• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR SAG FINAL PROG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS AKHIR SAG FINAL PROG"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Garam merupakan salah satu komoditas strategis yang memiliki arti penting di Indonesia. Kebutuhan akan garam yang terus meningkat tidak dapat diimbangi dengan kemampuan produksi dalam negeri. Sehingga, kebutuhan Nasional akan garam diimbangi dengan diterapkannya kebijakan impor untuk komoditi garam. Untuk kebijakan impor garam pemerintah menerapkan beberapa kebijakan antara lain: kebijakan Pembatasan spesifik (specific limitation) berupa Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu menerapkan standar SNI, Perizinan impor (import licence) tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam, Partisipasi pemerintah (government participation) (Peraturan Menteri Perindustrian nomor 88 tahun 2014 tentang Peta Panduan (Road Map) Pembangunan Klaster Industri Garam dengan sasaran jangka pendek dan jangka panjang, Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam, Pemerintah melalui kementerian Kelautan dan Perikanan membuat target subsitusi garam sebesar 50% melaui program intensifikasi 10.000 Hektar lahan yang tersebar di Indonesia seperi Madura dan di wilayah pantai utara pulau jawa yang dalam perencaannnya terealisasi pada tahun 2017, dan penetapan bea masuk atas barang impor juga berlaku untuk komoditi garam. berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Nomor 6/PMK.010/2017 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor menetapkan bahwa komoditi garam memiliki beban bea yang harus dibayarkan Importir kepada pemerintah Indonesia. Penetapan bea masuk mencegah terjadinya pengadaan garam industri untuk penggunaan garam konsumsi. Penetapan bea masuk yang berbeda antara jenis-jenis garam dimaksudkan agar terciptanya perlindungan kepada produsen dan konsumen garam dalam negeri. Pembebanan bea masuk 5-10% dibebankan kepada jenis garam yang diperuntukkan untuk garam konsumsi. Pembebasan bea masuk atau bea masuk 0% diperuntukkan untuk garam industri.

(2)
(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR TABEL...iv

DAFTAR GAMBAR...iv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. LATAR BELAKANG...1

1.2 TUJUAN...2

BAB II PEMBAHASAN...3

2.1 PENGERTIAN IMPOR...3

2.1.1 DASAR HUKUM EKSPOR IMPOR...3

2.1.2 DEFINISI...3

2.2 TUJUAN KEGIATAN IMPOR...4

2.3 KEBIJAKAN IMPOR...4

2.3.1 KEBIJAKAN PROTEKSI...4

2.3.2 KEBIJAKAN SUBTITUSI IMPOR...7

2.4 KEBIJAKAN PELARANGAN IMPOR...7

2.5 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN IMPOR GARAM DI INDONESIA...9

BAB III PENUTUP...17

3.1. KESIMPULAN...17

3.2 SARAN...19

DAFTAR PUSTAKA...19

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Neraca Garam Nasional, 2010-2015 (Dalam Ton)...10 Tabel 2.2. Tarif Beban Masuk Garam Impor...16

DAFTAR GAMBAR

(5)
(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu dari negara yang termasuk dalam klasifikasi negara berkembang berpendapatan tinggi menurut klasifikasi World Bank berdasarkan pendapatan per kapita. Hal tersebut berdasarkan kondisi pendapatan per kapita negara Indonesia sampai dengan Tahun 2017 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 3.605,1 dollar AS. Salah satu ciri dari negara berkembang adalah kegiatan impor yang dilakukan lebih besar dari kegiatan ekspor suatu negara.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa selama Tahun 2017, Indonesia telah melakukan kegiatan impor sebesar 15,06 miliar USD dengan 83% diantaranya merupakan komoditi non migas atau sebesar 12,51 miliar USD. Kegiatan impor tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan data Desember 2016 sebesar 17,83% secara keseluruhan. Sedangkan untuk segmen non migas sendiri juga mengalami peningkatan kegiatan impor sebesar 12,87%. Sedangkan untuk kegiatan ekspor, Indonesia telah melakukan kegiatan tersebut sebanyak 14,79 miliar USD dengan 89% diantaranya merupakan komoditi non migas atau setara dengan 13,28 miliar USD. Secara total, kegiatan ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 6,93% sejak Desember 2016. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan impor yang dilakukan Indonesia lebih tinggi daripada kegiatan ekspor sejak 2 tahun terakhir. Hal tersebut sejalan dengan besarnya presentase peningkatan kegiatan impor dibandingkan ekspor pada dari Tahun 2016 hingga 2017.

Jenis komoditas yang di impor oleh Indonesia bukan merupakan komoditas yang tidak mampu diproduksi sendiri, melainkan hasil produksi nasional tidak mampu memenuhi besarnya kebutuhan salah satunya adalah komoditas garam.

(7)

keharusan untuk menggunakan komoditi garam dalam berbagai kegiatan industri dan rumah tangga. Beragamnya industri yang membutuhkan penggunaan garam, sejalan dengan beragamnya kandungan garam yang dibutuhkan pada masing-masing industri tersebut.

