• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Pemecahan Masalah Geometri Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Profil Pemecahan Masalah Geometri Siswa"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI SISWA KELAS

AKSELERASI SMP NEGERI 1 SURABAYA DITINJAU DARI

TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA

Imam Rofiki

rofiki_sains@yahoo.com

AbstrakPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan pemecahan masalah geometri siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Surabaya yang berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Subjek penelitian terdiri dari tiga siswa masing-masing satu siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Pemilihan subjek tersebut dilakukan dengan memberikan tes kemampuan matematika. Untuk memperoleh data penelitian, ketiga subjek diberikan dua tugas pemecahan masalah sambil diwawancarai. Kemudian peneliti menguji kredibilitas data tersebut dengan menggunakan triangulasi waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek berkemampuan matematika tinggi membaca masalah lebih dari sekali agar teliti dalam menangkap informasi-informasi yang diberikan dalam masalah dan memberikan fokus perhatian pada informasi besar sudut yang diberikan dalam masalah; membuat rencana penyelesaian dengan dua strategi penyelesaian yang berbeda; melaksanakan rencana penyelesaian masalah sesuai dengan rencana penyelesaian yang dibuatnya dan menemukan jawaban yang benar, memberikan alasan-alasan atau argumen-argumen yang logis dalam proses menentukan luas daerah persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah, menggunakan semua informasi yang diberikan pada masalah untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah seperti informasi besar sudut, panjang ruas garis, titik tengah ruas garis, perbandingan panjang ruas garis, dan persegipanjang; memeriksa hasil pekerjaannya dengan melakukan perhitungan ulang dan yakin jawabannya sudah benar karena ia telah mendapatkan hasil penyelesaian yang sama dari dua strategi berbeda. Sementara subjek berkemampuan matematika sedang membaca masalah lebih dari sekali agar memahami informasi-informasi yang diberikan dalam masalah; merencanakan satu strategi penyelesaian; melaksanakan rencana penyelesaian masalah sesuai dengan rencana penyelesaian yang dibuatnya dan menemukan jawaban yang benar tetapi hasil yang diperolehnya kurang akurat, memberikan alasan-alasan atau argumen-argumen yang logis dalam proses menentukan luas daerah persegipanjang, dan ada satu informasi dalam masalah yang tidak digunakannya untuk menyelesaikan masalah, yaitu titik tengah ruas garis; memeriksa hasil pekerjaannya dengan melakukan perhitungan ulang dan kurang yakin dengan jawabannya karena ia melakukan pembulatan bilangan untuk menentukan hasil akhir jawabannya. Sedangkan subjek berkemampuan matematika rendah membaca masalah berulang kali agar memahami informasi-informasi yang diberikan dalam masalah dan

melihat gambar pada masalah yang diberikan untuk mencocokkan informasi-informasi yang dibacanya pada gambar tersebut; membuat rencana penyelesaian dengan satu strategi penyelesaian; melaksanakan rencana penyelesaian sesuai dengan rencana yang dibuatnya tetapi tidak menemukan jawaban yang benar, kurang logis dalam memberikan alasan-alasan atau argumen-argumen saat proses menentukan luas daerah persegipanjang, tidak melibatkan informasi besar sudut dan titik tengah ruas garis untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah; memeriksa pekerjaannya dengan menghitung ulang hasil yang diperoleh dan yakin jawaban yang diperolehnya benar.

Kata kunciPemecahan Masalah Geometri, Siswa Kelas Akselerasi, Kemampuan Matematika

I.PENDAHULUAN

(2)

sehari-hari (Yee, 2008: 306). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah menjadi sentral dalam pembelajaran matematika baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

Shadiq (2004: 16) menyatakan bahwa pemecahan masalah akan menjadi hal yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan matematika, sehingga pengintegrasian pemecahan masalah selama proses pembelajaran berlangsung hendaknya menjadi suatu keharusan. Dengan demikian, pemecahan masalah matematika sangat penting untuk diajarkan kepada siswa. Siswa-siswa perlu dihadapkan pada situasi masalah yang sederhana maupun yang kompleks dalam matematika dan diminta memecahkan masalah tersebut. Tujuannya adalah agar mereka terlatih dan berpengalaman dalam menghadapi masalah dalam matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Hudojo (2001: 162) bahwa memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam menghadapi dunia yang tidak menentu. Oleh karena itu, setiap siswa perlu diberikan latihan pemecahan masalah agar siswa dapat lebih logis, analitis, kritis, dan kreatif dalam mengambil keputusan dan mengaplikasikannya dalam situasi yang berbeda.

