• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Zakat sebagai Pengurang Paj

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi Zakat sebagai Pengurang Paj"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PAJAK DI INDONESIA

oleh

IKHSAN DWITAMA

Salah satu rukun Islam, yang menjadi kewajiban seorang muslim untuk dilaksanakan, adalah

Zakat. Dalam beberapa ayat Al –Qur’an, zakat sering kali diperintahkan bersama perintah sholat lima

waktu. Hal ini menandakan betapa pentingnya kewajiban membayar zakat bagi seluruh hamba-Nya.

Akan tetapi muncul permasalahan bagi kaum muslimin di Indonesia. Karena Indonesia adalah

dan bukan negara Islam yang aturan-aturannya diambilkan dari syariat Islam, maka umat Islam di

Indonesia seakan-akan dibebani kewajiban ganda. Di satu sisi sebagai bentuk loyalitasnya kepada

negara mempunyai kewajiban untuk membayar pajak, di sisi lain sebagai bentuk ketaatan kepada

Allah mempunyai kewajiban untuk membayar zakat. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk

mengkompromikan masalah tersebut, sehingga umat Islam tetap bisa melaksanakan semua

kewajibannya tersebut tanpa merasa terbebani. Hasil maksimal yang bisa diperoleh pada perubahan

undang-undang Pajak Penghasilan tahun 2000 adalah zakat bisa dimasukkan sebagai pengurang

penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang beragama Islam. Meskipun belum memuaskan, hal ini

dirasakan sudah cukup menggembirakan.

Sesunggunya kedua kewajiban tersebut sangatlah berbeda, terutama dalam sifat dan nilai

kewajiban dari keduanya. Zakat merupakan kewajiban bagi semua muslim yang perintahnya langsung

dari Allah SWT tidak terkecuali perusahaan yang memang telah difatwakan sebagai suatu badan otonom yang memiliki harta berkembang dan atau dikelola dengan prinsip syari’ah. Sedangkan pajak merupakan kewajiban warga negara yang baik yang harus dibayarkan, dan tujuan utama pajak adalah

lebih bersifat keuangan. Artinya bahwa bagaimana negara dapat menghasilkan pembiayaan (uang)

untuk mengisi kas negara. Walaupun tujuan pajak memiliki dimensi sosial akan tetapi pajak tidak

dapat dikatakan sebagai sesuatu yang sama dengan zakat.

ZAKAT

Secara bahasa zakat berarti tumbuh, bersih, berkembang dan berkah. Seorang yang membayar

zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah berfirman disurat

At-Taubah ayat 103 yang berarti, “Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, guna

membersihkan dan mensucikan mereka". Menurut terminologi Syari'ah zakat berarti kewajiban atas

harta tertentu untuk kelompok tertentu (nisab) dan dalam waktu tertentu (haul).

Bentuk zakat yang ada dalam Islam kita kenal ada dua macam, yaitu zakat mal (zakat harta)

dan zakat fitrah. Zakat mal terdiri dari zakat perniagaan, pertanian, peternakan, bahan galian, barang

(2)

dibayarkan atas diri yang bernyawa dan dibayar pada bulan Ramadhan sampai saat sebelum sholat ‘idul fitri. Zakat dikelola oleh Amil Zakat, sedangkan pendistribusiannya harus diberikan kepada yang berhak (mustahik) yaitu 8 asnaf sesuai dengan firman Allah SWT pada At – Taubah : 103 yaitu bagi

golongan fakir, miskin, muallaf, amil, ibnu sabil, gharim, fisabilillah, dan hamba sahaya.

Harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

1. Harta yang Halal dan Baik

2. Harta Produktif (berkembang)

3. Milik Penuh dan Berkuasa Menggunakannya

4. Mencapai Nishab (Standar Minimal Harta yang dikenakan zakat)

5. Surplus dari Kebutuhan Primer dan Terbebas dari Hutang

6. Haul (Sudah Berlalu Setahun)

PAJAK

Menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro (R. Santoso Brotodihardjo, 1993)

Pajak adalah iuran dari rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor

partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan)

dengan tiada jasa imbal balik (kontra prestasi) yang secara langsung dapat

ditunjuk/dirasakan, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran umum .