Sampai dengan saat ini, kendala yang dihadapi di Indonesia adalah terbatasnya jenis garam yang mampu diproduksi nasional. Mayoritas garam yang diproduksi oleh dalam negeri merupakan garam rumah tangga, dimana garam tersebut memiliki kandungan NaCl dibawah 94%. Sedangkan kebutuhan garam terbesar adalah oleh industri. Indonesia telah melakukan kegiatan impor garam sejak Tahun 1990 sampai dengan saat ini. Informasi yang diperoleh dari Buletin APBN Edisi 18 Vol.I, Bulan September 2016, bahwa total kebutuhan garam Nasional sejak Tahun 2011 hingga 2014 terus mengalami peningkatan. Sedangkan produksi garam nasional di tahun 2011 sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan. Data Tahun 2014 menunjukkan bahwa kebutuhan akan garam secara nasional adalah sebesar 3.611.990 Ton dengan 59% diantaranya merupakan garam kebutuhan industri yang memerlukan spesifikasi khusus dengan kandungan NaCl yang cukup tinggi. Sedangkan total produksi garam nasional adalah sebesar 2.192.168 Ton. Angka tersebut tidak mampu mengakomodir seluruh kebutuhan garam nasional. Sehingga pada tahun yang sama, pemerintah melakukan impor garam sebesar 2.251.577 Ton. Sampai dengan Bulan Juni 2017, komoditi garam yang telah diimpor oleh Indonesia sebesar 253,8 ribu Ton.

(8)

1.2 TUJUAN

Adapun tujuan pembuatan makalah “Kebijakan Impor Komoditi Garam di Indonesia” adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi tugas akhir mata kuliah Matrikulasi Sistem Agribisnis, Manajemen Bisnis, IPB, Angkatan E.66

2. Memahami ilmu pengetahuan mengenai kebijakan Impor di Indonesia 3. Memahami implementasi kebijakan impor pada komoditi garam di

Indonesia

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN IMPOR

2.1.1 DASAR HUKUM EKSPOR IMPOR

Berata (2014) menerangkan bahwa pabean, atau costums, adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan bea masuk pajak dalam rangka impor dan bea keluar untuk ekspor. Kegiatan ekspor impor berdasar hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Undang-undang inilah yang mengatur keberadaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Indonesia.

(9)

2.1.2 DEFINISI

Sutedi (2014) menerangkan bahwa saat ini tidak ada negara yang dapat hidup tanpa berhubungan dengan negara lain. Semua negara di dunia senantiasa berhubungan dengan negara lain dalam berbagai bentuk. Hubungan itu tidak terbatas berupa hubungan yang dilakukan pemerintah saja, tetapi juga perusahaan dan perorangan. Hubungan antar perusahaan terutama dalam bentuk perdagangan. Perdagangan yang melibatkan para pihak lebih dari satu negara disebut perdagangan internasional (international trade) atau bisnis internasional (international business).

Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama dilaksanakan melalui perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli internasional dikenal dengan sebutan perjanjian ekspor impor.

Secara sederhana, pengertian impor adalah kegiatan memasukkan barang dari luar daerah Indonesia atau dikenal juga dengan sebutan daerah pabean ke dalam daerah Indonesia. Adapun menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dijelaskan bahwa impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan impor disebut importir. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meilputi wilayah darat, perairan, ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen. Setiap orang atau perusahaan yang berbadan hukum bila akan melakukan kegiatan impor, terlebih dahulu melengkapi data-data perusahaan, diantaranya Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perdagangan (TDP).

(10)

Bagi perkembangan perekonomian, transaksi impor merupakan suatu kegiatan ekonomi yang penting. Dalam situasi perekonomian dunia yang belum menggembirakan, saat ini berbagai usaha dilakukan oleh setiap Negara untuk meningkatkan sektor ekspornya. Adapun manfaat dari kegiatan impor bagi Indonesia antara lain memperoleh produk ataupun jasa yang tidak ada di Indonesia, memperoleh teknologi yang modern, memperoleh bahan baku, serta menjaga kestabilan harga.

2.3 KEBIJAKAN IMPOR

Hadiwinata (2002) menerangkan bahwa dalam rangka melindungi produksi dalam negerinya dari ancaman produk sejenis yan diproduksi di luar negeri, maka pemerintah suatu negara biasanya akan menerapkan atau mengeluarkan suatu kebijakan perdagangan internasional di bidang impor. Kebijakan ini secara langsung maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi/mendorong pertumbuhan industri dalam negeri (domestik) dan penghematan devisa negara.

2.3.1 KEBIJAKAN PROTEKSI

Dalam praktek perdagangan internasional, sekalipun banyak negara mengklaim sebagai pendukung perdagangan bebas, tetapi demi kepentingan perlindungan industri dalam negeri masing-masing hampir semua negara menerapkan kebijakan yang membatasi masuknya produk asing ke pasar domestik. Ada dua cara yang umum dilakukan suatu negara untuk membatasi aliran produk asing, yakni penetapan tarif pungutan impor yang lazim dikenal dengan istilah tariff barriers (hambatan tarif) serta pembatasan barang melalui peraturan-peraturan khusus yang dikenal dengan sebutan non-tariff barriers (NTBs).

(11)

Tarif pada dasarnya adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh seorang importir kepada pemerintah untuk membawa masuk suatu barang ke negaranya. Pemberlakuan pungutan impor ini pada umumnya dilakukan dengan dua cara. Pertama, jumlah pembayaran yang ditetapkan per unit barang, tanpa memandang nilai barang tersebut, yang lazim dikenal dengan istilah bea masuk atau cukai spesifik. Kedua, jumlah pembayaran yang ditetapkan berdasarkan nilai setiap barang yang diimpor. Sistem ini dikenal sebagai tarif ad valorem. Perbedaannya dengan tarif konvensional adalah bahwa jumlah uang yang harus dibayarkan sangat bergantung kepada nilai jual barang tersebut.

