• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI 1001 SENJA1 PENGGUNAAN METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI 1001 SENJA1 PENGGUNAAN METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaima"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

87

BAB III

MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK

DI NEGERI 1001 SENJA

1

PENGGUNAAN METODE PENELITIAN

Uraian Bab tiga ini hendak menerangkan bagaimana penulis berada di lokasi penelitian, beraktifitas sebagai peneliti dan menggunakan metode penelitian sebagai alat ukur dalam menghimpun potongan-potongan cerita simbol yang tersimpan dalam konsep

memori masyarakat adatis delapan suku di “Negeri 1001 Senja”.

Yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian

pada wilayah yang dijuluki “Negeri 1001 Senja”, bukan pada keindahan

senja yang telah mendunia, disaat mentari hendak merebah membungkuk memantul sinar keemasan memecah membungkus

hijaunya puncak gunung Kumawa, Fudi dan Genova, di dalam

keindahan keemasan sinar senja tersebut, terbungkus rapih sesuatu yang nir-logis, karya ilahi yang tidak pernah hilang ditelan masa. Menjadi menarik untuk diteliti adalah ketika yang nir-logis tidak diakui dalam konsep pembangunan modern, namun mereka tetap eksis

menijadi simbol yang hidup di atas tanah: Mairasi, Kuri, Irarutu,

Koiwae, Madewana, Oburauw, Napiti dan Miere. Mungkin dalam kehidupan modern mereka sebut nir-logis, akan tetapi yang nir-logis itu memiliki kekuatan dan menjadi pendorong dalam diri penulis untuk melakukan penelitian ini.

1 Penggunaan istilah Negeri 1001 Senja baru digunakan oleh Pemerintah Kabupaten

(2)

88

Walaupun dalam kenyataannya, penelitian ini didasarkan pada fenomena riil demonstrasi massa melawan implementasi kebijakan pemerintah. Fakta ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dipandang nir logis ternyata memiliki kemampuan mewarnai jalannya pemerintahan di Kabupaten Kaimana sepanjang hampir tiga periode. Karena itu, substansi permasalahan dalam penelitian ini, tidak mempersoalkan

“mengapa ada simbol”! dan atau “untuk apa simbol digunakan”! Sebab

pertanyaan mengapa ada simbol”! dan atau “untuk apa simbol

digunakan”! tidak mengurangi substansi simbol itu sendiri. Artinya, sebelum pembangunan dimulai, simbol adat masyarakat adatis tidak pernah doberi ruang bahkan seakan terabaikan. Ketika muncul gerakan demonstrasi massa dengan menggunakan simbol masyarakat adatis, barulah muncul kesadaran kalau simbol-simbol adatis benar-benar ada. Simbol yang dianggap nir logika tersebut ternyata memiliki kemampuan melampaui batas-batas otoritas dan semakin melebar jauh hingga mencapai wilayah otoritas pemerintah.

Dahulu sebelum wilayah delapan suku asli Kaimana yang

dijuluki “Negeri 1001 Senja” dinyatakan menjadi sebuah kabupaten,

hubungan masyarakat adatis bersama pemerintah dan suku-suku

nusantara di “Negeri 1001 Senja” hidup damai dan saling menghargai.

Namun setelah terbentuk menjadi sebuah kabupaten, muncul demonstrasi massa dengan menggunakan simbol adat terhadap implementasi kebijakan pemerintah. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis untuk melakukan kajian terhadap fenomena tersebut.

(3)

89

dalam melakukan penelitian ini. Dari ruang formal hingga non formal yang dilewati penulis, akhirnya bersama dengan para Dosen (pembimbing, penguji dan para sahabat), tesis ini berhasil dinarasikan

dengan judul “Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat Terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaimana”.

Memilih Lokasi Penelitian Di Negeri 1001 Senja

Memilih “Negeri 1001 Senja” sebagai tempat penelitian, tidak

didasarkan pada angan-angan, suka dan tidak suka, serta untung rugi hasil penelitian ini terhadap penulis. Penentuan sikap melakukan

penelitian “Negeri 1001 Senja” sesungguhnya didasarkan pada

fenomena sosial yang terjadi dan fenomena tersebut menarik untuk diteliti.

Jika pertanyaan yang nantinya dimunculkan oleh pihak lain seperti mengapa tertarik dan untuk apa diteliti, maka pada bagian ini penulis merunut kembali kebersamaan penulis bersama warga

masyarakat. Sejak tahun 1995–2015, penulis saat itu aktif sebagai

pegawai gereja dalam jabatan Pendeta di gereja GPI Papua (Gereja Protestan Indonesia di Papua), tepatnya di wilayah pemerintahan Distrik Teluk Arguni dan Teluk Arguni Bawah. Lebih kurang dua puluh tahun penulis bersama warga masyarakat, pemerintah, tokoh agama dan tokoh adat, kami membangun pelayanan melayani warga masyarakat dalam situasi sosial yang sangat harmonis.

(4)

90

tidak menarik dan tidak elok jika fenomena ini tidak diteliti apalagi sengaja dibiarkan.