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak :

1. Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun pemerintah daerah), berdasarkan

undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Oleh karena itu dapat dipaksakan (ada

sanksi bagi yang tidak melaksanakannya)

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan kontra prestasi langsung atas tiap

individu pembayar pajak oleh pemerintah, atau tidak ada hubungan langsung antara

jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi langsung secara individu

3. Penyelenggaraan pelayanan pemerintahaan secara umum merupakan kontra prestasi

(secara tidak langsung) dari negara

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran rutin pemerintah, jika masih surplus dapat

digunakan untuk publik invesment

5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan tidak budgeter, yaitu mengatur (regulerend)

Pajak secara umum memiliki dua fungsi yaitu sebagi sumber keuangan negara (budgetair) dan

fungsi mengatur (regulerend).

(3)

Merupakan fungsi pajak untuk memasukkan uang ke kas negara atau dengan kata lain

fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara dan digunakan untuk pengeluaran

negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.

b. Fungsi Regulerend

Pada fungsi mengatur, pemungutan pajak digunakan sebagai alat untuk melaksanakan

kebijakan negara dalam bidang ekonomi dan sosial, dan/atau untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Contohnya :

 Pemberlakuan tarif progresif (sebagai alat Redistribusi Pendapatan)

 Pemberlakuan bea masuk yang tinggi bagi barang impor dengan tujuan melindungi produksi dalam negeri

 Pengenaan jenis pajak tertentu dengan maksud untuk menghambat gaya hidup mewah.

Dalam hukum pajak, jenis-jenis pajak dibedakan menurut golongannya, sifatnya dan menurut

lembaga pemungutnya.Menurut golongannya, pajak dibagi menjadi dua yaitu :

a. Pajak Langsung, adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak

yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain, dipungut secara berkala.

Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepad pihak

ketiga atau konsumen, dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang

menyebabkan terutangnya pajak, seperti misalnya penyerahan barang, pembuatan akta.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai, Bea Meterai.

Menurut Sifatnya, pajak dibagi menjadi dua yaitu :

a. Pajak Subjektif (bersifat perorangan), adalah pajak yang memperhatikan keadaan

pribadi/ kondisi wajib pajak untuk menetapkan pajaknya.

Contohnya : Pajak Penghasilan. Besarnya tergantung dari banyaknya penghasilan dan

tanggungan wajib pajak.

b. Pajak Objektif (bersifat kebendaan) , adalah pajak yang melihat kepada objeknya, baik

itu berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya

kewajiban membayar.

(4)

Menurut Lembaga Pemungutnya, pajak dibagi menjadi dua yaitu :

a. Pajak Negara (pajak pusat), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang

penyelenggaraannya dilaksanakan oleh departemen keuangan dan hasilnya digunakan

untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya.

Contohnya : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Bea Meterai, Cukai.

b. Pajak Daerah , adalah pajak yang dipungut oleh daerah seperti propinsi, Kabupaten/Kota,

berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan

Rumah Tangga Daerah masing-masing

Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Reklame.

ZAKAT DAN PAJAK

Banyak orang berusaha menyamakan antara zakat dan pajak, sehingga konsekUensinya ketika

seseorang sudah membayar pajak maka gugurlah pembayaran zakatnya. Sementara sebagian lain

menolak bahwa zakat sama dengan pajak atau sebagai alternatif dari kewajiban zakat. Zakat dan pajak

adalah dua pungutan wajib yang memiliki karakteristik berbeda. Persamaan zakat dengan pajak antara

lain bersifat wajib, harus disetorkan kepada lembaga resmi, bertujuan untuk meredistribusi

pendapatan, serta tidak ada ketentuan memperoloeh imbalan tertentu didunia. Berikut tabel yang

menjelaskan perbedaan antara zakat dengan pajak :

