• Tidak ada hasil yang ditemukan

pemenang seleksi penyusunan KEMISKINAN (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pemenang seleksi penyusunan KEMISKINAN (2)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(2)

2

dengan sasaran utama yang selalu mendapat perhatian yaitu kemiskinan dan pengangguran, juga target tujuan pembangunan millenium (MDGs) adalah menghapuskan kelaparan dan kemiskinan (Barnes Anger, 2010). Dampak dari pelaksanaan strategi pembangunan (pengentasan kemiskinan) yang berorientasi ekonomi menyebabkan masyarakat sebagai kelompok sasaran hanya sebagai obyek pembangunan, akibatnya dalam pemanfaatan bantuan tidak optimal sehingga banyak program bantuan (pengentasan kemiskinan) kurang memberikan hasil yang optimal karena kebijakan yang bersifat top down (Machmoed Zain, 2010) seperti berbagai program pengentasan kemiskinan yang berupaya untuk meringankan beban hidup masyarakat telah dilaksanakan seperti bantuan langsung tunai ( BLT), skema kredit usaha tani (KUT), serta beras miskin (raskin ).

(3)

3

kabupaten/kota dimana upaya penanggulangan kemiskinan tersebut ditujukan untuk memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat yang kurang berdaya serta pentingnya basis data dalam setiap pembahasan tentang kemiskinan yang dimulai dari identifikasi masyarakat miskin berdasarkan ukuran standar hidup dan norma minimum (M.H. Suryanarayana, 1996). Masalah kemiskinan bukan hanya berkisar pada masalah definisi dan karakteristik masyarakat serta masalah yang berkaitan dengan konsumsi atau material, tetapi juga mengacu kepada ketidakberdayaan dalam berbagai aspek kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat (Izza Mafruhah, 2000). Ketidakberdayaan masyarakat tersebutlah yang dianggap sebagai penyebab gagalnya program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan sehingga ketimpangan pembagian pendapatan yang terjadi tercermin dari masih adanya masyarakat miskin yang perlu mendapat penanganan yang serius dari pemerintah.

(4)

4

ekonomi, sosial dan politik serta mengontrol keputusan –keputusan yang menyangkut kepentingannya baik dalam hal menyalurkan aspirasi, mengidentifikasi masalah maupun kebutuhan- kebutuhannya sendiri. Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan diharapkan adanya perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat miskin serta mampu untuk berpartisipasi dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan proses pelibatan diri secara penuh pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama dimana tiap pihak yang berkepentingan/ terlibat (pemerintah, pemodal dan masyarakat) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses perencanaan dan pembangunan (Hery Budiyanto, 2011). PNPM-Mandiri Perkotaan memiliki target untuk menanggulangi jumlah penduduk miskin pada wilayah yang menjadi target sasaran. Dalam PNPM-Mandiri Perkotaan ada tiga kelompok program yang dikembangkan yaitu meliputi : (i) kegiatan lingkungan, (ii) kegiatan sosial dan (iii) kegiatan ekonomi. Kegiatan lingkungan diarahkan untuk pembangunan infrastruktur lingkungan sepeti drainase, sanitasi, jalan lingkungan, persampahan dan lain-lain yang bermuara pada membaiknya derajat kesehatan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial diarahkan pada pengembangan aktivitas sosial seperti pelatihan ketrampilan bagi masyarakat miskin, perawatan kesehatan lansia dan lain-lain. Sedangkan kegiatan ekonomi dilakukan melalui sistem dana bergulir dan kegiatan simpan pinjam bagi masyarakat miskin.

(5)

5

Terlebih para migran ini apabila tidak didukung dengan keahlian dan ketrampilan memadai menyebabkan muncul pengangguran dan penduduk miskin. Pemerintah perlu belajar untuk merencanakan dan berupaya untuk mengontrol gerakan penduduk dalam negara dimana pada sebagian besar wilayah migrasi muncul kemiskinan (Ronald Skeldon, 2002). Dari data indikator perkembangan jumlah angkatan kerja, bekerja dan menganggur yang ada di Kabupaten Badung periode 2005-2009 disajikan dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Indikator Perkembangan Angkatan kerja, Bekerja dan Menganggur di Kabupaten Badung

Sumber : Profil Badung Tahun 2005-2009 (data diolah)

(6)

6

tahun 2005 s/d 2009 angkatan kerja di Kabupaten Badung terus mengalami peningkatan demikian juga yang bekerja kecendrungan juga meningkat, namun tingkat pengangguran kecendrungan menurun.

Dilain pihak kondisi di Kabupaten Badung disamping tingkat pengangguran menurun, rumah tangga miskin juga mengalami penurunan yang datanya dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Jumlah dan Proporsi Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Badung ( 2006-2009 )

Tahun Rumah Tangga (RT)

Rumah Tangga Miskin (RTM)

Prosentase

2006 89.138 5.201 5,83

2007 90.910 4.022 4,42

2008 93.877 3.826 4,08

2009 95.553 3.266 3,42

Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2005-2010 (data diolah) Ket : KK :Kepala Keluarga

(7)

7

Tabel 1.3

Jumlah dan Proporsi RTM Per Kecamatan di Kabupaten Badung Tahun 2008

Kecamatan Rumah Tangga (RT)

Rumah Tangga Miskin (RTM)

Prosentase

Kuta Selatan 16.704 437 2,62

Kuta 9.025 115 1,27

Kuta Utara 14..420 272 1,89

Mengwi 24.853 1.043 4,20

Abiansemal 21.855 1.568 7,17

Petang 7.020 391 5,57

JUMLAH 93.877 3.826 4,07

Sumber : BPS Kabupaten Badung,2009 (data diolah)

Dari tabel 1.3 tampak bahwa proporsi jumlah RTM di Kecamatan Abiansemal yang paling tinggi sebesar 7,17 persen dan Kecamatan Kuta memiliki proporsi RTM terendah dibandingkan kecamatan lainnya yaitu sebesar 1,27 persen.

(8)

8

dari data kemiskinan pada Tabel 1.3 masih terdapat rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta. Dalam upayanya mempercepat pengentasan kemiskinan tersebut, Kabupaten Badung menerapkan program penanggulangan kemiskinan PNPM-Mandiri Perkotaan dimana salah satu kecamatan penerima Program PNPM-Mandiri Perkotaan adalah Kecamatan Kuta. Dari Tabel 1.4 dapat dijelaskan bahwa di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung terdapat 115 rumah tangga miskin dengan proporsi jumlah RTM di Desa/Kelurahan Kuta sebesar 1,90 persen dan Kedonganan sebesar 2,60 persen.

Tabel 1.4.

Jumlah dan Proporsi RTM di Kecamatan Kuta Tahun 2008

Desa/ Kelurahan Rumah Tangga (RT)

Rumah Tangga Miskin (RTM)

Prosentase

Legian 965 2 0,21

Kuta 2.746 52 1,90

Tuban 3.269 27 0,80

Seminyak 815 2 0,25

Kedonganan 1.230 32 2,60

JUMLAH 9.025 115 1,27

Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2009 (data diolah)

(9)

9

itu sendiri. Hal ini dimungkinkan akibat ketidakberdayaan masyarakat miskin dalam menyerap program- program pemerintah, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin, serta akibat sikap, perilaku dan partisipasi masyarakat miskin itu sendiri yang kurang memiliki peran dalam pembangunan daerah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dalam menanggulangi kemiskinan di Kecamatan Kuta ?