Menurut Polya (1973: 5-6), terdapat 4 tahap dalam pemecahan masalah, yaitu: (1) memahami masalah (understanding the problem); (2) membuat rencana penyelesaian (devise a plan); (3) melaksanakan rencana penyelesaian (carry out the plan); dan (4) memeriksa kembali penyelesaian yang diperoleh (looking back). Sementara, Garofalo & Lester (dalam Yimer & Ellerton, 2006: 576) membuat tahap-tahap pemecahan masalah dengan 4 tahap meliputi (1) orientasi (orientation); (2) penyusunan (organization); (3) pelaksanaan (execution); dan (4) verifikasi (verification). Sedangkan Krulik & Rudnick (dalam Siswono, 2008: 37) mengemukakan bahwa ada 5 tahap dalam pemecahan masalah, yaitu: (1) membaca dan memikirkan (read and think); (2) mengeksplorasi dan merencanakan (explore and plan); (3) memilih suatu strategi (select a strategy); (4) mencari suatu jawaban (find an answer); dan (5) merefleksikan dan memperluas (reflect and extend). Perhatikan bahwa tahap-tahap pemecahan masalah yang dibuat oleh Garofalo & Lester dan Krulik & Rudnick tidak jauh berbeda dengan tahap-tahap pemecahan masalah Polya.

Pada penelitian ini tahap-tahap pemecahan masalah yang digunakan yaitu tahap Polya dengan alasan bahwa: (1) tahap-tahap pemecahan masalah yang dikemukakan Polya cukup sederhana; (2) perbedaan aktivitas-aktivitas yang menandai tiap-tiap tahap yang dikemukakan Polya cukup jelas;

(3) tahap-tahap pemecahan masalah Polya secara implisit mencakup semua tahap pemecahan masalah yang diungkapkan ahli lain seperti Garofalo & Lester dan Krulik & Rudnick; dan (4) beberapa buku pendidikan matematika di atas tahun 2007 masih menggunakan tahap Polya sebagai heuristik dalam memecahkan masalah matematika. Sebagai contoh, buku karya Yee (2008) dan buku karya Billstein, Libeskind, & Lott (2010).

Berkaitan dengan pemecahan masalah, geometri merupakan topik esensial dalam pemecahan masalah matematika di sekolah. Menurut Bobango, tujuan pembelajaran geometri yaitu agar siswa memperoleh percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematis, dan dapat bernalar secara matematis (Abdussakir, 2002: 344). Pendapat tersebut mengindikasikan bahwa aspek pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pembelajaran geometri di sekolah. Dalam kurikulum KTSP 2006 mata pelajaran matematika SMP, jumlah kompetensi dasar untuk bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, statistika dan peluang berturut-turut adalah 9, 22, 24, dan 4 buah (Depdiknas, 2006). Banyaknya kompetensi dasar dalam geometri, menunjukkan bahwa geometri merupakan bagian penting dalam kurikulum tersebut yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah untuk melatih siswa menjadi pemecah masalah yang baik.

(3)

in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 dilaporkan bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa Kelas VIII di Indonesia dalam aspek geometri lebih rendah daripada skor rata-rata Internasional. Indonesia berada pada peringkat 39 dari 45 negara lain dalam hasil belajar geometri siswa Kelas VIII (Mullis et al., 2004: 386-387). Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuan siswa di bidang geometri. Misalnya, melalui penelitian pemecahan masalah geometri. Dalam penelitian ini, siswa yang melakukan pemecahan masalah geometri adalah siswa akselerasi SMP. Dengan kemampuan intelektual dan kecerdasan istimewa yang dimiliki siswa akselerasi, perlu diketahui apakah mereka dapat memecahkan masalah geometri dengan baik atau malah mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah geometri tersebut. Hal ini menarik untuk diungkap bagaimana gambaran pemecahan masalah geometri siswa akselerasi SMP mulai dari bagaimana mereka memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali penyelesaian yang diperoleh.

Program akselerasi merupakan program percepatan belajar dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk mewadahi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Mereka adalah peserta didik yang telah mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik (Direktorat PLB, 2004). Waktu pembelajaran yang digunakan untuk menyelesaikan program belajar bagi siswa akselerasi lebih cepat dibandingkan siswa program regular (non-akselerasi). Pada satuan pendidikan SMP, siswa program akselerasi menyelesaikan pendidikan dalam waktu dua tahun. Siswa program akselerasi tersebut yang mengikuti proses belajar mengajar disebut siswa kelas akselerasi.

Kegiatan pembelajaran pada kelas akselerasi diarahkan kepada terwujudnya berpikir tingkat tinggi. Selain itu, strategi pembelajaran pada kelas akselerasi diarahkan untuk dapat memacu siswa aktif, kritis, dan kreatif sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa siswa. Menurut Supriyadi (dalam Hawadi, 2004: 106), ciri-ciri proses belajar-mengajar pada kelas akselerasi adalah menggunakan kegiatan belajar-mengajar yang berorientasi pada masalah, mendorong belajar aktif, mendorong berkembangnya kreativitas, mendorong dilakukannya kerja kolaboratif dan kooperatif, serta menekankan pada proses pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan keterampilan evaluasi. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, dalam kegiatan pembelajaran kelas akselerasi lebih diarahkan kepada pemecahan

masalah untuk mendorong berkembangnya kreativitas yang merupakan kemampuan tingkat tinggi siswa, kemampuan mengambil keputusan, dan keterampilan evaluasi hasil yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan pendapat Gagne (dalam Arifin, 2009: 113) bahwa kemampuan tingkat tinggi seseorang dapat ditingkatkan dengan pemecahan masalah. Berkaitan dengan pengambilan keputusan dan evaluasi dalam pemecahan masalah, Hudojo (2001: 167) menegaskan bahwa bila seorang siswa dilatih melakukan pemecahan masalah maka siswa itu akan mampu mengambil keputusan dan mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang diperoleh.