(5)

menerus

Subyek Muslim Semua warga negara

Obyek Alokasi

Setelah bertahun – tahun merdeka, Indonesia akhirnya menerbitkan tentang peraturan zakat

yang dinyatakan dalam UU No 8 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat serta UU No 17 tahun 2000

tentang pajak penghasilan. Hal ini dapat dipandang sebagai langkah maju menuju sinergi zakat

dengan pajak. Pertama, UU No 38/1999 telah mengakui bahwa sesungguhnya zakat adalah kewajiban

yang harus ditunaikan oleh setiap muslim warga negara Indonesia yang mampu. Kedua, pemerintah

telah melibatkan diri lebih jauh dalam pengelolaan zakat dengan membentuk Badan Amil Zakat

(BAZ) di berbagai tingkat kewilayahan dari kecamatan hingga nasional juga mengukuhkan serta

mengawasi Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat sehingga

pengelolaan dana zakat dapat lebih dipertanggungjawabkan. Ketiga, bahwa zakat yang telah

dibayarkan kepada BAZ atau LAZ akan dikurangkan terhadap laba/pendapatan sisa kena pajak dari

wajib pajak yang bersangkutan.

Sebagai contoh, seorang pengusaha muslim yang memiliki usaha dengan penghasilan kotor Rp

75 juta. Setelah dikurangi harga pokok Rp 50 juta dan biaya operasional Rp 20 juta maka ia

memperoleh penghasilan bersih sebesar Rp 5 juta. Berdasarkan tarif pajak progresif, maka pengusaha

tersebut wajib mengeluarkan pajak 10 %kali Rp 5 juta sama dengan Rp 500 ribu.

Namun demikian, atas kesadarannya sebagai muslim, pengusaha tersebut memilih membayar zakat

sebesar 2,5 % kali Rp 75 juta sama dengan Rp 1.875.000. Zakat tersebut kemudian dikurangkan

terhadap penghasilan bersih Rp 5 juta sehingga sisa keuntungan bersih tinggal Rp 3.125.000. Dengan

tarif pajak progresif yang sama, maka Pajak Penghasilan yang wajib dibayarkan adalah 10 % kali Rp

3.125.000 sama dengan Rp 312.500.

Namun dalam implementasinya terdapat dua kendala utama yang menyebabkan kedua undang – undang tersebut tidak berjalan sebagaimanamestinya. Pertama adalah isi dari UU no 17/2000 dan UU No 38/1999 yang tidak konsisten. Dalam UU No 17/2000 dinyatakan bahwa yang dapat

dikurangkan atas penghasilan kena pajak hanyalah zakat penghasilan (zakat profesi) sedangkan pada

UU No 38/1999 disebutkan bahwa zakat (secara luas) dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak.

(6)

yang wajib disisihkan oleh kaum muslimin sesuai dengan ketentuan agama, yang terdiri atas: emas,

perak, uang, hasil perdagangan, hasil pertanian, hasil perkebunan, hasil pertambangan, hasil

peternakan, hasil pendapatan dan jasa. Kedua adalah tidak ditetapkannya sanksi yang seimbang antara

pengelola dan pihak yang wajib zakat. Jika pengelola zakat lalai maka ancaman penjara dan denda

siap menanti, sedangkan bagi pihak yang wajib zakat sama sekali tidak ada sanksinya

Pemberlakuan zakat penghasilan sebagai pengurang penghasilan kena pajak jelas akan

berpengaruh langsung terhadap penerimaan pemerintah dari sektor pajak. Semakin banyak ummat

Islam yang membayar zakat akan mengakibatkan semakin banyaknya pengurang penghasilan kena

pajak. Sehingga apabila penghasilan kena pajak menjadi kecil dengan sendirinya pejak penghasilan

yang diterima negara juga mengecil. Oleh karena itu pemerintah ragu – ragu untuk mengambil

keputusan bahwa zakat dapat mengurangi penerimaan kena pajak bagi pihak yang wajib zakat.