Pembebanan tarif terhadap suatu barang dapat mempunyai efek terhadap perekonomian suatu negara, khususnya terhadap pasar barang tersebut. Beberapa efek tarif tersebut adalah efek terhadap harga (price effect), efek terhadap konsumsi (comsumption effect), efek terhadap produk (protective/import substitution effect), serta efek terhadap redistribusi pendapatan (redistribution effect).

Alasan pembebanan tarif yakni:

1. Yang secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan  Memperbaiki dasar tukar

Pembebanan tarif dapat mengurangi keinginan untuk mengimpor. Ini berarti bahwa untuk sejumlah tertentu ekspor menghendaki jumlah impor yang lebih besar, sebagian daripadanya diserahkan kepada pemerintah sebagai pembayaran tarif.

Infant-industry

Pembebanan tarif terhadap barang dari luar negeri dapat memberi perlindungan terhadap industri dalam negeri yang sedang tumbuh ini.  Diversifikasi

Pembebanan tarif industri dalam negeri dapat berkembang sehingga dapat memperbanyak jumlah serta jenis barang yang dihasilkan terutama oleh negara yang hanya menghasilkan satu atau beberapa macam barang saja.

(12)

Pembebanan tarif mengakibatkan turunnya impor dan menaikkan produksi dalam negeri.

Anti-dumping

Pembebanan tarif terhadap barang yang berasal dari negara yang menjalankan politik dumping supaya tidak terkena akibat jelek daripada politik tersebut.

2. Yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan  To keep money at home

Dengan pembebanan tarif impor, maka impor akan berkurang sehingga akan mencegah larinya uang ke luar negeri.

The low wage

Negara yang tingkat upahnya tinggi tidak dapat mengadakan hubungan dengan negara yang tingkat upahnya rendah tanpa menanggung risiko akan turunnya tingkat upah. Untuk melindungi para pekerja yang upahnya tinggi dari persaingan para pekerja yang upahnya rendah maka negara yang tingkat upahnya tinggi tersebut perlu membebankan tarif bagi barang yang berasal dari negara yang tingkat upahnya rendah

Home market

3. Yang tidak dapat diuji atau dibuktikan, karena mengandung premis ekonomi yang salah

2.3.1.2 Hambatan Non Tarif (Non-Tariff Barriers)

Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional.

A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif (non-tariff barrier) sebagai berikut :

(13)

Pembatasan spesifik meliputi larangan impor secara mutlak, pembatasan impor (quota system), peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, peraturan kesehatan / karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan, perizinan impor (import licence), embargo, dan hambatan pemasaran / marketing.

2. Peraturan bea cukai (customs administration rules):

Peraturan bea cukai meliputi tatalaksana impor tertentu, penetapan harga pabean, penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex control), consulat formalities, peraturan pengemasan ( packaging / labelling regulations), dokumentasi yang dibutuhkan, pengujian standard mutu (quality and testing standard), pungutan administrasi (fees), dan klasifikasi tarif (tariff classification).

3. Partisipasi pemerintah (government participation)

Partisipasi pemerintah meliputi pembentukan kebijakan pengadaan pemerintah, subsidi dan insentif ekspor, countervailing duties, domestic assistance programs, dan trade-diverting

4. Biaya Impor (Import charges)

Biaya Impor meliputi import deposits, supplementary duties, dan Variable levies

2.3.2 KEBIJAKAN SUBTITUSI IMPOR

(14)

2.4 KEBIJAKAN PELARANGAN IMPOR

Selain memiliki dampak positif, perdagangan internasional memiliki dampak negatif bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya, terutama terhadap produk dalam negeri yang memiliki daya saing lemah. Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai macam kebijakan, salah satunya kebijakan pelarangan impor. Kebijakan ini, secara langsung maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk mendorong atau melindungi pertumbuhan industri dalam negeri (domestik) dan penghematan devisa negara.

Kebijakan larangan impor adalah tidak diperbolehkannya barang asing yang berasal dari luar negeri untuk masuk ke dalam negara bersangkutan dengan alasan-alasan tertentu, baik alasan-alasan kesehatan, ekonomi atau politik. Sebagai contoh, suatu negara menerapkan pelarangan impor sapi yang bertujuan agar para peternak sapi bisa berkembang dan tidak bergantung pada luar negeri. Sehubungan dengan itu menurut Ahman “pelarangan impor barang tertentu merupakan pelarangan atau pembatasan impor barang-barang tertentu, terutama terhadap barang yang diproduksi di dalam negeri yang dianggap memiliki daya saing lemah” (Ahman, 2006).