(4)

II.METODEPENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan pemecahan masalah geometri siswa kelas akselerasi SMP Negeri 1 Surabaya yang berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Subjek penelitian terdiri dari tiga siswa Kelas VIII akselerasi SMP Negeri 1 Surabaya masing-masing 1 siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Pemilihan subjek tersebut dilakukan dengan memberikan tes kemampuan matematika. Adapun ketiga subjek penelitian yang dipilih, yaitu 1 siswa berkemampuan matematika tinggi yang diinisialkan dengan ASF, 1 siswa berkemampuan matematika sedang yang diinisialkan UADS, dan 1 siswa berkemampuan matematika rendah yang diinisialkan NFS. Untuk memperoleh data penelitian, ketiga subjek tersebut diberikan dua tugas pemecahan masalah sambil diwawancarai. Data yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari data hasil wawancara pemecahan masalah berdasarkan tahap Polya, yaitu memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali penyelesaian. Setelah data terkumpul, peneliti menguji kredibilitas data dengan menggunakan triangulasi waktu. Triangulasi waktu dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara tugas pemecahan masalah pertama dengan hasil wawancara tugas pemecahan masalah kedua (serupa dengan soal tugas yang pertama). Jika diperoleh kecenderungan yang sama maka pengumpulan data terhadap subjek tersebut telah selesai dan dapat ditarik simpulan. Tetapi jika data hasil wawancara tugas pertama dan kedua menunjukkan kecenderungan yang berbeda atau masih meragukan bagi peneliti untuk mengambil sebuah simpulan tentang profil pemecahan masalah geometri siswa kelas akselerasi maka dilakukan wawancara tugas ketiga (serupa dengan soal tugas yang pertama dan kedua). Kemudian, peneliti melakukan analisis dan triangulasi lagi dengan melihat kecenderungannya. Jika cenderung sama dengan data hasil wawancara tugas yang pertama maka data tentang profil pemecahan masalah geometri siswa kelas akselerasi diperoleh dari data hasil wawancara tugas yang pertama dan ketiga tetapi jika cenderung sama dengan data hasil wawancara tugas yang kedua maka data tentang profil pemecahan masalah geometri siswa kelas akselerasi dianalisis berdasarkan data hasil wawancara tugas yang kedua dan ketiga. Jika dari perbandingan semua data kecenderungannya masih berbeda maka proses pemberian soal serupa diberikan lagi dan ditriangulasi kembali sehingga data yang diperoleh valid. Data atau informasi dikatakan valid jika ada konsistensi, kesamaan

pandangan, pendapat atau pemikiran pada hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti.

Adapun soal tugas pemecahan masalah yang diberikan adalah sebagai berikut.

Tugas Pemecahan Masalah 1 (TPM 1)

Perhatikan persegipanjang ABCD yang memuat persegipanjang PQRS seperti pada gambar berikut.

Titik R merupakan titik tengah ruas garis CD dan titik S terletak pada ruas garis AD sedemikian hingga perbandingan panjang ruas garis

. Jika besar dan panjang ruas garis AP = 3 cm, tentukan luas daerah persegipanjang PQRS!

Tugas Pemecahan Masalah 2 (TPM 2)

Perhatikan persegipanjang KLMN yang memuat persegipanjang TUVW seperti pada gambar berikut.

Titik V merupakan titik tengah ruas garis MN dan titik W terletak pada ruas garis KN sedemikian hingga perbandingan panjang ruas garis

. Jika besar dan panjang ruas garis KT = 4 cm, tentukan luas daerah persegipanjang TUVW!

III.HASILPENELITIAN

Hasil pekerjaan ketiga subjek penelitian dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan analisis data penelitian, diperoleh profil pemecahan masalah geometri siswa Kelas akselerasi SMP Negeri 1 Surabaya ditinjau dari tingkat kemampuan matematika yang disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut.

B C

A S D

P

R Q

L M

K W N

T

(5)

Tabel 1.