2. Bagaimana dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan penciptaan peluang kerja bagi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta ?

3. Bagaimana persepsi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta terhadap kemiskinan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan atas rumusan permasalahan sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

(10)

10

2. Untuk mengetahui apakah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) berdampak positif terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan penciptaan kesempatan kerja masyarakat miskin di Kecamatan Kuta.

3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta terhadap kemiskinan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis ,

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah hasil penelitian tentang penanggulangan kemiskinan.

(11)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan mempunyai banyak dimensi dan perumusan definisi kemiskinan merupakan sesuatu yang problematik pada tataran konsep maupun praktis tentang siapa yang dapat dianggap sebagai penduduk miskin, serta banyak hal tentang kehidupan masyarakat miskin bahwa mereka memiliki akses pasar dan kwalitas infrastruktur yang terbatas (Abhijit Banerjee, 2002)

Menurut Bappenas (2005), kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak- hak dasar tersebut antara lain :

1. Terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup 2. Rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan

3. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik

(12)

12

sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak lainnya.

Kemiskinan menurut Suparlan (1995), didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

(13)

13

Penduduk miskin atau penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah individu dengan pengeluaran lebih rendah dari garis kemiskinan. Kriteria penduduk miskin menurut BPS (2005) sebagai berikut :

1) Luas lantai perkapita : ≤ 8 m²,

2) Jenis lantai tempat tinggal dari tanah/bambu/kayu murahan,

3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/bersama-sama dengan rumah tangga lain,

4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain,

5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik

6) Sumber air minum/ketersediaan air bersih : air hujan/ sumur / mata air tidak terlindung,

7) Bahan bakar memasak sehari- hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah, 8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu,

9) Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun,

10) Hanya sangggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari,

11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik,

12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani : dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 per bulan, 13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat

(14)

14

14) Tidak memiliki tabungan /barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp.500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.

Menurut Mubyarto (1998), kemiskinan adalah situasi serba kekurangan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Jadi kemiskinan yaitu suatu kondisi ketidakmampuan dan ketidakberdayaan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak.

Selanjutnya Sharp, et.al (1996) dalam Kuncoro (2004) mengidentifikasi penyebab kemiskinan yaitu : Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

(15)

15

tahun 1953 bahwa “ a poor country is poor because it is poor”, dalam Todaro

(2004) . Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, dan berimplikasi pada keterbelakangan demikian seterusnya. Adanya lingkaran kemiskinan di suatu daerah di Indonesia merupakan fenomena penyebab sekaligus akibat sehingga apabila pemerintah mampu melakukan kebijakan anti kemiskinan yang mencakup sumber daya manusia, prasarana dasar, struktur perekonomian dan penerimaan di daerah, memungkinkan adanya peluang daerah untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan Ragnar Nurkse (Jaka Sumanta, 2005).

Amartya Sen, dalam Todaro (2004) memaparkan bahwa tingkat kemiskinan tidak dapat diukur dari tingkat pendapatan atau bahkan dari utilitas seperti pemahaman konvensional; yang paling penting bukanlah apa yang dimiliki seseorang ataupun kepuasan yang ditimbulkan oleh barang- barang tersebut, melainkan apakah yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan barang tersebut. Jadi pada intinya untuk dapat memahami konsep kesejahteraan secara umum dan kemiskinan secara khusus, kita harus berfikir lebih dari sekedar ketersediaan komoditi- komoditi dan kegunaannya.

Kemiskinan juga diklasifikasikan menjadi lima kelas menurut Sumodingrat (1999), yaitu :

(16)

16

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak didasarkan pada garis kemiskinan. 2) Kemiskinan Relatif, apabila pendapatan sekelompok orang dalam masyarakat

lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah mereka termasuk dalam kategori miskin absolut atau tidak. Penekanannya adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah adanya ketimpangan distribusi pendapatan.

3) Kemiskinan Struktural, mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. 4) Kemiskinan Kronis, dibedakan tiga berdasarkan penyebabnya yaitu :

a. Kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif.

b. Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian ( daerah- daerah yang kritis akan sumberdaya alam dan daerah terpencil )

c. Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar.

(17)

17

Menurut Bagong Suyanto (2008), masyarakat miskin tidak memiliki surplus pendapatan untuk bisa ditabung bagi pembentukan modal dan pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pokok sehari-hari. Disamping itu faktor lain yang menyebabkan berbagai program pengentasan kemiskinan menjadi kurang efektif tampaknya adalah berkaitan dengan kurangnya dibangun ruang gerak yang memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya.

Dari beberapa pengertian kemiskinan diatas, disimpulkan bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi kekurangan/ketidakmampuan memenuhi kebutuhan yang mendasar dan tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan material semata.

2.1.2 Ukuran Kemiskinan

Berbagai pendekatan / konsep digunakan sebagai bahan perhitungan dan penentuan batas- batas kemiskinan adalah sebagai berikut :

(18)

18

2. Bank Dunia menetapkan batas kemiskinan pada tahun 1992 melalui ukuran dollar yaitu sebesar $ 98 atau senilai Rp. 203.000,- dan tahun 2000 diubah menjadi $ 470. Karenanya bila seorang individu hanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya kurang dari satu dollar per hari dapat dikatakan sebagai dibawah garis kemiskinan dan dengan menggunakan dollar sebagai mata uang kunci akan dapat diketahui jumlah masyarakat miskin atau keadaan ekonomi suatu negara..

Selanjutnya Sajogyo dalam Subagio (2000) menggunakan ukuran pengeluaran ekuivalen beras untuk mengetahui tingkat kemiskinan yaitu 360 kg beras untuk daerah perkotaan dan 240 kg beras untuk desa. Sajogyo merinci kemiskinan dalam beberapa kategori seperti Tabel 2.1

Tabel 2.1

Kategori kemiskinan dipedesaan dan perkotaan ( dalam kg beras perkapita, pertahun )

Katagori Pedesaan Perkotaan Melarat 180 270 Sangat miskin 240 360 Miskin 320 480

Sumber : Subagio ( 2000 )

2.1.3 Program Penanggulangan Kemiskinan

2.1.3.1 Latar Belakang Program

(19)

19

Berdasarkan buku pedoman PNPM- Mandiri Perkotaan tahun 2008, dijelaskan bahwa program PNPM- Mandiri Perkotaan merupakan kelanjutan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), dengan prinsip-prinsip pelaksanaan yaitu : bertumpu pada pembangunan manusia, berorientasi pada masyarakat miskin, partisipasi masyarakat dalam pembangunan, otonomi dalam mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola, desentralisasi, mempunyai kesetaraan dan keadilan gender dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan, pengambilan keputusan secara demokratis, transparansi dan akuntabel dalam pengelolaan kegiatan, prioritas kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kolaborasi antara semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan, keberlanjutan dan sederhana dalam pelaksanaan program, maka dari itu arah program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri (P2KP) adalah untuk mendukung upaya peningkatan indek pembangunan manusia (IPM).

2.1.3.2 Tujuan Pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan

Tujuan umum pelaksanaan PNPM adalah "Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri". Dengan demikian secara khusus tujuan PNPM Mandiri Perkotaan dirumuskan sebagai berikut : "Masyarakat di Kelurahan peserta program menikmati perbaikan sosial-ekonomi dan tata kepemerintahan lokal".