Selain dari yang disebutkan diatas, kebijakan larangan impor dilakukan untuk menghindari barang yang dapat merugikan masyarakat. Misalnya melarang impor daging sapi yang mengandung penyakit Anthrax. Kebijakan ini biasanya dilakukan karena alasan politik dan ekonomi. Menurut Dijen KPI Kemendag tahun 2011 dalam Firii (2014), ada tiga sasaran kebijakan larangan impor, yaitu:

1. Kebijakan Larangan Impor Berorientasi Lingkungan Hidup.

2. Kebijakan Larangan Impor Untuk Melindungi Industri Dalam Negeri dan 3. Menjaga Balance of Payments

(15)

diperlukan industri dalam negeri yang bervariasi yaitu misalnya industri kimia memerlukan garam dengan kandungan NaCl minimal 96%, industri makanan dan minuman memerlukan garam dengan kandungan NaCl minimal 97%, serta industri farmasi memerlukan garam dengan kandungan NaCl yang lebih tinggi lagi yaitu minimal 99,8%. Industri perminyakan memerlukan garam dengan kandungan NaCl yang sedikit lebih rendah yaitu minimal 95%, serta industri water treatment dan penyamakan kulit memerlukan garam dengan kandungan NaCl yang lebih rendah yaitu 85%. Selain garam dengan kualitas kadar NaCl yang tinggi, kualitas garam lain yang dipersyaratkan oleh industri adalah batas maksimal kandungan logam berat seperti kalsium dan magnesium yang tidak boleh melebihi 400 ppm untuk industri aneka pangan, ambang batas maksimal 200 ppm serta kadar air yang rendah untuk industri chlor alkali plan (Gatra, 2015). Terlihat bahwa garam yang dibutuhkan sektor industri menuntut kualitas yang lebih tinggi dibandingkan untuk garam konsumsi rumah tangga atau garam lokal.

Apabila dibandingkan antara kebutuhan nasional dan kemampuan produksi, maka produksi garam nasional hanya mampu memenuhi kebutuhan dari sisi konsumsi saja, sementara untuk kebutuhan bahan baku industri masih bergantung pada impor. Meskipun garam konsumsi telah dipenuhi oleh produksi dalam negeri, namun ternyata sebagian besar produksi garam rakyat tersebut masih membutuhkan proses pengolahan lebih lanjut untuk dapat memenuhi segala standar yang dibutuhkan hingga layak dikonsumsi oleh masyarakat (Efendy, Zainuri dan Hafiluddin, 2014). Di sisi lain, pemerintah juga harus melindungi sektor industri yang membutuhkan garam. Mereka juga merupakan stakeholder penting yang harus dilindungi terkait dengan kebijakan garam, dan jangan sampai kebijakan yang diambil oleh pemerintah merugikan salah satu stakeholder penting tersebut. Hal ini mengingat bahwa industri pengguna garam juga sangat memegang peranan penting dalam ekonomi.

(16)

satu sisi pemerintah harus melidungi petani garam mengingat bahwa 85% produksi di Indonesia dihasilkan oleh garam rakyat dan hanya 15% dari total produksi garam yang dihasilkan oleh PT. Garam (KKP, 2015). Meskipun produksi garam dalam negeri yang sebenarnya dari jumlah tidak sedikit, namun karena produksi garam tidak dikelola dengan teknologi tinggi maka sebagian besar garam yang dihasilkan petani rakyat masih menghadapi kendala dalam menghasilkan garam dengan kualitas yang memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh industri.

Itulah sebabnya pemerintah Indonesia tidak menerapkan kebijakan pelarangan impor garam industri sehingga mengeluarkan Permendag 125 Tahun 2015 tentang ketentuan impor garam. Permendag tersebut juga merupakan realisasi dari deregulasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada 2015, untuk mendongkrak pertumbuhan industri dan ekonomi. Di sisi lain, keluarnya peraturan tersebut merupakan tentangan bagi penambak garam dalam negeri untuk bisa meningkatkan produksi dan mutu garam produksinya, agar bisa digunakan bahan baku bagi industri. Sehubungan dengan dibukanya keran impor garam, pemerintah akan tetap ingin membenahi tata niaga garam meski tidak ada larangan impor lantaran saat ini bisnis garam yang berasal dari impor menjadi sarang praktik monopoli.

2.5 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN IMPOR GARAM DI INDONESIA

(17)

Gambar 2.1. Pengelempokan Garam Permenperin No.88/M-IND/PER/10/2014

(18)

Tabel 2.1. Neraca Garam Nasional, 2010-2015 (Dalam Ton)

No. Uraian Tahun Tren

(%)

2010 2011 2012 2013 2014 2015

2010-2015 I Kebutuhan 3.003.550 3.228.750 3.270.086 3.573.954 3.532.719 3.750.284 4,29

Garam

Konsumsi 1.200.800 1.426.000 1.466.336 1.546.454 1.281.494 1.303.095

0,4

Garam

Industri 1.802.750 1.802.750 1.802.750 2.027.500 2.251.225 2.447.189 6,8 II Produksi 30.600 1.113.118 2.071.601 1.087.715 2.190.000 2.840.000 98,7 III Impor 2.083.285 2.835.755 2.212.507 1.922.269 2.267.095 1.861.850 -3.85

Sumber: KKP(2016) dalam Ingot dan Titis (2016)

Produksi garam nasional saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi. Tidak dapat terpenuhinya kebutuhan garam disebabkan oleh dua faktor utama yaitu kemampuan produksi dan kualitas hasil yang rendah. Keadaan tersebut didasari kepada teknologi produksi masih bergantung kepada cuaca dan iklim kemarau yang relatif pendek, produksi garam dengan pola padat karya, lokasi penggaraman mempunyai skala yang bervariasi, struktur kepemilikan lahan, keterbatasan modal, serta harga garam yang rendah sehingga terjadi alih fungsi lahan pegaraman rakyat (Lintang, 2013 dalam Syarifudin, 2013)

Kualitas garam yang dihasilkan dalam hal ini kandungan NaCl yang rendah juga mengakibatkan garam rakyat tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku Industri. Berdasarkan faktor-faktor di atas pemerintah mengambil langkah untuk melakukan Kebijakan Impor Garam.

