) yang dapat memberikan sifat motil pada Salmonella tersebut. (Brooks, 2004). Flagella mengandungi protein yang disebut flagellin yang memberi sebagai signal bahaya kepada sistem kekebalan tubuh. Beberapa strain dari penelitian di Indonesia, mempunyai flagella yang berbeda yang disebut H:z66. (Baker, 2007)
Salmonella adalah organisme yang mudah tumbuh pada medium sederhana namun hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa dan sukrosa. Selain itu, organisme ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa serta biasanya akan menghasilkan H2S. Salmonella bisa bertahan dalam air yang
membeku untuk periode yang lama. Organisme ini juga resisten terhadap bahan kimia tertentu yang bisa menghambat bakteri enterik yang lain.(Brooks, 2004)
2.3. Demam Tifoid
berkelanjutan sehingga 39 °C sampai 40 °C.(Parry, 2002). Selain itu bakteri Salmonella Paratyphi juga bisa menyebabkan demam tifoid namun gejala penyakitnya lebih ringan.(Jerry, 2011)
2.4. Patogenesis Salmonella
Organisme ini hampir selalu masuk melalui rute oral biasanya bersamaan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah itu, organisme itu akan menuju ke bagian lambung dan akan menempel pada sel M (microfold) di bagian peyer patches juga di bagian enterosit. Bakteri tersebut akan menetap dan bereplikasi di vakuola endosit.(Murray, 2009).
Seterusnya bakteri ini diangkut dalam phagosomes ke lamina propria untuk dilepaskan. Sesampainya di sana, Salmonell akan menyebabkan masuknya makrofag (strain non typoidal) atau netrofil (strain typoidal).(Brooks, 2004)
Antigen Vi dalam S.typhi penting dalam mencegah opsonisasi mediasi-antibodi dan komplemen-mediasi lisis. Dengan induksi pelepasan sitokin dan migrasi sel mononuclear, organism S.typhi akan menyebar melalui sistem retikuoendotelial terutama ke hati, limpa da sum sum tulang. Dalam waktu 14 hari, bakteri akan muncul dalam darah , memfasilitasi sekunder metastase foci (misalnya abses limpa). Infeksi Salmonella non-typhoidal umumnya mempresipitasi respon local, sedangkan S.typhi dan bakteri yang virulen akan menyerang dengan lebih dalam melalui limfatik dan kapiler dan akan menyebabkan repon imun utama.(Klotchko,2011)
Tingkat keparahan penyakit pada individu dengan Salmonellosis tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor virulen tetapi juga sifat dari sel hostnya. (Ohl, 2006). Dalam suatu penelitian terbaru, dilaporkan faktor risiko yang paling umum ditemukan adalah pengguna kortikosteroid, keganasan, diabetes, infeksi HIV, pengambilan terapi antimikroba sebelumnya dan juga terpai imunosupresif. (Klotchko, 2011)
2.5.Patofisiologi Demam Tifoid
Patofisiologi untuk terjadinya demam tifoid dapat dilihat melalui gambaran skematik dibawah.(Gambar 2.1.)
Gambar 2.1. Skematik patofisiologi demam tifoid.
(Sumber:
Infeksi bakteri Salmonella typhi
Zat pirogen dilepaskan oleh leukosit
DEMAM TIFOID PERITONITIS
Nyeri tekan
Gangguan rasa nyamannyeri
Gangguan rasa nyaman
panas,peningkatan suhu tubuh
Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam saluran cerna
Sebagian dimusnahkan asam
lambung
Sebagian masuk usushalus
Di ileum terminalis membentuk limfoid plaque penyeri
Peningkatan asam lambung
Sebagian hidup
dan menetap Sebagian menembus
lamina propia
pendarahan
Masuk aliran limfe dan kalenjar mesentrial perforasi
Menembus dan masuk aliran darah
2.6 Gambaran klinis Demam Tifoid
Setelah masa inkubasi selama 10 -14 hari, timbul gejala seperti demam, malaise, sakit kepala, konstipasi, bradikardia, dan mialgia. Demam dapat meningkat sehingga plateau yang tinggi dan dapat terjadi pembesaran limpa dan hati. Meskipun jarang pada beberapa kasus, namun bisa terlihat bintik-bintik merah atau red spots yang timbul sebentar di bagian abdomen atau dada. Sebelum pemberian antibiotik, komplikasi utama adalah pendarahan dan perforasi usus. (Brooks, 2004)
Sekitar 10-15% penyakit demam tifoid dapat menjadi parah. (MK, 2005). Demam yang meningkat sehingga plateau yang tinggi terjadi pada minggu kedua. Hal ini dapat bertahan sehingga 4 minggu jika tidak ditangani diikuti dengan kembalinya kepada suhu normal. Gejala indikator pada saat ini adalah bradikardi relatif meskipun ini bukan temuan universal.( Klotchko, 2011)
Bagi dewasa sering mengalami sembelit tetapi bagi anak-anak dan penderita HIV, lebih sering dijumpai gejala diare. Pada pemeriksaan fisik, pasien juga dijumpai dengan tender pada abdomen, hepatomegali dan splenomegali. (Parry, 2002)
2.7. Uji Diagnostik. 2.7.1 Metode Isolasi
Untuk metode isolasi Salmonella, dapat digunakan medium EMB, MacConkey atau deoksikolat yang tidak memfermentasikan laktosa namun deteksi organsimenya cepat. Dengan metode ini, bukan hanya mendeteksi Salmonella dan Shigella malah Proteus, Serratia, Pseudomonas juga bisa terdeteksi. Selain itu, dapat juga digunakan medium Bismuth Sulfit yang akan membentuk koloni hitam karena produksi H2S. (Brooks, 2004).