Setidaknya ada tiga dampak besar yang bisa bermanfaat bagi peningkatan penerimaan negara :

1. Dengan adanya perlakuan zakat sebagai kredit pajak, maka akan semakin banyak umat

Islam yang membayar zakat dan juga pajak. Hal ini disebabkan tidak terjadi lagi beban

ganda yang harus ditanggung. Di sisi lain wajib pajak yang sudah membayar zakat pun

lebih merasa nyaman dalam membayar pajak karena tidak adanya beban ganda tersebut.

2. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang membayar zakat bisa menjadi alternatif

sumber penerimaan negara yang potensinya lumayan besar. Bagi wajib pajak, semakin

besar zakat yang dibayarkan semakin memperingan jumlah pajak yang harus dibayar.

Sementara bagi masyarakat yang belum memiliki kewajiban pajak justru bisa dijaring

untuk menambah pemasukan negara dari kesadarannya dalam membayar zakat, karena

bisa jadi ada wajib zakat yang juga menjadi wajib pajak dan ada pula wajib zakat yang

belum menjadi wajib pajak. Dengan demikian semua potensi penerimaan negara bisa

dioptimalkan.

3. Data-data perhitungan dan pembayaran zakat yang dilakukan oleh wajib pajak maupun

non wajib pajak sesungguhnya bisa menjadi informasi penting dalam melakukan

pengawasan berkaitan dengan kepatuhan warga negara dalam membayar pajak. Nilai

yang dilaporkan dalam perhitungan dan pembayaran zakat bisa menjadi data pembanding

yang dapat diandalkan untuk mengetahui potensi seseorang atau penghasilan, atau

kekayaan seseorang yang berguna dalam pengujian dan pengawasan kepatuhan

(7)

Dari tiga hal di atas tadi sesungguhnya potensi keuntungan yang akan diperoleh pemerintah

jauh lebih besar dibandingkan potensi kerugiannya. Tidak hanya tingkat kepatuhan masyarakat

meningkat melainkan juga tingkat partisipasi masyarakat dalam penerimaan negara meningkat, lebih

mashlahat, dan pemerintah lebih mudah melakukan pengawasan. Bagi masyarakat sendiri juga

memperoleh keuntungan dengan hilangnya beban ganda dalam berpartisipasi untuk penerimaan

negara.

DAFTAR PUSTAKA

INTERNET

http://st295537.sitekno.com/article/58704/zakat-sebagai-pengurang-pajak.html diambil pada tanggal

17 Desember 2012 jam 21.24

http://www.baznas.or.id/berita-artikel/realisasi-zakat-pengurang-penghasilan-kena-pajak-di-daerah/

diambil pada tanggal 17 Desember 2012 jam 21.24

http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=10103&q=setoran&hlm=15 diambil pada

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi gerakan literasi sekolah yang ada di SDN-8 Madurejo sampai kepada tiga tahap yaitu: tahap pembiasaan yaitu menumbuhkan minat baca melalui 15

Secara ekologi, asosiasi antara dua tumbuhan sejenis atau bukan sejenis berawal dari tumbuh bersama dalam relung ekologi yang sama (Mueller-Dombois dan Ellenberg 1974),

Interaksi lama pengeringan dengan lama perendaman dalam krioprotektan berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar air benih.Rataan kadar air benih dari lama

Berkaitan dengan pelaksanaan peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dalam membantu masyarakat yang dirugikan oleh iklan produk barang atau jasa yang menyesatkan,

Pada pembuatan paper ini, penulis mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu menganalisa ancaman - ancaman yang dapat terjadi pada sistem absensi, mengidentifikasi

Koefisien korelasi antara lingkar dada dengan bobot badan sapi Bali betina pada poel 1, 2, 3 dan 4 menunjukkan bahwa, lingkar dada pada setiap umur memiliki keeratan

Mengingat jalur jalan ini berada pada kawasan perbukitan, maka tebing jalan hasil penggalian/pengupasan tersebut umumnya tinggi dan terjal sehingga di beberapa tempat

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah data primer, yaitu data mentah yang belum diolah oleh perusahaan dan diperoleh secara