(19)

Untuk kebijakan impor garam pemerintah menerapkan kebijakan non tarif barrier antara lain;

1. kebijakan Pembatasan spesifik (specific limitation)

a. berupa Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu menerapkan standar SNI. Penerapan aturan ini dapat melindungi konsumen dari masuknya produk-produk berkualitas rendah. Penerapan SNI dapat juga melindungi industri dalam negeri karena dalam standar bisa dibuat suatu spesifikasi khusus yang dapat diterapkan industri dalam negeri namun sulit diterapkan oleh industri di luar negeri.

b. Perizinan impor (import licence)

Tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam.

Yang mana pelaku impor harus memiliki izin dari pemerintah sebelum melakukan impor garam. Hal ini bertujuan agar aktifitas impor dilakukan jika industry dalam negeri tidak bisa memenuhi permintaan garam oleh konsumen, ini bertujuan agar industri garam dalam negeri dapat terlindungi dari dampak negatif produk luar negeri.

2. Partisipasi pemerintah (government participation) berupa:

a. Peraturan Menteri Perindustrian nomor 88 tahun 2014 tentang Peta Panduan (Road Map) Pembangunan Klaster Industri Garam dengan sasaran jangka pendek dan jangka panjang yaitu:

 Jangka pendek (2010-2014):

Intensifikasi Peningkatan produktifitas lahan dan kualitas produk garam

Fasilitasi Infrastruktur (saluran primer, sekunder dan pintu air), penerapan

manajemen mutu lahan dan sistem panen untuk meningkatkan produktifitas lahan pengaraman dan kualitas garam rakyat.

Peningkatan produksi, distribusi dan konsumsi garam beryodium

Ekstensifikasi lahan produksi garam

 Jangka panjang (2010-2025):

(20)

Indonesia mampu swasembada garam konsumsi dan industri

Melanjutkan ekstensifikasi lahan produksi garam

Yodisasi garam

b. Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Dalam peraturan ini importer harus mendapat persetujuan pemerintah terlebih dahulu sebelum melakukan impor, yang mana pemerintah akan mengkaji kebutuhan garam dalam negeri baik untuk konsumsi mapun untuk industri dan besar produksi garam dalam negeri sehingga Pelaksanaan impor betul sesuai kebutuhan. Selain itu garam yang diimpor juga melalui seleksi berupa spesifikasi dan kualitas yang susai dengan Standard Nasional Indonesia (SNI)

Pemerintah melalui kementerian Kelautan dan Perikanan membuat target subsitusi garam sebesar 50% melaui program intensifikasi 10.000 Hektar lahan yang tersebar di Indonesia seperi Madura dan di wilayah pantai utara pulau jawa yang dalam perencaannnya terealisasi pada tahun 2017.

Hal ini juga didukung oleh Kementerian Perindustrian melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor. 88 tahun 2014 Tentang Peta Panduan (Road Map) Pembangunan Klaster Industri Garam.

Dapat disimpulkan kebijakan pemerintah untuk merealisasikan subtitusi impor garam untuk saat ini yaitu:

1) Intensifikasi lahan untuk industri garam

Dengan tujuan meningkatkan produksi garam dan peningkatan kualitas garam 2) Perbaikan fasilitas infrastruktur

Seperti perbaikan saluran primer, sekunder, pintu air, pembuatan kolam air tua, pemasangan geo isolator, geo membran dan lainnya hal ini juga bertujuan untuk produktifitas lahan dan kualitas garam.

3) Peningkatan produksi, distribusi, dan konsumsi garam beryodium untuk mencapai USI (universal salt lodization)

(21)

Dengan pengembangan lahan diseliruh Indonesia seperti Madura-sampang 2000 ha, NTB Bima 500 ha, NTT Flores 2000 ha, Kupang 6000 ha.

5) Pengembangan Kelembagaan

Berupa pembinaan asosiasi produsen garam secara berkesinambungan, menfasilitasi berdirinya unit usaha bersama/koperasi, Menfasilitasi berdirinya UPT garam, koordinasi instansi/ lembaga terkait baik di pusat maupun di daerah dalam rangka pembinaan industri garam.

Dengan terlaksananya kebijakan subtitusi impor garam diatas kita optimis bisa mensubtitusi impor garam sebesar 50% atau sekitar 1000 ton garam dari 2000 ton total impor garam pada tahun 2016.

Selain itu dari data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti yang diutaran Ibu Susi Pudjiastuti pada senin 5 Januari 2015 kepada detik finance kita mengalami surplus 500.000 ton produksi garam konsumsi, ini juga bisa dimanfaatkan untuk subtitusi impor garam industri.

Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mengatur regulasi dan tata aturan mengenai impor garam dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesi Nomor: 230 MPP/Kep/7/1997 tentang barang yang Diatur Tata Niaga Impornya yang kemudian mengalami pengkhususan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 20/M-DAG/PER/9/2005 tentang ketentuan impor garam dan selanjutnya mengalami beberapa kali perubahan mula dari:

1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 44/M-DAG/PER/10/2007 tentang Ketentuan Impor Garam,

2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 58/M-DAG/PER/9/2012 tentang Ketentuan Impor Garam,

3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 88/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Garam, hingga

(22)

Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Garam telah mencabut peraturan-peratuan menteri sebelumnya karena telah dianggap sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan. Peraturan ini membahas terkait:

1. Ketentuan Garam yang dapat diimpor, perusahaan yang dapat mengimpor, dan peraturan yang harus dilaksanakan oleh importir.

2. Rencana kebutuhan ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kemenentrian terkait.

3. Garam konsumsi hanya dapat diimpor oleh BUMN yang ditugaskan oleh Pemerintah dengan keadaan apabila terjadinya gagal panen raya atau kebutuhan garam konsumsi tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri.

Dikeluarkannya Permendag No 125/M-DAG/PER/12/2015 memiliki tujuan agar terciptanya peningkatan daya saing nasional dengan adanya penyederhanaan regulasi pada proses perizinan impor garam. Akan tetapi, penyederhanaan izin tersebuh ditanggapi berbeda dari sisi produsen garam dalam negeri khususnya para petani garam (garam rakyat) yang menguasai lebih dari 80% produksi dalam negeri. Para petani garam berpendapat kebijakan yang terbaru menghilangkan kewajiban-kewajiban penyerapan garam rakyat dan persyaratan-persyaratan yang dinilai memberatkan impor garam sudah tidak ada lagi. Selain itu, peraturan tersebut membuat siapa saja dapat melakukan imporkapan saja dan tanpa adanya pengaturan harga (Jajeli, 2016).

(23)

Permasalahan yang timbul pada penentuan rencana kebutuhan garam industri adalah ketidakcocokannya data antara lembega/kementrian terkait dalam hal ini Kementrian Kelautan dan Perikanan yang bertanggung jawab atas produksi garam rakyat dan perusahaan, Kementrian Perindustrian yang bertanggung jawab terhadapproduksi dan kebutuhan garam untuk industri manufaktur, dan Kementrian Perdagangan yang bertanggung jawab tata niaga, ekspor, dan impor garam. Maka, diperlukan lembaga diluar ketiga kementrian tersebut yang bergerak secara independen untuk mengumpulkan dan mengolah data terkait kebutuhan garam serta kemampuan produski dalam negeri.

Kebijakan impor garam melarang importir untuk memperdagangkan dan /atau memindahtangankan garam industri yang telah diimpornya kepada pihak lain. Akan tetapi, menurut Ardiyanti (2016) perbedaan klasifikasi garam antara garam dunia dengan garam nasional juga dapat menimbulkan permasalahan perdagangan luar negeri khususnya pada saat impor. Klasifikasi garam dunia berdasarkan kode HS tidak membedakan peruntukkan garam konsumsi ataupun garam industri sehingga garam impor yang masuk ke dalam negeri masih sulit dibedakan apakah garam tersebut garam konsumsi atau garam produksi yang meningkatkan resiko merembesnya garam impor sebagai garam konsumsi.

(24)

Tabel 2.2. Tarif Beban Masuk Garam Impor

2 2501.00.20 Garam batu tidak diproses 10,0%

3 2501.00.30 Air Laut 10,0%

Lain-lain:

4 2501.00.91 Dengan kandungan natrium klorida lebih dari 60% tetapi kurang dari 97%, dihitung dari basis kering diperkaya dengan yodium

10,0%

5 2501.00.92 Dengan kandungan natrium klorida 97 % atau lebih tetapi kurang dari 99,9%, dihitung dari basis kering

0,0%

Sumber : Peraturan Menteri Keuangan Republik Nomor 6/PMK.010/2017.

Penetapan bea masuk yang berbeda antara jenis-jenis garam dimaksudkan agar terciptanya perlindungan kepada produsen dan konsumen garam dalam negeri. Pembebanan bea masuk 5-10% dibebankan kepada jenis garam yang diperuntukkan untuk garam konsumsi. Pembebasan bea masuk atau bea masuk 0% diperuntukkan untuk garam industri. Hal ini dimaksudkan agar produsen dalam negeri (garam rakyat) yang saat ini baru mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi dapat terlindungi dari persaingan harga garam impor yang memiliki harga lebih murah dibandingkan harga garam produksi dalam negeri.

(25)

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Garam merupakan salah satu komoditas strategis yang memiliki arti penting di Indonesia. Mengingat garam tidak hanya digunakan untuk keperluan rumah tangga namun juga sebagai bahan baku yang diperlukan dalam berbagai dunia industri.

Produksi garam nasional saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi. Kualitas garam yang dihasilkan dalam hal ini kandungan NaCl yang rendah juga mengakibatkan garam rakyat tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku Industri. Berdasarkan faktor-faktor di atas pemerintah mengambil langkah untuk melakukan Kebijakan Impor Garam.

Upaya pemerintah dalam melakukan kebijakan pada garam pada dasarnya memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari segi konsumsi maupun industri. Selain itu, kebijakan tersebut juga dapat melindungi dan memberikan peluang agar usaha dibidang garam dapat tumbuh dan berkembang. Berbagai kebijakan terkait impor garam telah diimplementasikan dan dievaluasi penerapannya oleh pemerintah.