2.1.3.3 Sasaran Program PNPM Mandiri Perkotaan

(20)

20

a. Terbangunnya Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) yang dipercaya, aspiratif, representatif dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat.

b. Tersedianya Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan berkelanjutan.

c. Terbangunnya forum LKM tingkat kecamatan dan kota/kabupaten untuk mengawal terwujudnya harmonisasi berbagai program daerah.

d. Terwujudnya kontribusi pendanaan dari Pemerintah Kota/Kabupaten dalam PNPM Mandiri Perkotaan sesuai dengan kapasitas fiskal daerah.

2.1.4. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat miskin sebagai persyaratan penting bagi solusi berkelanjutan terhadap kemiskinan dan kelaparan. Pemberdayaan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang khususnya untuk memiliki akses terhadap sumber daya produktif yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pendapatan, mendapatkan barang serta layanan yang dibutuhkan dan partisipasi dalam proses pengembangan dan keputusan yang mempengaruhi masyarakat miskin (IFAD, 2002-2004).

(21)

21

menekankan pentingnya partisipasi masyarakat, baik pada tahap perencanaan program, pelaksanaan maupun pada tahap pengembangannya. 2) Pemberdayaan selalu tidak memisahkan antara fisik proyek dengan pelatihan ketrampilan dan 3) Sumber dana bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat umumnya berasal dari anggaran pemerintah, partisipasi pihak swasta dan dari partisipasi masyarakat sendiri.

Modal sosial sebagai sebuah konsep yang didefinisikan sebagai suatu proses pembelajaran sosial yang berfungsi untuk memberdayakan orang dan melibatkan mereka sebagai warga negara dalam kegiatan kolektif yang bertujuan untuk pembangunan sosial ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan (Ali Asadi,dkk, 2008). Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah membantu pengembangan manusiawi dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil seperti petani kecil, buruh tani, masyarakat miskin perkotaan, masyarakat adat yang terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang dikesampingkan. Memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat tersebut secara sosio ekonomi sehingga mereka sanggup berperan serta dalam pengembangan masyarakat, karena salah satu akibat pemberdayaan adalah meningkatnya kinerja masyarakat sehingga mereka mampu mengambil tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

(22)

22

pada kekuatan dan sumber- sumber daya lokal. Penanggulangan kemiskinan yang tidak berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil.

Menurut Bagong Suyanto (2008) bahwa lambatnya perkembangan ekonomi rakyat disebabkan sempitnya peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang mana hal itu merupakan konsekuensi dari kurangnya penguasaan dan pemilikan asset produksi terutama tanah dan modal, disamping itu faktor lain yang menyebabkan berbagai program pengentasan kemiskinan menjadi kurang efektif berkaitan dengan kurangnya dibangun ruang gerak yang memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya.

Menurut Rakhmat Jalaludin (1999), upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi antara lain :

1) Menciptakan suasana/ iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling) dengan kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia/ masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut.

(23)

23

3) Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi. Dalam proses pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat.

Margono (2000), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa hingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa adanya kesan bahwa perkembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal. Masyarakat harus dijadikan subyek bukan obyek.

Tingkat efektivitas dapat dievaluasi terkait dengan efektivitas pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan meliputi variabel input, proses dan juga output. Variabel input meliputi : ketepatan sasaran, tujuan dan tingkat sosialisasi; variabel proses meliputi : kelembagaan, ketepatan penggunaan dana dan tujuan program, prosedur, dan pengawasan sedangkan variabel output meliputi : kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan, transparan dan diumumkan; gotong royong dan tambahan pendapatan; monitoring dan evaluasi proyek.

Menurut Subagyo (2000) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkat efektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Jarak (range) realisasi program sebagai berikut :

(24)

24

Tingkat kualifikasi efektivitas menurut Keputusan Menpan No Kep./25/M/M Pan/2/2004, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2

Tingkat Kualifikasi Efektifitas

No Nilai Interval (%) Tingkat Efektifitas 1 di bawah 40 Sangat tidak efektif 2 40 - 59,99 Tidak efektif 3 60 - 79,99 Cukup efektif 4 diatas 79,99 Sangat efektif Sumber : SK.Menpan No.25/M/MPan/2/2004

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon kebijakan untuk kemiskinan di negara kaya dan negara miskin (Peter Mc.Cawley, 2001) yaitu : 1. Negara kaya : kemiskinan relatif kecil dari jumlah penduduk, target

intervensi anti kemiskinan terjangkau baik dari segi biaya anggaran nasional dan non anggaran, transfer perkapita untuk kelompok sasaran lebih besar, dan program anti kemiskinan umumnya cukup efektif dan dilaksankan dengan cara yang relatif efisien.

2. Di negara berkembang : kemiskinan pada beberapa kasus menunjukkan proporsi lebih dari 50 persen jumlah penduduk, pembebanan biaya baik dari segi anggaran nasional maupun non anggaran, transfer perkapita kepada kelompok sasaran umumnya kecil serta program yang dimplementasikan buruk dan membuat tujuan yang cendrung mengarah pada korupsi.

2.2 Penelitian Sebelumnya

(25)

25

Masyarakat –Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan dalam Menanggulangi Kemiskinan, Studi Kasus di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung ini belum pernah ada yang melakukannya, sehingga hasil penelitian ini merupakan penelitian baru, namun tidak menutup kemungkinan bahwa hasil penelitian serupa yang berkaitan dengan penelitian di bidang kemiskinan telah banyak yang melakukannya dalam program dan lokasi yang berbeda, seperti :

(i) hasil penelitian Subagyo (2000) dengan topik ” Efektivitas Penanggulangan kemiskinan dalam Pemberdayaan Masyarakat, studi kasus di Kabupaten

Jawa Timur ” dengan obyek penelitiannya adalah masyarakat penerima

bantuan program IDT dan Program PKS ( program keluarga sejahtera ) dalam bentuk pembinaan kredit keluarga sejahtera. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan dengan teknik analisa yang digunakan adalah efektivitas program dan uji statistik dengan menggunakan uji t, bahwa bantuan dana yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk program IDT dan PKS memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat. Selain itu bantuan- bantuan tersebut berdampak positif terhadap peningkatan kepedulian penduduk kaya dengan penduduk miskin terhadap ketimpangan ekonomi dan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di desa IDT sebesar 5 persen dan di desa non IDT sebesar 20 persen.

(26)

26

(iii) penelitian Wayan Artana Dana (UNUD, 2008) : Studi Komparatif Karakteristik RTM dan Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Kuta Selatan dengan Kecamatan Petang Kabupaten Badung.

(iv) penelitian Bagus Krisno Dwipoyono I Gusti Bagus (UNUD, 2009) : Efektivitas Penyaluran dan Dampak Bantuan Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Terhadap Pendapatan dan Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin di Kota Denpasar.

(27)

27

BAB III

KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Berfikir Penelitian

Penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara bertahap, terpadu, terukur, sinergi dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama untuk mewujudkan pemenuhan hak- hak dasar.

Tanpa koordinasi dan sinergi, tidak akan diperoleh efektivitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dan efisiensi pemanfaatan dana pembangunan dalam pengentasan kemiskinan. Keberhasilan PNPM- Mandiri Perkotaan dalam menanggulangi kemiskinan sangat tergantung dari cara pandang atau persepsi masyarakat terhadap kemiskinan serta efektivitas pelaksanaan program diharapkan memberikan dampak positif bagi masyarakat miskin di wilayah penerima program.