Walaupun penulis merupakan bagian dari masyarakat setempat, dan cukup lama mengenal secara dekat tempat penelitian, tidak berarti penulis dengan gampang melakukan penelitian. Ada sejumlah prosedur yang harus ditaati untuk dilaksanakan oleh peneliti sebelum memasuki wilayah penelitian, seperti: surat keterangan penelitian dari program studi FPI (Fakultas Pembangunan Interdisiplin) UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) Salatiga. Setelah memasuki wilayah penelitian, peneliti harus melaporkan diri kepada pemerintah daerah dan mengantongi Surat Izin Penelitian dari kantor KESBANG LINMAS (Kesatuan Bangsa - Perlindungan Masyarakat) dan dari pihak kepolisian setempat POLRES (Polisi Resort) Kaimana. Kegunaan Surat Keterangan Izin Penelitian dan Surat Izin Penelitian, akan sangat berguna bagi penulis untuk memasuki wilayah penelitian untuk melakukan wawancara kepada para responden. Mengingat penelitian ini berkaitan dengan masalah yang sangat sensitif, maka prosedur mengantongi keterangan penelitian dan izin penelitian harus dilengkapi oleh penulis sebelum meneliti.

Gambar : 3.1 Peta Pulau Papua-Provinsi Papua dan Papua Barat serta lokasi Penelitian-Kabupaten Kaimana

PROVINSI PAPUA

PROVINSI PAPUA BARAT

(5)

91

Memilih Menggunakan Metode Penelitian

Berdasarkan ada bagian latar belakang masalah yang telah disampaikan pada bagian awal, maka penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Berangkat dari pandangan: John W.

Creswall (2013), Hatc (2002), serta Marshall dan Rossman (2011),2

menjelaskan bahwa metode penelitian kualitatif cenderung digunakan

pada “lingkungan alamiah” (Natural Setting). Artinya, upaya untuk mendapatkan data valid maka peneliti secara langsung harus turun di lokasi penelitian. Karena lokasi penelitian merupakan wilayah yang

cukup luas, dengan jumlah suku asli sebanyak delapan suku3, maka

penulis melakukan pemetaan wilayah penelitian menjadi lima bagian

dengan sebutan “arena”.

Tujuan pemetaan wilayah penelitian menjadi lima “arena” agar

memudahkan peneliti dalam pengambilan data. Setelah melakukan

pemetaan wilayah menjadi masing-masing “arena” maka peneliti

langsung berada di lapangan penelitian karena merujuk pada metode

penelitian kualitatif disebut bahwa “peneliti merupakan instrumen

kunci” (researcher as key instrument). Sebagai informan kunci,

peneliti harus berusaha mengambil data dari “beragam sumber data”

(multiple sources of data). Dari data yang ditemukan, peneliti

melakukan kerja “analisis data induktif dan deduktif” (inductive and

deductive data analysis). Proses analisa data induktif, merupakan upaya peneliti dalam mengelola berulang-ulang tema dan database untuk

membangun serangkaian tema yang utuh (holistic). Kemudian secara

deduktif peneliti kembali melihat data yang diperoleh dari setiap

“arena”, apakah terdapat sejumlah bukti yang dapat mendukung tema-tema yang telah dibuat, jika ternyata belum mencukupi, maka peneliti menarik simpulan dari keadaan umum untuk menentukan apakah data partisipan tersebut telah memiliki makna dari para partisipan

(participan meaning), tentang masalah yang diteliti. Jika peneliti belum

2 Lihat Research Desain, Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran,

John W. Creswell. Edisi 4. Cetakan II Tahun 2017. Hlm.249.

3 Lihat penjelasan pada bagian latar belakang ada Bab I penulis telah menguraikan

(6)

92

menemukan data yang dicarai, maka perlu melakukan penggalian data tambahan. Dengan demikian, ketika proses induktif dimulai, secara bersamaan dilakukan pula langkah-langkah deduktif sebagai bentuk

langkah maju yang disebut oleh Creswell “rancangan yang

perkembang” (emergent design).

Bagi para peneliti yang menggunakan metode penelitian kualitatif, proses penelitian selalu berkembang dinamis, artinya, strategi perencanaan penelitian awal disaat peneliti berada di lapangan penelitian, pasti mengalami perubahan. Dalam melakukan penelitian tesis ini, ternyata asumsi yang dibangun peneliti untuk lebih dahulu melakukan studi dokumen, ternyata peneliti sulit mendapatkan dokumen yang menjadi target dalam melakukan penelitian. Konetks ini disebabkan karena dokumen tersebut memiliki nilai privat, pada sisi

lain, masih ada di beberapa “arena” penelitian seperti “arena birokrasi”,

mereka tidak mendokumentasi setiap peristiwa pemalangan tersebut. Menghadapi konteks seperti ini, peneliti mengubah arah jumpa yang semula pada studi dokumen, peneliti mengarahkan perhatian pada

“arena LDA”, “arena tokoh masyarakat”, dan “tokoh adat”. Melalui

perjumpaan pada ketiga “arena” tersebut, barulah peneliti menemukan

dokumen yang dicari.