Untuk kebijakan impor garam pemerintah menerapkan beberapa kebijakan antara lain:

1. kebijakan Pembatasan spesifik (specific limitation) (berupa Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu menerapkan standar SNI. Penerapan aturan ini dapat melindungi konsumen dari masuknya produk-produk berkualitas rendah),

(26)

Hal ini bertujuan industri garam dalam negeri dapat terlindungi dari dampak negatif produk luar negeri)

3. Partisipasi pemerintah (government participation) berupa:

a. Peraturan Menteri Perindustrian nomor 88 tahun 2014 tentang Peta Panduan (Road Map) Pembangunan Klaster Industri Garam dengan sasaran jangka pendek dan jangka panjang yaitu:

 Jangka pendek (2010-2014):

Intensifikasi Peningkatan produktifitas lahan dan kualitas produk

garam

 Fasilitasi Infrastruktur (saluran primer, sekunder dan pintu air), penerapan manajemen mutu lahan dan sistem panen untuk meningkatkan produktifitas lahan pengaraman dan kualitas garam rakyat.

Peningkatan produksi, distribusi dan konsumsi garam beryodium

 Ekstensifikasi lahan produksi garam

 Jangka panjang (2010-2025):

 Melanjutkan intensifikasi Peningkatan produktifitas lahan dan

kualitas produk garam

 Indonesia mampu swasembada garam konsumsi dan industri

 Melanjutkan ekstensifikasi lahan produksi garam

 Yodisasi garam

b. Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Dalam peraturan ini importer harus mendapat persetujuan pemerintah terlebih dahulu sebelum melakukan impor, yang mana pemerintah akan mengkaji kebutuhan garam dalam negeri baik untuk konsumsi mapun untuk industri melalui seleksi berupa spesifikasi dan kualitas yang susai dengan Standard Nasional Indonesia (SNI). c. Pemerintah melalui kementerian Kelautan dan Perikanan membuat

(27)

pantai utara pulau jawa yang dalam perencaannnya terealisasi pada tahun 2017.

d. Penetapan bea masuk atas barang impor juga berlaku untuk komoditi garam. berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Nomor 6/PMK.010/2017 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor menetapkan bahwa komoditi garam memiliki beban bea yang harus dibayarkan Importir kepada pemerintah Indonesia. Penetapan bea masuk mencegah terjadinya pengadaan garam industri untuk penggunaan garam konsumsi. Penetapan bea masuk yang berbeda antara jenis-jenis garam dimaksudkan agar terciptanya perlindungan kepada produsen dan konsumen garam dalam negeri. Pembebanan bea masuk 5-10% dibebankan kepada jenis garam yang diperuntukkan untuk garam konsumsi. Pembebasan bea masuk atau bea masuk 0% diperuntukkan untuk garam industri. Hal ini dimaksudkan agar produsen dalam negeri (garam rakyat) yang saat ini baru mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi dapat terlindungi dari persaingan harga garam impor yang memiliki harga lebih murah dibandingkan harga garam produksi dalam negeri.

3.2 SARAN

1. Adanya Integrasi pengembangan industri garam

2. Pembangunan gudang garam nasional dan penerapan sistem resi gudang (SRG) sebagai sistem jaminan persediaan garam

3. Perbaikan teknologi agar dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas garam nasional, salah satunya dengan

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Ahman, Eeng. 2006. Membina Kompetensi Ekonomi. Bandung (ID): PT Grafindo Media Pratama

Ardiyanti ST. 2016. Produkis Garam Indonesia Di dalam: Zamroni S, Ernawati M, editor. Info Komoditi Garam. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Al Mawardi Prima, Jakarta. hlm 7-30.

Berata IKO. 2014. Panduan Praktis Ekspor Impor. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Grup.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Nilai ekspor Indonesia Desember 2017 mencapai US$14,79 miliar dan Nilai impor Indonesia Desember 2017 mencapai US$15,06 miliar. [Internet]. [diunduh 2018 Februari 20]. Dapat diunduh dari: https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/01/15/1416/nilai-ekspor-indonesia- desember-2017-mencapai-us-14-79-miliar-dan-nilai-impor-indonesia-desember-2017-mencapai-us-15-06-miliar.html

[Detik.com]. 2015. Cara Menteri Susi Stop Impor Garam. [Internet]. [diunduh 2018 Feb 19]. Tersedia Pada: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2794697/ini-cara-menteri-susi-setop-impor-garam-mulai-akhir-2015

Effendy, M.,Zainuri, M., Hafiluddin. 2014. Persembahan Program Studi Ilmu Kelautan untuk Maritim Madura. Intensifikasi Lahan Garam Rakyat di Kabupaten Sumenep. Bangkala (ID): UTM Press

Firii. 2014. “Pelarangan Impor”, Pelarangan Impor Sebagai Bentuk Kebijakan Pemerintah Mengatur Kondisi Perdagangan Indonesia. [Internet]. [diunduh 2018 Feb 19]. Tersedia pada: https://firiijb.wordpress.com/2014/06/12/pelarangan-

impor-sebagai-bentuk-kebijakan-pemerintah-dalam-mengatur-kondisi-perdagangan-di-indonesia/

(29)

http://katadata.co.id/berita/2017/02/22/lindungi-industri-domestik-menperin-dorong-kebijakan-non-tarif

Gatra. 2015. Hingga Akhir 2015, Kebutuhan Garam Nasional 2.6 Juta Ton. [Internet].