Profil Pemecahan Masalah Geometri Siswa Kelas Akselerasi SMP Negeri 1 Surabaya Ditinjau dari Tingkat Kemampuan Matematika

Tahap

Pemecahan Masalah

Subjek ASF (Subjek Berkemampuan Matematika

Tinggi)

UADS (Subjek Berkemampuan Matematika Sedang)

NFS (Subjek Berkemampuan Matematika Rendah)

Memahami Masalah

Subjek memahami masalah dengan cara membaca masalah lebih dari sekali agar teliti dalam menangkap informasi-informasi yang diberikan dalam masalah. Subjek menyebutkan informasi-informasi yang diketahui dalam masalah, yaitu informasi besar sudut, panjang ruas garis, titik tengah ruas garis, perbandingan panjang ruas garis, dan persegipanjang. Subjek juga menyebutkan yang ditanyakan dalam masalah, yaitu untuk menentukan luas daerah persegipanjang. Subjek menceritakan kembali masalah dengan menggunakan bahasanya sendiri. Selain itu, subjek memberikan fokus perhatian pada informasi besar sudut dalam masalah karena informasi tersebut merupakan informasi terpenting baginya untuk menyelesaikan masalah.

Subjek memahami masalah dengan cara membaca masalah lebih dari sekali agar memahami informasi-informasi yang diketahui dan yang ditanyakan dalam masalah. Subjek menyebutkan informasi-informasi yang diketahui dalam masalah, yaitu informasi besar sudut, panjang ruas garis, titik tengah ruas garis, perbandingan panjang ruas garis, dan persegipanjang. Subjek juga menyebutkan yang ditanyakan dalam masalah, yaitu untuk menentukan luas daerah persegipanjang. Selain itu, subjek menceritakan kembali masalah dengan menggunakan bahasanya sendiri.

Subjek membaca masalah berulangkali agar memahami informasi-informasi yang diberikan dalam masalah. Subjek juga melihat gambar pada masalah yang diberikan untuk mencocokkan informasi-informasi yang dibacanya pada gambar tersebut. Subjek menyebutkan informasi-informasi yang diketahui dalam masalah, yaitu informasi besar sudut, panjang ruas garis, titik tengah ruas garis, perbandingan panjang ruas garis, dan persegipanjang. Subjek juga menyebutkan yang ditanyakan dalam masalah, yaitu untuk menentukan luas daerah persegipanjang. Selain itu, subjek menceritakan kembali masalah dengan menggunakan bahasanya sendiri.

Membuat Rencana Penyelesaian

Subjek memilih strategi yang tepat dalam merencanakan penyelesaian masalah. Pada saat menyampaikan rencana penyelesaian masalah, subjek menggunakan semua informasi yang diberikan pada masalah untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah, yaitu menentukan luas daerah persegipanjang. Subjek juga merencanakan penerapan ide untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan dua strategi berbeda.

Subjek memilih strategi yang tepat untuk menentukan luas daerah persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Pada saat subjek menyampaikan rencana penyelesaian masalah, ada satu informasi dalam masalah yang tidak digunakannya untuk menyelesaikan masalah, yaitu titik tengah ruas garis. Subjek juga merencanakan penerapan ide untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan satu strategi penyelesaian.

Subjek membuat satu strategi penyelesaian dengan menggunakan cara perbandingan angka (3 : 4 : 5) untuk menentukan panjang ruas garis pada persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Subjek tidak melibatkan informasi besar sudut dan titik tengah ruas garis untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah.

Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Subjek melaksanakan dua strategi berbeda untuk menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai dengan rencana penyelesaian yang dibuatnya dan menemukan jawaban yang benar. Subjek juga memberikan alasan-alasan atau argumen-argumen yang logis dalam proses menentukan luas daerah

Subjek melaksanakan satu strategi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai dengan rencana penyelesaian yang dibuatnya dan menemukan jawaban yang benar tetapi hasil yang diperolehnya kurang akurat. Subjek juga memberikan alasan-alasan atau

(6)

persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Selain itu, subjek menerapkan konsep-konsep geometri yang digunakan dalam melaksanakan rencana penyelesaian masalah, yaitu konsep jumlah besar sudut dalam segitiga, konsep sudut berpelurus, sifat segitiga samakaki yaitu memiliki dua sisi yang sama panjang dan dua sudut yang sama besar, konsep segitiga siku-siku, teorema Pythagoras, sifat sudut dan sisi-sisi yang berhadapan pada persegipanjang, konsep titik tengah ruas garis, rumus luas segitiga, dan rumus luas persegipanjang.

argumen yang logis dalam proses menentukan luas daerah persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Selain itu, subjek menerapkan konsep-konsep geometri yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, yaitu konsep jumlah besar sudut dalam segitiga, sudut berpelurus, sifat segitiga samakaki yaitu memiliki dua sisi yang sama panjang dan dua sudut yang sama besar, segitiga siku-siku, teorema Pythagoras, sifat sudut pada persegipanjang, dan rumus luas persegipanjang.

atau argumen-argumen saat proses menentukan luas daerah persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Subjek juga kurang tepat dalam menerapkan teorema Pythagoras pada saat melaksanakan rencana penyelesaian masalah.

Memeriksa Kembali Penyelesaian

Subjek yakin jawaban yang diperolehnya sudah benar dan ia memberikan argumen yang logis untuk menunjukkan kebenaran jawaban, yaitu melalui dua cara berbeda pada masalah yang sama maka diperoleh hasil akhir yang sama. Subjek juga memeriksa kembali penyelesaiannya dengan cara melakukan perhitungan ulang pada hasil yang diperoleh.