Dalam konteks seperti ini, yang dibutuhkan oleh seorang peneliti

adalah “refleksifitas” (revlexivity), ketika memasuki lapngan penelitian.

Dari keseluruhan data yang diperoleh, peneliti membuat “pandangan

menyeluruh (holistic account) terhadap semua data yang telah

diperoleh. Tugas seorang peneliti kualitatif dari data yang telah diperoleh dibuat sebuah sketsa/model dan dinampakkan pada uraian bab empat dan lima tesis ini (lihat, Creswll dan Brown, 1992).

Posisi peneliti dalam penelitian kualitatif dan pemetaan wilayah penelitian

(7)

93

menguntungkan penulis pada saat melakuan wawancara terhadap para responden, tetapi pada sisi lain, penulis akan mengalami kesulitan ketika data yang dicari telah diketahui oleh peneliti, maka masyarakat adat cenderung bersifat ekslusif, sehingga bisa saja data yang ditampilkan cenderung subjektif. Konteks ini dengan sendirinya memberi dampak terhadap kasus-kasus yang dicari oleh penulis.

Karena itu, untuk menghindari hal-hal tersebut, peneliti melakukan proses pengumpulan data. Tahapan-tehapan tersebut dilakukan dengan cara, peneliti terlebih dahulu melakukan pemetaan wilayah penelitian menjadi beberapa bagian, yang diistilah oleh

peneliti dengan sebutan “arena”. Tujuan pemetaan wilayah penelitian

menjadi beberapa “arena”, agar dari setiap “arena”, penulis dapat

menemukan data dan mencocokan setiap data untuk disesuaikan dengan tema-tema yang telah dibuat oleh penulis. Adapun pemetaan

“arena” penelitian tersebut penulis membaginya menjadi lima bagian dengan menggunakan tema pada setiap wilayah dengan sebutan sebagai berikut:

Arena responden studi dokumen

Pilihan untuk melakukan pengumpulan data, penulis

mengawalinya pada “arena studi dokumentasi”. Hal mendasar penulis

memulai pengumpulan data dari “arena studi dokumentasi”. Dari data

dokumentasi, peneliti dapat mengembangkannya sesuai petunjuk data dokumen. Satu hal yang meyakinkan penulis adalah, bahwa melalui data dokumentasi, penulis dapat menemukan sejumlah petunjuk yang memiliki kaitannya dengan arena responden lainnya.

(8)

94

Salah satu bagian dari “arena responden studi dokumentasi”

yang ditemui penulis berinisial MA, saat ditemui, penulis diberi jaminan kalau dia akan membantu memberikan dokumentasi yang dibutuhkan. Namun, beberapa minggu kemudian, ketika penulis melakukan kontak via HP (HandPhone), ternyata yang bersangkutan menyampaikan bahwa dokumen yang dia miliki telah hilang (terhapus), pada saat yang bersangkutan melakukan penginstalan komputer. Kondisi ini mengakibatkan penulis melakukan perubahan

pemetaan wilayah dengan mengubah strategi pendekatan

pengumpulan data penelitian.

Arena responden LDA (Lembaga Dewan Adat) Kabupaten Kaimana

Alasan peneliti memilih LDA sebagai arena jumpa responden, karena substansi TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) terbentuknya LDA adalah menghimpun dan mengamankan kekayaan adat delapan

suku di “Negeri 1001 Senja” yang tersimpul dalam simbol-simbol adat.

Arena responden birokrasi pemerintah

Penulis memilih birokrasi pemerintah menjadi salah satu “arena

responden”, karena peran birokrasi pemerintah sebagai pembuat sekalgus sebagai eksekutor kebijakan, terkait dengan masalah sosial

yang dihadapi oleh masyarakat di “Negeri 1001 Senja”. Karena itu,

penulis menetapkan arena birokrasi sebagai titik jumpa penulis bersama beberapa instansi teknis sebagai eksekutor kebijakan pemerintah daerah.

Arena responden individu tokoh masyarakat dan tokoh adat

Hal mendasar penulis memilih dan menentuan “arena responden

(9)

95

semua komponen masyarakat adatis, baik secara individu, kelompok marga/klan, hingga mencakup komunitas suku.

Arena responden media sosial

Ada alasan penulis menetapkan “arena responden media sosial”

sebagai sumber data. Berangkat dari buntutnya pencarian data dokumentasi terhadap berbagai instansi dan para wartawan yang meliput peristiwa, maka penulis melakukan jelaja data melalui

sejumlah media sosial diantaranya melalui Youtube, surat kabar Online

yang telah diunggah dalam bentuk video. Dari sejumlah informasi yang dihimpun, penulis malakukan kajian analisis.

Dalam melakuan pemetaan wilayah penelitian menjadi lima

“arena wilayah penelitian”, penulis melakukannya secara sengaja dan

penuh perencenaan (purposefully select). Hal ini didasarkan pada

empat aspek yang dinyatakan oleh Miles dan Hubermas (1994), yaitu:

setting (lokasi penelitian), aktor (siapa yang akan diobservasi dan

diwawancarai), peristiwa (kejadian apa saja yang dirasakan oleh aktor

yang dijadikan topik wawancara dan observasi), dan proses (sifat

persitiwa yang dirasakan oleh aktor dalam lokasi penelitian).