(28)

28

Kerangka berfikir penelitian mengenai Persepsi Masyarakat Miskin terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program PNPM-Mandiri Perkotaan (Studi kasus di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung dapat disajikan pada Gambar 3.1

Gambar 3.1. Kerangka Alur Penelitian

Keberhasilan pelaksanaan suatu program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP agar sesuai tujuan yang diinginkan dapat dilihat dari efektivitas pelaksanaan program. Efektivitas program akan terwujud apabila adanya partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam program serta persepsi yang tinggi dari masyarakat miskin (RTM) terhadap PNPM-MP. Efektivitas program yang diharapkan memberikan dampak positif meliputi adanya peningkatan pendapatan RTM dan kesempatan kerja bagi RTM itu sendiri.

PNPM - MP

Efektivitas Program

Pendapatan RTM

Persepsi RTM

(29)

29

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Pelaksaanaan program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP sebagai upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan secara mandiri diharapkan berhasil sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Keberhasilan dan efektivitas program penanggulangan kemiskinan akan terwujud apabila adanya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pogram meliputi tahapan perencanaan, tahapan proses, dan tahapan output yang dituangkan dalam Gambar 3.2.

PNPM - MP

Penurunan Angka Kemiskinan

Perencanaan/Input Pelaksanaan/ Hasil/Output

Proses

Efektivitas Program

Dampak Program

(30)

30

Tahapan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan PNPM-MP bagi masyarakat miskin meliputi berbagai tahapan dimana efektivitas program diukur dari masing- masing tahapan melalui variabel input pada tahap perencanaan, variabel proses pada tahap pelaksanaan dan variabel output pada tahap hasil dari pelaksanaan program. Efektivitas dari setiap tahapan program tersebut diharapkan berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Dengan menurunnya angka kemiskinan, maka kegiatan program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP efektif dan berdampak positif bagi masyarakat miskin.

3.3 Hipotesis Penelitian

(31)

31

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Kemiskinan tidak hanya identik dengan kesulitan pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga ketidakmampuan dalam mengembangkan status sosialnya. Melalui program PNPM-MP yang merupakan program penanggulangan kemiskinan guna pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan tanpa dukungan dan partisipasi dari masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya, tentunya tujuan program tidak akan berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian yaitu Kecamatan Kuta Kabupaten Badung yang terdiri dari lima desa/kelurahan yaitu Tuban, Kuta, Kedonganan, Legian, dan Seminyak. Penentuan lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, didasarkan pada pemikiran bahwa wilayah Kuta merupakan pusat perdagangan dan kota pariwisata, namun masih memiliki keluarga miskin dan Kecamatan Kuta sebagai wilayah penerima PNPM-MP. Pemerintah Kabupaten Badung juga sudah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan guna pengentasan kemiskinan. Waktu penelitian yaitu tahun 2011

4.3 Populasi dan Sampel

(32)

32

hasil pendataan BPS Kabupaten Badung tahun 2008 yaitu sebanyak 115 rumah tangga.

4.4. Identifikasi Variabel

Untuk menghindari agar pembahasan tidak keluar dari pokok permasalahan, maka variabel yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah : 1.) Variabel Input / Perencanaan :

a. Sosialisasi P2KP b. Sasaran

c. Tujuan bantuan

2.) Variabel Proses/ Pelaksanaan : . a. Kelembagaan

b. Ketepatan penggunaan dana dan tujuan program c. Prosedur dan pengawasan

3.) Variabel Output/Hasil:

a. Kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan b. Transparan dan diumumkan

c. Gotong royong dan tambahan pendapatan d. Monitoring dan evaluasi proyek

4.5. Definisi Operasional Variabel

(33)

33

1). Sosialisasi P2KP, dimaksudkan bahwa masyarakat memperoleh penjelasan/sosialisasi tentang program penanggulangan kemiskinan, baik dilihat dari jenis kegiatan maupun lokasi kegiatan.

2). Sasaran, bahwa sasaran penerima manfaat dari program PNPM Mandiri Perkotaan adalah masyarakat miskin sebagai pemegang peran utama dalam pelaksanaan program

3). Tujuan bantuan dimaksudkan manfaat yang diperoleh masyarakat yaitu untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya yang meliputi peningkatan kemampuan sumber daya manusia, peningkatan kesehatan dan aktifitas sosial.

4). Kelembagaan, dimaksudkan Lembaga Pengelola di tingkat masyarakat adalah lembaga yang dipercaya, aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong timbul dan berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat.

5). Ketepatan penggunaan dana, dan tujuan program adalah kesesuaian alokasi dana dan tujuan program saat pelaksanaan program.

6). Prosedur dan pengawasan adalah kemudahan didalam pencairan dana, proses pelaksanaan administrasi kegiatan dan kemudahan bantuan dana bergulir.

(34)

34

8). Transparan dan diumumkan, bahwa keterbukaan dari realisasi pelaksanaan hasil kegiatan, penerima program serta besaran dana yang digunakan.

9). Gotong royong, dan tambahan pendapatan adalah keterlibatan atau peran serta RTM, pemerintah setempat dan kelompok peduli untuk bersama-sama menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.

10). Monitoring, dan evaluasi proyek adalah pelaksanaan pengendalian program berupa pertanggungjawaban keuangan, pengawasan oleh instansi terkait dan kegiatan audit.

11) Total Pendapatan, yaitu jumlah keseluruhan pendapatan yang diperoleh anggota keluarga dan kepala rumah tangga

12) Total Kesempatan Kerja, yaitu jumlah keseluruhan peluang kerja (jam untuk bekerja) dari anggota keluarga dan kepala rumah tangga

13).Dampak Program adalah adanya perubahan dari sisi pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk miskin setelah dilaksanakannya PNPM Mandiri Perkotaan.

14).Persepsi masyarakat miskin, merupakan pandangan, pendapat, respon masyarakat miskin terhadap kemiskinan.

4.6. Sumber dan Jenis Data

4.6.1 Jenis Data Menurut Sumbernya

(35)

35

1). Data primer adalah data yang diperoleh langsung dan diolah pertama kali oleh peneliti, misalnya data mengenai pendapat responden terhadap pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan.

2). Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua seperti misalnya instansi Pemerintah di lingkungan pemerintah Kabupaten Badung, data statistik kecamatan, profil kelurahan dan lain-lainnya.

4.6.2 Jenis Data Menurut Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua :

1). Data Kuantitatif adalah data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka, seperti misalnya data jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin (RTM), penerima manfaat, besarnya bantuan yang diterima, jumlah penduduk penerima bantuan, dan lain-lain.

2). Data Kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka yang diperoleh dari penelitian, misalnya data mengenai pendapat responden mengenai pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, persepsi mengenai kemiskinan.

4.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan metode sebagai berikut :

(36)

36

2). Observasi yaitu dilakukan dengan cara melakukan pengamatan lapangan terhadap pelaksanan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, seperti mengamati terhadap kegiatan fisik lingkungan yang dilakukan, pengamatan kondisi sosial dan kemiskinan masyarakat di Kecamatan Kuta. 3). Wawancara mendalam (Indepth Interview) adalah wawancara yang dilakukan

khusus terhadap beberapa informan dengan menyiapkan daftar pertanyaan terstruktur sehingga akan diketahui kondisi pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, serta permasalahan yang dihadapi dalam penanggulangan kemiskinan di Kuta.