[diunduh 2018 Feb 15]. Tersedia pada:

http://www.gatra.com/ekonomi/industri/143400-hingga-akhir-2015,-kebutuhan-garam-nasional-2,6-juta-ton

Hadiwinata BS. 2002. Politik Bisnis Internasional. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Hariyanti, Dini. 2015. Utamakan Domestik, Cheetam Substitusi 10% Impor Garam Industri. [Internet]. [diunduh 2018 Feb 19]. Tersedia pada:

http://industri.bisnis.com/read/20150318/257/413310/utamkan-domestik-cheetham-substitusi-10-impor-garam-industri

Ingot SR, Titis KL. 2016. Konsumsi Garam. Di dalam: Zamroni S, Ernawati M, editor. Info Komoditi Garam. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Al Mawardi Prima, Jakarta. hlm 31-47.

Jajeli R. 2016 Mar 30. Gubernur Jatim Keberatan Permendag 125 Tentang Impor Garam. Detik. [Internet]. [diunduh 2018 Feb 19]. Tersedia pada:http://finance.detik.com/industri/3175512/gubernur-jatim-keberatan-permen dag-125-tentang-impor-garam

[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2015. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Jakarta (ID):Kemendag.

[Kemenkeu] Kementeian Keuangan. 2017. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Jakarta (ID): Kemenkeu.

(30)

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2014. [Internet]. [diunduh tanggal 2018 Feb 17]. Tersedia pada: http://kkp.go.id//assets/uploads/2015/03/LAKIP-KKP-2014.pdf

Kusuma, H.2017. Ini Sederet Pangan Yang Diimpor RI. [Internet] [diunduh tanggal

2018 Feb 17]. Tersedia pada:

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3584236/ini-sederet-pangan-yang-diimpor-ri

Liputan 6. 2017. Pemerintah Kembali Buka Keran Impor Garam. [Internet]. [diunduh 2018 Feb 19]. Tersedia pada:http://bisnis.liputan6.com/read/3023018/pemerintah-kembali-buka-keran-impor-garam

Margaretha. 2012. Ciri-Ciri Negara Maju dan Berkembang. [Internet]. [2018 Feb 19]. Tersedia pada: http://margarethabinakusuma.blogspot.co.id/2012/08/negara-maju-dan-berkembang.html

Poskota News. 2017. Pendapatan Penduduk Indonesia Per Kapita Rp 47.96 Juta. [Internet]. [diunduh 2018 Feb 19]. Tersedia pada: http://poskotanews.com/2017/02/06/pendapatan-perkapita-penduduk-indonesia-rp-4796-juta/

Pramudyani, YD. 2015. Kadin Minta Pemerintah Susun Strategi Substitusi Impor. [Internet]. [diunduh tanggal 2018 Feb 19]. Tersedia pada:

https://www.antarnews.com/berita/475689/kadin-minta-pemerintah-susun-strategi-substitusi-impor

Prasetyo. S.W, Adhi. 2017. Petani Garam vs Impor Garam. [Internet]. [diunduh 2018

Feb 19]. Tersedia pada:

https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apbn-public-18.pdf

(31)

Syariffudin, 2013. Kebijakan Garam Nasional: Dilema Potensi dan Permasalahan Produksi. [Internet]. [diunduh 2018 Feb 19]. Tersedia pada:https://shalifijarresearchcenter.wordpress.com/2013/06/06/kebijakan-garam-nasional-dilema-potensi-dan-permasalahan-produksi/

Widyarama MF. 2018 Jan 23. Menteri Susi: Garam Impor Hanya Untuk Industri. Berita Umum Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. [Internet]. [diunduh 2018 Feb 19]. Tersedia pada:http://kkp.go.id/2018/01/23/menteri-susi-garam-impor-hanya-untuk-industri

Gambar

Gambar 2.1. Pengelempokan Garam Permenperin No.88/M-IND/PER/10/2014
Tabel 2.1. Neraca Garam Nasional, 2010-2015 (Dalam Ton)
Tabel 2.2. Tarif Beban Masuk Garam Impor

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi CDW paling banyak diperoleh dengan menggunakan sumber Nitrogen dari Tripton, yang merupakan nitrogen organik. Pada penggunaan nitrogen dari bahan annorganik

Pengujian akurasi memperoleh hasil akurasi sebesar 87,5% dari 40 data uji terdapat 5 ketidakcocokan antara hasil sistem dengan hasil diagnosis dokter, ketidakcocokan

Dengan kom- petensi tersebut diharapkan dapat mengurai segala permasalahan dan kesulitan yang dihadapi oleh guru, tentu dengan cara yang manusiawi agar mereka termotivasi

Pada persamaan (25),

Permasalahan yang dihadapi CV Banua adalah keterbatasan ruang gudang sehingga penumpukan dan peletakan material (bahan baku) yang digunakan sebagai bahan utama dan asesoris-

Selain daripada gudang, Pelabuhan Cirebon juga memiliki lapangan penyimpanan yang cukup luas untuk pelabuhan ekspor impor.. Lapangan di pelabuhan ini terbagi ke

(2) profitabilitas, dimana ketika perusahaan mencetak laba yang tinggi maka akan dikenakan pengujian audit yang ketat terkait pendapatan yang akan berpengaruh pada biaya

Hasil dari analisa yang diperoleh dari data mining dengan metode Regresi Linear Berganda mengenai prediksi laju pertumbuhan penduduk dapat membantu pihak Badan Pusat