Subjek memeriksa kembali penyelesaiannya dengan cara melakukan perhitungan ulang hasil yang diperoleh. Subjek kurang yakin bahwa jawaban yang diperolehnya sudah benar karena ia menggunakan pembulatan bilangan.

(7)

IV.DISKUSIHASILPENELITIAN Dalam penelitian ini, pada umumnya ketiga subjek memahami masalah dengan cara membaca masalah terlebih dahulu. Selain itu, ketiga subjek juga menyebutkan apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan dalam masalah serta menceritakan kembali masalah dengan bahasanya sendiri. Pada tahap memahami masalah ini, subjek berkemampuan matematika rendah juga melihat gambar pada masalah yang diberikan untuk mencocokkan informasi-informasi yang dibacanya pada gambar tersebut. Sementara subjek berkemampuan matematika tinggi memberikan fokus perhatian pada informasi besar sudut yang diberikan pada masalah, sedangkan subjek yang lain tidak melakukannya. Subjek berkemampuan matematika tinggi mengetahui informasi besar sudut tersebut sangat penting baginya, apabila besar sudut itu diubah atau tidak diketahui maka ia kesulitan memecahkan masalah yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa subjek berkemampuan matematika tinggi memahami masalah yang diberikan dengan baik. Hal ini juga sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Polya (1973) bahwa siswa harus melihat dengan jelas apa saja yang diperlukan agar dapat memahami masalah dengan baik.

Subjek berkemampuan matematika tinggi

memiliki gambaran yang jelas dalam merencanakan penyelesaian atas masalah yang dihadapinya. Subjek terlihat memiliki kemampuan dalam menguasai konsep geometri yang berhubungan dengan masalah yang diberikan sehingga membuat rencana penyelesaiannya dengan tepat. Subjek berkemampuan matematika tinggi merencanakan penyelesaian masalah dengan membuat dua strategi penyelesaian yang berbeda. Sedangkan subjek berkemampuan matematika sedang dan rendah membuat satu strategi penyelesaian. Subjek berkemampuan matematika tinggi dan sedang mencari panjang sisi miring pada segitiga siku-siku samakaki dengan menggunakan teorema Pythagoras, sedangkan subjek berkemampuan matematika rendah menggunakan cara perbandingan angka (3: 4: 5). Subjek berkemampuan matematika sedang terlihat memiliki kemampuan dalam menguasai konsep geometri yang berhubungan dengan masalah yang diberikan, namun siswa tampak ragu-ragu dalam membuat rencana penyelesaiannya. Sedangkan subjek berkemampuan matematika rendah tampak kurang menguasai konsep teorema Pythagoras dalam membuat rencana penyelesaian. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sukayasa (2011), yaitu siswa berkemampuan matematika tinggi lebih mampu mengenal dan memahami

konsep-konsep geometri untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah dibandingkan siswa berkemampuan matematika rendah.

Pada saat melaksanakan rencana penyelesaian masalah, subjek berkemampuan matematika tinggi melaksanakan rencana sesuai yang direncanakan. Subjek berkemampuan matematika tinggi melaksanakan rencana sampai menemukan jawaban yang benar atas masalah yang diberikan. Subjek berkemampuan matematika tinggi menguasai konsep geometri yang terkait dengan masalah yang diberikan. Adapun konsep-konsep geometri yang ia kemukakan, yaitu konsep jumlah besar sudut dalam segitiga, sudut berpelurus, segitiga samakaki, segitiga siku-siku, sifat sudut dan sisi-sisi yang berhadapan pada persegipanjang, titik tengah ruas garis, teorema Pythagoras, luas segitiga, dan luas persegipanjang. Subjek berkemampuan matematika tinggi tampak ulet dalam menyelesaikan masalah. Hal ini ditunjukkan oleh usaha subjek berkemampuan matematika tinggi dalam mengatasi kesulitan penyelesaian masalah dengan berusaha keras untuk menemukan ide-ide atau solusi atas kesulitan yang dihadapi sehingga ia berhasil menyelesaikan masalah dengan menggunakan dua cara dan menemukan jawaban yang benar. Berdasarkan hal itu, faktor keuletan memberikan pengaruh positif terhadap kesuksesan siswa dalam menyelesaikan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Charles dan Lester (dalam Yee, 2008: 308) bahwa faktor afektif seperti keuletan mempunyai pengaruh yang signifikan pada pemecahan masalah yang dilakukan seseorang sehingga ia akan berhasil dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Hasil tersebut juga sejalan dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Mairing (2011) bahwa siswa peraih medali OSN bidang matematika yang dapat dikatakan sebagai siswa berkemampuan matematika tinggi memiliki sikap gigih (ulet) dalam menyelesaikan masalah.