Pada sisi lain, upaya pemetaan wilayah penelitian menjadi lima

“arena”, memiliki tujuan agar identitas responden bisa disamarkan.

Alasannya adalah, karena setiap “arena” penelitian terdapat sejumlah

individu yang memiliki konsep saling bertolak belakang, dan data dari setiap responden sangat berhubungan dengan masalah privasi individu

dalam setiap “arena”. Selain itu pula penulis membagi wilayah

penelitian menjadi lima “arena” penelitian, agar ada keterwakilan data

dari setiap “arena” dapat dinventarisasi secara baik. Tujuan

(10)

96

Prosedur perekaman hasil wawancara

Prosedur perekaman hasil wawancara merupakan bagian dari

style seorang peneliti memasuki wilayah penelitian dan melakukan pengumpulan data lapangan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar data yang diteliti benar-benar terekam secara baik. Dalam etika penelitian, prosedur perekaman harus dilakukan atas izin responden, agar tidak melampaui batas etis maka setiap proses perekaman hasil wawancara penulis meminta persetujuan dari responden.

Dari hasil perekaman data, ada dua hal yang penulis temukan yaitu: pertama, data menurut responden penting, privasi namun menurut penulis tidak penting; kedua, data menurut penulis penting, privasi namun menurut responden tidak penting. Perbedaan ini

menjadi menarik, “mengapa bagi penulis penting namun bagi

responden tidak penting, dan mengapa bagi responden hal itu privat namun bagi peneliti tidak privat” untuk membuktikan kebenaran data

tersebut, penulis terus mencari data penelitian pada setiap “arena”

hingga data menjadi jenuh.

Untuk memulai perekaman peneliti selalu memulai dengan memperkenalkan identitas dan tujuan dilakukannya penelitian. Selain itu pula penulis mengawali kegiatan wawancara dengan pertanyaan

seperti ini: “apakah saya bisa merekam pembicaraan bapak”? responden

secara positif setuju untuk dilakukan wawancara, namun terkesan setiap responden sangat hati-hati dalam berbicara, dan hal itu jelas terlihat dari cara responden menyampaikan informasi dengan kalimat

seperti ini: “kalau yang ini anak rekam tapi jangan ditulis”4.

Kebiasaan dalam melakukan wawancara, cerita responden yang disampaikan terkadang menimbulkan pertanyaan baru dan memancing penulis untuk ingin bertanya. Sebagai seorang peneliti, penulis mensiasati hal itu dengan menggunakan catatan pribadi untuk mencatat bagian cerita yang menimbulkan pertanyaan baru. Pada

4 Kalau yang “ini” menunjuk masalah privat yang boleh didengar dan direkam tetapi

(11)

97

posisi seperti inilah, manfaat buku catatan pribadi sangat berguna bagi seorang peneliti.

Menggunakan Pendekatan Riset Dalam Penelitian Kualitatif

Creswell menjelaskan bahwa dalam melakukan penelitian kualitatif, terdapat lima model pendekatan yang bisa digunakan,

diantaranya adalah: penelitian naratif (narrative research), riset

fenomenologi (phenomenological research), graunded theory,

etnografi, dan studi kasus.

Dari kelima model pendekatan penelitian yang diuraikan oleh

Chreswell, peneliti cenderung menggunakan pendekatan graunded

theory. Alasan mendasar peneliti menggunakan pendekatan ini karena: 1) masalah yang diteliti merupakan peristiwa sosial yang dihidupkan lintas generasi dan diaksikan dalam kehidupan keseharian mereka; 2)

bahwa, aksi-aksi massa yang terjadi di “Negeri 1001 Senja”, merupakan

cara masyarakat adatis berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol adat sebagai alat perlawanan terhadap pemerintah daerah;

karena itu: 3) dengan menggunakan pendekatan riset grounded theory,

peneliti hendak menjelaskan pertanyaan dan tujuan penelitian yang telah diuraikan pada bab satu.

Untuk melakukan pendekatan pada responden, penulis membagi

responden dalam lima “arena” yang oleh penulis menggunakan istilah

“responden keterwakilan” yang berasal dari: a) arena responden studi dokumentasi; b) arena responden LDA Kabupaten Kaimana; c) arena responden birokrasi pemerintah; d) arena responden individu tokoh masyarakat adat; dan e) arena responden media masa.

Penulis melakukan pengelompokkan ini, karena teori tidak muncul dengan sendirinya, tetapi dimunculkan atau didasarkan pada data dari para partisipan yang telah mengalami peristiwa tersebut (Staruss & Corbin,1998). Karena itu, peneliti penggunaan metode

pendekatan grounded theory sebagai desain riset kualitatif, untuk

(12)

98

interaksi yang dibentuk oleh pandangan dari sejumlah besar partisipan.