4.8 Teknis Analisa Data

(37)

37

2). Untuk mengetahui dampak program terhadap peningkatan pendapatan KK miskin dan kesempatan kerja digunakan analisis dengan rumus statistik uji beda dua rata-rata. Menurut Nata Wirawan (2002) :

t = d

sd n Keterangan :

d = nilai rata-rata beda n pengamatan berpasangan

Sd = Simpangan baku beda pengamatan berpasangan (Standar deviasi) yang dapat dihitung dengan :

Sd = ∑ ( dі - d )²

n – 1

d = ∑ d

n

df = v = ( n – 1 ) Keterangan :

di = Beda pengamatan pasangan yang ke i df = Degree of freedom (derajat bebas)

(38)

38

Bila t hitung lebih besar dari t tabel, maka Ho ditolak berarti rata-rata karakteristik sesudah program lebih besar daripada sebelum program, berarti program berdampak positif terhadap pendapatan maupun kesempatan kerja. 3) Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap kemiskinan

dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif melalui pengukuran terhadap instrumen penelitian dengan menggunakan skala likert. Instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner. Jawaban terhadap instrumen penelitian tersebut dikatagorikan menjadi empat katagori yaitu (a) sangat setuju, (b) setuju, (c) tidak setuju, (d) sangat tidak setuju. Untuk keperluan analisis maka jawaban terhadap kuesioner diberi skor. Kesimpulan terhadap jawaban responden akan menentukan apakah persepsi masyarakat terhadap kemiskinan positif atau negatif. Dalam analisis terhadap jawaban responden lebih jauh juga akan dapat disimpulkan persepsi masyarakat terhadap kemiskinan apakah kemiskinan itu dapat dihapuskan atau merendahkan martabat manusia.

4) Uji Hubungan antara variabel status perkawinan, jenis kelamin, dan latar belakang pendidikan dengan total pendapatan baik sebelum maupun setelah PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta.

Untuk memperkuat kesimpulan yang akan diperoleh dari analisis diatas maka digunakan analisis Chi Square ( 2) yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antara berbagai variabel tersebut diatas. Apabila distribusi 2h (chi

square hasil perhitungan) lebih besar dari t (chi square tabel) keputusan

(39)

39

(40)

40

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Kecamatan Kuta

Kecamatan Kuta, merupakan salah satu kecamatan dari 6 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Badung dengan luas wilayah mencapai 17

,

52 Km2 berdasarkan pengukuran GPS tahun 2003. Ditinjau dari kondisi peruntukan lahan di Kecamatan Kuta dalam Tahun 2010, maka peruntukan lahan di Kecamatan Kuta didominasi lahan bukan pertanian 1.532 Ha. Jumlah penduduk di Kabupaten Badung berdasarkan data registrasi penduduk tahun 2009 (Badung dalam angka, 2010) tercatat 388.514 jiwa, dengan jumlah penduduk Kecamatan Kuta sejumlah 9.182 KK atau sekitar 39.335 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 20.202 jiwa dan perempuan sebanyak 19.133 jiwa serta kepadatan penduduk di Kecamatan Kuta sebanyak 2.245 jiwa per Km2 dan merupakan kepadatan tertinggi jika dibandingkan dengan kecamatan yang lain di Kabupaten Badung.

Pada tahun 2008 Kabupaten Badung mempunyai 3.266 rumah tangga miskin dan sebanyak 115 rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta (386 jiwa), dimana dari jumlah rumah tangga miskin tersebut tersebar di beberapa lingkungan/ lokasi banjar di wilayah Kuta yang terdiri dari 5 desa/ kelurahan.

5.2 Karakteristik Responden

(41)

41

kelurahan, yang tidak bermukim dalam satu lokasi kawasan penduduk miskin, namun terpencar-pencar yang menyatu dalam satu komunitas pemukiman banjar/lingkungan, serta berada di seputar kawasan perhotelan dan restaurant.

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden menurut kelompok umur di Kecamatan Kuta dapat dijelaskan yaitu proporsi responden yang paling besar berada pada umur 59 tahun keatas yang mencapai 42,61 persen, proporsi jumlah responden yang paling kecil berada pada kelompok umur dibawah 39 tahun sebesar 6,09 persen. Faktor umur masing- masing responden dalam penelitian ini, erat berkaitan dengan aspek kemiskinan, karena faktor umur umumnya berpengaruh terhadap tingkat produktivitas, kesehatan dan kemampuan fisik dalam melakukan berbagai jenis aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan seseorang..

Karakteristik responden menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta menunjukkan bahwa sebagian besar adalah kepala keluarga laki-laki, sedangkan perempuan hanya berkisar 10,43%, dimana umumnya merupakan Kepala Keluarga yang berstatus sebagai Janda.

Dilihat dari Tingkat Pendidikan, proporsi tingkat pendidikan responden yang tertinggi adalah SD sebesar 62,61 persen dan terendah adalah SMA sebesar 6,16 persen, sedangkan karakteristik berdasarkan jumlah anggota keluarga yang dimiliki yaitu sebesar 39,13 persen memiliki jumlah anggota keluarga 3 sampai 4 orang dan sebesar 23,48 persen mempunyai jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang. Karakteristik responden di Kecamatan Kuta dapat dilihat pada Tabel 5.1.

(42)

42

Tabel 5.1.

Karakteristik Responden Kecamatan Kuta

Indikator Jumlah

orang Persentase

Kelompok Umur (tahun)

≤39 7 6,09

40 – 49 25 21,74

50 – 59 34 29,56

>59 49 42,61

Jenis Kelamin

Laki-laki 103 89,57

Perempuan 12 10,43

Tingkat Pendidikan

Tidak Tamat SD 20 17,39

SD 72 62,61

SMP 16 13,91

SMA 7 6,16

Perguruan Tinggi - -

Jumlah Anggota Keluarga

1-2 43 37,39

3-4 45 39,13

> 4 27 23,48

Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah).

5.3 Efektivitas Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta

Efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, berdasarkan pernyataan responden terhadap tahapan-tahapan program dimana jawaban responden akan dikelompokkan dalam katagori positif dan negatif. Untuk kelompok katagori positif berdasarkan pernyataan responden yang memilih pernyataan sangat setuju dan setuju, sedangkan untuk kelompok katagori negatif akan dipilih berdasarkan pernyataan responden yang memilih pernyataan tidak setuju dan sangat tidak setuju.

(43)

43

Variabel input pada tahap perencanaan yang berorientasi pada masyarakat miskin terdiri dari 3 hal yaitu mengenai sosialisasi P2KP kepada masyarakat miskin sudah dilaksanakan pemerintah melalui petugas kepada penerima bantuan, dimana bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sesuai kebutuhan masyarakat miskin dan sudah sesuai dengan sasaran yang dituju yaitu masyarakat miskin di perkotaan, serta tujuan bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sudah secara jelas diketahui para penerima bantuan bagi masyarakat miskin perkotaan.