(8)

teorema Pythagoras, dan luas persegipanjang. Dalam penentuan hasil akhir, subjek

berkemampuan matematika sedang

menggunakan cara coba-coba untuk mencari nilai akar dari suatu bilangan yang paling mendekati dengan nilai akar bilangan tersebut sehingga hasil yang diperolehnya kurang akurat. Subjek berkemampuan matematika sedang juga menggunakan pembulatan bilangan, hal ini yang menyebabkannya kurang yakin dengan hasil jawaban yang diperoleh dan ia pasrah atas jawaban yang diperolehnya.

Berbeda dengan dua subjek yang lainnya, subjek berkemampuan matematika rendah melaksanakan rencana dengan menggunakan cara perbandingan angka (3 : 4 : 5) untuk menentukan panjang sisi miring pada segitiga siku-siku samakaki. Subjek berkemampuan matematika rendah melaksanakan sesuai dengan rencana yang diungkapkannya. Subjek berkemampuan matematika rendah tidak menemukan jawaban yang benar dan ia tidak melibatkan informasi besar sudut dan titik tengah ruas garis yang terdapat dalam masalah. Subjek berkemampuan matematika rendah tidak menyadari bahwa jawaban yang diperolehnya tidak benar. Dalam masalah yang diberikan, cara perbandingan angka (3 : 4 : 5) tidak berlaku untuk menentukan panjang sisi-sisi segitiga karena segitiga yang terdapat dalam masalah yang diberikan merupakan segitiga siku-siku samakaki. Subjek berkemampuan matematika rendah kurang menguasai materi geometri yang berhubungan dengan masalah yang diberikan, yaitu teorema Pythagoras sehingga ia tidak berhasil menemukan solusi yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (2001: 163) bahwa sebuah perencanaan, memahami ide solusi tidak menjadi jaminan untuk mudah berhasil menyelesaikan masalah, diperlukan pengetahuan prasyarat yang baik.

Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa subjek berkemampuan matematika tinggi lebih dapat menerapkan ide-ide penyelesaian masalah dengan tepat dan menemukan solusi yang benar daripada subjek berkemampuan matematika rendah, sedangkan subjek berkemampuan sedang menemukan solusi yang benar tetapi hasil yang diperoleh kurang akurat. Subjek berkemampuan matematika sedang kurang terampil dalam melakukan perhitungan akar suatu bilangan sehingga ia menggunakan pembulatan bilangan dan pasrah atas jawaban yang diperolehnya, sedangkan subjek berkemampuan rendah tidak menemukan solusi yang benar. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sukayasa (2011), yaitu siswa berkemampuan matematika tinggi lebih mampu menerapkan ide-idenya dengan baik untuk

memecahkan masalah geometri dibandingkan siswa berkemampuan matematika sedang dan rendah.

Pada tahap memeriksa kembali, subjek berkemampuan matematika tinggi memeriksa kembali penyelesaian dengan cara melakukan perhitungan ulang hasil pekerjaannya. Hal ini dilakukan oleh subjek berkemampuan matematika tinggi untuk meyakinkan bahwa jawabannya sudah benar. Selain itu, subjek

berkemampuan matematika tinggi

menggunakan dua cara dalam menyelesaikan masalah dan hasil yang diperoleh dengan menggunakan cara kedua sama dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan cara pertama sehingga ia meyakini bahwa jawabannya sudah benar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudojo (2001: 186) bahwa dalam memeriksa kembali hasil penyelesaian dapat dilakukan dengan menggunakan cara lain tetapi menghasilkan hasil penyelesaian yang sama. Sementara menurut Polya (1973), untuk membuktikan kebenaran jawaban dapat digunakan dua cara berbeda dalam penyelesaian masalah.

Sedangkan subjek berkemampuan matematika sedang dan rendah memeriksa kembali penyelesaian yang telah dilakukan hanya dengan melakukan perhitungan ulang. Subjek berkemampuan matematika sedang kurang yakin bahwa jawabannya sudah benar, sedangkan subjek berkemampuan matematika rendah yakin bahwa jawaban yang diperolehnya sudah benar. Subjek berkemampuan matematika sedang dan rendah tidak mempunyai cara lain untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

V.SIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Profil pemecahan masalah geometri siswa berkemampuan matematika tinggi

a. Tahap Memahami Masalah

(9)

pada informasi besar sudut dalam masalah karena informasi tersebut merupakan informasi terpenting baginya untuk menyelesaikan masalah.

b. Tahap Membuat Rencana Penyelesaian Subjek memilih strategi yang tepat dalam merencanakan penyelesaian masalah. Pada saat menyampaikan rencana penyelesaian masalah, subjek menggunakan semua informasi yang diberikan pada masalah untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah, yaitu menentukan luas daerah persegipanjang. Subjek juga merencanakan penerapan ide untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan dua strategi berbeda. c. Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Subjek melaksanakan dua strategi berbeda untuk menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai dengan rencana penyelesaian yang dibuatnya dan menemukan jawaban yang benar. Subjek juga memberikan alasan atau argumen-argumen yang logis dalam proses menentukan luas daerah persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Selain itu, subjek menerapkan konsep-konsep geometri yang digunakan dalam melaksanakan rencana penyelesaian masalah, yaitu konsep jumlah besar sudut dalam segitiga, konsep sudut berpelurus, sifat segitiga samakaki, konsep segitiga siku-siku, teorema Pythagoras, sifat sudut dan sisi-sisi yang berhadapan pada persegipanjang, konsep titik tengah ruas garis, rumus luas segitiga, dan rumus luas persegipanjang. d. Tahap Memeriksa Kembali Penyelesaian