Lebih lanjut, grounded theory menjelaskan bahwa, teori harus

“didasarkan” pada data lapangan, khususnya pada aksi, interaksi, dan proses sosial dalam masyarakat. Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan tingkat kesulitan dalam menggunakan metode penelitian

kualitatif dengan pendekatan grounded theory.

Sakitnya itu di sini

Karena peneliti menggunakan riset graunded theory, maka yang

diangkat oleh peneliti dari para partisipan adalah proses aksi dan interaksi dari pendangan partisipan. Untuk itu, dalam proses pengumpulan data, peneliti melewati tahapan-tahapan seperti: observasi, wawancara mendalam, analisa data dan pelaporan. Tujuan

dari penggunaan riset graunded theory adalah untuk bergerak ke luar

dari deskripsi dan untuk memunculkan atau menemukan teori,

“penjelasan teoretis gabungan” (Corbin & Strauss, 2007, hlm.107). Dalam dunianya, kegunaan simbol-simbol adat hanya digunakan dalam konteks masyarakat lokal dengan tujuan menjaga kelestarian alam, menciptakan keseimbangan antar pemilik simbol (manusia) dengan asal-usul simbol (alam). Karena itu, penggunaan simbol adat sangat ekslusif, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penulis. Artinya, untuk orang lain yang bukan bagian dari komunitas pemilik simbol, hal itu dilarang untuk mengetahui cerita-cerita simbol tersebut. Konteks ini menyadarkan penulis ketika beberapa responden tidak bersedia diwawancarai, walaupun antara penulis dengan para responden tersebut telah membuat kesepakatan untuk bertemu dan bersedia diwawancara. Penulis juga menyadari bahwa filosofi masyarakat adatis tentang sesuatu yang memiliki nilai keramat, hal itu dipandang sebagai gudang pengetahuan mereka, sehingga mereka tidak bisa menceritakan hal-hal itu kepada orang lain. Kalaupun bisa diceritakan, harus melalui prosedur garis turunan laki-laki sulung atau mereka yang memegang jabatan dalam lembaga strukutur adat setempat.

(13)

99

tidak memiliki kemampuan beradaptasi. Adaptasi tidak datang secara tiba-tiba kepada seorang peneliti disaat melakukan penelitian, atau karena menghafal sejumlah teori pendekatan. Metode penelitian hanya satu cara dari beragam cara yang harus dimiliki oleh seorng peneliti tentang bagaimana seorang peneliti bisa memperoleh data di tempat penelitian. Artinya, metode hanyalah kumpulan teori yang diterima peneliti untuk memulai tahapan-tahapan atas apa yang akan diteliti, sementara metode tidak memberi kejelasan secara detail kepada seorang peneliti tentang keadaan serta karakter manusia dalam wilayah penelitian. Misalnya: kebiasaan menggunakan koteka bagi masyarakat Papua Tengah dan mereka yang memakai cawat dari kulit kayu di wilayah pesisir Papua Barat tidak bisa dijelaskan oleh metode yang digunakan penulis. Begitupula terhadap makanan asli orang Papua Tengah yang hidup dengan cara bercocok tanam untuk dijadikan bahan makanan, berbeda dengan masyarakat Papua pesisir yang mengandalkan hutan sagu dari alam.

Untuk bisa mengetahui sejumlah alasan tersebut, seorang peneliti harus bisa beradaptasi dan menjadi bagian dari masyarakat setempat. Caranya adalah, seorang peneliti harus bisa hidup dan tinggal bersama-sama masyarakat dengan cara: makan bersama mereka, tidur bersama mereka, beraktifitas sesuai dengan aktifitas mereka. Cara

berproses seperti ini akan menjadi “embrio pengetahuan lokal” yang

tumbuh dalam diri seorang peneliti untuk mengetahui seluk beluk kehidupan masyarakat yang akan diteliti. Dalam konteks seperti ini

maka penulis merangkai sub judul ini dengan istilah “sakitnya itu di

sini”.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memiliki sejarah hidup bersama dengan masyarakat lokal selama dua puluh tahun. Riwayat hidup bersama mereka menjadi akses masuk untuk menemui

(14)

100

soal waktu peneliti hidup berama masyarakat, hal itu bertujuan hanya untuk menggambarkan bahwa sebelum memulai penelitian ini, peneliti telah ada bersama-sama dengan masyarakat lokal walaupun dalam konteks yang berbeda (bukan sebagai peneliti) saat itu. Karena itu, kehadiran peneliti saat melakukan penelitian, peneliti tidak disambut sebagai seorang peneliti, tetapi diterima sebagai seorang anak dalam komunitas mereka. Dalam konteks inilah kami bercerita dan melakukan wawancara tanpa ada kecurigaan. Ungkap masyarakat setempat kepada peneliti ketika duduk bersama, mereka katakan

seperti begini “mari bagi-bagi isi noken”, di sinilah penggunaan riset

graunded theory mulai digunakan.