Berdasarkan hasil penelitian dari 115 responden rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta, maka indikator sosialisasi mendapat respon jawaban terbesar dengan proporsi sebesar 99,13 persen seperti pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Persepsi Reponden Terhadap Indikator Orientasi Program Keluarga Miskin pada Tahap Input/ Perencanaan

No Indikator

Jumlah Responden

Positif Negatif

Orang % Orang % 1 Sosialisasi P2KP kepada masyarakat

miskin sudah dilaksanakan pemerintah

melalui petugas kepada penerima bantuan 114 99,13 1 0,87 2 Bantuan yang diberikan oleh pemerintah

melalui P2KP berupa bantuan sesuai kebutuhan masyarakat miskin sudah mengenai sasaran masyarakat miskin di perkotaan

113 98,26 2 1,74

3 Tujuan bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sudah secara jelas diketahui para penerima bantuan bagi masyarakat miskin perkotaan

112 97,39 3 2,61

Rata-Rata 98,26 1,74

(44)

44

5.3.2 Variabel Proses/ Pelaksanaan

Variabel proses pada tahap pelaksanaan yang memprioritaskan masyarakat miskin (mengelola program sendiri) meliputi terdapat kelembagaan ditingkat desa/ kelurahan yang memiliki otonomi untuk mengambil keputusan pelaksanaan kegiatan bantuan P2KP, kesesuaian antara tujuan program dengan ketepatan pemanfaatan sehingga bantuan tidak menyimpang, prosedur dalam perolehan bantuan P2KP mudah dimengerti dan dipahami masyarakat, serta adanya pengawasan pemerintah dalam keterlibatan pemberian bantuan.

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 115 responden di Kecamatan Kuta, diketahui respon positif responden sebesar 99,13 persen terhadap indikator tujuan program, ketepatan bantuan dan prosedur dalam perolehan bantuan serta diperoleh respon negatif sebesar 4,35 persen pada indikator kelembagaan, seperti disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3

Persepsi Reponden Terhadap Indikator

Prioritas Pada Masyarakat Miskin ( Mengelola Program Sendiri )

No Indikator

Jumlah Responden

Positif Negatif

Orang % Orang %

1 Terdapat kelembagaan ditingkat desa/ kelurahan dan memiliki otonomi untuk mengambil keputusan pelaksanaan kegiatan

110 95,65 5 4,35

2 Bantuan P2KP, disesuaikan antara tujuan program dgn ketepatan pemanfaatan sehingga bantuan tidak menyimpang

114 99,13 1 0,87

3 Prosedur dalam perolehan bantuan P2KP, mudah dimengerti dan dipahami

masyarakat 114 99,13 1 0,87

4 Adanya pengawasan pemerintah dalam

keterlibatan pemberian bantuan 113 98,26 2 1,74

Rata-Rata 98,04 1,96

(45)

45

5.3.3 Variabel Output/ Hasil

Untuk meneliti variabel output pada tahap hasil berupa transparansi dan akuntabel, maka indikator yang dikaji meliputi seluruh kegiatan PNPM – Mandiri Perkotaan telah dapat dilaksanakan di lapangan, dilakukan pencatatan berupa pembukuan/ laporan keuangan (transparan) dan diumumkan secara massal/ ditempel dipapan pengumuman desa, pelaksanaan proyek dapat memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin dan dilaksanakan secara gotong royong serta memberi tambahan upah bagi masyarakat miskin, juga dilakukan pengawasan berupa monitoring maupun evaluasi proyek dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten.

Hasil penelitian diperoleh respon positif terhadap indikator pengawasan dan monitoring program sebesar 99,13 persen, dan respon negatif sebesar 6,96 persen pada indikator pembukuan/laporan keuangan, seperti disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 1 Seluruh kegiatan PNPM–Mandiri Perkotaan

telah dapat dilaksanakan di lapangan 113 98,26 2 1,74 2 Pembukuan/laporan keuangan( transparan )

diumumkan secara massal/ditempel dipapan pengumuman desa

107 93.04 8 6,96

3 Pelaksanaan proyek ( kesempatan kerja bagi masyarakat miskin ) dilaksanakan secara gotong royong dan memberi tambahan upah bagi masyarakat miskin

111 96,52 4 3,48

4 Dilakukan pengawasan dari pusat, provinsi, dan kabupaten berupa monitoring dan evaluasi proyek.

114 99,13 1 0,87

Rata-Rata 96,74 3,26

(46)

46

5.3.4 Perhitungan Efektifitas PNPM Mandiri Perkotaan.

Nilai efektifitas program PNPM-MP dilihat dari variabel input/ perencanaan, variabel proses/ pelaksanaan dan variabel output/hasil selanjutnya dipetakan pada kualifikasi dengan mengikuti Pedoman Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep 25/M/M.PAN/2/2004, yang disajikan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5

Perhitungan Efektivitas Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Kecamatan Kuta RATA-RATA PERENCANAAN 115 98,26 Sangat Efektif 2 PROSES/ PELAKSANAAN

a. Kelembagaan di Tk. masyarakat.

b.Bantuan sesuai program dan ketepatan manfaat

c.Prosedur mudah dimengerti dan dipahami.

RATA-RATA PELAKSANAAN 115 98,04 Sangat Efektif 3 OUTPUT/HASIL

a. Transparan dan Akuntabel 115 96,74 Sangat Efektif RATA-RATA HASIL 115 96,74 Sangat Efektif

Rata-Rata Penilaian Efektivitas 115 97,68 Sangat Efektif

Sumber : Ha sil Penelitian, 2011(data diolah)

5.4 Dampak Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Bagi Masyarakat Miskin di Kecamatan Kuta.

(47)

47

dampak program terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja serta persepsi masyarakat miskin terhadap kemiskinan itu sendiri.

5.4.1 Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Dampak Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Di Kecamatan Kuta

Dampak pelaksanaan Program PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, ditinjau dari persepsi masyarakat miskin maka hasil penelitiannya diperoleh respon positif terbesar yaitu 97,39 persen terhadap indikator adanya peningkatan pendapatan masyarakat setelah program dan respon negatif sebesar 17,39 persen pada indikator adanya peningkatan usaha setelah adanya program, sebagaimana Tabel 5.6

Tabel 5.6

Persepsi Reponden Terhadap Indikator

Dampak Program PNPM Mandiri Perkotaan Bagi Masyarakat Miskin

No Indikator Jumlah Jawaban Responden (orang)

Positif Negatif Orang % Orang %

1 Adanya peningkatan pendapatan masyarakat setelah adanya PNPM Mandiri Perkotaan

112 97,39 3 2,61

2 Adanya peningkatan/penciptaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin setelah adanya PNPM Mandiri Perkotaan

105 91,31 10 8,70

3 Adanya peningkatan usaha yang dapat mendatangkan penghasilan setelah adanya PNPM Mandiri Perkotaan

95 82,61 20 17,39

4 Adanya peningkatan barang-barang yang dapat dipakai untuk berusaha setelah adanya PNPM Mandiri Perkotaan.

100 86,96 15 13,04

Rata-Rata 89,57 10,45

(48)

48

Ditinjau berdasarkan persepsi responden terhadap penggunaan bantuan oleh masyarakat, maka berdasarkan hasil penelitian terhadap 115 responden di Kecamatan Kuta, hasilnya adalah sebagaimana Tabel 5.7.