Subjek yakin jawaban yang diperolehnya sudah benar dan ia memberikan argumen yang logis untuk menunjukkan kebenaran jawaban, yaitu melalui dua cara berbeda pada masalah yang sama maka diperoleh hasil akhir yang sama. Subjek juga memeriksa kembali penyelesaiannya dengan cara melakukan perhitungan ulang pada hasil yang diperoleh.

2. Profil pemecahan masalah geometri subjek berkemampuan matematika sedang

a. Tahap Memahami Masalah

Subjek memahami masalah dengan cara membaca masalah lebih dari sekali agar memahami informasi-informasi yang diketahui dan yang ditanyakan dalam masalah. Subjek menyebutkan informasi-informasi yang diketahui dalam masalah, yaitu informasi besar sudut, panjang ruas garis, titik tengah ruas garis,

perbandingan panjang ruas garis, dan persegipanjang. Subjek juga menyebutkan yang ditanyakan dalam masalah, yaitu untuk menentukan luas daerah persegipanjang. Selain itu, subjek menceritakan kembali masalah dengan menggunakan bahasanya sendiri. b. Tahap Membuat Rencana Penyelesaian

Subjek memilih strategi yang tepat untuk menentukan luas daerah persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Pada saat subjek menyampaikan rencana penyelesaian masalah, ada satu informasi dalam masalah yang tidak digunakannya untuk menyelesaikan masalah, yaitu titik tengah ruas garis. Subjek juga merencanakan penerapan ide untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan satu strategi penyelesaian. c. Melaksanakan Rencana Penyelesaian

Subjek melaksanakan satu strategi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai dengan rencana penyelesaian yang dibuatnya dan menemukan jawaban yang benar tetapi hasil yang diperolehnya kurang akurat. Subjek juga memberikan alasan atau argumen-argumen yang logis dalam proses menentukan luas daerah persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Selain itu, subjek menerapkan konsep-konsep geometri yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, yaitu konsep jumlah besar sudut dalam segitiga, sudut berpelurus, sifat segitiga samakaki, segitiga siku-siku, teorema Pythagoras, sifat sudut pada persegipanjang, dan rumus luas persegipanjang.

d. Tahap Memeriksa Kembali Penyelesaian

Subjek memeriksa kembali

penyelesaiannya dengan cara melakukan perhitungan ulang hasil yang diperoleh. Subjek kurang yakin bahwa jawaban yang diperolehnya sudah benar karena ia menggunakan pembulatan bilangan.

3. Profil pemecahan masalah geometri subjek berkemampuan matematika rendah

a. Tahap Memahami Masalah

(10)

juga menyebutkan yang ditanyakan dalam masalah, yaitu untuk menentukan luas daerah persegipanjang. Selain itu, subjek menceritakan kembali masalah dengan menggunakan bahasanya sendiri. b. Tahap Membuat Rencana Penyelesaian

Subjek membuat satu strategi penyelesaian dengan menggunakan cara perbandingan angka (3 : 4 : 5) untuk menentukan panjang ruas garis pada persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Subjek tidak melibatkan informasi besar sudut dan titik tengah ruas garis untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah.

c. Melaksanakan Rencana Penyelesaian Subjek melaksanakan satu strategi penyelesaian untuk menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai dengan rencana penyelesaian yang dibuatnya tetapi tidak menemukan jawaban yang benar. Subjek kurang logis dalam proses menentukan luas daerah persegipanjang yang ditanyakan dalam masalah. Subjek juga kurang tepat dalam menerapkan teorema Pythagoras pada saat melaksanakan rencana penyelesaian masalah.

d. Tahap Memeriksa Kembali Penyelesaian

Subjek memeriksa kembali

penyelesaiannya dengan melakukan perhitungan ulang hasil yang diperoleh. Subjek juga yakin bahwa jawaban yang diperolehnya sudah benar.

VI.SARAN

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa, secara umum terdapat perbedaan antara pemecahan masalah geometri yang dilakukan siswa akselerasi berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah. Dapat dikatakan bahwa siswa berkemampuan matematika rendah kurang tepat dalam memilih strategi penyelesaian yang digunakan untuk memecahkan masalah geometri dan ia tidak menemukan jawaban yang benar, siswa

berkemampuan matematika sedang

menggunakan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah geometri tetapi ia kurang terampil dalam melakukan perhitungan akar suatu bilangan, dan siswa berkemampuan matematika tinggi menggunakan strategi penyelesaian dengan tepat dan dapat memecahkan masalah geometri dengan baik. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar para pendidik kelas akselerasi memperhatikan perbedaan tingkat kemampuan matematika dalam pembelajaran, khususnya dalam melatih pemecahan masalah geometri siswa, dan jika

dimungkinkan seorang pendidik lebih memperhatikan siswa berkemampuan matematika rendah dibandingkan siswa berkemampuan matematika sedang dan tinggi dengan cara memberikan penguatan materi dan bantuan yang konstruktif.