Ada kemungkinan kalau masalah yang diteliti bukan judul seperti ini, maka menurut penulis, sejumlah kecurigaan terhadap peneliti tidak mungkin terjadi. Berawal dari pengurusan izin penelitian pada kantor KESBANG LINMAS dan dilanjutkan pengurusan izin di POLRES Kabupaten Kaimana, peneliti harus mengikuti sejumlah prosedur yang berlaku. Saat bertemu dengan KAPOLRES, sambil menyampaikan maksud kahadiran penulis, hadir salah salah satu anggota yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin penelitian. Salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada peneliti oleh anggota

polisi tersebut seperti ini; “Apakah bapak akan meneliti tentang

bendera bintang kejora”?. Pertanyaan seperti ini, menurut peneliti adalah sesuatu yang wajar, karena kajian tesis yang diteliti bisa saja menimbulkan beragam tafsir dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan dari masalah yang diteliti. Karena itu, sebagai seorang peneliti, dibutuhkan kepekaan dalam menjawab pertanyan tersebut.

Secara singkat peneliti memberi jawaban seperti ini “saya hanya

meneliti simbol yang telah digunakan dalam wilayah penelitian sebagai simbol perlawanan”.

(15)

101

sebab masalah yang akan diteliti tentu akan berbeda pada sudut pandang orang yang berbeda profesi dengan seorang peneliti.

Menganalisa data

Untuk menganalisa data, penulis memulai dari tumpukan data

dari para responden yang dipetakan dalam lima “arena” penelitian,

yang disebut oleh peneliti sebagai “responden keterwakilan”. Artinya,

dari luas wilayah penelitian dengan tingkat kesulitan jangkauan serta minimnya akses transportasi, penulis mencoba mendesain wilayah

penelitian tersebut menjadi lima “arena” yang mewakili wilayah

komponen responden diantaranya: a) arena responden studi dokumentasi; b) arena responden LDA Kabupaten Kaimana; c) arena responden birokrasi pemerintah; d) arena responden individu tokoh masyarakat adat; dan e) arena responden media masa.

Adapun tujuan melakukan pemetaan wilayah penelitian menjadi

lima “arena”, agar penulis dapat melakukan pendekatan pengumpulan

data, sekaligus dapat melakukan kontral terhadap data yang sudah dan belum diperolah penulis. Dari sejumlah data yang diperoleh pada setiap

“arena”, peneliti memulainya dengan sebuah proses pengorganisasian data dengan cara mengurut-urutkan data yang telah ada dari setiap

(16)

102

Gambar : 3. 2 cara membagi wilayah penelitian saat melakukan penelitian

Creswell (2007), Rossman dan Rallis (1998) mendeskripsikan

bahwa: “analisis data merupakan proses berkelanjutan yang

membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analisis dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian”. Selanjutnya Creswell menetapkan empat langkah dalam melakukan analisa data yang dimulai dari bawah. Empat langkah ini

didasarkan pada pendekatan grounded theory (Corbin & Straus, 2007;

Strauss & Corbin, 1990, 1998) seperti dalam gambar di bawah ini.

Arena Responden B

Arena Responden A

Arena Responden E Arena

Responden D

Arena Responden C

Penulis memulai urutan data secara beraturan menjadi a, b, c, d, e, dan memulai proses menganalisa data

Proses mengumpul data mentah yang belum beratruan

(17)

103

Gambar. 3. 3 Analisa Data dalam Penelitian Kualitatif

Berpedoman pada gambar data penelitian (Corbin & Straus, 2007; Strauss & Corbin, 1990, 1998), John W. Creswell menawarkan pendekatan analisa data dilakukan secara linear dan hirarkis dari bawah ke atas. Jika menggunakan model ini, maka pendekatan analisa oleh penulis dilakukan seperti begini: Data mentah berupa (transkripsi, data lapangan, gambar dan sebagainya), data ini penulis dapatkan dari

“responden keterwakilan” diantaranya: a) arena responden studi

Menginterpretasi tema-tema/deskripsi-deskripsi

Menghubungkan tema- tema/mendeskripsi-mendeskripsi (seperti,

grounded theory, studi kasus)

Tema Deskripsi

Mengcoding data (tangan atau komputer)

Membaca keseluruhan data

Mengolah dan mempersiapkan data untuk

dianalisa

Data mentah (transkripsi, data lapangan,

gambar, dan sebagainya) Memvalidasi

(18)

104

dokumentasi; b) arena responden LDA Kabupaten Kaimana; c) arena responden birokrasi pemerintah; d) arena responden individu tokoh masyarakat adat; dan e) arena responden media masa).

Data mentah yang diperoleh dari lapangan penelitian, ditindaklanjuti oleh penulis dengan tahapan kedua yaitu mendengar berulang-ulang hasil rekaman wawancara dari HP Samsung J1. Kemudian dari data rekaman tersebut, penulis menyalin ulang kemudian peneliti membaca berulang-berulang keseluruhan data wawancara. Membaca berulang-ulang adalah sebuah keharusan, karena pada saat melakukan rekaman, responden seringkali menceritakan berulang-ulang informasi yang diketahui responden. Karena itu, dengan membaca berulang-ulang hasil salinan wawancara maka peneliti dapat membaca maksud responden, sebab bahasa wawancara adalah bahasa responden, karena itu yang dibutuhkan seorang peneliti untuk memahami bahasa responden dari sudut pandang responden.