Tabel 5.7

Penggunaan Bantuan PNPM Mandiri Perkotaan Oleh Masyarakat Di Kecamatan Kuta

No Penggunaan Bantuan Oleh Masyarakat Frekwensi Persentase

1 Modal Usaha 30 26,09

2 Kebutuhan Sehari-hari 89 77,39

3 Biaya Sekolah 47 40,87

4 Kesehatan 28 24,35

5 Cicilan Utang 41 35,65

6 Lainnya 32 27,83

Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah).

Berdasarkan jawaban responden pada Tabel 5.7 dapat dijelaskan bahwa sebanyak 77,39 persen responden menggunakan bantuan PNPM untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, 40,87 persen untuk biaya sekolah dan hanya 26,09 persen responden menggunakan bantuan untuk modal usaha.

5.5 Persepsi Masyarakat Terhadap Kemiskinan

(49)

49

program mendapat respon negatif sebesar 43,48 persen. Hasil persepsi responden di Kecamatan Kuta terhadap penanggulangan kemiskinan adalah sebagaimana Tabel 5.8.

1 Kejujuran, keadilan, keikhlasan dan sifat gotong royong adalah hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.

115 100 - 0

2 Sangat Peduli dan tidak bersikap masa bodoh terhadap program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan

114 99,13 1 0,87

3 Mempunyai rasa percaya terhadap program

penanggulangan kemiskinan 114 99,13 1 0,87 4 Malu dan minder menerima bantuan dalam

program penanggulangan kemiskinan. 65 56,52 50 43,48 5 Penanggulangan kemiskinan sebaiknya

dilakukan juga oleh masyarakat secara swadaya, pemerintah dan kelompok peduli.

108 93,92 7 6,09

6 Belum merasa puas dengan pendapatan yang

selama ini didapatkan 93 80,87 14 12,17

7 Turut serta dalam menanggulangi kemiskinan di

wilayahnya. 102 88,69 13 11,30

8 Pengambilan keputusan dalam kegiatan rembug warga oleh masyarakat sebaiknya dilakukan dengan musyawarah mufakat.

112 97,4 3 2,61

9 Masyarakat seharusnya bersikap kritis terhadap pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.

105 91,31 10 8,7

Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah)

(50)

50

86,09 persen, sedangkan respon negatif responden sebesar 58,26 persen terhadap indikator kemiskinan terkait dengan perempuan yang kurang memperoleh hak dan sebesar 56,52 persen kemiskinan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana tampak pada tabel 5.9. 2 Kemiskinan ditentukan oleh tindakan sendiri 92 80,00 23 20,00 3 Kemiskinan ditentukan oleh lingkungan 56 48,70 59 51,31 4 Kemiskinan ditentukan oleh Pemerintah 68 59,13 47 40,87 5 Kemiskinan hanya dapat dihapus oleh nasib 52 45,22 63 54,78

9 Kemiskinan terkait dengan perempuan yang

kurang memperoleh hak 48 41,74 67 58,26

10 Kemiskinan terkait pendidikan yang kurang 108 93,91 7 6,09 11 Kemiskinan terkait dengan kekerasan dalam

rumah tangga 50 43,48 65 56,52

12 Kemiskinan terkait dengan kerentanan karena

umur 73 63,47 42 36,52

13 Kemiskinan terkait dengan keturunan 55 47,83 60 52,17 Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah)

(51)

51

115 responden di Kecamatan Kuta bahwa sebanyak 95 orang (82,61%) responden menyatakan bahagia dengan keadaan saat ini dan respon negatif sebanyak 20 orang (17,39%).

Untuk mengetahui persepsi masyarakat miskin terhadap urut-urutan kegiatan yang diperlukan dalam penanggulangan rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta, maka diketahui bahwa urutan tindakan yang diperlukan dalam menghapus kemiskinan adalah menunggu takdir menempati peringkat pertama pilihan responden sebesar 86,09 persen dan bantuan pemerintah menempati peringkat terakhir pilihan responden yaitu sebesar 38,26 persen. Adapun rincian pernyataan responden tersebut adalah sebagaimana Tabel 5.10.

Tabel 5.10

Persepsi Reponden Terhadap Urutan-urutan Tindakan Yang Diperlukan Dalam Menghapus Kemiskinan

Urutan Kegiatan Peringkat Persentase Pilihan Prioritas I

Menunggu Takdir I 86,09

Bantuan Masyarakat setempat II 69,57

Kerja Keras III 65,22

Bantuan Pengusaha IV 52,17

Bantuan Pemerintah V 38,26

Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah)

5.6 Hubungan Antar Variabel

Guna lebih mempertajam analisis maka dilihat hubungan atau keterkaitan antar beberapa variabel dengan analisis Chi Square.

5.6.1. Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Umur Responden Sebelum PNPM

(52)

52

Rp. 759.999,- dibandingkan responden dengan kelompok umur dibawah 50 tahun. Hal ini diperjelas pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Umur di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

5.6.2 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Umur Responden Sesudah PNPM

Hasil perhitungan hubungan antara total pendapatan dengan umur responden sesudah PNPM dapat dijelaskan yaitu responden yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp.1.026.666,- dan diatas Rp.1.026.667,- didominasi oleh kelompok umur diatas 50 tahun dengan proporsi sebesar 44,1 persen , sedangkan proporsi responden dengan kelompok umur dibawah 50 tahun yang mempunyai pendapatan diatas Rp.2.053.333,- hanya sebesar 16 persen. . Hal ini diperjelas pada Tabel 5.12.

(53)

53

Tabel 5.12

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Umur di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

Pendapatan sesudah PNPM Total

Umur

(tahun) <= 1.026.666

1.026.667-

2.053.332 >= 2.053.333

≤ 39 orang 5 2 0 7

% 71.4 28.6 0.00 100.00

40-49 orang 11 10 4 25

% 44.0 40.0 16.0 100.00

50-59 orang 14 15 5 34

% 41.2 44.1 14.7 100.00

>= 59 orang 31 12 6 49

% 63.3 24.5 12.2 100.00

Total orang 61 39 15 115

% 53.00 33.90 13.00 100.00

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

5.6.3 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Status Perkawinan Responden Sebelum PNPM

Hubungan antara variabel total pendapatan dengan status perkawinan sebelum PNPM bahwa responden dengan status kawin dan tidak kawin di Kecamatan Kuta dominan mempunyai pendapatan kurang dari Rp.759.999,-, dan hanya sebesar 2,7 persen responden dengan status kawin yang mempunyai pendapatan diatas Rp.1.520.000,-.Dari hasil perhitungan kelompok pendapatan rumah tangga miskin dan status perkawinan sebelum pelaksanaan PNPM tampak pada Tabel 5.13.

(54)

54

Tabel 5.13

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Status Perkawinan di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

Pendapatan sebelum PNPM Total

Hubungan antara total pendapatan dengan status perkawinan sesudah PNPM, dari hasil perhitungan dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan proporsi responden dengan status kawin maupun tidak kawin dalam hal peningkatan pendapatan namun tidak ada responden dengan status tidak kawin yang mempunyai pendapatan diatas Rp.2.053.333,- sedangkan proporsi responden dengan status kawin sebesar 13,50 persen mempunyai pendapatan diatas Rp. 2.053.333,-. Hal ini dapat diperjelas dalam Tabel 5.14.

Tabel 5.14

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Status Perkawinan di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

(55)

55

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

5.6.5 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jenis Kelamin Sebelum PNPM

Berdasarkan hasil perhitungan bahwa hubungan antara variabel total pendapatan dengan jenis kelamin sebelum PNPM yaitu proporsi responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan lebih banyak mempunyai pendapatan kurang dari Rp. 759.999,-. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.15.

Tabel 5.15

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

Pendapatan sebelum PNPM Total

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah).

5.6.6 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jenis Kelamin Sesudah PNPM

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel total pendapatan dengan jenis kelamin sesudah PNPM yaitu bahwa terjadi peningkatan proporsi responden dengan jenis kelamin laki- laki maupun perempuan terhadap peningkatan pendapatan, namun proporsi responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak mempunyai pendapatan diatas Rp.2.053.333,-

Total orang 61 39 15 115

(56)

56

dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.16.

Tabel 5.16

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

Pendapatan sesudah PNPM Total

<= 1.026.666

1.026.667 - 2.053.332

>= 2.053.333 Jenis

Kelamin Laki-laki orang 53 36 14 103

% 51.50 35.00 13.60 100.00

Perempuan orang 8 3 1 12

% 66.70 25.00 8.30 100.00

Total orang 61 39 15 115

% 53.00 33.90 13.00 100.00

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah).

5.6.7 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Pendidikan Sebelum PNPM

(57)

57

Tabel 5.17

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

Pendapatan sebelum PNPM Total

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik(data diolah)

5.6.8. Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Tingkat Pendidikan Sesudah PNPM

(58)

58

Tabel 5.18

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

Pendapatan sesudah PNPM Total

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik(data diolah)

5.6.9 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jumlah Anggota Keluarga Sebelum PNPM

(59)

59

Tabel 5.19

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jumlah Anggota Keluarga di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

Pendapatan sebelum PNPM Total

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

5.6.10 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jumlah Anggota Keluarga Sesudah PNPM

Hasil perhitungan hubungan antara variabel total pendapatan dengan jumlah anggota keluarga sesudah PNPM diketahui responden yang memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari 5 orang maupun yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 5 orang mempunyai mempunyai pendapatan diatas Rp.1.026.667,-, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pendapatan yang diperoleh responden. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.20.

Tabel 5.20

Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jumlah Anggota Keluarga di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

(60)

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

5.6.11. Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Umur Sebelum PNPM

Berdasarkan hasil perhitungan dapat dijelaskan hubungan antara total kesempatan kerja dengan umur responden sebelum PNPM bahwa responden yang berumur dibawah 50 tahun sebesar 57,1 persen mempunyai kesempatan kerja kurang dari 3 jam/kegiatan sedangkan proporsi responden dengan umur diatas 50 tahun lebih banyak mempunyai kesempatan kerja lebih dari 4 jam/kegiatan/bulan bahkan sebesar 29,4 persen responden lansia mempunyai kesempatan kerja diatas 8 jam/kegiatan.. Hal ini diperjelas pada Tabel 5.21.

Tabel 5.21

Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Umur di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

Kesempatan Kerja sebelum PNPM Total

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

(61)

61

Hasil perhitungan hubungan antara total kesempatan kerja dengan umur sesudah PNPM dapat dijelaskan yaitu responden dengan kelompok umur dibawah 50 tahun mempunyai kesempatan kerja berkisar 5-8 jam/kegiatan sedangkan proporsi responden dengan kelompok umur diatas 50 tahun sebesar 29,4 persen mempunyai kesempatan kerja diatas 8 jam/kegiatan/bulan, hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah kesempatan kerja, sebagaimana diperjelas pada Tabel 5.22.

Tabel 5.22

Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Umur di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

Kesempatan Kerja sesudah PNPM Total

Umur

(tahun) <=4 jam 5- 8 jam >=9 jam

≤ 39 orang 2 5 0 7

% 28.6 71.4 0.00 100.00

40-49 orang 8 13 4 25

% 32.0 52.0 16.0 100.00

50-59 orang 2 22 10 34

% 5.9 64.7 29.4 100.00

>= 65 orang 18 21 10 49

% 36.7 42.9 20.4 100.00

Total orang 30 61 24 115

% 26.10 53.00 20.90 100.00

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik(data diolah)

5.6.13 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Tingkat Pendidikan Sebelum PNPM

(62)

62

Tabel 5.23

Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

Kesempatan Kerja sebelum PNPM Total

<=3 jam 4- 8 jam >=9 jam

Pendidikan Tidak

tamat SD orang 13 6 1 20

% 65.00 30.00 5.00 100.00

SD orang 27 28 17 72

% 37.50 38.90 23.60 100.00

SMP orang 4 10 2 16

% 25.00 62.50 12.50 100.00

SMA orang 2 4 1 7

% 28.60 57.10 14.30 100.00

Total orang 46 48 21 115

% 40.00 41.70 18.30 100.00

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

5.6.14 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Tingkat Pendidikan Sesudah PNPM

(63)

63

Tabel 5.24

Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM

Kesempatan Kerja sesudah PNPM Total

Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)

5.6.15 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Jenis Kelamin Sebelum PNPM

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel total kesempatan kerja dengan jenis kelamin sebelum PNPM yaitu responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak mempunyai kesempatan kerja kurang dari 3 jam/kegiatan dibandingkan responden dengan jenis kelamin laki-laki, dan hanya sebesar 16,70 persen responden perempuan yang mempunyai kesempatan kerja diatas 4 jam/kegiatan, sebagaimana diperjelas dalam Tabel 5.25.

Tabel 5.25

Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM

Kesempatan Kerja sebelum PNPM Total

<=3 jam 4- 8 jam >=9 jam

Gambar

Tabel 2.1 Kategori kemiskinan dipedesaan dan perkotaan
Tabel 2.2 Tingkat Kualifikasi Efektifitas
Gambar 3.1. Kerangka Alur Penelitian
Gambar 3.2  Kerangka Konsep  Penelitian Persepsi Masyarakat Miskin                                    terhadap Efektifitas Pelaksanaan PNPM –  MP dan Kemiskinan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data kasus penyakit akibat pangan, dengan metode yang digunakan adalah pemberitahuan

Koordinator Keamanan/Komandan Regu Keamanan yang bertugas Deputi Manajer Umum &amp; Fasilitas terkait melakukan pengecekan lapangan dan memastikan bahwa laporan

Faktor yang mempengaruhi penerapan alat dan program K3 dalam sebuah proyek konstruksi, menurut responden yang bekerja sebagai tukang / pekerja lapangan; yang menduduki peringkat

Penelitian ini juga memaparkan tentang kendala yang dialami guru ketika menyampaikan sesuatu kepada siswa tunanetra yaitu kendala dalam menyampaikan suatu hal baru dan

“Implikasi hukum lelang hak tanggungan tanpa melalui restrukturisasi kredit bahwa Restrukturisasi kredit didasarkan atas Pera- turan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/

Kecenderungan skala usaha dalam jumlah yang terbatas pada kedua model usaha seperti ini hanya untuk mendapatkan keuntungan seadanya, disesuaikan dengan modal (uang) yang

Mengambil seluruh tindakan legislatif, administratif dan tindakan lain yang penting untuk menjamin akses yang adil, tanpa diskriminasi berdasarkan orientasi seksual atau

Ide pembentukan KPH pada wilayah tersebut sangat menarik dari sisi penguasaan lahan hutan karena kawasan hutan seluas sekitar 54.000 ha tersebut, yang terdiri atas Hutan