Para pendidik hendaknya memperhatikan materi prasyarat geometri seperti teorema Pythagoras dan keterampilan perhitungan dalam pemecahan masalah geometri siswa, agar siswa berhasil dalam pemecahan masalah geometri tersebut. Misalnya, para pendidik perlu menekankan bahwa cara perbandingan angka (3 : 4 : 5) itu tidak berlaku untuk menentukan panjang sisi-sisi pada segitiga siku-siku samakaki. Selain itu, dalam melatih pemecahan masalah geometri hendaknya para pendidik memberikan ukuran panjang sisi-sisi bangun datar tidak hanya berupa bilangan bulat positif melainkan dapat memberikan ukuran panjang sisi-sisinya dalam bentuk bilangan irasional sehingga siswa dapat terlatih dalam melakukan perhitungan bilangan irasional dan memperoleh hasil yang akurat dalam memecahkan masalah geometri yang melibatkan perhitungan bilangan irasional tersebut.

DAFTARPUSTAKA

Abdussakir. 2002. Pembelajaran Geometri Berdasar Teori van Hiele Berbantuan Komputer. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. Tahun VIII, Juli 2002, 344-348.

Arends, Richard I. 2004. Learning to Teach. Newyork: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Arifin, Zaenal. 2009. Membangun Kompetensi Pedagogis Guru Matematika. Surabaya: Lentera Cendekia.

Billstein, R., Libeskind, S., & Lott, J. W. 2010. A Problem Solving Approach to Mathematics for Elementary School Teachers. California: The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Budiarto, Mega T. 2000. Pembelajaran Geometri dan Berpikir Geometri. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika di Jurusan Matematika ITS Surabaya pada tanggal 2 Nopember 2000.

(11)

Direktorat PLB. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar Bagi Siswa Berbakat Akademik. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa. http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=35. Diakses tanggal 10 Desember 2011.

Hawadi, Reni A. 2004. Akselerasi A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).

Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Jurusan Pendidikan FMIPA Universitas Negeri Malang.

Koenig, Greg. 2007. Orchard Software and the NCTM Principles and Standards for School Mathematics. Siboney Learning Group.

Mairing, Jackson P. 2011. Profil Pemecahan Masalah Peraih Medali Olimpiade sains nasional (OSN) Bidang Matematika. Disertasi tidak dipublikasikan. Surabaya: Program Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Surabaya.

Mullis, Ina V. S., Martin, M. O., Gonzales, E. J., & Chrostowski, Steven J. 2004. TIMSS 2003 International Mathematics Report: Findings from IES’s in International mathematics and Science Study at the Fourth and Eight Grades. Lynch School of Education, Boston Collage: TIMSS & PIRLS International Study Center.

Polya, G. 1973. How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Second Edition. New Jersey: Princeton University Press.

Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Alih bahasa: Shinto B. Adelar; Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.

Shadiq, Fajar. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPGG Matematika.

Siswono, Tatag Y.E. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University Press.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sukayasa. 2011. Karakteristik Penalaran Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Ditinjau dari Perbedaan Gender dan Tingkat Kemampuan Matematika. Disertasi tidak dipublikasikan. Surabaya: Program Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Surabaya.

Sunardi. 2005. Pengembangan Model Pembelajaran Geometri Berbasis Teori van Hiele. Disertasi tidak dipublikasikan. Surabaya: Program Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Surabaya.

Yee, Lee Peng. 2008. Teaching Secondary School Mathematics A Resource Book. Singapore: The McGraw-Hill Companies.

Yimer, Asmamaw & Ellerton, Nerida F. 2006. Cognitive and Metacognitive Aspects of Mathematical Problem Solving: An

Emerging Model.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam metode ini kaidah-kaidah dapat disajikan dengan cara perumusan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis, dan perumusan

Jadi dengan melihat pelaksanaan zakat petani tanaman hias di Desa Jetis Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, dapat disimpulkan bahwa para petani dalam mengeluarkan

Meningkatnya jumlah siswa yang tuntas dari siklus I ke siklus II ini disebabkn karena dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

Kako je već navedenu u uvodnom dijelu ovog rada, problem koji se istraţuje je strategija razvoja turizma grada Šibeniku sa naglaskom na brendiranje grada kao

Pada awalnya secara tradisional, baik observasi maupun latihan praktek mengajar biasanya langsung dilakukan di depan kelas sebagai salah satu bagian dari program pendidikan dan

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat.. ujian sarjana dalam bidang llmu

In patients receiving dabigatran who undergo low bleeding risk intervention the last dabigatran dose should be administrated 36 hours before surgery in patients with mildly im-

Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah.. Rekapitulasi Belanja Langsung menurut Program dan