Hasil salin ulang rekaman tersebut, peneliti membangun general

sence (pengertian/gagasan umum) atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan makananya secara keseluruhan. Artinya, penulis berusaha memahami gagasan umum dari hasil wawancara bersama responden, selanjutnya penulis mengambil kesan dari hasil wawancara, dan membuat catatan khusus dari setiap responden dengan kategori memisahkan data yang bersifat umum dan kategori data khusus. Pemisahan data umum dan data khusus selanjutnya penulis menguji sampai sejauhmana kedalaman dan kredibilitas dari informasi yang didapat.

Dari pemisahan data khusus dan data umum, lebih lanjut penulis menganalisa dan meng-coding data. Tujuan dari pemisahan data umum dan data khusus adalah agar setiap data yang dicoding dapat

disegmentasikan dalam satuan unit masing-masing sebelum

memaknainya (Rossman & Rallis, 1998:171). Artinya, dalam konteks penelitian yang dilakukan oleh penulis, hasil cerita/bicara yang dibahasakan oleh responden dan dokumen yang ditemukan, diberi lebel sesuai dengan nama responden, kelompok/kategori dan asal suku,

(19)

105

benar data yang disampaikan itu valid dan disampaikan oleh orang yang tepat.

Profesi memengaruhi gaya menulis

Meng-coding data dan meng-analisa data penelitian, bukanlah akhir dari proses penelitian. Artinya, masih ada tahapan lanjutan yang harus dilakukan hingga data yang dianalisa menjadi satu kesatuan cerita yang memberi arti bagi para pembaca.

Penekanan para ahli pada bagian ini, menunjukan bahwa hasil laporan penelitian sangat memainkan peran dalam sebuah riset yang

dilakukan. Loflan (1974) menegaskan bahwa: “meskipun stragi-strategi pengumpulan dan analisa data relatif sama dalam berbagai metode kualitatif, namun cara melaporkan hasil penelitian cenderung berbeda. Miles dan Huberman (1984) menjelaskan pentingnya membuat tampilan data, dan tulisan naratif adalah bentuk yang paling sering digunakan untuk menampilkan data kualitatif. Karena penelitian ini merupakan penelitian naturalistik, maka hasil-hasilnya akan lebih pas bila disajikan dalam bentuk deskriptif-naratif ketimbang dalam bentuk

laporan saintifik”.

(20)

106

Hasil penulisan bab satu hingga bab lima penulis lakukan di Kabupaten Kaimana yang merupakan wilayah penelitian, setelah itu dikirim melalui email kepada kedua dosen pembimbing. Hasil yang dikirim dikoreksi dosen pembimbing dengan beberapa catatan yang berhubungan dengan hasil penelitian. Hasil koreksi dosen pembimbing lebih menekankan pada data penelitian yang diuraikan pada bab empat dan bab lima. Menurut dosen pembimbing, sebaiknya penulis mengangkat data yang berhubungan dengan penggunaan simbol terhadap sejumlah implementasi kebijakan pemerintah, sementara simbol adat yang tidak digunakan dipisahkan dari penulisan bab empat dan lima yang telah ditulis oleh peneliti. Dengan demikian penulis melakukan perombakan dan memulai proses penulisan ulang bab empat dan bab lima dengan menyunati beberapa data yang tidak berhubungan dengan pertanyaan dan tujuan penelitian. Begitu pula pada bab dua masih sangat lemah dalam mendudukan teori, untuk itu dosen pembimbing menghimbau penulis agar bab dua dibenahi setelah penulis kembali ke kampus agar proses bimbingan dapat berjalan intensif sekaligus bisa memanfaatkan ketersediaan buku referensi diperpustakaan UKSW yang memiliki kelengkapan literatur.

Setelah berada di kampus, peneliti mulai membenahi penulisan tesis dari bab satu hingga bab tujuh (simpulan). Setelah dinyatakan rampung oleh kedua dosen pembimbing, penulis mengikuti ujian pada tanggal 18 Oktober 2017. Walau telah dinyatakan lulus, penulis masih terus menyempurnakan tesis ini berdasarkan catatan dosen penguji dan dosen pembimbing.

(21)

107

Simpulan bab

Memilih delapan suku asli di Kabupaten Kaimana sebagai wilayah penelitian, penulis didorong oleh rasa empati terhadap situasi sosial yang dialami oleh masyarakat dan pemerintah daerah.

Terkadang pula muncul fenomena dalam suatu wilayah, hingga membuat semua orang mulai merasa panik, maka yang nampak dalam kehidupan sosial saat itu adalah saling mempersalahkan satu dengan yang lain. Bahkan mungkin saja ada diantara sekian banyak orang, saling menyudutkan dan melempar kesalahan terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab. Padahal mungkin saja kita menuduh kita juga berada dalam lingkaran masalah yang sementara terjadi.