Seterusnya untuk isolasi pada media sangat selektif adalah selenit F atau kaldu tetrationat yang mana memerlukan spesimen feses untuk media ini. Dengan media ini, dapat menghambat replikasi bakteri floral normal di usus. Setelah inkubasi selama dua hari, spesimen kemudiannya diletakkan dalam media difresial dan selektif.(Brooks, 2004)
2.7.2 Metode Serologi
Metode serologi bertujuan untuk mengidentifiksai biakan Salmonella dan juga dapat digunakan untuk menentukan titer antibodi pada pasien yang terinfeksi Salmonella. Dapat digunakan dengan dua cara yaitu uji aglutinasi di atas slide dan uji aglutinasi pengeneceran tabung(tes widal).(Brooks, 2004)
2.7.3 Metode PCR
Meskipun tes PCR (polymerase chain reaction) yang mendeteksi materi genetik dari bakteri telah dicoba, PCR tampaknya tidak cukup sensitif untuk mendeteksi organisme dalam tinja (hanya sekitar 47% sensitive). Suatu penelitian berpendapat bahwa sensitivitas PCR baik bila dilakukan pada sampel darah daripada
Gambar 2.2. Gambaran pada koloni Shigella-Salmonella(SS)
feses.(84%-95% setelah lima hari infeksi) tatepi tes ini tidak banyak tersedia.(Ballesteros, 2012)
2.7.4 Reaksi Biokimia
TSI digunakan untuk mengetahui organisme yang dapat menfermentasi glukosa,sukrosa dan laktosa dengan atau tanpa menghasilkan gas. Pada Salmonella, ditemukan asam pada bagian bawah dan basa pada bagian miring (memfermentasi glukosa) dan terlihat gas pada dasar tabung dengan warna hitam pada bagian bawah menandakan H2S dihasilkan.(Hendrikson, 2003)
Salmonella adalah bakteri yang memfermentasikan D-glukosa, menghasilkan asam tetapi tidak membentuk gas, oksidase negatip, katalase positip, tidak memproduksi indol karena tidak menghasilkan enzim trytophanase yang akan memecah tryptophan menjadi indol. Dengan methyl red positip menfermentasikan glukosa,menghasilkan asam yang terakumulasi di dalam medium sehingga menyebabkan pH medium menjadi asam.(Darmawati, 2009). Uji ONPG juga negatif karena tidak menghasilkan enzim beta galaktosidase sehingga bakteri tidak memfermentasikan laktosa, lipase dan deoksiribonuklease juga tidak diproduksi.(Talaro, 2002)
Gambar 2.3. Hasil dari pemeriksaan TSI
Sumber: #2: Basa/Asam/gas/H2S
menunjukkan bakteri Salmonella. Adanya gelembung gas dibagian bawah tabung uji
Tabel 2.2 Identifikasi bakteri Enterobacteriaceae
OX : Oxidative test d : Different strains give different results CIT : Citrate test
(sumber:
2.8. Penatalaksanaan Demam Tifoid
WHO menyarankan untuk manajemen umum, tindakan dukungan penting dalam pengelolaan demam tifoid adalah pemberian oral atau hidrasi intravena , penggunaan antipiretik, dan pemberian nutrisi yang tepat dan juga indikasi transfusi darah yang sesuai. Lebih dari 90% pasien dapat ditangani di rumah dengan pemberian antibiotic secara oral, dengan perawatan dapat di andalkan, dan juga tindak lanjut dilakukan untuk mencegah komplikasi atau kegagalan terhadap terapi. Namun, pasien dengan muntah terus-menerus, diare berah dan distensi abdomen mungkin memerlukan rawat inap dan terapi antibiotic parenteral.
2.9 Sate
Sate khususnya sate padang adalah makanan yang terbuat dari potongan-potongan kecil daging ayam atau sapi. Seterusnya potongan-potongan daging-daging tersebut akan ditusuk dengan menggunakan lidi dan dibakar. Sate padang khasnya, pedagang sate harus merebus dagingnya terlebih dahulu sebelum dibakar. Sate dapat dihidangkan dengan pelbagai jenis saus seperti bumbu kecap, bumbu kacang dan lainnya.
Dengan teknik penyediaan sate yang direbus dan dibakar dagingnya, kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi dari bakteri Salmonella typhi adalah kecil. Namun, apabila para pedagang tidak begitu memerhatikan kepada kebersihan dalam penyediaan sate, inilah yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi.
Selain itu, kontaminasi pada daging sate bisa terjadi apabila daging sate yang direbus tidak menggunakan suhu yang sesuai. Suhu yang tidak sesuai selama pengolahan, dan kontaminasi silang yang dapat terjadi selama makanan tersebut sampai kepada konsumen merupakan salah satu faktor resiko dapat terjadinya kontaminasi bakteri.( Kandun, 2000)
Tabel 2.3 Perkiraan kandungan gizi pada sate