Penulis meminjam istilah yang digunakan untuk kegiatan

demonstrasi massa di Jakarta “demonstrasi jilid satu, jilid dua dst”,

istilah sangat cocok digunakan untuk kegiatan demonstrasi di Kabupaten Kaimana. Perbedaan demonstrasi di Jakarta dan di Kaimana, ada pada penggunaan at-ribut disaat melakukan demonstrasi. Jika di Jakarta demonstrasi menggunakan simbol-simbol agama, maka berbeda dengan demonstrasi massa di Kaimana yang menggunakan simbol-simbol adat.

Konteks ini yang menjadi alasan mendasar bagi penulis membuat keputusan sepihak untuk meneliti fenomena yang terjadi di Kabupaten Kaimana. Pertanyaan sederhana yang ingin penulis munculkan adalah: mengapa demonstrasi massa berjilid-jilid terus dilakukan, bukankah sebelum wilayah Kaimana menjadi kabupaten, masyarakat delapan suku asli bersama kaum migran hidup harmonis? Mengapa setelah menjadi sebuah wilayah pemerintahan kabupaten muncul demonstrasi massa?

(22)

108

Itulah metode kualitatif yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini.

Agar menjadi tesis dan memenuhi ketentuan persyaratan dan layak maju ujian, maka butuh seorang peneliti yang memiliki rasa penasaran terhadap kasus yang diteliti. Walaupun terkadang janji-janji untuk bertemu dengan para responden tidak terealisasi untuk melakukan wawancara, terkadang menimbulkan rasa sakit itu di sini. Namun sebagai peneliti, mental sakit hati, kecewa haruslah dihilangkan, demi untukmu data lapangan terpaksa aku harus berusaha sekuat semampuku, hingga kau yang bernama data menjadi jenuh.

Mencari dan terus menggali dari bawah adalah model

pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, “graunded theory”

mengharuskan seorang peneliti untuk mencari data yang tersembunyi dan mungkin disembunyikan.

Walaupun penulis bukan anak asli Kaimana namun lebih kurang dua puluh tahun (1995-2015) penulis sudah menjadi bagian dari masyarakat setempat sejak bertugas sebagai Pendeta GPI Papua (Gereja Protestan Indonesia di Papua) waktu itu. Ternyata hidup bersama-sama dengan masyarakat kampung di wilayah Teluk Arguni, ada hal yang luar biasa yang penulis dapatkan.

Perilaku hidup keseharian masyarakat yang ditampilkan dalam bentuk-bentuk simbol, tidak pernah terbayangkan oleh penulis, bahwa suatu saat kehidupan simbolik masyarakat lokal akan mewarnai jalan hidup penulis dalam menempuh pendidikan pada Program Studi Pascasarjana-Fakultas Pembangunan Interdisiplin-Universitas Kristen

Satya Wacana – Salatiga.

(23)

109

Hasil rekaman data mulai diproses, mulai dari data yang tidak beraturan, penulis mulai melakukan sortiran data, (lihat gambar pemetaan wilayah penelitian nomor: ). Setelah data disortir dan diberi koding, maka peneliti mulai melakukan analisa data induktif dan deduktif.

Setelah melewati proses dan tahapan pengumpulan data, penulis mulai melakukan proses penulisan, data yang ditemukan ditulis dalam dua bab. Bab empat memuat sikap kebijakan pemerintah dan protes dari demonstrasi massa, dan pada bab lima, memuat bentuk-bentuk penggunaan simbol oleh demonstrasi massa.

Hingga penulisan ini selesai dan diuji oleh tim penguji tanggal 18 Oktober 2017, penulis masih membenahi beberapa data informasi di antaranya terkait dengan kegagalan berangkat CJH (Calon Jemah Haji) asal Kabupaten Kaimana ke Tanah Suci sebanyak tiga puluh sembilan orang CJH.

Walaupun dalam rancangan proposal penelitian penulis telah menggambarkan strategi dalam melakukan penelitian, ternyata sesampai di lapangan penelitian, rancangan mengalami perubahan. Sebagai peneliti yang menggunakan metode kualitatif, Creswell bilang hal itu biasa, karena metode penelitian kualitatif fleksibel, mudah menyesuaikan dalam kondisi latar apapun.

Gambar

Gambar :  3.1 Peta Pulau Papua-Provinsi Papua dan Papua Barat serta lokasi Penelitian-Kabupaten Kaimana
Gambar : 3. 2 cara membagi wilayah penelitian saat melakukan penelitian
gambar, dan sebagainya)

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi inilah yang memerlukan perhatian dari berbagai pihak, pemerintah sebagai regulator, dan masyarakat petani sebagai pelaksana, serta masyarakat industri harus

Pada adegan diatas terlihat lafadz yang berarti Allah maha besar, tayangan adzan maghrib di stasiun televisi ANTV digambarkan seorang ustadz yang sedang

10 Kecamatan Banguntapan Kompleks Kotagedhe Masjid Kotagedhe Makam Kotagedhe Sendang Selirang. Makam Ki Ageng

[r]

Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository Universitas Jember Digital Repository

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM PADA MASA PRAAKSARA, HINDU-BUDHA, DAN ISLAM1. Di Susun oleh: